Sie sind auf Seite 1von 8

Tema

: An Ordinary way to be an extra ordinary one

Subtema

: Menerapkan kebiasaan islami di tengah era modernisasi

Judul

: Al-Quraanku, Globalisasi Tak Lagi Masalah

Al-Quraanku, Globalisasi Tak Lagi Masalah


Era globalisasi, dimana secara sederhananya segalanya dianggap sama, kesamaan paling
sederhana nampak pada penampilan. Apapun latar belakang ras, agama, etnis, suku,
asal, keturunan, bangsa, perbedaan apapun yang ada, dalam era globalisasi ini seolah
diseragamkan, sama-sama harus tahu, mengerti, menerima, juga ada tuntutan untuk
menerapkan perkembangan yang ada. Terutama adalah mode, apapun itu bentuknya,
pakaian, kebiasaan, tren tentang cara melakukan sesuatu yang lebih mendunia, hingga
perkembangan gadget-gadget tercanggih yang kian meluas di kalangan masyarakat, dan
kian up to date di kalangan terpelajar. Sehingga bagi para pengikut perkembangan tren
mode busana hingga teknologi, kurang lengkap rasanya jika belum mengikuti-memilikimenggunakan semuanya itu.
Kenapa globalisasi, karena itu adalah kodrat manusia sebagai makhluk Allah yang
dikaruniai akal fikir dan nafsu. Globalisasi merupakan wujud dari pengembangan kedua
hal yang dimiliki oleh manusia. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya (QS. At-Tin:4). Dari ayat tersebut, mengertilah kita
bahwa Allah telah menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk, dengan kelengkapan
otak dan potensinya agar manusia mampu mengembangkan diri, baik keilmuan,
kehendak, dan yang lain. Adanya kemajuan teknologi, karena akal fikir manusia, dan
penyebarluasan sebagai bentuk dari nafsu berupa kehendak manusia. Dikatakan nafsu
bukan berarti selalu identik dengan hal yang negatif, melainkan keinginan manusia
untuk menyebarkan hasil temuan, apapun bentuknya, baik kebudayaan, teknologi, ilmu
pengetahuan di berbagai bidang. Karena itu, manusia sebagai makhluk yang berakal
menemukan alat komunikasi sebagai alat yang mempermudah dan mempercepat
penyebaran itu. Seiring perkembangan teknologi, alat komunikasi yang kini ada tidak
hanya terbatas sebagai alat komunikasi, melainkan sebagai multimedia dan hiburan.

Hadirnya globalisasi di Indonesia tak dapat di hindari, hal ini sejalan dengan paparan di
atas. Pada masa pra-milenium atau sebelum tahun 2000-an para pengikut mode terbatas
hanya pada kalangan konglomerat, golongan priyayi dan sosialita tertentu, beda halnya
dengan masa sekarang, dimana era milenium dicanangkan setelah memasuki abad ke21, dan Indonesia resmi membuka diri pada pasar perdagangan global. Sehingga
masuklah indonesia beserta seluruh masyarakatnya ke arus globalisasi. Tak lagi
pandang bulu, siapa anda, apa latar belakang anda, dimana anda tinggal, dan hal-hal lain
yang seakan membatasi manusia Indonesia pada masa kemarin untuk dapat menjamah
perkembangngan teknologi, sekarang sudah tidak berlaku lagi.
Bukankah sekarang, kita semua sudah memiliki alat komunikasi canggih (baca:
telepon)? Telepon yang seingat saya di awal tahun 2000-an termasuk barang tertier,
barang mewah. Adanya era globalisasi ini menggeser kedudukan telepon sebagai barang
dengan derajat kebutuhan tertier menjadi sekunder, atau bahkan bagi beberapa kalangan
dianggap sebagai kebutuhan primer. Pergeseran kedudukan telepon sebagai alat
komunikasi dapat diartikan banyak hal, tergantung dari dimana anda meletakkan sisi
pandang itu. Saya, sebagai manusia yang menginginkan terus terjadinya perkembangan
dan kemajuan di berbagai sisi, menganggap pergeseran itu merupakan hal yang sangat
positif, dan dipandang perlu bagi segala aspek kehidupan di masa sekarang. Untuk
manfaat serta keuntungan, tak perlu diungkapkan, karena kita semua telah
merasakannya, dan mungkin sepakat untuk satu kata mobile phone, yes, we need it,
yang kian berkembang lagi, sekarang tak hanya hp, melainkan juga media massa
elektronik lainnya. Perkembangan teknologi yang kian canggih diawali dengan mulai
ditemukannya alat komunikasi jarak jauh ini, telepon hingga internet, dengan berbagai
aplikasinya yang kian berkembang pada masa sekarang. Hal terpenting dari adanya
telepon dan globalisasi adalah kita dapat menjamah informasi sejauh kemauan kita. Jika
dimanfaatkan secara positif, maka dampak positif pula yang akan kita dapatkan, berlaku
juga untuk sebaliknya.
Berbicara dampak globalisasi sudah sama-sama diketahui sejak jaman masih duduk di
bangku sekolah menengah pertama. Namun ada satu hal yang perlu diingat, manusia
dikaruniai dua potensi, yaitu untuk fujur dan untuk takwa. Jadi, pandai-pandailah
memilih, bukankah Allah telah berfirman pada QS. Asy-Syams:8 Maka Dia(Allah)

