ABSTRAK Latar Belakang : Skizofrenia merupakan penyakit jiwa kronis dan melemahkan yang terutama terdiri dari gejala positif dan negatif. Namun, defisit dalam berbagai domain telah secara konsisten berepilikasi pada pasien dengan skizofrenia. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menilai gangguan kognitif pada skizofrenia dan untuk menghubungkannya dengan faktor sosial demografi. Bahan dan Metode : Fungsi kognitif pada 100 pasien dengan skizofrenia sesuai kriteria Diagnostic and Statistikal Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM IV-TR) pada bagian psikiatri rawat jalan di departemen psikiatri, SBKS MIRC dinilai dengan menggunakan skala Addenbrookes Cognitive Examination Revised (ACER) dan Mini Mental State Examination (MMSE) dan rincian sosial demografi yang diperoleh dengan menggunakan proforma semistruktur. Data kemudian dianalisa dengan Chi-square dan t-test. Hasil Penelitian : Pada 70% pasien dengan skizofrenia didapati mempunyai disfungsi kognitif pada perhatian, konsentrasi, memori (ingatan), bahasa dan fungsi eksekutif. Gejala positif dikaitkan dengan memori (P<0,001) dan penurunan perhatian (P<0,05). Pasien dengan durasi penyakit lebih dari 2 tahun dan hidup di perkotaan menunjukkan disfungsi kognitif yang lebih besar. Pasien laki-laki dikaitkan dengan dua ganguan berdasarkan ACER yaitu bahasa dan memori. Simpulan : Penelitian ini menemukan gambaran bahwa defisit kognitif yang persisten terlihat pada pasien dengan skizofrenia. Korelasinya dengan faktor sosial demografi terlihat pada pasien yang menderita penyakit ini lebih dari dua tahun dan yang hidup di perkotaan memiliki disfungsi kognitif yang lebih besar. Pasien laki- laki dikaitkan dengan gangguan bahasa dan memori. Penelitian ini menyarankan bahwa gangguan neurokognitif harus dimasukkan pada kriteria diagnosis DSM-V untuk skizofrenia.
2
LATAR BELAKANG Skizofrenia merupakan penyakit jiwa kronis dan melemahkan yang terutama terdiri dari gejala seperti halusinasi dan delusi, yang juga disebut gejala positif. Selain itu, beberapa juga menunjukan gejala negatif yang diantaranya dapat berupa kehilangan rasa nikmat, penarikan sosial (sosial withdrawal), pemiskinan pikiran dan perkataan, dan afek yang datar. Seorang ilmuan terkemuka bernama Kraepelin (1919) mencetuskan istilah dementia praecox (1896) untuk menentukan manifestasi klinis dari skizofrenia. Bleuler mencetuskan istilah schizophrenia (1911) untuk mendeskripsikan penyakitnya. Gangguan kognitif yang signifikan sangat umum terjadi pada skizofrenia, mempengaruhi sekitar 75% dari semua pasien. Berbagai fungsi kognitif dipengaruhi, terutama memori, perhatian, kemampuan motorik, fungsi eksekutif, dan pengetahuan. Gangguan mayor pada memori episodik menyebabkan pendapat bahwa disfungsi pada struktur hippocampal dan lobus temporal medial merupakan asal dari perubahan kognitif pada penyakit ini. Telah diketahui selama 50 tahun bahwa orang dengan skizofrenia sering sangat buruk pada kebanyakan tes kognitif. Misalnya, banyak tes neuropsikologi membutuhkan perhatian, konsentrasi, memori kerja, dan proses yang cepat untuk kinerja yang efisien bahkan jika benar benar bertujuan untuk belajar verbal dan memori. Baru-baru ini, telah disarankan bahwa kriteria diagnosis skizofrenia harus secara khusus mencakup kriteria yang berkaitan dengan kemampuan kognitif. Salah satu kemungkinan tersebut akan membutuhkan tingkat fungsi kognitif yang member kesan gangguan serius yang konsisten dan /atau penurunan yang signifikan dari tingkat premorbid dengan mempertimbangkan pendidikan pasien, keluarga, dan latar belakang sosial ekonomi. Keuntungan dari pendekatan ini telah dibahas pada artikel oleh Keefe dan artikel oleh Keefe dan Fenton. Salah satu argument utama yang mendukung dimasukkannya gangguan kognitif sebagai kriteria diagnosis adalah harapan bahwa kualifikasi dari gambaran klinis akan membantu menentukan titik perbedaan (point of rarity) antara skizofrenia dengan gangguan afektif tertutup. Disfungsi neurokognitif 3
