Sie sind auf Seite 1von 34

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


GLOMERULONEFRITIS AKUT DI RUANG HEMODIALISA
RSUD. Dr. SOEWANDHI SURABAYA
Tanggal 22 September 2014 s/d 27 September 2014

Oleh :
NUR ALISA
NIM. 143.0062

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA
TA.2014/2015

GLOMERULONEFRITIS AKUT

1.

Definisi
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak

pada kedua ginjal. Peradangan akut glomerulus terjadi akibat pengendapan


kompleks antigen antibodi di kapiler-kapiler glomerulus. Kompleks biasanya
terbentuk 7-10 hari setelah infeksi faring atau kulit oleh streptokokus
(glomerulonefritis pascastreptokokus), tetapi dapat juga timbul setelah infeksi
lain. Glomerulonefritis akut lebih sering terjadi pada laki-laki (2:1), walaupun
dapat terjadi pada semua usia, tetapi biasanya dapat berkembang pada anak-anak
dan sering pada anak usia 6-10 tahun. (Muttaqin, 2011:52)
Glomerulonefritis Akut (GNA) ialah reaksi imunologis pada ginjal
terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman
streptokok. Sering ditemukan pada usia 3-7 tahun (pada awal usia sekolah). Lebih
sering mengenai anak laki-laki dari pada wanita dengan perbandingan 2 : 1
(Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 487).
Glumerolunefritis adalah gangguan pada ginjal yang ditandai dengan
peradangan pada kapiler glumerulus yang fungsinya sebagai filtrasi cairan tubuh
dan sisa-sisa pembuangan. (Nastiyah, 1997 : 125).
2.

Anatomi Fisiologi
Sistem urinaria (ginjal) terdiri dari organ-organ yang memproduksi urine

dan mengeluarkannya dari tubuh. Sistem ini merupakan salah satu system utama
untuk mempertahankan homeostatis (kekonstanan lingkungan internal)
a.

Komponen . Sistem Urinaria terdiri dari dua Ginjal yang memproduksi


urine, dua kateter yang membawa urine kedalam sebuah kandung kemih
untuk penampungan sementara, dan uretra yang mengalirkan urine keluar
tubuh melalui orifisium uretra ekstrena (e-book Anatomi Dan Fisiologi
Untuk Pemula Oleh Ethel Slonane)

b. Fungsi Ginjal
1) Pengeluaran zat sisa organic. Ginjal mengekresi urea, asam urat,
kreatinin, dan produk penguratan hemoglobin dan hormone

2) Pengaturan konsentrasi ion-ion penting. Ginjal menekresi ion natrim,


kalium, kalsium, magnesium, sulfat, dan fosfat. Ekresi ion-ion ini
seimbang dengan asupan dan ekresinya melalui rute lain, seperti pada
saluran gastroinstestinaal atau kulit
3) Pengaturan keseimbangan asam-basa tubuh. Ginjal mengendalikan
ekresi ion hydrogen (H+), bikarbonat (HCO3-) dan ammonium (NH4+)
serta memproduksi urine asam atau basa, bergantung pada kebuutuhan
tubuh
4) Pengaturan produksi sel darah merah. Ginjal melepas eritropeitin, yang
mengatur produksi sel darah merah dalam sumsum tulang
5) Pengaturan tekanan darah. Ginjal mengatur volume cairan yang esensial
bagi pengaturan tekanan darah, dan juga memproduksi enzim rennin.
Rennin adalah komponen penting dalam mekanisme rennin-angiotensinaldosteron, yang meningkatkan tekanan darah dan retensi air
6) Pengendalian tterbatas terhadap konsentrasi glukosa darah dan asam
amino darah. Ginjal, melalui ekskresi glukosa dan asam amino berlebih,
bertanggung jawab atas konsentrasi nutrient dalam darah
7) Pengeluaran zat beracun. Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan
makanan, obat-obatan, atau zat kimia asing lain dari tubuh.

Anatomi Kasar Ginjal


1. Tamilan. Ginjal adalah organ berbentuk seperti kacang berwarna merah
tua, panjangnya sekitar 12,5 cm dan tebalnya 2,5 cm (kurang lebih
sebesar kepalan tangan). Setiap ginjal memiliki berat antara 125 sampai
dengan 175 gr pada laki-laki dan 115 sampai dengan 115 gr pada
perempuan
2. Lokasi
a. Ginjal terletak di area yang tinggi, yaitu pada dinding abdomen
posterior yang berdekatan dengan dua pasang iga terakhir. Organ ini
merupakan organ retroperitoneal dan terletak diantara otot-otot
punggung dan peritoneum rongga abdomen atas. Tiap-tiap ginjal
memiliki sebuah kalenjar adrenal di atasnya

b. Ginjal kanan terletak agak bawah dibandingkan ginjal kiri karena ada
hati pada sisi kanan
3. Jaringan Ikat pembungkus. Setiap ginjal diselubungi tiga lapisan jaringan
ikat.
a. Fasia renal adalah pembungkus terluar. Pembungkus ini melabuhkan
ginjal pada struktur disekitarnya dan mempertahankan posisi organ
b. Lemak perirenal adalah jaringan adipose yang terbungkkus fasia
ginjal. Jaringan ini membantali ginjal dan membantu organ tetap pada
posisisnya
c. Kapsul fibrosa (ginjal) adalah membrane halus transparan yang
langsung membungkus ginjal dan dapat dengan mudah dilepas

Struktur Internal Ginjal


1.

Hilus (hilum) adalah tingkat kecekungan tepi medial ginjal

2.

Sinus ginjal adalah rongga berisi lemak yang membuka pada hilus.
Sinus ini membentuk perlekatan untuk jalan masuk dan keluar ureter
vena dan arteri renalis, saraf dan lmfatik

3.

Pelvis ginjal adalah perluasan ujung proksimal ureter, ujung ini


berlanjut menjadi dua sampai tiga kaliks mayor, yakni rongga yang
mencapai glandular, bagian penghasil urine pada ginjal. Setiap kaliks
mayor bercabang menjadi beberapa (8 sampai 18) kaliks mayor

4.

Parenkim Ginjal adalah jaringan ginjal yang menyelubungi striktur


sinus ginjal. Jaringan ini terbagi menjadi medulla dalam dan korteks
luar
a.

Medulla terdiri dari massa-massa triangular yang disebut piramida


ginjal. Ujung yang sempit dari setiap piramida, papilla, masuk
dengan pas dalam kaliks minor dan ditembus mulut duktus
pengumpul urine

b.

