Sie sind auf Seite 1von 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai di
bidang neurologi khususnya anak. Kejang selalu merupakan peristiwa yang
menakutkan bagi orang tua, sehingga bagi dokter kita wajib mengatasi kejang
demam dengan tepat dan cepat (1).
Kejang demam pada umumnya dianggap tidak berbahaya dan sering tidak
menimbulkan gejala sisa; akan tetapi bila kejang berlangsung lama sehingga
menimbulkan hipoksia pada jaringan Susunan Saraf Pusat (SSP), dapat
menyebabkan adanya gejala sisa di kemudian hari (1).
Frekuensi dan lamanya kejang sangat penting untuk diagnosa serta tata
laksana kejang, ditanyakan kapan kejang terjadi, apakah kejang itu baru
pertama kali terjadi atau sudah pernah sebelumnya, bila sudah pernah berapa
kali dan waktu anak berumur berapa (1).
Kejadian kejang demam diperkirakan 2 % - 4 % di Amerika Serikat,
Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira kira
20% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam
timbul pada tahun kedua kehidupan (17 23 bulan) kejang demam sedikit
lebih sering pada laki laki.
Sifat kejang perlu ditanyakan, apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum
atau fokal. Ditanya pula lama serangan, kesadaran pada waktu kejang dan
pasca kejang. Gejala lain yang menyertai diteliti, termasuk demam, muntah,
lumpuh, penurunan kesadaran atau kemunduran kepandaian. Pada neonatus
perlu diteliti riwayat kehamilan ibu serta kelahiran bayi (1).
Kejang demam jarang terjadi pada epilepsi, dan kejang demam ini secara
spontan sembuh tanpa terapi tertentu. Kejang demam ini merupakan gangguan
kejang yang paling lazim pada masa anak, dengan pragnosa baik secara
seragam(2).

Kejang adalah lebih lazim pada bayi dan binatang percobaan yang imatur.
Kejang tertentu pada populasi pediatric adalah spesifik umur (misal spasme
infantile), yang menunjukkan bahwa otak yang kurang berkembang lebih
rentan terhadap kejang spesifik daripada anak yang lebih tua atau orang
dewasa (2).
Penanganan kejang demam sampai saat ini masih terjadi kontroversi
terutama mengenai pengobatannya yaitu perlu tidaknya penggunaan obat
untuk profilaksis rumat (1).

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dibuat rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu: Bagaimana karakteristik pasien Kejang Demam pada
Anak di instalasi rawat inap RSUD Labuang Baji Makassar?.

C. TUJUAN PENELITIAN
a. Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik pasien Kejang
Demam pada Anak di instalasi rawat inap RSUD Labuang Baji Makassar.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui distribusi pasien Kejang Demam pada Anak
berdasarkan sosiodemografi (umur, jenis kelamin, suku, agama).
2. Untuk mengetahui distribusi pasien Kejang Demam pada Anak
berdasarkan waktu berobat.
3. Untuk mengetahui distribusi pasien Kejang Demam pada Anak
berdasarkan lama perawatan.
4. Untuk mengetahui distribusi pasien Kejang Demam pada Anak
berdasarkan outcome pasien.
5. Untuk mengetahui distribusi pasien Kejang Demam pada Anak
berdasarkan cara pembayaran.

D. MANFAAT PENELITIAN
a. Manfaat Praktis
Manfaat praktis penelitian ini adalah sebagai sumber informasi bagi para
praktisi kesehatan mengenai distribusi dan karakteristik dari pasien kejang
demam pada anak sehingga dapat membantu dalam mendiagnosis pasien dan
dalam melakukan tindakan preventif.
b. Manfaat Teoritis
1. Sebagai bahan masukan bagi instansi yang berwenang untuk digunakan
sebagai dasar pertimbangan dan dalam mengambil kebijakan-kebijakan
kesehatan dalam menanggulangi penyakit, khususnya penyakit kejang
demam pada anak.
2. Sebagai tambahan ilmu, kompetensi, dan pengalaman berharga bagi
peneliti dalam melakukan penelitian kesehatan pada umumnya dan terkait
tentang karakteristik penyakit kejang demam pada anak.
3. Sebagai acuan bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang ingin melakukan
penelitian mengenai penyakit kejang demam pada anak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

KEJANG DEMAM
A. DEFINISI
Kejang demam adalah kejang yang cenderung timbul dalam 24 jam pertama
pada waktu sakit dengan demam atau pada waktu demam mendadak tinggi.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal lebih dari 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium(3).
Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai
akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang
berlebihan. Berdasarkan definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kejang
demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang
cenderung timbul dalam 24 jam pertama akibat dari aktivitas neuronal yang
abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan yang lebih sering
dijumpai pada anak, terutama pada golongan 6 bulan 4 tahun(3).
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang
demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus
dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa
demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang
demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam (4).
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak
termasuk dalam kejang demam (4).
Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami
kejang didahului demam, kemungkinan lain harus dipertimbangkan misalnya
infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam (4).

Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti


meningitis, ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai
prognosis berbeda dengan kejang demam karena keadaan yang mendasarinya
mengenai sistem susunan saraf pusat (3).
B. EPIDEMIOLOGI
Kejadian kejang demam diperkirakan 2 % - 4 % di Amerika Serikat,
Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira kira
20% kasus merupakan kejang demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul
pada tahun kedua kehidupan (17 23 bulan) kejang demam sedikit lebih sering
pada laki laki (2).
C. KLASIFIKASI

a. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)


Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik,
tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam
sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam

(6)

. Suhu yang tinggi

merupakan keharusan pada kejang demam sederhana, kejang timbul bukan oleh
infeksi sendiri, akan tetapi oleh kenaikan suhu yang tinggi akibat infeksi di tempat
lain, misalnya pada radang telinga tengah yang akut, dan sebagainya. Bila dalam
riwayat penderita pada umur umur sebelumnya terdapat periode - periode
dimana anak menderita suhu yang sangat tinggi akan tetapi tidak mengalami
kejang; maka pada kejang yang terjadi kemudian harus berhati hati, mungkin
kejang yang ini ada penyebabnya. Pada kejang demam yang sederhana kejang
biasanya timbul ketika suhu sedang meningkat dengan mendadak, sehingga
seringkali orang tua tidak mengetahui sebelumnya bahwa anak menderita demam.
Agaknya kenaikan suhu yang tiba tiba merupakan faktor yang penting untuk
menimbulkan kejang. Kejang pada kejang demam sederhana selalu berbentuk
umum, biasanya bersifat tonik klonik seperti kejang grand mal; kadang
kadang hanya kaku umum atau mata mendelik seketika. Kejang dapat juga
5

berulang, tapi sebentar saja, dan masih dalam waktu 16 jam meningkatnya suhu,
umumnya pada kenaikan suhu yang mendadak, dalam hal ini juga kejang demam
sederhana masih mungkin(2).
b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Kejang dengan salah satu ciri berikut :
1. Kejang lama lebih dari 15 menit.
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial.
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau
kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar.
Kejang lama terjadi pada 8 % kejang demam(4). Kejang fokal adalah kejang
parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial(4). Kejang
berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, diantara 2 bangkitan kejang
anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16 % diantara anak yang mengalami
kejang demam(4).

D. GEJALA KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dengan cepat yang disebabkan oleh
infeksi susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media kut, bronkitis,
furunkulosis. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu
demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik,
fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti
anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik
atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf(6).
Livingston (1954, 1963) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas
2 golongan, yaitu:

1. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)


2. Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered off by
fever).
Modifikasi kriteria Livingstone (6) :
1. Kejang bersifat umum / bilateral.
2. Serangan kejang hanya berlangsung sebentar saja, kurang dari 15 menit.
3. Umur ketika menderita kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama sesudah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan setelah kejang tidak menunjukkan
kelainan.
6. Pemeriksaan EEG yang dilakukan sedikitnya 1 minggu setelah suhu tubuh
normal, tidak menunjukkan gambaran yang abnormal.
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.

E. DIAGNOSIS
Apabila terjadi kejang harus dipikirkan apakah penyebabnya dari dalam atau
dari luar susunan saraf pusat. Kelainan dalam otak biasanya karena infeksi
misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak. Pengamatan kejang tergantung pada
banyak faktor, termasuk umur penderita, tipe dan frekuensi kejang, dan ada atau
tidak adanya temuan neurologis dan gejala yang bersifat dasar. Pemeriksaan
minimum untuk kejang tanpa demam pertama pada anak yang lainnya sehat
meliputi glukosa puasa, kalsium, magnesium, elektrolit serum dan EEG. Peragaan
7

discharge ( rabas ) paroksismal pada EEG selama kejang klinis adalah diagnostic
epilepsy, tetapi kejang jarang terjadi dalam laboratorium EEG. EEG normal tidak
mengesampingkan diagnosis epilepsi, karena perekaman antar kejang normal
pada sekitar 40% penderita. Prosedur aktivitas yang meliputi hiperventilasi,
penutupan mata, stimulasi cahaya, dan bila terindikasi penghentian tidur dan
penempatan elektrode khusus (misal hantaran zigomatik), sangat meningkatkan
hasil positif. Discharge (rabas) kejang lebih mungkin direkam pada bayi dan anak
daripada remaja atau dewasa.
Pemeriksaan Penunjang
i. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam,
atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer,
elektrolit dan gula darah.
ii. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6 % - 6,7 %. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk
menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi
klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan pada :5
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.
2. Bayi antara 12 18 bulan dianjurkan.
3. Bayi lebih dari 18 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara
klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
iii. Elektroensefalografi
Pemeriksaan