telah dinyatakan sebagai inti dari banyak penyakit mental. Dibandingkan dengan gen yang dihubungan dengan penyakit tertentu, diusulkan bahwa defisit dalam pengolahan informasi bisa berupa endophenotypes yang diwariskan. Ia telah mengemukakan bahwa orang dengan kognitif rendah cenderung memiliki pengalaman psikosis lebih mudah dibandingkan dengan orang yang memiliki kognitif yang besar. Defisit kognitif dalam berbagai domain telah secara konsisten tereplikasi pada pasien dengan skizofrenia. Pada pasien dengan skizofrenia, delusi dan halusinasi bisa timbul akibat dari defisit fungsi kognitif yang melibatkan persepsi dan bias atribusi. Kebanyakan penelitian yang memiliki hubungan antara defisit kognitif terhadap hasil fungsional pada skizofrenia mendukung gagasan bahwa fungsi neurokognitif dapat memprediksi fungsi sosial dan pekerjaan. Ukuran dari memori langsung, memori tertunda, dan fungsi eksekutif dapat ditemukan untuk memprediksi hasil fungsional dengan efek kecil sampai sedang. Selain itu, fungsi kognitif telah ditemukan sebagai predictor yang lebih baik pada hasil fungsional dari level gejala.
BAHAN DAN METODE Desain penelitian : Cross sectional study Lokasi penelitian : bagian rawat jalan, departemen psikiatri, SBKS MIRC ( Dhiraj Hospital) Subjek penelitian : pasien yang didiagnosa dengan skizofrenia sesuai dengan kriteria Diagnostic and Statistikal Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM IV-TR). Jumlah sampel : 100 orang. Kriteria inklusi : a) Kelompok umur 18-60 tahun. b) Diagnosis dengan skizofrenia (kriteria DSM IV-TR). c) Pengobatan dengan antipsikosis selama dua bulan sebelumnya. d) Pasien yang telah memberikan persetujuan menjadi sampel (informed consent). 4
Kriteria Eksklusi : a) Kriteria DSM IV-TR dengan gangguan pada axis II (retardasi mental, tertutup, cirri-ciri kepribadian). b) Riwayat gangguan neurologis seperti epilepsi, delirium dan lainnya. c) Ketergantungan zat. d) Psikosis yang disebabkan oleh ketergantungan. e) Penyebab lain dari gangguan kognitif seperti, diabetes, hipertensi, pengguna alkohol kronis, penyakit Parkinson, penyakit Alzheimer, emfisema, tumor otak, encephalitis, HIV/AIDS, dan demensia vaskuler. Setelah mendapat persetujuan dari Sumandeep Vidyapeeth Institutional Ethics Committee (SV IEC), penelitian ini dimulai. Semua pasien yang telah memberikan persetujuan tertulis diwawancara dengan menggunakan : 1. Self-struktured proforma. 2. Skala rating Addenbrookes Cognitive Examination Revised (ACER). ACER adalah tes kognitif singkat yang menilai lima domain kognitif : perhatian/orientasi, memori, kefasihan verbal, bahasa, dan kemampuan visuospasial. Total semua nilai adalah 100, nilai yang lenih tinggi menunjukkan fungsi kognitif yang lebih baik. Rerata uji dari 88 memiliki sensitivitas 94% dan spesifisitas 89%. Tes ACER dilakukan dengan waktu rata-rata 15 menit. 3. Mini Mental State Examination (MMSE). MMSE adalah pemeriksaan status mental mini untuk menilai fungsi kognitif berupa, orientasi, memori, bahasa, dan pemahaman. Dibutuhkan waktu 5 menit untuk menjawab. Total nilai 30. Nilai 25 adalah batas untuk fungsi kognitif yang normal. Analisis data Setelah terkumpul, data kemudian dimasukkan ke dalam database dan dianalisa dengan tes Chi-square. Variable katagori digambarkan dalam bentuk persentase dan variable kuantitatif di gambarkan dalam bentuk reratastandard deviasi(SD). Regresi univariat logistic digunakan pada penelitian ini. 5
