Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai di
bidang neurologi khususnya anak. Kejang selalu merupakan peristiwa yang
menakutkan bagi orang tua, sehingga bagi dokter kita wajib mengatasi kejang
demam dengan tepat dan cepat (1).
Kejang demam pada umumnya dianggap tidak berbahaya dan sering tidak
menimbulkan gejala sisa; akan tetapi bila kejang berlangsung lama sehingga
menimbulkan hipoksia pada jaringan Susunan Saraf Pusat (SSP), dapat
menyebabkan adanya gejala sisa di kemudian hari (1).
Frekuensi dan lamanya kejang sangat penting untuk diagnosa serta tata
laksana kejang, ditanyakan kapan kejang terjadi, apakah kejang itu baru
pertama kali terjadi atau sudah pernah sebelumnya, bila sudah pernah berapa
kali dan waktu anak berumur berapa (1).
Kejadian kejang demam diperkirakan 2 % - 4 % di Amerika Serikat,
Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira kira
20% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam
timbul pada tahun kedua kehidupan (17 23 bulan) kejang demam sedikit
lebih sering pada laki laki.
Sifat kejang perlu ditanyakan, apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum
atau fokal. Ditanya pula lama serangan, kesadaran pada waktu kejang dan
pasca kejang. Gejala lain yang menyertai diteliti, termasuk demam, muntah,
lumpuh, penurunan kesadaran atau kemunduran kepandaian. Pada neonatus
perlu diteliti riwayat kehamilan ibu serta kelahiran bayi (1).
Kejang demam jarang terjadi pada epilepsi, dan kejang demam ini secara
spontan sembuh tanpa terapi tertentu. Kejang demam ini merupakan gangguan
kejang yang paling lazim pada masa anak, dengan pragnosa baik secara
seragam(2).
Kejang adalah lebih lazim pada bayi dan binatang percobaan yang imatur.
Kejang tertentu pada populasi pediatric adalah spesifik umur (misal spasme
infantile), yang menunjukkan bahwa otak yang kurang berkembang lebih
rentan terhadap kejang spesifik daripada anak yang lebih tua atau orang
dewasa (2).
Penanganan kejang demam sampai saat ini masih terjadi kontroversi
terutama mengenai pengobatannya yaitu perlu tidaknya penggunaan obat
untuk profilaksis rumat (1).
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dibuat rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu: Bagaimana karakteristik pasien Kejang Demam pada
Anak di instalasi rawat inap RSUD Labuang Baji Makassar?.
C. TUJUAN PENELITIAN
a. Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik pasien Kejang
Demam pada Anak di instalasi rawat inap RSUD Labuang Baji Makassar.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui distribusi pasien Kejang Demam pada Anak
berdasarkan sosiodemografi (umur, jenis kelamin, suku, agama).
2. Untuk mengetahui distribusi pasien Kejang Demam pada Anak
berdasarkan waktu berobat.
3. Untuk mengetahui distribusi pasien Kejang Demam pada Anak
berdasarkan lama perawatan.
4. Untuk mengetahui distribusi pasien Kejang Demam pada Anak
berdasarkan outcome pasien.
5. Untuk mengetahui distribusi pasien Kejang Demam pada Anak
berdasarkan cara pembayaran.
D. MANFAAT PENELITIAN
a. Manfaat Praktis
Manfaat praktis penelitian ini adalah sebagai sumber informasi bagi para
praktisi kesehatan mengenai distribusi dan karakteristik dari pasien kejang
demam pada anak sehingga dapat membantu dalam mendiagnosis pasien dan
dalam melakukan tindakan preventif.
b. Manfaat Teoritis
1. Sebagai bahan masukan bagi instansi yang berwenang untuk digunakan
sebagai dasar pertimbangan dan dalam mengambil kebijakan-kebijakan
kesehatan dalam menanggulangi penyakit, khususnya penyakit kejang
demam pada anak.
2. Sebagai tambahan ilmu, kompetensi, dan pengalaman berharga bagi
peneliti dalam melakukan penelitian kesehatan pada umumnya dan terkait
tentang karakteristik penyakit kejang demam pada anak.