Korteks tersusun dai tubulus dan pembuluh darah nefron yang


merupakan unit structural dan fungsional ginjal. Korteks terletak di
dalam diantara piramida-piramida medulla yang bersebelahan

untuk membentuk kolumna ginjal yang terdiri dari tubulus-tubulus


pengumpul yang mengalir ke dalam duktus pengumpul
5.

Ginjal terbagi-bagi lagi menjadi lobus ginjal. Setiap lobus terdiri dari
satu piramida ginjal, kolumna yang saling berdekatan dan jaringan
korteks yang melapisinya.

Struktur nefron. Satu ginjal mengandung 1 sampai 4 juta nefron yang


merupakan unit pembentuk urine. Setiap nefron memiliki satu komponen
vascular (kapiler) dan satu komponen tubular
1.

Glomerolus adalah gulungan kapiler yang dikelilingi kapsul epitel


berdinding ganda disebut kapsul bowman. Glomerolus dan kapsul
bowman bersama-sama membentuk sebuah korspukel ginjal

a.

Lapisan visceral kapsul bowman adalah lapisan internal epithelium.


Sel-sel lapisan visceral dimodifikasi menjadi podosit (sel seperti
kaki), yaitu sel-sel epitel khusus di sekitar kapilar glomerular

(1)

Setiap sel podosit melekat pada permukaan luar kapilar glomerolus


melalui beberapa prosesus primer panjang yang mengandung
prosesus sekunder yang disebut prosesus kaki atau pedikel (kaki
kecil)

(2)

Pedikel berintegrasi (saling mengunci) dengan prosesus yang sama


dari podosit tetangga. Ruang sempit antar pedikel-pedikel yang
berintegrasi disebut Filtration slits (pori-pori dari celah) yang
lebarnya sekitar 25 nmm. Setiap pori dilapisi selapis membrane
tipis yang memungkinkan aliran beberapa molekul dan menahan
aliran molekul lainnya

(3)

Barier Filtrasi glomerular adalah barier jaringan yang memisahkan


darah dalam kapilar glomerolar dari ruang dalam kapsul bowman.
Barier ini terdiri dari endothelium kapilar, membrane dasa (lamina
basalis) kapilar, dan filtration slit

b.

Lapisan parietal kapsul bowman membentuk tepi terluar korspukel


ginjal

(1)

Pada kutub vascular korspukel ginjal, arteoriola aferen masuk ke


glomerolus dan arteriol eferen keluar dari glomerolus

(2)

Pada kutub urinarius korspukel ginjal, glomerolus memfiltrasi


aliran yang masuk ke tubulus kontortus proksimal

2.

Tubulus kontortus proksimal, panjangnya mencapai 15 nm dan sangat


berliku-liku. Pada permukaan yang menghadap lumen tubulus ini
terdapat sel-sel epithelial kuboid yang kaya akan mikrovilus (brush
border) dan memperluas area permukaan lumen

3.

Ansa Henle. Tubulus kontortus proksimal mengarah ke tungkai


desenden ansa henle yang masuk kedalam medulla, membentuk
lengkungan jepit yang tajam (lekukan), dan membalik ke atas
membentuk tungkai asenden ansa henle.
a. Nefron korteks terletak dibagian terluar korteks. Nefron ini
memiliki lekukan pendek yang emmanjang ke sepertiga bagian taas
medulla.
b. Nefron jukstamedullar terletak di dekat medulla. Nefron ini
memiliki lekukan panjang yang menjulur kedalam pramida medulla

4.

Tubulus Kontortus distal juga sangat berliku, panjangnya sekitar 5 nm


dan membentuk segmen terakhir nefron
a. Disepanjang jalurnya, tubulus ini bersentuhan dengan dinding
arteriol aferen. Bagian tubulus yang bersentuhan dengan arteriol
mengandung sel-sel termodifikasi yang disebut macula densa.
Macula densa berfungsi sebagai suatu kemoresptor dan distimulasi
oelh penurunan ion natrium
b. Dinding areteriol aferen bersebelahan dengan macula densa yang
mengandung sel-sel otot polos termodifikasi yang disebut sel

jukstaglomerular. Sel ini distimulasi melalui penurunan tekanan


darah untuk memproduksi urin
c. Macula densa, sel jukstaglomeruler, dan sel mesangium saling
bekerja sama untuk membentuk sparatus jukstaglomerular yang
penting dalam pengaturan tekanan darah
5.

Tubulus dan duktus pengumpul. Karena setiap tubulus pengumpul


berdesenden di korteks, maka tubulus tersebut akan mengalir ke
sejumlah tubulus kontortus distal. Tubulus pengumpul membentuk
duktus pengumpul besar yang lurus. Duktus pengumpul membentuk
tuba yang lebih besar yang mengalirkan urine ke dalam kaliks mayor.
Dari pelvis ginjal, urine dialirkan ke ureter yang mengarah ke
kandung kemih.

Glomerulus
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan
diliputi oleh simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan
korteks dan medula (juxtame-dullary) lebih besar dari yang terletak perifer.
Percabangan kapiler berasal dari arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang
dalam keadaan normal tidak nyata , dan kemudian berpadu lagi menjadi arteriola
efferens. Tempat masuk dan keluarnya kedua arteriola itu disebut kutub vaskuler.
Di seberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus
contortus proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler
tersebut, ditunjang oleh jaringan yang disebut mesangium, yang terdi ri atas

matriks dan sel mesangial. Kapiler-kapiler dalam keadaan normal tampak paten
dan lebar. Di sebelah dalam daripada kapiler terdapat sel endotel, yang
mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler terdapat sel
epitel viseral, yang terletak di atas membran basalis dengan tonjolan-tonjolan
sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau foot processes. Maka itu sel
epitel viseral juga dikenal sebagai podosit. Antara sel endotel dan podosit terdapat
membrana basalis glomeruler (GBM = glomerular basement membrane).
Membrana basalis ini tidak mengelilingi seluruh lumen kapiler. Dengan
mikroskop elektron ternyata bahwa membrana basalis ini terdiri atas tiga lapisan,
yaitu dari arah dalam ke luar ialah lamina rara interna, lamina densa dan lamina
rara externa. Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitel parietal
yang gepeng, yang terletak pada membrana basalis simpai Bowman.
Membrana basalis ini berlanjut dengan membrana basalis glomeruler
pada kutub vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler pada kutub tubuler .
Dalam keadaan patologik, sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi
membentuk bulan sabit (crescent). Bulan sabit bisa segmental atau
sirkumferensial, dan bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa.
Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma
disaring melalui dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas
sel, mengandung semua substansi plasma seperti ektrolit, glukosa, fosfat, ureum,
kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat molekul rendah kecuali protein
yang berat molekulnya lebih dari 68.000 (seperto albumin dan globulin). Filtrat
dukumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke dalam tubulus sebelum
meningalkan ginjal berupa urin. Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural
filtration rate (GFR) merupakan penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang
masih berfungsi yang juga disebut single nefron glomerular filtration rate (SN
GFR).besarnya SN GFR ditentuka oleh faktor dinding kapiler glomerulus dan
gaya Starling dalam kapiler tersebut. Filtrasi glomerulus merupakan langkah
pertama pembentukan urin. Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah
besar cairan melalui kapiler glomerulus ke dalam kapsula bowman. Laju filtrasi
glomerulus ( GFR = glomerular filtration rate ) ditentukan oleh (1) keseimbangan
antara daya osmotik koloid dan hidrostatik yang bekerja pada membran kapiler