mengilhamkan kepada manusia (jalan) fujur dan taqwa. Jadi, jika arus globalisasi
mulai hadir di kalangan muslim, tinggal dimana para mereka memilih tempat untuk
berpijak agar selamat, menempatkan globalisasi sebagai sarana untuk meningkatkan
potensi ketaqwaannya, ataukah membiarkan dirinya terseret ke arus globalisasi yang
sarat dengan modernisme-liberalisme-sekulerisme dan isme yang lain yang pada
intinya dapat menjauhkan umat muslim dari jalan takwanya dan secara sengaja dan
tidak sengaja berkembanglah potensi kefujur- an manusia.
Globalisasi yang dikenal oleh muslim indonesia melalui media massa, dan semakin
berkembang ke seluruh kalangan, ternyata memberikan dampak yang sangat nyata. Pada
pengantar di atas, ditunjukkan adanya perubahan mode cara berpakaian, ternyata tak
cukup sampai disitu. Globalisasi tak hanya menjamah kulit manusia, tetapi juga
merasuk dan mempengaruhi ideologi individu dalam skala terkecil hingga suatu negara
dalam skala makronya. Sebagai muslim, pengaruh globalisasi yang menjalar hingga
penanaman ideologi dan kebiasaan baru yang menyimpang dari syariat islam. Ghazwul
fikr yang sejalan dengan invasi globalisasi ke para muslim di dunia berdampak nyata
namun tak dirasakan secara langsung. Jika kita lihat pada tabel di bawah, ghazwul fikr
jelas dapat sampai ke setiap umat karena adanya sarana informasi yang kurang
dimanfaatkan secara bijak.
Aspek

Perang Fisik

Ghazwul Fikri

Biaya

Sangat mahal

Murah dan dikembalikan

Jangkauan

Terbatas di front

Sampai ke rumah - rumah

Obyek

Obyek merasakan

Sama sekali tidak merasa

Dampak

Mengadakan perlawanan

Menjadikan idola

Persenjataan

Senjata berat

Slogan, teori, iklan

Invansi pemikiran atau ghazwul fikri (GF) dilakukan oleh para musuh islam dengan
pertimbangan pertimbangan bahwa dibandingkan dengan melakukan peperangan
militer atau fisik, maka ghazwul fikri (GF) memiliki kelebihan kelebihan seperti di
atas. Sebagaian besar umat tidak menyadari bahwa mereka telah menjauhi Alquran
yang merupakan pedoman hidup seluruh manusia. Meskipun sekdar menjauhi, tidak