3. Sebagai acuan bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang ingin melakukan
penelitian mengenai penyakit kejang demam pada anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG DEMAM
A. DEFINISI
Kejang demam adalah kejang yang cenderung timbul dalam 24 jam pertama
pada waktu sakit dengan demam atau pada waktu demam mendadak tinggi.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal lebih dari 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium(3).
Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai
akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang
berlebihan. Berdasarkan definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kejang
demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang
cenderung timbul dalam 24 jam pertama akibat dari aktivitas neuronal yang
abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan yang lebih sering
dijumpai pada anak, terutama pada golongan 6 bulan 4 tahun(3).
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang
demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus
dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa
demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang
demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam (4).
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak
termasuk dalam kejang demam (4).
Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami
kejang didahului demam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan misalnya
infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam (4).
(6)
merupakan keharusan pada kejang demam sederhana, kejang timbul bukan oleh
infeksi sendiri, akan tetapi oleh kenaikan suhu yang tinggi akibat infeksi di tempat
lain, misalnya pada radang telinga tengah yang akut, dan sebagainya. Bila dalam
riwayat penderita pada umur umur sebelumnya terdapat periode - periode
dimana anak menderita suhu yang sangat tinggi akan tetapi tidak mengalami
kejang; maka pada kejang yang terjadi kemudian harus berhati hati, mungkin
kejang yang ini ada penyebabnya. Pada kejang demam yang sederhana kejang
biasanya timbul ketika suhu sedang meningkat dengan mendadak, sehingga
seringkali orang tua tidak mengetahui sebelumnya bahwa anak menderita demam.
Agaknya kenaikan suhu yang tiba tiba merupakan faktor yang penting untuk
menimbulkan kejang. Kejang pada kejang demam sederhana selalu berbentuk
umum, biasanya bersifat tonik klonik seperti kejang grand mal; kadang
kadang hanya kaku umum atau mata mendelik seketika. Kejang dapat juga
5
berulang, tapi sebentar saja, dan masih dalam waktu 16 jam meningkatnya suhu,
umumnya pada kenaikan suhu yang mendadak, dalam hal ini juga kejang demam
sederhana masih mungkin(2).
b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Kejang dengan salah satu ciri berikut :
1. Kejang lama lebih dari 15 menit.
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial.
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar.
Kejang lama terjadi pada 8 % kejang demam(4). Kejang fokal adalah kejang
parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial(4). Kejang
berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang
anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % diantara anak yang mengalami
kejang demam(4).
D. GEJALA KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dengan cepat yang disebabkan oleh
infeksi susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media kut, bronkitis,
furunkulosis. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu
demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik,
fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti
anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik
atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf(6).
Livingston (1954, 1963) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas
2 golongan, yaitu:
E. DIAGNOSIS
Apabila terjadi kejang harus dipikirkan apakah penyebabnya dari dalam atau
dari luar susunan saraf pusat. Kelainan dalam otak biasanya karena infeksi
misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak. Pengamatan kejang tergantung pada
banyak faktor, termasuk umur penderita, tipe dan frekuensi kejang, dan ada atau
tidak adanya temuan neurologis dan gejala yang bersifat dasar. Pemeriksaan
minimum untuk kejang tanpa demam pertama pada anak yang lainnya sehat
meliputi glukosa puasa, kalsium, magnesium, elektrolit serum dan EEG. Peragaan
7
discharge ( rabas ) paroksismal pada EEG selama kejang klinis adalah diagnostic
epilepsy, tetapi kejang jarang terjadi dalam laboratorium EEG. EEG normal tidak
mengesampingkan diagnosis epilepsi, karena perekaman antar kejang normal
pada sekitar 40% penderita. Prosedur aktivitas yang meliputi hiperventilasi,
penutupan mata, stimulasi cahaya, dan bila terindikasi penghentian tidur dan
penempatan elektrode khusus (misal hantaran zigomatik), sangat meningkatkan
hasil positif. Discharge (rabas) kejang lebih mungkin direkam pada bayi dan anak
daripada remaja atau dewasa.