dan (2) koefisien filtrasi kapiler ( Kf ), hasil permeabilitas dan filtrasi daerah
permukaan kapiler. Pada orang dewasa normal, GFRnya sekitar 125 ml/menit,
atau 180 liter/hari. Kapiler glomerulus relatif impermeabel

terhadap protein,

sehingga cairan hasil filtrasi ( disebut filtrat glomerulus ) pada dasarnya bebas
protein dan tidak mengandung elemen selular termasuk sel darah. Selain itu
konsentrasi isi filtrat glomerulus lainya, yang termasuk sebagian besar garam dan
molekul organik, yang serupa dengan konsentrasi dalam plasma.
Membran kapiler glomerulus mempunyai tiga lapisan utama, yaitu : (1)
Endotelium Kapiler, yang mempunyai ribuan lubang kecil yang disebut fenestra,
yang kaya akan muatan negatif tertentu yang menghambat aliran protein plasma.
(2) Membran Dasar, yang mengelilingi endotel terdiri atas jalinan serabut kolagen
dan proteoglikan yang memiliki suatu ruangan besar yang dapat menyaring
sejumlah besar air dan zat terlarut yang kecil. (3) Lapisan Sel Epitelial ( podosit )
yang mengelilingi permukaan luar membran dasar kapiler. Lapisan-lapisan
tersebut bersama-sama membentuk sawar filtrasi, yang walaupun terdiri dari tiga
lapisan dapat menyaring air dan zat terlarut beberapa ratus kali lebih banyak
daripada membran kapiler yang biasa. Membran kapiler glomerulus normalnya
mencegah filtrasi protein plasma, bahkan pada laju filtrasi yang tinggi.

3.

Patofisiologi
a. Suatu reaksi pada radang glomerulus dengan sebukan leukosit dan
proliferasi sel, serta oksidasi eritrosit, lekosit dan protein plasma dalam
ruangan blowman.
b. Gangguan pada glomerulus ginjal dipertimbangkan sebagai suatu respon
ilmunologi yang terjadi dengan adanya perlawanan anti bodi dengan
mikroorganisme, yaitu streptococcus.
c. Reaksi antigen dan antibodi tersebut membentuk imun kompleks yang
menimbulkan respon peradangan yang menyebabkan kerusakan dinding
kapiler dan menjadikan lumen pembuluh darah menjadi mengecil yang
mana akan menurunkan filtrasi glomerulus, insufisiensi renal dan
permeabilitas kapiler, sehingga molekul yang besar seperti protein
diekspresikan dalam urin (proteinuria).

WOC
Infeksi/ Penyakit
(Streptococurs hemoliticus grup A)

Migrasi sel-sel radang ke dalam glomerular

Pembentukan kompleks antigen-antibodi dalam dinding kapiler

Deposit, complement dan ant trass netrofit netrofil dan monosit

Fibrinogen dan plasma


protein lain bermigrasi
melalui dinding sel
manifestasi klinis
Proteinuria

Nutrisi
kurang dari
kebutuhan

Hypovolemia

Vasokontriksi

Eritrosit bermigrasi melalui


dinding sel yang rusak. Manifestasi
HematusiaPerubahan, eliminasi
urine.

Hypoalbuminemia
Tekanan onkotik
plasma

Aktif renin
angiotensin

Enzim lisosomal merusak


membran dasar glomerular

Prolifirasi sel A fibrin


yang terakumulasi dalam
kapsula bowman

Kekurangan Menurunnya perfusi kapiler


volume cairan glomerular, manifestasi klinis
meningkatnya BUN dan
Creatimin, Retensi cairan.

Hipertensi

Meningkatkan sekret
ADH dan Aldosteron

Anemia
Kelelahan
(Fatique)
Intoleran
aktifitas

Odem

Kerusakan
integritas kulit

Kesimbangan
cairan

4.

Etiologi
Faktor penyebab yang mendasari sindrom ini secara luas dapat dibagi

menjadi kelompok infeksi dan noninfeksi.


a. Infeksi
Infeksi streptokokus dapat terjadi sekitar 5-10% pada orang dengan radang
tenggorokan dan 25% pada mereka dengan infeksi kulit. Penyebab
nonstreptokokus, meliputi bakteri, virus, dan parasit.
b. Noninfeksi
Penyakit sistemik multisistem, seperti pada lupus eritematosus sistemik
(SLE), vaskulitis, sindrom Goodpasture, granulomatosis Wegener. Kondisi
penyebab lainnya adalah pada kondisi sindrom Guillain-Barre. (Muttaqin,
2011:52)

5.

Manifestasi Klinis
a. Hematuria (urine berwarna merah kecoklat-coklatan)
b. Proteinuria (protein dalam urine)
c. Oliguria (keluaran urine berkurang)
d. Nyeri panggul
e. Edema, ini cenderung lebih nyata pada wajah dipagi hari, kemudian
menyebar ke abdomen dan ekstremitas di siang hari (edema sedang
mungkin tidak terlihat oleh seorang yang tidak mengenal anak dengan
baik).
f. Suhu badan umumnya tidak seberapa tinggi, tetapi dapat terjadi tinggi
sekali pada hari pertama.
g. Hipertensi terdapat pada 60-70 % anak dengan GNA pada hari pertama
dan akan kembali normal pada akhir minggu pertama juga. Namun jika
terdapat kerusakan jaringan ginjal, tekanan darah akan tetap tinggi selama
beberapa minggu dan menjadi permanen jika keadaan penyakitnya
menjadi kronik.
h. Dapat timbul gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan,
dan diare.

i. Bila terdapat ensefalopati hipertensif dapat timbul sakit kepala, kejang dan
kesadaran menurun.
j.

6.

Fatigue (keletihan atau kelelahan)

Komplikasi
a.

Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia
akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi
ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia.
Walau aliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun
bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan.

b.

Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi.


Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejangkejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan
edema otak.

c.

Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah,


pembesaran jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan
sajadisebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal
jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.

d.

Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis


eritropoetik yang menurun.