melupakan, namun hal itu membuat sebagian generasi muda sekarang kurang atau
bahkan tidak mengerti aturan islam.
Hal inilah yang menurut saya mendasari runtuhnya kebiasaan islami di tengah era
globalisasi. Karena kalau hanya globalisasi saja itu tidak masalah, asalkan yang di
globalkan adalah kebaikan, tingginya semangat beribadah kepada Allah, semangat
membangun generasi manusia yang benar-benar mengembangkan potensi takwa-nya.
Saya katakan tidak masalah karena kalau hanya menelan mentah kata globalisasi secara
harafiah saja, globalisasi berarti menduniakan, melupiti seluruh dunia, jadi tidak
masalah kan kalau kita menduniakan Islam?. Dan Aku (Allah) tidak mnciptakan jin
dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku (QS. Adz-Dzariyat:56). Jadi,
bisa saja dong sejalan dengan visi Tuhan menciptakan mausia?
Atau jika diartikan secara mentah menurut pelajaran bahasa indonesia akhiran-isme
dapat berarti keyakinan, ideologi, jadi mungkin juga globalisasi yang sekarang,
dianggap sebagai ideologi keduniawian. Melihat posibilitas yang demikian, tidaklah
heran telah runtuh kebiasaan islami melalui berbagai media masa, media elektronik dan
hiburan.
Sebagai muslim yang bijak, hal demikian tidak lantas membuat putus asa atau hanya
sekadar marah kepada para pencetus globalisasi dan ghazwul fikr jika tanpa
menunjukkan tindakan konkrit. Karena sesungguhnya Ghazwul Fikri (GF) sudah ada
setua umur manusia, makhluk yang pertama kali melakukannya adalah iblis laknatullah
ketika berkata kepada Adam as., Sesungguhnya Allah melarang kalian memakan buah
ini supaya kalian berdua tidak menjadi malaikat dan tidak dapat hidup abadi. (Q.S.Al
ARaaf:20). Melainkan menjadikan kita semakin terpacu untuk berjihad di jalan
Allah, untuk tetap menegakkan islam di muka bumi sesuai dengan pedoman hidup
seruruh manusia, Al-Quraan.
Berdasarkan penyebab di atas, salah satu jalan efektif yang segera dapat diterapkan oleh
seluruh muslim untuk tetap dapat menegakkan kebiasaan islami di tengah era
globalisasi adalah dengan ilmu.

Terutama dan paling penting adalah ilmu agama, dimana buku panduan ilmu agama
terkomplit adalah Al-Quraan yang eksklusif karena langsung difirmankan oleh Allah,
dan disampaikan oleh Rasulullah, nabi Muhammad saw tercinta. Karena ilmu masuknya
bukan hanya ke otak, melainkan juga hati manusia. Pembelajaran ilmu sangat dapat
memengaruhi pola pikir serta kepribadian manusia. Bila ilmu agama sudah ditanamkan
dan semakin dikokohkan dari waktu ke waktu dengan tetap mengamalkan
kebiasaannya, maka pengaruh negatif globalisasi bukan lagi mnejadi kekhawatiran yang
besar bagi para muslim.
Membaca Al-Quraan merupakan salah satu pilihan dalam rangka menegakkan
kebiasaan islami di tengah era globalisasi. Hal ini mengingat kandungan Al-Quraan,
korelasinya dengan ilmu pengetahuan, serta keutamaan membaca Al-Quraan.
Kandungan Al-Quraan yang komplit meliputi tuntunan dalam segala aspek kehidupan,
pokok tuntunan dalam keislaman dan keimanan, baik dasar hukum, hingga caranya. AlQuraan sebagai salah satu sumber ilmu pengetahuan bagi umat manusia bagi mereka
yang berfikir. Salah satu firman Allah katakanlah: Adakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yng
barakallah yang dapat menerima pelajaran (39:9), dan keutamaan menuntut ilmu
yang lain adalah pada surah Al-Mujaadalah:11 ...Allah meninggikan orang-orang
beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat....
Meskipun ada banyak cara dalam menuntut ilmu, banyak kiat untuk belajar, namun
yang pokok yang harus ditanamkan pada setiap individu adalah menjadikan dirinya
sebagai muslim pembelajar. Dimana dalam belajar dan menuntut ilmu pun islam juga
memiliki kiat tersendiri yang terkomplit

karena bersumber dari Al-Quraan, yaitu

menuntut ilmu secara komplit, bertahap (Mutadarrijah), berkelanjutan (Istimrarriyah)