elektroensefalografi

(EEG)

tidak

dapat

memprediksi

berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi


pada pasien kejang demam. Oleh karenanya,tidak direkomendasikan.
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang

tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6
tahun atau kejang demam fokal.

iv.

Pencitraan
Foto X ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT
scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak
rutin dan hanya atas indikasi seperti :
1.

Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

2.

Paresis nervus VI

3.

Papiledema

F. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan Saat Kejang (4)
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang
kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling
cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara
intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3 0,5 mg/kgBB perlahan lahan
dengan kecepatan 1 2 mg/menit atau dalam waktu 3 5 menit,dengan dosis
maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di
rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 0,75 mg/kgBB
atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan
10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5
mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak diatas usia 3
tahun. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.Bila
setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah
sakit. Dirumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3 0,5
mg/kgBB. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena
dengan dosis awal 10 20mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau

kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 8


mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.Bila dengan fenitoin kejang
belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.Bila kejang
telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam
apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.
b. Pemberian Obat pada saat demam (4)
1. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi
resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat
bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang
digunakan adalah 10 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak
lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 10 mg/kgBB/kali, 3 4 kali sehari.
Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye
terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam
asetilsalisilat tidak dianjurkan.
2. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30 % - 60 % kasus,
begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5mg/kgBB setiap 8 jam pada
suhu > 38,5 o C. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia,
iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25 % - 39 % kasus.
Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna
untuk mencegah kejang demam
3.

Pemberian Obat Rumat (4)


a. Indikasi pemberian obat rumat
Pengobatan

rumat

hanya

diberikan

bila

kejang

demam

menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu) :


i. Kejang lama > 15 menit.
ii. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya hemiparesis, paresis todd, cerebral palsy,
retardasi mental, hidrosefalus.

10

iii. Kejang fokal.


iv. Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :
- Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
- Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
- Kejang demam > 4 kali per tahun.
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit
merupakan indikasi pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak
nyata misalnya keterlambatan perkembangan ringan bukan
merupakan indikasi pengobatan rumat. Kejang fokal atau fokal
menjadi umum menunjukkan bahwa anak mempunyai fokus
organik.

b. Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat


Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari
efektif dalam menurunkan resiko berulangnya kejang. Berdasarkan
bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan
obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat
hanya diberikan terhadap kasus selektif dandalam jangka pendek.
Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan
perilaku dan kesulitan belajar pada 40 % - 50 % kasus. Obat pilihan
saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,terutama
yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsihati. Dosis asam valproat 15 40
mg/kgBB/hari dalam 2 3 dosis, dan fenobarbital 3
4mg/kgBB/hari dalam 1 2 dosis.
c. Edukasi Pada Orang Tua (4)
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi
orang tua. Pada saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan
bahwa

anaknya

telah

meninggal.

Kecemasan

ini

harus

dikurangidengan cara yang diantaranya :

11

1. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai


prognosis baik.
2.

Memberitahukan cara penanganan kejang.

3.

Memberikan

informasi

mengenai

kemungkinan

kejang

kembali.
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif
tetapi harus diingat adanya efek samping obat.
G. PROGNOSIS
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak
menyebabkan kematian

a. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis


Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal
pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitianlain secara retrospektif
melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainanini
biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik
umum atau fokal(4). Kejang yang lebih dari 15 menit, bahkan ada yang
mengatakan lebih dari 10 menit, diduga biasanya telah menimbulkan
kelainan saraf yang menetap(2). Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang
demam dapat berkembang menjadi (3,5) :
1. Kejang demam berulang dengan frekuensi berkisar antara 25 % - 50 %.
Umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.
2. Epilepsi Resiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.
3. Kelainan motorik
4. Gangguan mental dan belajar

b. Kemungkinan mengalami kematian


Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan (4).
c. Kemungkinan Berulangnya Kejang Demam (4)
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor
resiko berulangnya kejang demam adalah :

12

d. Riwayat kejang demam dalam keluarga


- Usia kurang dari 12 bulan
- Temperatur yang rendah saat kejang
- Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam
adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan
berulangnya kejang demam hanya 10 % - 15 %. Kemungkinan berulangnya
kejang demam paling besar pada tahun pertama.4
Faktor resiko menjadi epilepsi adalah :6
a. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama
b. Kejang demam kompleks.
c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
Masing masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian
epilepsi sampai 4 % - 6 %, kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan
kemungkinan epilepsi menjadi 10 % - 49 %. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak
dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.