7.

Penalaksanaan dan Terapi


Tujuan penatalaksanaan adalah untuk melindungi fungsi ginjal dan

menangani komplikasi dengan tepat.


a.

Medis
1) Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak
mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi
menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih, dapat
dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10
hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin
30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.

2) Pengobatan

terhadap

hipertensi.

Pemberian

cairan

dikurangi,

pemberian sedativa untuk menenangkan penderita sehingga dapat


cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan
reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07
mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam
kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis
rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak
dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
3) Pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam
5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi
glomerulus.
4) Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan
oksigen.
b.

Keperawatan
1) Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah
selama 6-8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk
menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa
mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya
penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2) Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan
rendah garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita
dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali.
3) Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan
glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan
disesuaikan dengan kebutuhan.
4) Bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi dan
oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.

ASUHAN KEPERAWATAN

a.

Pengkajian Anamnesis
Keluhan utama yang sering dikeluhkan bervariasi meliputi keluhan nyeri
pada pinggang atau kostovertebra, miksi berdarah, wajah atau kaki
bengkak, pusing, atau keluhan badan cepat lelah.

b.

Riwayat penyakit
Riwayat kesehatan umum, meliputi gangguan atau penyakit yang lalu,
berhubungan dengan penyakit sekarang. Contoh: ISPA
Riwayat

kesehatan

sekarang,

meliputi;

keluhan/gangguan

yang

berhubungan dengan penyakit saat ini. Seperti; mendadak nyeri abdomen,


pinggang, edema.
Riwayat kesehatan dahulu, kaji apakah pasien pernah menderita penyakit
diabetes melitus dan penyakit hipertensi sebelumnya. Kaji mengenai
riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi
terhadap jenis obat tertentu.
c.

Pengkajian pola fungsi


1) Pola nutrisi dan metabolik :
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi
kelebihan beban sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema
pada sekitar mata dan seluruh tubuh. Pasien mudah mengalami infeksi
karena adanya depresi sistem imun. Adanya mual, muntah dan anoreksia
menyebabkan intake nutrisi yang tidak adekuat. BB meningkat karena
adanya edema. Perlukaan pada kulit dapat terjadi karena uremia.
2) Pola eliminasi :
Eliminasi alvi tidak ada gangguan, eliminasi uri : gangguan pada
glumerulus menyebakan sisa-sisa metabolisme tidak dapat diekskresi dan
terjadi penyerapan kembali air dan natrium pada tubulus yang tidak
mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria
proteinuri, hematuria.

sampai anuria,

3) Pola Aktifitas dan latihan :


Pada pasien dengan kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan
tonus karena adanya hiperkalemia. Dalam perawatan pasien perlu istirahat
karena adanya kelainan jantung dan dan tekanan darah mutlak selama 2
minggu dan mobilisasi duduk dimulai bila tekanan darah sudah normal
selama 1 minggu. Adanya edema paru maka pada inspeksi terlihat retraksi
dada, pengggunaan otot bantu napas teraba, auskultasi terdengar rales dan
krekels, pasien mengeluh sesak, frekuensi napas meningkat. Kelebihan
beban sirkulasi dapat menyebabkan pembesaran jantung (dispnea,
ortopnea dan pasien terlihat lemah), anemia dan hipertensi yang juga
disebabkan oleh spasme pembuluh darah. Hipertensi yang menetap dapat
menyebabkan gagal jantung.

Hipertensi ensefalopati merupakan gejala

serebrum karena hipertensi dengan gejala penglihatan kabur, pusing,


muntah, dan kejang-kejang. GNA munculnya tiba-tiba orang tua tidak
mengetahui penyebab dan penanganan penyakit ini.
4) Pola tidur dan istirahat :
Pasien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya
uremia, keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan
tonus.
5) Kognitif & perseptual :
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan rasa gatal.
Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi.
Hipertemi terjadi pada hari pertama sakit dan ditemukan bila ada infeksi
karena inumnitas yang menurun.
6) Persepsi diri :
Pasien cemas dan takut karena urinnya berwarna merah dan edema dan
perawatan yang
semula.
7) Hubungan peran
8) Toleransi koping
9) Nilai keyakinan

lama. Anak berharap dapat sembuh kembali seperti

d.

Pemeriksaan fisik (sistem)


B1 (Breathing) : biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas
dan jalan nafas walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama
pada fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola
nafas dan jalan nafas yang merupakan respons terhadap edema pulmoner
dan adanya sindrom uremia.
B2 (Blood) : salah satu tanda khas glomerulonefritis adalah peningkatan
tekanan darah sekunder dari retensi natrium dan air yang memberikan
dampak pada fungsi sistem kardiovaskuler dimana akan terjadi penurunan
perfusi jaringan akibat tingginya beban sirkulasi. Pada kondisi azotemia
berat, pada auskultasi ditemukan adanya friction rub yang merupakan
tanda khas efusi perikardial sekunder dari sindrom uremik.
B3 (Brain) : didapatkan edema wajah terutama periorbital, konjungtiva
anemis, sklera tidak ikterik, dan mukosa mulut tidak mengalami
peradangan. Status neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat
parahnya azotemia pada sistem saraf pusat. Pasien berisiko kejang
sekunder gangguan elektrolit.
B4 (Bladder) : Inspeksi. Terdapat edema pada ekstremitas dan wajah.
Perubahan warna urin output seperti warna kola dari proteinuri, silinderuri,
dan hematuri. Palpasi. Didapatkan adanya nyeri tekan ringan pada area
kostovetebra. Perkusi. Perkusi pada sudut kostovertebra memberikan
stimulus nyeri ringan lokal disertai suatu penjalaran nyeri ke pinggang dan
perut.
B5 (Bowel) : didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia
sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
B6 (Bone) : didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder
dari edema tungkai atau edema wajah terutama pada periorbital, anemia,
dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.

e.

Pemeriksaan penunjang
1) LED tinggi dan Hb rendah
2) Kimia darah:

Serum albumin turun sedikit, serum komplemen turun, ureum dan


kreatinin naik. Titer antistreptolisin umumnya naik kecuali infeksi
streptokokus yang mendahului mengenai kulit saja.
3) Jumlah urin mengurang, BJnya rendah, albumin +, erittrosit ++,
leukosit + dan terdapat silinder leukosit, Eri dan hialin.
4) Kultur darah dan tenggorokan : ditemukan kuman streptococus Beta
Hemoliticus gol A.
5) IVP : Test fungsi Ginjal normal pada 50 % penderita
6) Biopsi Ginjal : secara makroskopis ginjal tampak membesar, pucat
dan terdapat titik-titik perdarahan pada kortek. Mikroskopis tampak
hampir semua glomerulus terkena. Tampak proliferasi sel endotel
glomerulus yang keras sehingga lumen dan ruang simpai Bowman,
Infiltrasi sel epitelkapsul dan sel PMN dan monosit. Pada pemeriksaan
mikroskop elektron tampak BGM tidak teratur. Terdapat gumpalan
humps di sub epitel mungkin

dibentuk oleh

globulin-gama,

komplemen dan antigen streptokokus.