Metodelogi Penilaian dilakukan sesuai dengan urutan yang tetap dan dilakukan di ruangan yang tenang. Pasien tidak diperbolehkan untuk merokok dan meminum minuman stimulant selama penelitian. Dosis terakhir obat yang dikonsumsi adalah 12 jam sebelum mengikuti tes. Rincian demografis pasien didapat dengan self-structured proforma yang juga termasuk gejala gangguan kognitif dan gejala skizofrenia. Setelah ini pasien dievaluasi dengan skala ACER. Fungsi kognitif dinilai dengan ACER dan MMSE. HASIL DAN DISKUSI Karakteristik sampel Sebanyak 100 pasien dengan skizofrenia, 54 laki-laki dan 46 perempuan dinilai disfungsi kognitifnya dan hasilnya adalah sebagai berikut. Berdasarkan Tabel 1a, rata-rata umur sampel adalah 33,969,894 tahun. Rata- rata lama penyakit yang diderita adalah 58,5237,93 bulan. Rata-rata durasi pengobatan adalah 45,3033,4 bulan. Berdasarkan Tabel 1b, 78% sampel berada pada kelompok umur 18-40 tahun; 54% dari pasien adalah laki-laki dan 46% adalah perempuan; 53% pasien sudah menikah dan 37% belum menikah; dan 68% sampel memiliki status ekonomi yang rendah dan 56% pasien tinggal di perkotaan. Sejauh diagnosis ditegakkan, 79% didiagnosis paranoid dan 89% pasien telah menderita skizofrenia lebih dari dua tahun. 73% sudah mendapatkan pengobatan lebih dari 24 bulan. Sembilan puluh enam persen pasien mendapatkan terapi antipsikosis setidaknya dalam 2 bulan., sementara 4% masih belum dimulai pengobatan dengan antipsikosis. Pada evaluasi sejarah pasien, 84% ditemukan memiliki disfungsi kognitif. 6
7
Tabel 2: Univariate analysis of socio demographic factors and addenbrookes cognitive examination revised (ACER) score
Sesuai dengan Tabel 2, disfungsi kognitif ditemukan pada sebagian besar pasien (P-value<0,005). Mayoritas menderita skizofrenia lebih dari 2 tahun (P<0,05). Sebagian besar pasien tinggal di perkotaan (P<0,05). Tidak ditemukan hubungan yang signifikan dengan umur, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat sosial- ekonomi, diagnosis, lama pengobatan, obat lain yang didapat, dan nilai ACER. Tabel 3. Univariate analysis of sociodemographic factor and MMSE score
8
Berdasarkan data Tabel 3, status belum menikah memiliki hubungan dengan nilai MMSE (P<0,05). Lama penyakit yang lebih dari dua tahun memiliki hubungan dengan nilai MMSE (P<0,023). Disfungsi kognitif juga ditemukan signifikan secara statistik (P<0,005). Tidak terdapat hubungan yang ditemukan dengan umur, jenis kelamin, tingkat sosial-ekonomi, diagnosis, lama pengobatan, dan obat lainnya dan nilai MMSE. Tabel 4. Relation of impairment in component with ACER cutoffs
Sesuai dengan Tabel 4, hubungan antara komponen ACER yaitu perhatian, bahasa, memori, kelancaran berbicara, dan kemampuan visuospasial dan disfungsi kognitif berdasarkan nilai ACER ditemukan signifikan secara statistik. Tabel 5. Relation of gender with ACER component
9
Sesuai dengan Tabel 5, pasien laki-laki dikaitkan dengan dua komponen ACER yaitu, bahasa dan memori. Hubungan antara kemampuan visuospasial dengan pasien laki-laki didapatkan signifikan secara statistik. Tabel 6. Relation of component with positive and negatif symptoms
Berdasarkan data Tabel 6, hubungan antara gejala positif dan gangguan memori ditemukan signifikan secara statistik. Gangguan perhatian juga berhubungan dengan gejala positif. Tidak ada hubungan antara gejala positif dengan komponen lain yang ditemukan. Studi ini mirip dengan temuan dari banyak penelitian yang menunjukkan adanya defisit neurokognitif pada pasien dengan skizofrenia pada kebanyakan domain yang diuji, termasuk perhatian, konsentrasi, memori langsung, memori kerja, memori tertunda, dan fungsi eksekutif. Penelitian sebelumnya dari India membandingkan fungsi kognitif dari 100 subyek dengan gejala skizofrenia kronik dengan jumlah yang sama pada kontrol yang normal. Penelitian itu menemukan bahwa orang dengan skizofrenia memperlihatkan hasil buruk pada semua tes kognitif, termasuk memori, perhatian, dan fungsi eksekutif. Penelitian yang sekarang ini berfokus untuk menilai defisit kognitif pada skizofrenia dan untuk mengkorelasikannya dengan faktor sosial demografi. 10