13

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Dasar Pemikiran Variabel


Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui karakteristik pasien
kejang demam pada anak di instalasi rawat inap RSUD Labuang Baji Makassar,
maka peneliti ingin meneliti mengenai karakteristik pasien kejang demam pada
anak berdasarkan sosiodemografi, pengobatan, waktu berobat, lama perawatan,
outcome pasien, dan cara pembayaran .

B. Kerangka Konsep Penelitian


Berdasarkan teori yang telah dipaparkan dan ditelaah dari berbagai sumber, maka
kerangka konsep yang berhubungan dengan penelitiaan ini dapat dijabarkan
sebagai berikut :
Pengobatan:
Diazepam rektal
Diazepam
intravena
Diazepam oral

Sosiodemografi :
Umur
Jenis kelamin
Suku
Agama

Lama Perawatan
Waktu berobat

Pasien kejang
demam di
instalasi rawat
inap

Outcome Pasien

Cara Pembayaran
14

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian

C. Definisi Operasional & Kriteria Objektif


a. Penyakit Kejang Demam
1) Definisi : Pasien yang menderita penyakit kejang demam di instalasi
rawat inap RSUD Labuang Baji selama periode Januari Juni 2014.
2) Cara ukur: dengan mengumpulkan data melalui rekam medik
kemudian menyaring yang mana merupakan penyakit Kejang Demam.

b. Usia
1) Definisi: usia pasien saat berobat di instalasi rawat inap RSUD
Labuang Baji.
2) Cara ukur: dengan mencatat variabel umur sesuai dengan yang
tercantum pada rekam medik.
3) Hasil ukur:
a) 1 tahun
b) 2 tahun
c) 3 tahun
d) 4 tahun
e) 5 tahun

c. Jenis kelamin
1) Definisi: perbedaan seksual yang terdiri dari laki-laki dan perempuan.
2) Cara ukur: dengan mencatat variabel jenis kelamin sesuai yang
tercantum pada rekam medik.
3) Hasil ukur:
a) Laki-laki
b) Perempuan

15

d. Suku
1) Definisi : suku pasien kejang demam yang dirawat di instalasi rawat
inap RSUD Labuang Baji
2) Cara ukur: dengan mencatat variabel suku sesuai yang tercantum
dalam rekam medik.
3) Hasil ukur :
a. Bugis
b. Makassar
c. Mandar
d. Toraja
e. Lain lain

e. Agama
1) Definisi : keyakinan atau kepercayaan yang dianut oleh pasien kejang
demam pada anak di instalasi rawat inap RSUD Labuang Baji.
2) Cara ukur: dengan mencatat variabel agama sesuai yang tercantum
dalam rekam medik.
3) Hasil ukur :
a. Islam
b. Kristen Protestan
c. Kristen Katolik
d. Buddha
e. Hindu
f. Lain-lain

f. Pengobatan
1) Definisi : jenis pengobatan yang diberikan oleh dokter yang
merawat untuk mengobati kejang demam pasien.
2) Cara ukur: dengan mencatat variabel jenis pengobatan sesuai yang
tercantum pada rekam medis
3) Hasil ukur:
a. Diazepam rektal

16

b. Diazepam oral
c. Diazepam intravena

g. Waktu
1) Definisi: bulan di mana pasien datang ke rumah sakit untuk
medapatkan pengobatan.
2) Cara ukur: dengan mencatat variabel waktu sesuai yang tercantum
pada rekam medis.
3) Hasil ukur:
a. Januari
b. Februari
c. Maret
d. April
e. Mei
f. Juni

h. Lama Perawatan
1) Definisi: jangka waktu di mana pasien datang ke rumah sakit untuk
mendapatkan pengobatan hingga keluar rumah sakit.
2) Cara ukur: dengan mencatat variabel lama perawatan sesuai yang
tercantum pada rekam medis.
3) Hasil ukur:
a) 7 hari
b) > 7 hari

i. Outcome pasien
1)

Definisi: keluaran atau hasil akhir dari pasien setelah menjalani


perawatan di rumah sakit.

2)

Cara ukur: dengan mencatat variabel outcome pasien sesuai yang


tercantum pada rekam medis.