7) Pemeriksaan urine: adanya proteinuria (+1 sampai +4), kelainan
sedimen urine dengan eritrosit disformik, leukosituria serta torak
selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan
lain-lain. Analisa urine adanya strptococus
8) Pemeriksaan darah:
a. Kadar ureum dan kreatinin serum meningkat.
b. Jumlah elektrolit : hiperkalemia, hiperfosfatem dan hipokalsemia.
c. Analisa gas darah : adanya asidosis.
d. Komplomen hemolitik total serum (total hemolytic comploment)
dan C3 rendah.
e. Kadar albumin, darah lengkap (Hb,leukosit,trombosit dan erytrosit)
adanya anemia.
9) Pemeriksaan Kultur tenggorok : menentukan jenis mikroba adanya
streptokokus.
10) Pemeriksaan serologis : antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan
anti Dnase.

11) Pemeriksaan imunologi : IgG, IgM dan C3.kompleks imun.


12) Pemeriksaan radiologi : foto thorak adanya gambaran edema paru atau
payah jantung
13) ECG : adanya gambaran gangguan jantung

f.

Diagnosa
1) Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan kekurangan dan/ atau
disfungsi ginjal.
2) Resiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan retansi natrium dan
air serta disfungsi ginjal.
3) Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan depresi sistem imun.
4) Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurangnya informasi
tentang proses penyakit, perawatan di rumah.
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual/muntah.
6) Perubahan pola eliminasi urin yang berhubungan dengan penurunan
kapasitas kandung kemih atau iritasi pada kandung kemih.
7) Kelelahan /fatique berhubungan dengan anemia.
8) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan odema.

g.

Intervensi
1) Dx. Kep I
-

Tujuan : Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas.

Kriteria hasil :
Taat pada rencana aktivitas.
Tekanan darah dalam batas normal tanpa dispneu dan kelemahan serta
keluar protein secara berlebihan dengan peningkatan aktivitas.

Intervensi
a.

Pantau kekurangan protein tubuh yang berlebihan (proteinuria,


albuminemia).

R/ : Protein merupakan salah satu sumber energi bagi tubuh.


Penurunan protein dalam tubuh akan menurunkan energi tubuh dan
menyebabkan kelemahan.
b.

Gunakan diet protein (1 gr/kg. BB/hari) untuk mengganti kehilangan


protein.
R/ : Tubuh memerlukan komposisi protein yang konsisten dalam
metabolismenya untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

c.

Beri diet tinggi kalori, tinggi karbohidrat.


R/ : Kalori dan karbohidrat merupakan sumber energi/ ATP terbesar
bagi tubuh untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

d.

Anjurkan untuk tirah baring.


R/ : Tirah baring menurunkan kebutuhan oksigen tubuuh dan
mengurangi aktivitas yang memperberat kelemahan.

e.

Beri latihan selama pembatasan aktivitas.


R/ : Meinngkatkan secara bertahap tingkat aktivitas sampai normal
dan memperbaiki tonus oto/ stamina tanpa kelemahan.

f.

Rencanakan cara progesif untuk kembali pada aktivitas normal.


R/ : Saat inflamasi/ kondisi dasar teratasi, pasien mungkin mampu
melakukan aktivitas yang diinginkan kecuali terjadi komplikasi.

2) Dx. Kep II
-

Tujuan
Menyebutkan faktor-faktor penyebab dan metode - metode pencegahan
edema.
Memperlihatkan penurunan edema perifer dan sakral.

Kriteria hasil
Tidak tampak tanda atau gejala kelebihan cairan ditandai dengan berat
badan stabil, status mental biasa, bunyi nafas normal, tidak ada edema, dan
hipertensi.

Intervensi
a. Awasi denyut jantung.

R/ : Takidardia dan hipertensi terjadi karena kegagalan ginjal untuk


megeluarkan urine, pembatasan cairan dan perubahan sistem reninagiotensin.
b. Catat pemasukan dan pengeluaran akurat.
R/ : Untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan
penurunan resiko kelebihan cairan.
c. Awasi berat jenis urine
R/ : Berat jenis urine menunjukkan kemampuan ginjal untuk
mengkonsentrasikan/ meningkatkan urine.
d. Timbang berat badan setiap hari.
R/ : Penimbangan berat badan harian adalah pengawasan status cairan
terbaik, peningkatan BB> 0,5 kg/hari diduga ada retensi cairan.
e. Auskultasi paru dan bunyi jantung
R/ : Kelebihan cairan dapat menimbulkan edema paru dan gagal jantung
kongesti.

3) Dx. Kep. III


-

Tujuan
Memperlihatkan teknik cuci tangan yang sangat cermat pada waktu
pulang.
Tidak mengalami tanda/ gejala infeksi.

Kriteria hasil
Suhu dan hasil laborat dalam batas normal
Bunyi nafas bersih
Urine berwarna kuning jernih
Kulit kering dan utuh

Intervensi
a. Tingkatkan cuci tangan yang baik pada pasien dan staf.
R/ : Menurunkan resiko kontaminasi silang.
b. Berikan perawatan kateter rutin.
R/ : Menurunkan kontaminasi dan resiko ASK asenden.
c. Awasi tanda vital

R/ : Penmingkatan suhu, nadi dan RR merupakan tanda peningkatan laju


metabolik dan proses inflamasi.
d. Dorong nafas dalam, batuk afektif dan pengubahan posisi sering.
R/ : Mencegah elaktasis dan memobilisasi sekret untuk menurunkan
resiko infeksi paru.
e.

Kolaborasi awasi pemeriksaan laborat, misal leukosit.


R/ : Peningkatan leukosit dapat mengidentifikasikan infeksi umum.

4)

Dx. Kep. IV

Tujuan
1.

Menyatakan pemahaman kondisi/ proses penyakit/ prognosis dan


pengobatan.

2.

Mengidentifikasi hubungan tanda/ gejala proses penyakit dan gejala


yang berhubungan dengan faktor penyebab.

Kriteria hasil
Pasien dan/ atau orang terdekat mengungkapkan proses dan progresifitas
penyakit, perawatan di rumah, instruksi evaluasi.

a.