Pemeriksaan Penunjang
i. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam,
atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer,
elektrolit dan gula darah.
ii. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6 % - 6,7 %. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk
menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi
klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada :5
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.
2. Bayi antara 12 18 bulan dianjurkan.
3. Bayi lebih dari 18 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara
klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
iii. Elektroensefalografi
Pemeriksaan
elektroensefalografi
(EEG)
tidak
dapat
memprediksi
tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6
tahun atau kejang demam fokal.
iv.
Pencitraan
Foto X ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT
scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak
rutin dan hanya atas indikasi seperti :
1.
2.
Paresis nervus VI
3.
Papiledema
F. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan Saat Kejang (4)
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang
kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling
cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara
intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3 0,5 mg/kgBB perlahan lahan
dengan kecepatan 1 2 mg/menit atau dalam waktu 3 5 menit,dengan dosis
maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di
rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 0,75 mg/kgBB
atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan
10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5
mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3
tahun. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.Bila
setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah
sakit. Dirumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 0,5
mg/kgBB. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena
dengan dosis awal 10 20mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau
rumat
hanya
diberikan
bila
kejang
demam
10
anaknya
telah
meninggal.
Kecemasan
ini
harus
11
3.
Memberikan
informasi
mengenai
kemungkinan
kejang
kembali.
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif
tetapi harus diingat adanya efek samping obat.
G. PROGNOSIS
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak
menyebabkan kematian
12
13
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
Sosiodemografi :
Umur
Jenis kelamin
Suku
Agama
Lama Perawatan
Waktu berobat
Pasien kejang
demam di
instalasi rawat
inap
Outcome Pasien
Cara Pembayaran
14
b. Usia
1) Definisi: usia pasien saat berobat di instalasi rawat inap RSUD
Labuang Baji.
2) Cara ukur: dengan mencatat variabel umur sesuai dengan yang
tercantum pada rekam medik.
3) Hasil ukur:
a) 1 tahun
b) 2 tahun
c) 3 tahun
d) 4 tahun
e) 5 tahun
c. Jenis kelamin
1) Definisi: perbedaan seksual yang terdiri dari laki-laki dan perempuan.
2) Cara ukur: dengan mencatat variabel jenis kelamin sesuai yang
tercantum pada rekam medik.
3) Hasil ukur:
a) Laki-laki
b) Perempuan
15
d. Suku
1) Definisi : suku pasien kejang demam yang dirawat di instalasi rawat
inap RSUD Labuang Baji
2) Cara ukur: dengan mencatat variabel suku sesuai yang tercantum
dalam rekam medik.
3) Hasil ukur :
a. Bugis
b. Makassar
c. Mandar
d. Toraja
e. Lain lain
e. Agama
1) Definisi : keyakinan atau kepercayaan yang dianut oleh pasien kejang
demam pada anak di instalasi rawat inap RSUD Labuang Baji.
2) Cara ukur: dengan mencatat variabel agama sesuai yang tercantum
dalam rekam medik.
3) Hasil ukur :
a. Islam
b. Kristen Protestan
c. Kristen Katolik
d. Buddha
e. Hindu
f. Lain-lain
f. Pengobatan
1) Definisi : jenis pengobatan yang diberikan oleh dokter yang
merawat untuk mengobati kejang demam pasien.
2) Cara ukur: dengan mencatat variabel jenis pengobatan sesuai yang
tercantum pada rekam medis
3) Hasil ukur:
a. Diazepam rektal
16
b. Diazepam oral
c. Diazepam intravena
g. Waktu
1) Definisi: bulan di mana pasien datang ke rumah sakit untuk
medapatkan pengobatan.
2) Cara ukur: dengan mencatat variabel waktu sesuai yang tercantum
pada rekam medis.
3) Hasil ukur:
a. Januari
b. Februari
c. Maret
d. April
e. Mei
f. Juni
h. Lama Perawatan
1) Definisi: jangka waktu di mana pasien datang ke rumah sakit untuk
mendapatkan pengobatan hingga keluar rumah sakit.
2) Cara ukur: dengan mencatat variabel lama perawatan sesuai yang
tercantum pada rekam medis.