Studi tentang gangguan neuropsikologi pada skizofrenia telah mengungkapkan bahwa gangguan kognitif terlihat pada psikosis episode pertama (first-episode psychosis,FEP) dan tetap stabil sepanjang perjalanan gangguan tersebut mendukung model dari defisit kognitif primer dan patofisiologi yang terkait dengan skizofrenia. Meskipun tidak ditemukan hubungan antara lama pengobatan dengan gangguan kognitif. Fungsi mengalami penurunan nilai yang signifikan pada pasien yang diberikan pertanyaan tentang gangguan kognitif selama kehidupannya. Meta- analisis dari gangguan kognitif umumnya menunjukkan bahwa pasien sangan terganggu dan melakukan satu sampai dua SD dibawah kontrol yang sehat. Selanjutnya, profil kognitif ditandai dengan heterogenitas substansial dalam berbagai gangguan, termasuk memori verbal, fungsi eksekutif, perhatian, dan kecepatan memproses. Literatur kognitif pada skizofrenia telah melaporkan gangguan yang tidak proporsional pada hampir semua proses kognitif dengan berbagai konsistensi dan termasuk pembelajaran lisan dan memori, kecepatan pengolahan visual-motor, perhatian/kewaspadaan, memori kerja, dan juga fungsi eksekutif. Literature sampai saat ini tampaknya merujuk pada pembelajaran lisan/memori verbal dan kecepatan pengolahan sebagai gangguan terbesar. Penelitian ini tidak menemukan hubungan antara usia, jenis kelamin, status perkawinan, status sosial ekonomi, lama pengobatan, dan diagnosis/tipe dari skizofrenia dengan nilai ACER kecuali untuk yang hidup di perkotaan yang berhubungan positif dengan disfungsi kognitif. Tidak seperti nilai ACER, penilaian MMSE memiliki beberapa perbendaan yang ditemukan dalam penelitian ini. Status belum menikah pada pasien menunjukkan hasil protektif terhadapt disfungsi kognitif. Ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya dimana status perkawinan merupakan faktor protektif. Sebaliknya penelitian sebelumnya menemukan bahwa menikah pada individu dengan skizofrenia mempunyai efek berbeda pada laki-laki dan perempuan, penelitian ini menemukan tidak adanya asosiasi jenis kelamin antara status perkawinan dengan hasil penelitian. Hasil dari beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa jenis kelamin pasien dengan skizofrenia mempunyai efek 11
langsung pada kualitas hidup dan efek interaktif dengan status perkawinan; lajang, dan terutama laki-laki, dilaporkan lebih mengalami disfungsi kognitif. Selain itu, ada beberapa bukti yang menunjukkan hubungan antara status perkawinan dan perbedaan gejala pada skizofrenia berdasarkan jenis kelamin. Dalam sebuah penelitian, dari 882 pasien psikiatri dengan skizofrenia (521 laki-laki dan 361 perempuan), Walker menemukan bahwa laki-laki yang sebelumnya sudah menikah memiliki gejala terbanyak, dan laki-laki yang saat ini menikah memiliki sedikit gejala. Sebaliknya, perempuan yang menikah mempunyai tingkat yang lebih tinggi pada gejala yang muncul dibandingkan perempuan yang belum menikah atau yang sudah menikah sebelumnya. Dari sekian banyak alasan yang tidak ada hubungannya dengan jenis kelamin dan status pernikahan yang ditemukan dalam penelitian ini,yang paling mungkin ada hubungannya adalah karena keterbatasan jumlah sampel; beberapa sampel perempuan telah terdaftar, mengakibatkan penurunan pada kekuatan statistik yang diperlukan untuk mengidentifikasi pengaruh perbedaan jenis kelamin. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menjawab pertanyaan penting ini. Meskipun penelitian telah menunjukkan bahwa gangguan kognitif tidak hanya hasil dari simptomatologi, gejala negatif secara konsisten telah dihubungkan dengan keparahan dari defisit kognitif, sementara gejala psitif belum berhubungan. Banyak penelitian yang menyelidiki keterkaitan ini menunjukkan bahwa hubungan antara gejala negatif dan defisit neuropsikologi spesifik seperti, memori, perhatian, kefasihan verbal, psikomotor, dan fungsi eksekutif. Sebuah meta-analisis yang menilai memori verbal pada skizofrenia mendapatkan bahwa hanya gejala negatif yang memiliki pengaruh signifikan pada variabel. Namun dalam penelitian kami, gejala positif juga berhubungan defisit kognitif, terutama memori dan perhatian. Tidak terdapat hubungan antara gejala negatif dengan defisit kognitif, alasannya mungkin karena sebagian besar pasien dalam penelitian ini merupakan tipe paranoid yang lebih menunjukkan gejala positifnya. Penelitian lain yang bertujuan untuk menemukan hubungan antara jenis kelamin dan komponen dari ACER menunjukkan bahwa laki-laki lebih buruk pada 12
komponen memori dan bahasa, yang konsisten dengan penelitian sebelumnya. Dalam perbandingan pasien laki-laki dengan pasien perempuan, kinerja yang relative buruk ditunjukkan pada semua domain bahasa pada pasien laki-laki yang konsisten dengan penelitian sebelumnya dan juha menunjukkan gangguan yang lebih buruk pada kemampuan belajar verbal dan kefasihan berbahasa jika dibandingkan dengan pasien perempuan. Hasil yang sama berlaku untuk gangguan memori yang ditemukan lebih banyak pada laki-laki adalah konsisten dengan penelitian sebelumnya. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa kemampuan kognitif dapat memprediksi hasil kerja seperti pendapatan, status pekerjaan dan lama bekerja. Namun, tidak ada korelasi yang ditemukan antara status sosial-ekonomi dengan gangguan kognitif pada penelitian ini. Meskipun gangguan kognitif bukan merupakan sine qua non dari skizofrenia, karena mungkin ada subkelompok yang tidak menunjukkan defisit kognitif yang relevan secara klinis, struktur dari DSM dapat dengan mudah mengakomodasi ini, karena banyak dari kelainan manual ini didefinisikan polietikal. Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini yang perlu dipertimbangkan. Pertama, penggunaan nilai ringkasan pada setiap penilaian kognitif dapat mencegah pemahaman yang menyeluruh tentang berbagai proses yang terlibat pada domain kognitif umum. Namun, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai kehadiran defisit kognitif umum pada pasien skizofrenia. Selain itu, kita tidak bisa mengesampingkan obat neuroleptik member pengaruh yang merugikan pada fungsi neuropsikologi meskipun pada analisis tidak menunjukkan korelasi yang signifikan. Selanjutnya, ukuran sampel yang kecil mungkin akan mengurangi kekuatan statistik, sehingga berpotensi meningkatkan terjadinya kesalahan tipe II. Meskipun terdapat keterbatasan metodelogi, penelitian ini telah memberikan beberapa perbaikan dari penelitian sebelumnya, seperti usaha untuk mengetahui gejala positif dan negatif dan disfungsi kognitif jika ada, dengan pertanyaan yang relevan saat menggali riwayat pasien. Dimasukkannya beberapa tugas neuropsikologi untuk menilai berbagai domain kognitif serta penilaian gejala selama fase akut dan fase stabil dari penyakit. 13
SIMPULAN Temuan dari penelitian ini menggambarkan bahwa defisit kognitif yang persisten terlihat pada pasien dengan skizofrenia dan korelasinya dengan faktor sosial demografi yang dipelajari. Oleh karena itu, peneliti menyarankan bahwa gangguan neurokognitif harus dimasukkan dalam kritera diagnosis DSM-V untuk skizofrenia. Esensi dari kriteria yang disarankan adalah gangguan yang berat dan konsisten pada fungsi kognitif serta penurunan yang signifikan dari tingkat premorbid.