Intervensi
Kaji ulang proses penyakit, prognosis dan faktor pencetus.
R/ : Memberikan dasar pengetahuan dimana orang tua dapat membuat
pilihan informasi.
b. Jelaskan tingkat fungsi ginjal.
R/ : Pasien dapat mengalami defek sisa pada fungsi ginjal yang mungkin
sementara.

c.

Diskusikan masalah tentang pemberian diet protein.


R/ : Metabolik yang terakumulasi dalam darah menurunkan hampir
secara keseluruhan dari metabolisme protein, bila fungsi ginjal menurun
protein mungkin dibatasi proposinya.
d. Dorong orang tua untuk mengobservasi karakteristik urine dan frekuensi
pengeluaran.
R/ : Perubahan karakteristik dan frekuensi urine dapat menunjukkan
gangguan fungsi ginjal/ kebutuhan dialisis.

5) Dx. Kep. V
-

Tujuan
1.

Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan/


mempertahankan berat badan yang sesuai.

2.

Menunjukkan peningkatan BB mencapai tujuan dengan nilai laborat


normal dan bebas tanda malnutrisi.

Kriteria hasil
1.

Berat badan dalam batas normal sesuai tinggi, umur.

2.

Kadar albumin protein total Hb, Hb serum, dan zat besi dalambatas
normal.

Intervensi
a.

Awasi pemasukan diet/ jumlah kalori


R/ : Makan banyak sulit mengatur bila pasien anoreksia.

b.

Bersihkan mulut sebelum makan


R/ : Menghilangkan rasa tak enak sehingga dapat meningkatkan nafsu
makan.

c.

Anjurkan makan pada posisi duduk tegak


R/ : Menurunkan rasa penuh pada abdomen da dapat meningkatkan
pemasukan.

d.

Awasi berat badan secara periodik


R/ : Berguna untuk mengukur keefekti terapi dan dukungan cairan.
e.

Dorong makan sedikit dan sering dengan makan tinggi kalori dan
karbohidrat.
R/ : Memaksimalkan pemasukan nutrisi tanpa kelemahan yang tidak
perlu/ kebutuhan energi dan menurunkann iritasi gaster.

f.

Kolaborasi berikan obat antimetik


R/ : Diberikan jam sebelum makan dana dapat menurunkan mual dan
meningkatkan toleransi pada makanan.

6) Dx. Kep. VI
-

Tujuan
Perubahan pola eiminasi dapat teratasi

Kriteria hasil
1.

Mampu mengungkapkan pemahamannya mengenai keadaannya.

2.

Menden onstrasikan teknik/ perilaku untuk mencegah/ menurunkan


infeksi.

Intervensi
a.

Catat frekuensi berkemih, adanya berkemih yang tisak dapat ditahan.


R/ : Memberikan informasi mengenai derajat gangguan eliminasi atau
indikasi adanya infeksi saluran kemih.
b.

Anjurkan untuk minum yang cukup, batasi minum selama sore


menjelangn malam dan saat tidur.
R/ : Hidrasi yang cukup meningkatkan pengeluaran urine dalam
membantu dan mencegah infeksi.

c.

Anjurkan pasien untuk mengobservasi sedimen/ marah dalam urine.


R/ : Merupakan indikasi adanya infeksi yang memerlukan evaluasi/
pengobatan selanjutnya.

7) Dx. Kep. VII


-

Tujuan

1.

Melaporkan perbaikan rasa berenergi

2.

Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan

Kriteria hasil

1.

Hb dalam batas normal

2.

Wajah tidak pucat

3.

Sklera merah muda

Intervensi
a.

Kaji pola istirahat dan tidur selama hospitalisasi


R/ : Menetukan derajat dari efek ketidakmampuan

b.

Tirah baring 2-3 minggu


R/ : Mencegah kelebihan berlebihan dan menyimpan energi untuk
penyembuhan, regenerasi jaringan.
c.

Atur jadwal akticitas atau itervensi yang tidak menyebabkan gangguan


istirahat tidur.

R/ : Mengubah energi, memungkinkan berlanjutnya aktivitas yang


dibutuhkan/ normal.
d.

Berikan aktivitas bermain sesuai dengan tingkat energi anak


R/ : Memberi tingkat latihan anak sesuai dengan kemampuan
e.

Instruksikan orang tua untuk memberikan intervensi sewakltu mau


tidur seperti bercerita
R/ : Kehadiran orang tua dapat membantu klien untuk merasa nyaman

8) Dx. Kep. VIII


-

Tujuan
1.

Mempertahankan kulit utuh.

2.

Menunjukkan perilaku/ teknik untuk mencegah kerusakan/ cedera


kulit.

Kriteria hasil

1.

Turgor kulit kembali dalam 1 detik

2.

Tidak ada odema

Intervensi
Kaji odema dan tinggikan ekstermitas jika penting odema ada.

a.

R/ : Jaringan odema lebih cenderung rusak / robek.


b.

Kaji tanda dan gejala potensial rusak / aktual kerusakan kulit.


R/ : Menandakan area sirkulasi buruk / kerusakan yang dapat
menimbulkan pemebtnukan dekubitas / infeksi.
c.

Pertahankan kebersihan perseorangan, mandi setiap hari, penggunaan


pelembab kulit dan ganti alat tenun setiap hari.
R/ : Mandi menurunkan gatal, pelembab kulit untuk mengurangi gatal.

d.

Instruksikan orang tua untuk memberikan intervensi sewaktu mautidur


seperti bercerita.
R/ : Kehadiran orang tua dapat membantu klien untuk merasa nyaman.

DAFTAR PUSTAKA

Suriadi, Yuliani Rita .(2001). Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi I. Jakarta
: Fajar Inter Pratama
Ngastiyah .(1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
L. Beta Gelly, A. Sowden Linda .(2002).Buku Keperawatan Pediati. Edisi 3,
Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif, dkk .(2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 3 Edisi 2. Jakarta:
EGC
Muttaqin Arif, Sari Kumala.(2012). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika
Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC
Patricia, Potter and Anne perry. 2005. Fundamental keperawatan: Konsep,
proses, dan praktik keperawatan edisi 4 vol.5. Jakarta: EGC
Barbara,C Long. 2001. Keperawatan medical bedah edisi 8 volume 2. Jakarta:
EGC

STANDART PROSEDUR OPERASIONAL


HEMODIALISIS

Dialisis adalah : Difusi partikel larut dari suatu kompartmen darah melewati
membran

semipermiabel.

Pada

hemodialisa

darah

adalah

salah

satu

kompartmennnya dan dialisat adalah bagian yang lain.