3) Hasil ukur:
a) 7 hari
b) > 7 hari
i. Outcome pasien
1)
2)
17
3)
Hasil ukur:
a. Sembuh
b. Berobat jalan
c. Pulang paksa
d. Dirujuk
e. Meninggal
j. Cara pembayaran
1) Definisi : cara pembayaran pasien saat masuk berobat di instalasi
rawat inap RSUD Labuang Baji.
2) Cara ukur: dengan memcatat variabel cara pembayaran sesuai yang
tercantum pada rekam medis.
3) Hasil ukur :
a. Umum
b. BPJS JAMKESDA
c. BPJS JAMKESMAS
d. BPJS ASKES
18
BAB IV
METODE PENELITIAN
19
Sampel yang diambil adalah pasien kejang demam pada anak yang di
rawat inap di Rumah Sakit Labuang Baji pada periode bulan Januari Juni
2014, dengan mengunakan teknik total sampling.
F. Manajemen Penelitian
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan setelah meminta perizinan dari pihak
pemerintah provinsi Sulawesi Selatan dan Direktur RSUD Labuang Baji.
Kemudian mencari nomor rekam medik pasien kejang demam pada anak
dalam periode yang telah ditentukan. Setelah itu dilakukan pengamatan
dan pencatatan langsung ke dalam kuisioner yang telah disediakan.
2. Teknik Pengolahan Data
20
G. Etika Penelitian
Hal-hal yang terkait dengan etika penelitian dalam penelitian ini adalah:
1. Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada pihak pemerintah
setempat sebagai permohonan izin untuk melakukan penelitian.
2. Berusaha menjaga kerahasiaan identitas pasien yang terdapat pada
rekam medik, sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa
dirugikan atas penelitian yang dilakukan.
3. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua
pihak yang terkait sesuai dengan manfaat penelitian yang telah
disebutkan sebelumnya.
21
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji atau
dikenal dengan nama RSUD Labuang Baji mulai tanggal 07 Juli 2014 20 Juli
2014. Populasi target penelitian adalah pasien kejang demam pada anak yang
dirawat inap di kota Makassar, sedangkan populasi terjangkau adalah pasien
kejang demam pada anak yang dirawat inap di RSUD Labuang Baji yaitu
sebanyak pasien yang tercatat dari buku registrasi rawat inap RSUD Labuang
Baji. Sampel pada penelitian ini diambil dengan teknik total sampling, sehingga
sampel yang digunakan adalah sebanyak pasien dengan menggunakan rekam
medik sebagai subjek penelitian. Berdasarkan kriteria inklusi maka sampel yang
digunakan sebanyak 72 pasien, dengan penjabaran sebagai berikut:
22
23
B. Hasil Penelitian
Berdasarkan data yang dikumpulkan dari rekam medik pasien kejang
demam pada anak yang di rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang
Baji Makassar, di dapatkan hasil sebagai berikut:
Karakteristik pasien kejang demam pada anak
a. Usia
Tabel 5.1. Distribusi pasien kejang demam pada anak berdasarkan usia
Usia
(Tahun)
Frekuensi
(n)
Persentase
(%)
42
58,3
10
13,9
8,3
6,9
12,5
Total
72
100,0
Sumber : Rekam medik RSUD Labuang Baji
Berdasarkan data yang dikumpulkan, didapatkan hasil kelompok usia
pasien kejang demam pada anak yang dirawat inap yang tertinggi adalah
dari kelompok usia 1 tahun sebanyak 42 pasien (58,3 %), terendah pada
kelompok usia 4 tahun sebanyak 5 pasien (6,9 %)
b. Jenis Kelamin
Tabel 5.2 Distribusi pasien kejang demam pada anak berdasarkan jenis
kelamin
24
Jenis Kelamin
Frekuensi
(n)
Persentase
(%)
Laki-laki
38
52,8
Perempuan
34
47,2
Total
72
100.0
Sumber : Rekam medik RSUD Labuang Baji
c. Suku
Tabel 5.3 Distribusi pasien kejang demam pada anak berdasarkan suku
Suku
Frekuensi
(n)
Persentase
(%)
Bugis
1,4
Makassar
69
95,8
Mandar
Toraja
2,8
Lainnya
Total
72
100,0
Sumber : Rekam medik RSUD Labuang Baji
d. Agama
25
Frekuensi
(n)
Persentase
(%)
Islam
70
97.2
Kristen Protestan
1.4
Kristen Katolik
1.4
Hindu
Buddha
Lainnya
Total
72
100.0
Sumber : Rekam medik RSUD Labuang Baji
e.