dan bersungguh-sungguh (Jiddiyah). Sama halnya dengan belajar Al-Quraan.
Belajar Al-Quraan hendaknya secara komplit, agar dapat membaca dengan baik dan
benar, tidak hanya mengerti hurufnya saja, tapi juga hukum bacaannya, makhorijul
hurufnya, dan lebih jauh belajar tahsinnya juga, agar makna yang ditimbulkan tidak
berbeda, Allah berfirman pada QS.Ibrahim:24-25 yang intinya dalam belajar agar sesuai

dengan sistem yang dikehendaki islam haruslah lengkap, komplit, kokoh, dan terpenting
harus mendasar dan tahu dasarnya, agar dapat berkembang dengan baik.
Kemudian, agar belajar tidak membosankan, dan dapat diterima dengan baik yaitu
bertahap, sabar dalam berproses, dan juga untuk tujuan yang sama, memperoleh
kebaikan. Begitu pula dalam membaca Al-Quraan, jangan hanya berhenti dan puas
cukup bisa membacanya saja, alangkah lebih baiknya jika juga dapat mengerti artinyabelajar bahasa arabnya, dan dapat mengartikannya langsung. Dan lebih mulia lagi kalau
bertahap juga untuk menghafalkannya, agar belajar alquran semakin komplit juga.
Karena Orang yang tidak punya hafalan Al-Quraan sedikitpun adalah seperti rumah
kumuh yang mau runtuh (HR. Tirmidzi). Betapa mengenaskannya jika seorang muslim
tidak dapat membaca Al-Quraan, dan lebih mengenaskan lagi yang dapat membaca tapi
enggan untuk menghafalkannya.
Selanjutnya agar belajar islam dan Al-Quraan dapat mendalam adalah continue,
berkelanjutan, membaca Al-Quraan di part time dengan ibadah lainnya, itu wajib,
karena ibadah bukan hanya membaca Al-Quraan, tapi jangan sampai some time atau
kadang-kadang, apa lagi no time atau tidak(pernah) sama sekali. Selain itu, bukankah
Allah lebih menyukai amalan yang kecil tapi berkeanjutan, daripada amalah yang besar
tapi hanya sekali waktu itu saja? Selain itu, membaca yang berkelanjutan juga dapat
mengontrol kondisi keimanan yang fluktuatif, terkadang memuncak, namun terkadang
juga begitu rendah hingga ke lembah bahkan dasar jurang, dalam keadaan keimanan
yang demikian muslim rentan terbawa arus globalisasi ke arah yang negatif jika tak
dapat mengontrol dirinya, dan memiliki amalan andalan.
Dan yang terpenting dalam belajar islam, dalam hal ini adalah membaca Al-Quraan
sebagai ibadah kepada allah dan membentengi diri agar dapat kokoh menghadapi
globalisasi adalah kesungguhan niat untuk lillahitaala. Dalam belajar islam, janganlah
setengah-setengah, jangan hanya kalau longgar, jangan hanya ketika sedang good
mood.kalau memang ingin sungguh-sungguh kembali menegakkan kebiasaan islami di
tengaah era globalisasi adalah membiasakan diri membaca Al-Quraan dimanapun, di
waktu luang, di tempat yang tidak diharamkan atau dimakrukhkan untuk membaca AlQuraan. Dengan demikian terbentuklah pribadi muslim dengan kebiasaan islaminya.