17

3)

Hasil ukur:
a. Sembuh
b. Berobat jalan
c. Pulang paksa
d. Dirujuk
e. Meninggal

j. Cara pembayaran
1) Definisi : cara pembayaran pasien saat masuk berobat di instalasi
rawat inap RSUD Labuang Baji.
2) Cara ukur: dengan memcatat variabel cara pembayaran sesuai yang
tercantum pada rekam medis.
3) Hasil ukur :
a. Umum
b. BPJS JAMKESDA
c. BPJS JAMKESMAS
d. BPJS ASKES

18

BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif dengan metode
potong lintang (cross sectional) yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk
menggambarkan masalah penelitian yang terjadi berdasarkan karakteristik
penyakit kejang demam pada anak berdasarkan sosiodemografi, ada tidaknya
komplikasi, pengobatan, waktu berobat, lama perawatan, outcome pasien, dan
cara pembayaran melalui penggunaan rekam medis sebagai data penelitian.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian :
Lokasi penelitian ini rencana akan dilakukan di wilayah RSUD
Labuang Baji
2. Waktu penelitian : 7 Juli 2014 20 Juli 2014

C. Populasi, Sampel, dan Tempat Pengambilan Sampel


a. Populasi Target
Pasien kejang demam pada anak yang dirawat inap di Rumah Sakit
RSUD Labuang Baji di Kota Makassar
b. Populasi Terjangkau
Pasien kejang demam pada anak yang dirawat inap di RSUD RSUD
Labuang Baji.
c. Sampel

19

Sampel yang diambil adalah pasien kejang demam pada anak yang di
rawat inap di Rumah Sakit Labuang Baji pada periode bulan Januari Juni
2014, dengan mengunakan teknik total sampling.

D. Cara Pengambilan Sampel


a. Kriteria Inklusi
Pasien dengan penyakit kejang demam pada anak di instalasi rawat
inap yang memiliki rekam medis RSUD Labuang Baji.
b. Kriteria Ekslusi
1. Tidak terbacanya rekam medik.
2. Terdapat data yang tidak lengkap dari variabel yang dibutuhkan.

E. Jenis Data dan Instrumen Penelitian


a. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh
melalui rekam medik subjek penelitian.
b. Instrumen Penelitian
Alat pengumpul data dan instrumen penelitian yang dipergunakan
dalam penelitian ini terdiri dari lembar kuisioner dengan tabel-tabel
tertentu untuk merekam atau mencatat data yang dibutuhkan dari rekam
medik.

F. Manajemen Penelitian
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan setelah meminta perizinan dari pihak
pemerintah provinsi Sulawesi Selatan dan Direktur RSUD Labuang Baji.
Kemudian mencari nomor rekam medik pasien kejang demam pada anak
dalam periode yang telah ditentukan. Setelah itu dilakukan pengamatan
dan pencatatan langsung ke dalam kuisioner yang telah disediakan.
2. Teknik Pengolahan Data

20

Pengolahan dilakukan setelah pencatatan data rekam medik yang


dibutuhkan ke dalam kuisioner dengan menggunakan program komputer
SPSS untuk memperoleh hasil statistik deskriptif yang diharapkan.
3. Penyajian Data
Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik
untuk menggambarkan distribusi dan frekuensi pasien kejang demam serta
karakteristik pasien kejang demam yang menjalani perawatan di instalasi
rawat inap RSUD Labuang Baji periode Januari 2014 Juni 2014.

G. Etika Penelitian
Hal-hal yang terkait dengan etika penelitian dalam penelitian ini adalah:
1. Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada pihak pemerintah
setempat sebagai permohonan izin untuk melakukan penelitian.
2. Berusaha menjaga kerahasiaan identitas pasien yang terdapat pada
rekam medik, sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa
dirugikan atas penelitian yang dilakukan.
3. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua
pihak yang terkait sesuai dengan manfaat penelitian yang telah
disebutkan sebelumnya.

21

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji atau
dikenal dengan nama RSUD Labuang Baji mulai tanggal 07 Juli 2014 20 Juli
2014. Populasi target penelitian adalah pasien kejang demam pada anak yang
dirawat inap di kota Makassar, sedangkan populasi terjangkau adalah pasien
kejang demam pada anak yang dirawat inap di RSUD Labuang Baji yaitu
sebanyak pasien yang tercatat dari buku registrasi rawat inap RSUD Labuang
Baji. Sampel pada penelitian ini diambil dengan teknik total sampling, sehingga
sampel yang digunakan adalah sebanyak pasien dengan menggunakan rekam
medik sebagai subjek penelitian. Berdasarkan kriteria inklusi maka sampel yang
digunakan sebanyak 72 pasien, dengan penjabaran sebagai berikut:

Jumlah pasien kejang demam anak: 97 pasien


Rekam medik tidak
terbaca : 10 pasien
Jumlah pasien kejang demam anak : 87 pasien

Status tidak ditemukan :


6 pasien
Jumlah pasien kejang demam anak : 81 pasien
Data tidak lengkap : 9
pasien
Jumlah pasien kejang demam anak : 72 pasien

22

Gambar 5.1 Penyaringan sampel pasien kejang demam pada anak


Pengumpulan data dilakukan dengan cara menentukan nomor rekam
medik pasien kejang demam pada anak di instalasi rawat inap dengan mencatat
dari buku registrasi pasien di perawatan anak di RSUD Labuang Baji. Setelah itu
dilakukan pengamatan dan pencatatan langsung ke dalam kuisioner yang telah
disediakan.
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji,
Makassar yang terletak di bagian selatan Kecamatan Mamajang Kota
Makassar tepatnya di Jalan Dr.Ratulangi No. 81 Makassar. Rumah Sakit ini
juga menjadi rumah sakit Tipe B dan juga sebagai pusat rujukan region
gerbang Selatan, mencakup Kabupaten Gowa, Kabupaten Takalar, Kabupaten
Jeneponto, termasuk untuk masyarakat yang berdomisili di sisi selatan Kota
Makassar. Dikeluarkannya Perda Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan Nomor 6 Tahun 2002 yang merubah status dari RSUD non pendidikan
menjadi BP RSUD Labuang Baji yang berada dibawah dan bertanggung jawab
langsung kepada Gubernur Sulawesi Selatan, namun sebelumnya RSUD
Labuang Baji telah Terakreditasi dengan 5 (lima) bidang pelayanan Kemudian
dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2008 pada tanggal
21 Juli 2008 dengan merubah struktur organisasi RSUD Labuang Baji dari
bentuk badan menjadi Rumah Sakit Umum.

23

B. Hasil Penelitian
Berdasarkan data yang dikumpulkan dari rekam medik pasien kejang
demam pada anak yang di rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang
Baji Makassar, di dapatkan hasil sebagai berikut:
Karakteristik pasien kejang demam pada anak
a. Usia
Tabel 5.1. Distribusi pasien kejang demam pada anak berdasarkan usia
Usia
(Tahun)

Frekuensi
(n)

Persentase
(%)

42

58,3

10

13,9

8,3

6,9

12,5

Total
72
100,0
Sumber : Rekam medik RSUD Labuang Baji
Berdasarkan data yang dikumpulkan, didapatkan hasil kelompok usia
pasien kejang demam pada anak yang dirawat inap yang tertinggi adalah
dari kelompok usia 1 tahun sebanyak 42 pasien (58,3 %), terendah pada
kelompok usia 4 tahun sebanyak 5 pasien (6,9 %)

b. Jenis Kelamin
Tabel 5.2 Distribusi pasien kejang demam pada anak berdasarkan jenis
kelamin
24

Jenis Kelamin

Frekuensi
(n)

Persentase
(%)

Laki-laki

38

52,8

Perempuan

34

47,2

Total
72
100.0
Sumber : Rekam medik RSUD Labuang Baji

Berdasarkan data yang dikumpulkan, didapatkan hasil kelompok jenis


kelamin pasien kejang demam pada anak yang dirawat inap yang tertinggi
pada kelompok jenis kelamin laki-laki sebanyak 38 pasien (52,8%) dan
terendah adalah dari kelompok jenis kelamin perempuan sebanyak 34
pasien (47,2%).

c. Suku
Tabel 5.3 Distribusi pasien kejang demam pada anak berdasarkan suku
Suku

Frekuensi
(n)

Persentase
(%)

Bugis

1,4

Makassar

69

95,8

Mandar

Toraja

2,8

Lainnya

Total
72
100,0
Sumber : Rekam medik RSUD Labuang Baji

Berdasarkan data yang dikumpulkan, didapatkan hasil kelompok


suku pasien kejang demam pada anak yang dirawat inap yang tertinggi
adalah dari kelompok suku Makassar sebanyak 69 pasien (95,8%),
terendah dari kelompok suku Bugis sebanyak 1 pasien (1,4%).

d. Agama

25

Tabel 5.4 Distribusi pasien kejang demam pada anak berdasarkan


agama
Agama

Frekuensi
(n)

Persentase
(%)

Islam

70

97.2

Kristen Protestan

1.4

Kristen Katolik

1.4

Hindu

Buddha

Lainnya

Total
72
100.0
Sumber : Rekam medik RSUD Labuang Baji

Berdasarkan data yang dikumpulkan, didapatkan hasil kelompok


agama pasien kejang demam pada anak yang dirawat inap yang tertinggi
adalah dari kelompok agama Islam sebanyak 70 pasien (97,2%), terendah
dari kelompok agama Kristen Protestan sebanyak 1 pasien (1,4%) dan
Kristen Katolik sebanyak 1 pasien (1,4%).

e.