Pengobatan
Frekuensi
(n)
Persentase
(%)
Diazepam oral
25
34,7
Diazepam rektal
40
55,6
Diazepam intravena
9,7
Total
72
100.0
Sumber : Rekam medik RSUD Labuang Baji
26
f. Waktu Berobat
Tabel 5.6 Distribusi pasien kejang demam pada anak berdasarkan waktu
kedatangan pasien untuk berobat
Waktu
(bulan)
Frekuensi
(n)
Persentase
(%)
Januari
2,8
Februari
6,9
Maret
1,4
April
12
16,7
Mei
20
27,8
Juni
32
44,4
Total
72
100.0
Sumber : Rekam medik RSUD Labuang Baji
g. Lama Perawatan
Tabel 5.7 Distribusi pasien kejang demam pada anak berdasarkan lama
perawatan
Lama
perawatan
(hari)
Frekuensi
(n)
Persentase
(%)
46
63,9
>7
26
36,1
Total
72
100.0
Sumber : Rekam medik RSUD Labuang Baji
27
h. Outcome
Tabel 5.8 Distribusi pasien kejang demam pada anak berdasarkan
outcome
Outcome
Frekuensi
(n)
Persentase
(%)
Sembuh
47
65,3
Meninggal
12,5
Berobat jalan
Pulang paksa
15
20,8
Rujuk
1,4
Total
72
100,0
Sumber : Rekam medik RSUD Labuang Baji
i. Cara Pembayaran
Tabel 5.9 Distribusi pasien kejang demam pada anak berdasarkan cara
pembayaran
Jaminan
Frekuensi
(n)
Persentase
(%)
Umum
11,1
BPJS JKD
60
83,3
BPJS JKM
4,2
BPJS Askes
1,4
Lainnya
28
Jaminan
Frekuensi
(n)
Persentase
(%)
Umum
11,1
BPJS JKD
60
83,3
BPJS JKM
4,2
BPJS Askes
1,4
Lainnya
Total
78
100.0
Sumber : Rekam medik RSUD Labuang Baji
Berdasarkan
data
yang
dikumpulkan,
didapatkan
hasil
cara
C. PEMBAHASAN
29
30
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Dari penelitian terhadap karakteristik pasien kejang demam pada anak di
perawatan inap RSUD Labuang Baji periode Januari-Juni 2014, diperoleh bahwa:
1. Karakteristik pasien kejang demam pada anak di perawatan inap RSUD
Labuang Baji berdasarkan sosiodemografi didapatkan pada kategori usia
yang tertinggi adalah 1 tahun dan terendah adalah 4 tahun; pada
ketegori jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki dari perempuan; suku
terbanyak adalah suku Makassar, tersedikit adalah suku Bugis;
kebanyakan pasien kejang demam pada anak beragama Islam.
2. Karakteristik berdasarkan jenis pengobatan didapatkan hasil kelompok
pengobatan yang diberikan pada pasien kejang demam pada anak yang
dirawat inap yang tertinggi adalah dari kelompok yang mendapatkan terapi
diazepam rektal dan yang terendah adalah yang mendapatkan terapi
diazepam intravena
3. Distribusi pasien kejang demam pada anak di perawatan inap RSUD
Labuang Baji berdasarkan waktu berobat yang terbanyak pada bulan Juni.
4. Lama perawatan tertinggi pasien kejang demam pada anak di perawatan
inap RSUD Labuang Baji adalah 7 hari
5. Outcome pasien kejang demam pada anak setelah dirawat kebanyakan
diijinkan pulang atas izin dokter.
31
B. Saran
1.
2.
32