Memang, untuk memulai sesuatu yang masih jarang dilakukan merupakan suatu
tantangan tersendiri, karena harus mengalahkan nafsu, ego, bahkan kebudayaan yang
tidak sengaja telah terbentuk oleh sekitar kita. Namun mengingat betapa urgent-nya
keadaan generasi muda muslim yang rawan dengan pengaruh negatif globalisasi,
tidaklah ini menjadi suatu hambatan bagi kita semua, generasi muda muslim indonesia
untuk kembali menegakkan dan membiasakan yang benar, yang syari, bukan hanya
sekadar mengekor pada kebiasaan yang akhirnya dianggap baik padahal belum tentu
benar bahkan bisa saja malah saru.
Lalu bagaimana dengan globalisasi dan teknologi informasi yang kian menyeret
manusia pada kelalaian beribadah?
Teknologi informasi, komunikasi, dan multimedia serta hiburan ditambah kebebasan
media massa dalam peliputan serta pemberitaan segala hal memang dapat menjadi
bumerang jika kurang bijak dalam memanfaatkannya. Oleh karena itu, sebagai manusia
yang berakal dan beradab haruslah memiliki kebijakan, yaitu dengan memanfaatkan
media tersebut sebagai sarana ibadah kita kepada Allah, maupun ke sesama umat
sebagai sarana dakwah.
Kalau malu, lupa, enggan, atau terlalu berat membawa Al-Quraan kesana-kemari,
menjadi alasan tidak bisa mengisi waktu luang dengan membaca Al-Quraan, pada masa
sekarang sepertinya udah tidak berlaku lagi bagi mereka pemilik gadget dengan segala
aplikasi canggihnya, menginstal aplikasi Al-Quraan digital meruakan salah satu langkah
bijak dalam memanfaatkan teknologi untuk kembali menegakkan dan menerapkan
kebiasaan islami yang dapat dilakukan oleh siapa saja, terutama mahasiswa muslim di
tengah era globalisasi.
Membaca Al-Quraan dengan kesungguhan hati, meskipun terkadang susah untuk
menghafalkannya, bukanlah suatu kesia-siaan. Manusia adalah makhluk dengan segala
kesempurnaannya tetap memiliki celah kosong, dimana itu dinamakan sebagai
kekurangannya, yang mana kekurangan serta kelebihannya merupakan identitas,
pembeda antar manusia. Tapi pada hakikatnya manusia memiliki kewajiban yang sama,
beribadah kepada Tuhannya.

Ada sebuah kisah dimana seorang cucu berkata kepada kakeknya, mengapa beliau
setiap hari membaca Al-Quraan padahal tak juga dapat menghafalkan Al-Quraan, juga
belum semua isi kandungan Al-Quraan dipahami oleh si kakek. Kemudian si kakek
dengan bijak menjawabnya tanpa kata, beliau malah menyuruh si cucu mengisi bak
wudhu dengan air dari sungai yang sangat jernih di seberang desa menggunakan
anyaman bambu yang kotor dan berlubang. Si cucu hanya menurut dan melakukan yang
di minta si kakek, hingga pada suatu ketika ia merasa jenuh dan semua yang
dilakukannya sia-sia, karena tak juga bak itu terisi air. Dalam keputus asaannya si cucu
bertanya kepada kakek, kenapa ia harus melakukan kesia-siaan itu. Dan dijawablah
dengan bijak oleh Si Kakek, tidakkah kamu lihat perbedaan sebelum kau mengisi
menggunakan anyaman itu?, anyaman bambu itu menjadi sangat bersih dibandingkan
sebelumnya, semakin kau gunakan menampung air, semakin sedikit pula kotoran yang
ada padanya. Seperti itu pula kakek membaca Al-Quraan, meski tak genap satu surat
yang kakek hafal, tapi membacanya setiap hari adalah membersihkan hati dari segala
penyakitnya.
Jika Si Kakek saja bijak menghadapi keadaannya, tidak berputus asa dan terus beramal,
kenapa kita para generasi muslim, pemuda masa depan bangsa tidak segera melakukan
tindakan nyata untuk kembali menegakkan menerapkan kebiasaan islami, contohnya
membaca Al-Quraan di tengah era globalisasi untuk tetap dapat mengokohkan diri
sebagai generasi muslim?
Belajar membaca Al-Quraan yang sedianya telah dipelajari sejak kecil setiap sore di
TPA, yang dulunya dipandang biasa, bahkan menjadi kewajiban, kenapa sekarang tidak
lagi? Bukankah semakin berumur harusnya juga semakin berkualitas pula kehidupan?
Karena kita tahu, kita memulai untuk melakukan, menerapkan menjadi sebuah
kebiasaan, menjadi pribadi yang luar biasa untuk tetap tangguh menghadapi globalisasi
dengan keimanan dan keislaman.

Das könnte Ihnen auch gefallen