Prinsip HD : Menempatkan darah berdampingan dengan cairan dialisat
(pencuci) yang di pisahkan satu membran (selaput) semipermiabel.
Membran ini dapat di lalui oleh air dan sat tertentu (zat sampah). Proses ini
disebut DIALIZIZ, yaitu berpindahnya air atau zat bahan

melalui membran

semipermiabel.
Proses difusi : Berpindahnya zat karena adanya perbedaan kadar di dalam
darah, makin banyak ayang berpindah ke dialisit.
Proses Ultrafiltrasi : Berpindahnya zat dan air karena perbedaan hidrostatik
di dalam darah dan dialisat.
Proses Osmosis : Berpindahnya air karena tenaga kimiawi yaitu perbedaan
osmolalitas dan dialisat. Luas permukaan membran dan daya saring membran
mempengaruhi jumlah zat dan air yang berpindah.

KOMPONEN DAN CARA KERJA HEMODIALISA


Menyiapkan Dan Memulai HD
A. Menyiapkan Mesin HD
1.

Mesin Hemodialisa
-

Listrik

Air yang diolah / dimurnikan dengan cara :


Filtrasi
Softening
Deionisai
Reverense osmosis

Saluran pembuangan cairan (drainage)


Rinse

desinfeksi & pemanasan


dialyse.
2.

Sirkulat Dialisat
Pencampuran Dialisat : Yaitu dialisat pekat (concetrate) dan air yang sudah di
olah dengan perbandingan 1 : 34.
Batch system : Dialisis sudah di campur lebih dahulu sebelum HD dimulai.
Propotionong system : - Asetat
- Bikarbonat
Yaitu dialysat yang pekat dan air yang sudah di olah, di campur secara
otomatis konstan selama HD oleh pompa proportioning

dengan

perbandingan campuran : Dialisat pekat : Air = 1 : 34. Campuran ini di


pompakan sekali saja kompartemen dialisit, kemudian di buang.

Komposisi dialisat
- Natrium

= 135 145 meg / 1

- Kalium

= 0 4,0 meg / 1

- Calsium

= 2,5 3,5 meg / 1

- Magnesium

= 0,5 2,0 meg / 1

- Khlorida

= 98 112 meg / 1

- Asetat atau bikarbonat

= 33 25 meg / 1.

- Dextrose

= 2500 mg / 1

Catatan : dialisat tanpa kalium (potassium Free) = kalium = 0.


3.

Sirkulasi
1.

Dialiser ( ginjal buatan)

Kapiler (Hollow Fiber)

Paralel Plate

Coil.
Sediaan dialiser : - Pemakaian baru atau pertaa
- Basah
- Kering

2.

Selang darah : Artei dan vena (AVBL)

Priming
Pengisian pertama sirkulasi Ekstrakorporeal

Tujuan :
1.

Mengisi = Filing

2.

Membilas = Rinsing

3.

Membashi atau melembabkan = Soaking

Perlengkapan :
1.

Dialiser ( ginjal buatan)

2.

AVBL

3.

Set Infus

4.

NaCl (cairan fisiologis) 500 cc ( 2-3 Kolf)

5.

Spuit 1 cc

6.

Heparin injeksi ( + 2000 Unit)

7.

Klem

8.

Penapung cairan ( Wadah)

9.

Kapas Alkohol

Prosedur :
1.

Keluarkan alat dari pembungkusnya ( Dialiser, AVBL, slang infus, Nacl )

2.

Tempatkan dialiser pada tempatnya (Holder) dengan posisi inlet diatas


(merah) dan outlet dibawah (Biru)

3.

4.

Hubungkan slang dialisat ke dialiser :


-

Inlet dari bawah (to Kidney)

Uotlet dari atas (from kidney)

Kecepatan dialisat (QD) + 500 cc/menit)

Berikan tekanan negatif + 100 mmHg

Biarkan proses ini berlangsung 10 menit. (soaking)

PROSEDUR
a.

Keluarkan peralatan dari pembungkusnya (dialiser,AVHL,selang infus,


Naci)

b.

Tempatkan dialiser pada tempatnya (Holder) dengan posisi inlet di atas


(merah) outlet di bawah (biru)

c.

Hubungkan selang dialisat ke dialiser


Inlet dari bawah (to kidney)

Outlet dari atas (from kidney)


Kecepatan dialiasat (qd) = 500cc / menit
Berikan tekanan negativ (negative pressure) + 100 mmhg.
Biarkan proses ini berlangsung selama 10 menit (soaking)
d.

Pasang ABL, tempatkan segmen pumb pada pompa darah (blood pump)
dengan baik.

e.

Pasang VBL dan bubble trap (perangkap udara) dengan posisi tegak
(vertical).

f.

Dengan teknik aseptic, buka penutup ( pelindung yang terdapat di ujung


ABL dan tempatkan pada dialiser) (inlet) . Demikian juga dengan VBL.

g.

Hubungkan selang monitor tekanan arteri (arterial Pressure) dan selang


monitor tekanan vena (venous pressure).

h.

Setiap 1000 cc NaCL, masukan 2000 Heparin kedalam kolf (2000/11)

i.

Cairan

ini

gunasny

untuk

membilas

dan

mengisi

sirkulasi

ekstrakorporeal.
j.

Siapkan NaCL 1 kolf lagi (500 cc) untuk di gunakan selama HD


bilamana di perlukan, dan sebagai pembilas pada waktu pengakiran HD.

k.

Hubungkan NaCL melalui set infus ke ABL, yakinkan bahwa set infus
bebas dari udara dengan cara mengisinya terlebih dahulu.

l.

Tempatkan ujung VBL ke dalam penampung. Hindarkan kontaminasi


dengan penampung dan jangan sampai terendam cairan yang keluar.

m.

Putar dialiser dan peralatannya sehingga inlet di bawah,outlet di atas


(posisi terbalik)

n.

Buka semua klem termasuk klem infus.

o.

Lakukan pengisian dan pembilasan sirkulasi ekstrakorporeal dengan cara:


Jalankan pompa darah dengan kecepatan (qb) + 100cc/Mnt
Perangkap udara (bubble tra[) di isi bagian
Untuk mengeluarkan

udara lakukan tekanan secara intermiten

dengan menggunakan klem pada VBL (tekanan tidak boleh lebih dari
200 mmHg).
p.

Teruskan priming sampai NaCL habis 1 liter dan sirkulasi bebas dari
udara yang sudah kolf yang baru (500 cc).

q.

Ganti kolf NaCL yang sudah kosong dengan kolf yang baru (500cc).

r.

Matikan pompa darah, klem kedua ujung AVBL, kemudian hubungkan


kedua ujung dengan konektor,semua klemdi buka.

s.

Lakukan sirkulasi selama 5 menit dengan qb + 200 cc / mnt

t.

Matikan pompa darah, kembalikan dialiser ke posisi semula

u.

