Sie sind auf Seite 1von 46

ASUHAN KEPERAWATAN KARDIOMIOPATI

KONSEP DASAR KARDIOMIOPATI


1.

Pengertian
Kardiomiopati adalah penyakit otot yang tidak diketahui sebabnya (Jota, Shanta, 1996).
Kardiomiopati adalah penyakit yang mengenai miokardium secara primer dan bukan sebagai akiba hipertensi, kelainan
congenital, katup koroner, arterial dan perikardial. (Affandi Dedi, 1996 dan Winne Joshua, 2000).
Kardiomiopati berdasarkan klinik dibagi atas:

a.

Kardiomiopati dilatasi
Adalah kardiomiopati yang ditandai dengan adanya dilatasi atau pembesaran rongga ventrikel bersama dengan penipisan dinding
otot, pembesaran atrium kiri dan statis darah dalam ventrikel.

b.

Kardiomiopati Restriktif
Merupakan kelainan yang amat jarang dan sebabnya tidak diketahui. Tanda khas kardiomiopati ini adalah adanya gangguan pada
fungsi diastolik, dinding ventrikel sangat kaku dan menghalangi pengisian ventrikel.

c.

Kardiomiopati Hipertrofi
Merupakan penyakit yang ditandai dengan hipertrofi ventrikel kiri yang khas tanpa adanya dilatasi ruang ventrikel dan tanpa
penyebab yang jelas sebelumnya. Karena itu hipertrofi ini, bukan sekunder karena penyakit sistemik atau kardiovaskuler seperti
hipertensi atau stenosis aorta yang memperberat beban ventrikel kiri.

2.
a.

Etiologi
Kardiomiopati Dilatasi
Etiologi kardiomiopati dilatasi tidak diketahui dengan pasti, tetapi kemungkinan ada hubungannya dengan beberapa hal seperti
pemakaian alkohol berlebihan, graviditas, hipertensi sistemik, infeksi virus, kelainan autoimun, bahan kimia dan fisik. Individu
yang mengkonsumsi alkohol dalam jumlah besar lebih dari beberapa tahun dapat mengalami gambaran klinis yang identik
dengan kardiomiopati dilatasi. Alkoholik dengan gagal jantung yang lanjut mempunyai prognosis buruk, terutama bila mereka
meneruskan minum alkohol. Kurang dari pasien yang dapat bertahan hidup sampai 3 tahun. Penyebab kardiomiopati dilatasi
lain adalah kardiomiopati peripatum, dilatasi jantung dan gagal jantung kongesti tanpa penyebab yang pasti serta dapat timbul
selama bulan akhir kehamilan atau dalam beberapa bulan setelah melahirkan. Penyakit neuromuskuler juga merupakan penyebab
kardiomiopati dilatasi. Keterlibatan jantung biasa didapatkan pada banyak penyakit distrofi muskular yang ditunjukkan dengan
adanya EKG yang berbeda dan unik, ini terdiri dari gelombang R yang tinggi di daerah prekordial kanan dengan rasio R / S lebih
dari 1,0 dan sering disertai dengan gelombang Q yang dalam di daerah ekstremitas dan perikardial lateral dan tidak ditemukan
ada bentuk distrofi muskular lainnya. Pengobatan juga dapat mengakibatkan kardiomiopati dilatasi seperti derivat antrasiklin,
khususnya doksorubisin (adriamnyan) yang diberikan dalam dosis tinggi (lebih dari 550 mg / m2untuk doksorubisin) dapat
menimbulkan gagal jantung yang fatal. Siklofosfamid dosis tinggi dapat menimbulkan gagal jantung kongestif secara akut.

b.

Kardiomiopati Restriktif
Etiologi penyakit ini tidak diketahui. Kardiomiopati sering ditemukan pada amiloidosis, hemokromatis, defosit glikogen, fibrosis
endomiokardial, eosinofilia, fibro-elastosis dan fibrosis miokard dengan penyebab yang berbeda.
Fibrosis endomiokard merupakan penyakit progresif dengan penyebab yang tidak diketahui yang sering terjadi pada anak-anak
dan orang dewasa muda, ditandai dengan lesi fibrosis endokard pada bagian aliran masuk dari ventrikel

c.

Kardiomiopati hipertrofik
Etiologi kelainan ini tidak diketahui, diduga disebabkan oleh faktor genetik, familiar, rangsangan katekolamin, kelainan
pembuluh darah koroner kecil. Kelainan yang menyebabkan iskemia miokard, kelainan konduksi atrioventrikuler dan kelainan
kolagen.

3.

Patofisiologi

4.
a.