Pengobatan

Tabel 5.5 Distibusi pasien kejang demam pada anak berdasarkan


pengobatan yang diberikan
Pengobatan

Frekuensi
(n)

Persentase
(%)

Diazepam oral

25

34,7

Diazepam rektal

40

55,6

Diazepam intravena

9,7

Total
72
100.0
Sumber : Rekam medik RSUD Labuang Baji

Berdasarkan data yang dikumpulkan, didapatkan hasil kelompok


pengobatan yang diberikan pada pasien kejang demam pada anak yang
dirawat inap yang tertinggi adalah dari kelompok yang mendapatkan terapi

26

Diazepam rektal sebanyak 40 pasien (55,6%), terendah dari kelompok


yang mendapatkan terapi Diazepam intravena sebanyak 7 pasien (9,7%).

f. Waktu Berobat
Tabel 5.6 Distribusi pasien kejang demam pada anak berdasarkan waktu
kedatangan pasien untuk berobat
Waktu
(bulan)

Frekuensi
(n)

Persentase
(%)

Januari

2,8

Februari

6,9

Maret

1,4

April

12

16,7

Mei

20

27,8

Juni

32

44,4

Total
72
100.0
Sumber : Rekam medik RSUD Labuang Baji

Berdasarkan data yang dikumpulkan, didapatkan hasil kelompok


waktu berobat pasien kejang demam pada anak yang dirawat inap yang
tertinggi adalah dari kelompok yang datang berobat pada bulan Juni
sebanyak 32 pasien (44,4%), terendah dari kelompok yang datang
berobat pada bulan Maret sebanyak 1 pasien (1,4%).

g. Lama Perawatan
Tabel 5.7 Distribusi pasien kejang demam pada anak berdasarkan lama
perawatan
Lama
perawatan
(hari)

Frekuensi
(n)

Persentase
(%)

46

63,9

>7

26

36,1

Total
72
100.0
Sumber : Rekam medik RSUD Labuang Baji

27

Berdasarkan data yang dikumpulkan, didapatkan hasil lama


perawatan pasien kejang demam pada anak di perawatan inap adalah
yang dirawat 7 hari adalah 46 pasien (63,9%) dan yang dirawat >7
hari adalah 26 pasien (36,1%).

h. Outcome
Tabel 5.8 Distribusi pasien kejang demam pada anak berdasarkan
outcome
Outcome

Frekuensi
(n)

Persentase
(%)

Sembuh

47

65,3

Meninggal

12,5

Berobat jalan

Pulang paksa

15

20,8

Rujuk

1,4

Total
72
100,0
Sumber : Rekam medik RSUD Labuang Baji

Berdasarkan data yang dikumpulkan, didapatkan hasil outcome


pasien kejang demam pada anak di perawatan inap yang tertinggi
adalah sembuh sebanyak 47 pasien (65,3%) dan terendah adalah dirujuk
sebanyak 1 pasien (1,4%).

i. Cara Pembayaran
Tabel 5.9 Distribusi pasien kejang demam pada anak berdasarkan cara
pembayaran
Jaminan

Frekuensi
(n)

Persentase
(%)

Umum

11,1

BPJS JKD

60

83,3

BPJS JKM

4,2

BPJS Askes

1,4

Lainnya

28

Jaminan

Frekuensi
(n)

Persentase
(%)

Umum

11,1

BPJS JKD

60

83,3

BPJS JKM

4,2

BPJS Askes

1,4

Lainnya

Total
78
100.0
Sumber : Rekam medik RSUD Labuang Baji

Berdasarkan

data

yang

dikumpulkan,

didapatkan

hasil

cara

pembayaran pasien kejang demam pada anak di perawatan inap yang


tertinggi adalah BPJS Jamkesda sebanyak 60 pasien (83,3%), terendah
adalah BPJS Askes sebanyak 1 pasien (1,4%).