Periksa fungsi peralatan yang lain sebelum HD di mulai, seperti


misalnya:

Temperatur dialisat

Konduktifitas

Aliran (flow)

Monitor tekanan

Detector udara dan kebocoran darah.

MEMULAI HD
1.

Persiapan pasien
- Timbang berat bada pasien (bila memungkinkan)
- Tidur terlentang dan berikan posisi yang nyaman
- Ukur tekanan darah atau, nadi, suhu, pernafasan
- Observasi kesadaran dan keluhan pasien dan berikan perawatan mental
- Terangkan secara gratis besar prosedur yang akan di lakukan.

2.

Menyiapkan sarana hubungan sirkulasi

Perlengkapan
1.

Jarum punksi :
- jarum metal (AV. Fistula G.16,15,14) 1 1 inch.
- Jarum dengan katheter (IV Catheter G.16,15,14) 1 1 inchi.

2.

NaCL (untuk pengenceran)

3.

Heparin injeksi

4.

Anestesi local (lidocain, procain)

5.

Spuit 1 cc,5 cc, 20 cc, 30 cc

6.

Kassa

7.

Desinfektan (alcohol bethadin)

8.

Klem arteri (mosquito) 2 buah

9.

Klem desimfektam

10. Bak kecil + mangkuk kecil


11. Duk (biasa,split, bolong)
12. Sarung tangan
13. Plester
14. pengalas karet atau plastik
15. Wadah pengukur cairan
16. botol pemeriksa darah

Persiapan
1.

Tentukan tempat punksi atau periksa tempat shut atau katheter di


pasang dan di buka balutan.

2.

Alas dengan pengalas karet / plastik.

3.

Atur posisi

4.

Kumpulkan peralatan dan dekatkan ke pasien

5.

Siapkan heparin injeksi

PROSEDUR

Punksi Fistula (Cimino)


1.

Pakai sarung tangan

2.

Desinfeksi daerah daerah yang akan di punksi dengan bethadin dan


alcohol

3.

Letakan duk sebagai pengalas dan penutup

4.

Punksi outlet (vena), yaitu jalan masuknya darah ke dalam tubuh K/P
lakukan anesteshi local

5.

Ambil darah untuk pemeriksaan lab (bila diperlukan)

6.

Bolus heparin injeksi yang sudah diencerkan dengan NaCL (dosis awal)

7.

Fiksasi dan tempat punksi di tutup kasa.

Shunt (Scribner)
1.

Desinfeksi kanula, konektor dan daerah dimana shunt terpasang.

2.

Letakan duk sebagai pengalas dan penutup

3.

Klem kedua kanula (arteri dan vena),sebelumnya di alas dengan kassa

4.

Lepaskan /buka konektor

5.

Cek kedua kanula apakan alirannya lancar

6.

Ambil darah untuk pemeriksaan laboratorium (bila di perlukan).

7.

Bolus Heparin injeksi yang sudah di encerkan dengan NaCL (dosis


awal).

8.

Fiksasi dan tutup daeah exit site.

9.

Konektor di bersihkan dengan NaCL dan di simpan dalam bak.

Punksi femoral
1.

Desinfeksi daerah lipatan paha dan daerah outle akan di puksi.

2.

Letakan duk sebagai pengalas dan penutup.

3.

Punksi outlet (vena) yaitu jalan masuknya darah ke dalam tubuh, k/p
lakukan anesteshi local.

4.

Ambil darah untuk pemeriksaan laboratorium (bila di perlukan)

5.

Bolus heparin injeksi yang sudah di encerkan dengan NaCL

(dosis

awal).
6.

Fiksasi dan tempat punksi di tutup dengan kassa

7.

Punksi inlet (vena femoralis), yaitu tempat jalan kelurnya darah dari
tubuh, dengan cara lakukan anesteshi infiltrasi sambil mencari vena
femoralis

8.

Vena femoralis di punksi secara perkutaneous dengan jarum punksi (AV


Fistula).

9.

Fiksasi.

10. Mengalirkan darah kedalam sirkulasi ekstrakorporeal

Hubungkan ABL dengan inlet (Punksi Inlet atau canula arteri).


Ujung ABL disuci hamakan terlebih dahulu.

Tempat ujung VBL didalam wadah pengukur. Perhatikan jangan


sampai terkontaminasi.

Buka klem AVBL, canula arteri, klem slang infus ditutup, klem
canula vena tetap tertutup.

Darah dialirkan kedalam sirkulasi dengan menggunakan pompa


darah (QB + 100 cc / menit) dan cairan priming terdorong keluar.

Cairan priming ditampung diwadah pengukur.

Biarkan darah memasuki sirkulasi sampai cairan buble trap VBL


berwarna merah mudah.

Pompa darah dimatikan, VBL di klem.

Ujung VBL disuci hamakan, kemudian dihubungkan dengan canula


vena (perhatikan : Harus bebas udara) . Klem VBL dan canula vena
dibuka.

Pompa darah dihidupkan kembali dengan QB + 150 cc/menit .

Fiksasi canula arteri dan vena, AVBL tidak mengganggu pergeraan.

Hisupkan pompa heparin ( dosis maintenance.)

Buka klem Slang monitor tekanan (AVP)

Hidupkan detector udara, kebocoran (Air dan Blood Leak detector)

Ukur tekanan darah, Nadi dan pernapasan.

Observasi Kesadaran dan keluhan pasien

Cek mesin dan sirkulasi dialisa.

Programkan HD

Lakukan pencatatan (Isi formulir HD)

Rapikan peralatan

STANDART PROSEDUR OPERASIONAL


MENGUKUR TEKANAN DARAH

A. Pengertian
Menilai tekanan darah yang merupakan indikator untuk menilai sistem
kardiovaskuler bersamaan dengan pemeriksaan nadi
B. Tujuan
Mengetahui nilai tekanan darah
C. Prosedur
1)

Persiapan pasien

2)

Persiapan alat
a)

Spinomanometer (tensimeter) yang terdiri dari: manometer air


raksa+ klep penutup dan pembuka manset udara

b) Stetoskop
c)

Buku catatan tanda vital dan pena

d) Pasien diberitahu dengan seksama (bila pasien sadar)


3)

Prosedur pelaksanaan
a) Jelaskan prosedur kepada pasien
b) Cuci tangan
c) Gunakan sarung tangan
d) Atur posisi pasien
e) Letakkan lengan yang hendak diukur pada posisi terlentang
f)

Lengan baju dibuka

g) Pasang manset pada lengan kanan/kiri atas sekitar 3 cm diatas fossa


cubiti (jangan terlalu ketat maupun terlalu longgar).

Das könnte Ihnen auch gefallen