C. PEMBAHASAN

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif tentang karakteristik pasien


kejang demam pada anak di instalasi rawat inap RSUD Labuang Baji selama
periode Januari Juni 2014. Jumlah sampel pada penelitian ini sebesar 72
pasien. Pada penelitian ini didapatkan bahwa kelompok usia terbanyak adalah
1 tahun sebanyak 42 pasien (58,3 %) dan hal ini sesuai dengan tinjauan
pustaka yang menyebutkan faktor resiko penderita kejang demam terbanyak
adalah mereka yang berumur 6 bulan - 1 tahun. Pada penelitian sebelumnya
yang dilakukan di RS Anak dan Bunda Harapan Kita, Jakarta tahun 20082012, didapatkan bahwa pasien kejang demam pada anak yang dirawat inap
terbanyak pada kelompok umur 0-12 bulan.
Menurut penelitian yang sebelumnya telah dilakukan di Rumah Sakit
Anak dan Bunda Harapan Kita, Jakarta tahun 2008-2012, didapatkan
distribusi proporsi penderita kejang demam pada anak berdasarkan jenis
kelamin tertinggi yaitu laki-laki yaitu 53,5%. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian pada RSUD Labuang Baji Makassar, yaitu distribusi penderita
kejang demam pada anak berdasarkan jenis kelamin tertinggi adalah laki-laki

29

sebanyak 38 pasien (52,8%), terendah pada kelompok jenis kelamin


perempuan sebanyak 34 pasien (47,2%).
Berdasarkan distribusi pasien rawat inap berdasarkan suku, di dapatkan
suku Makassar sebanyak 69 pasien (95,8%) dimana suku ini adalah penduduk
terbanyak atau suku asli di kota Makassar ini. Distribusi pasien kejang
demam pada anak berdasarkan agama, didapatkan yang terbanyak adalah
beragama Islam sebanyak 70 pasien (97,2%), hal ini berhubungan dengan
penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
Distribusi pasien kejang demam pada anak yang dirawat inap berdasarkan
terapi yang diberikan yang tertinggi adalah dari kelompok yang mendapatkan
terapi Diazepam rektal sebanyak 40 pasien (55,6%)
Distribusi pasien kejang demam berdasarkan waktu berobat, didapatkan
hasil terbanyak yaitu pada bulan Juni sebanyak 32 pasien (44,4%).
Selanjutnya distribusi pasien kejang demam pada anak berdasarkan lama
perawatan didapatkan data yang tertinggi adalah lama perawatan selama 7
hari yaitu sebanyak 46 pasien (63,9%). Selain itu, distribusi pasien
berdasarkan alasan keluar didapatkan alasan tertinggi adalah karena diijinkan
pulang oleh dokter sebanyak 47 pasien (65,3%). Distribusi pasien kejang
demam pada anak berdasarkan cara pembayarannya didapatkan yang tertinggi
adalah BPJS Jamkesda sebanyak 60 pasien (83,3%).

30

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A.

Kesimpulan
Dari penelitian terhadap karakteristik pasien kejang demam pada anak di

perawatan inap RSUD Labuang Baji periode Januari-Juni 2014, diperoleh bahwa:
1. Karakteristik pasien kejang demam pada anak di perawatan inap RSUD
Labuang Baji berdasarkan sosiodemografi didapatkan pada kategori usia
yang tertinggi adalah 1 tahun dan terendah adalah 4 tahun; pada
ketegori jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki dari perempuan; suku
terbanyak adalah suku Makassar, tersedikit adalah suku Bugis;
kebanyakan pasien kejang demam pada anak beragama Islam.
2. Karakteristik berdasarkan jenis pengobatan didapatkan hasil kelompok
pengobatan yang diberikan pada pasien kejang demam pada anak yang
dirawat inap yang tertinggi adalah dari kelompok yang mendapatkan terapi
diazepam rektal dan yang terendah adalah yang mendapatkan terapi
diazepam intravena
3. Distribusi pasien kejang demam pada anak di perawatan inap RSUD
Labuang Baji berdasarkan waktu berobat yang terbanyak pada bulan Juni.
4. Lama perawatan tertinggi pasien kejang demam pada anak di perawatan
inap RSUD Labuang Baji adalah 7 hari
5. Outcome pasien kejang demam pada anak setelah dirawat kebanyakan
diijinkan pulang atas izin dokter.

31

6. Cara pembiayaan terbanyak pasien kejang demam pada anak di perawatan


inap RSUD Labuang Baji adalah BPJS Jamkesda.

B. Saran
1.

Bagi pihak rumah sakit perlu meningkatkan pengawasan terhadap sistem


pendataan pasien yang dilakukan oleh petugas rekam medik ataupun
bagian registrasi pasien agar melengkapi semua data yang telah
terpaparkan pada form data pasien.

2.

Bagi pihak rumah sakit diharapkan agar meningkatkan pemberian


informasi kepada orangtua pasien kejang demam yang pulang sembuh
dan untuk segera membawa anak ke puskesmas / rumah sakit bila anak
kembali demam atau menunjukkan gejala perkembangan anak yang
terhambat

32

Das könnte Ihnen auch gefallen