Gejala Klinis
Kardiomiopati Dilatasi
Gejala klinis yang menonjol adalah gagal jantung kongestif, terutama yang kiri, berupa sesak nafas saat bekerja, lelah, lemas,
dapat disertai tanda-tanda emboli sistemik atau paru serta aritmia , orthopnea, dispnea proksimal nokturnal, edema perifer,
paltipasi berlangsung secara perlahan pada sebagian besar pasien.

b.

Kardiomiopati Restrikstif
Pada umumnya penderita mengalami kelemahan, sesak nafas, edema, asites serta hepatomegali disertai nyeri. Tekanan vena
jugularis meningkat dan dapat lebih meningkat dengan inspirasi (tanda kusmaul). Bunyi jantung terdengar jauh dari biasanya
serta ditemukan tanda-tanda gejala penyakit sistemik seperti amiloidosis, hemokromatis.

c.

Kardiomiopati Hipertrofik

Kardiomiopati simptomatik
Keluhan yang paling sering adalah dispnea, sebagian besar karena kekakuan dinding ventrikel kiri yang meningkat dan yang
mengganggu pengisian ventrikel dan mengakibatkan tekanan diastolik ventrikel kiri dan atrium kiri meningkat. Gejala lainnya
meliputi: angia pektoris, kelelahan dan sinkop.

Kardiomiopati Hipertrofik
Asimtomatik
Tidak ada tanda dan gejala dan dapat menyebabkan kematian tiba-tiba, sering terjadi pada anak-anak dan orang dewasa muda dan
dapat terjadi selama atau setelah beraktivitas.

5.
a.

Pemeriksaan Klinis
Kardiomiopati Dilatasi / Kongestif
Didapatkan berbagai tingkat pembesaran jantung dan tanda-tanda gagal jantung kongestif. Pada tingkat lanjut, tekanan nadi kecil
dan tekanan vena jugularis meningkat. Biasanya terdengar bunyi S3 dan S4 serta dapat timbul regurgitasi tripuspid atau mitral.

b.

Kardiomiopati Restriktif
Ditemukan adanya pembesaran jantung sedang. Terdengar bunyi jantung S3 atau S4 serta adanya regurgitasi mitral atau
tripuspid.

c.

Kardiomipati Hipertrofik
Ditemukan pembesaran jantung ringan. Pada apeks teraba getaran sistolik bunyi S4 biasanya terdengar. Terdengar bising sistolik
yang mengeras pada tindakan falsafah.

6.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan
Rontgen

Dilatasi

Restriktif

Pemeriksaan

jantung

sedang-besar

(kar-

diomegali)

Hipertrofi

Ringan.

Ringan

Hipertensi vena pul-monal.

terutama pembesaran atrium

terutama

sampai

sedang

kiri.

ventrikel kiri
Hipertensi vena pul-monal.
EKG

Kelainan ST-T

Voltase rendah.

Kelainan

ST-T,

hiper-trofi

Sinus takikardia

Defek konduksi

ventrikel kiri, Q abnormal.

Aritmia atrial dan ventrikel.


Echokardio-gram

Hipertrofi

septal-asimetrik

Penebalan

dilatasi dalam dan disfungsi

ventrikel

ventrikel kiri.

normal.

kiri

dinding

Hipetrofi septum asi-metris

sistolik

(ASH)
Gerakan katup mitral ke muka
saat sistolik (SAM)

Radio nuklir

Dilatasi

dis-

Fungsi

fungsi ventrikel kiri (RVG)

dan

(RVG)

sistolik

nor-mal

Fungsi sistolik kuat (RVG,


ASH,

Infiltrasi otot jan-tung

ventrikel

(RVG

atau

T1))

kiri

ingeal

atau

aliran

normal.
Kateterisasi

7.
a.

Penatalaksanaan
Medik

1)

Kardiomiopati dilatasi

Obat-obatan

Diuretik

Digitalis

Vasodilator

Kartikosteroid

Anti aritmika

Anti koagulan

Transplantasi jantung

2)

Kardiomiopati Restriktif

Obat-obatan

Anti aritmia

Kortikosteroid

Dilatasi

dan

dis-fungsi

Fungsi

sistolik

nor-mal

Fungsi sistolik

ventrikel kiri.

atau peningka-tan tekanan

Obstr.

Saluran

Elevasi tekanan ven-trikel

pengi-sian kanan dan kiri.

ventrikel kiri.

kanan dan kiri.

Elevasi

Curang jantung me-nurun.

kanan dan kiri.

Imunosupresif.

Pemasangan alat pacu jantung

3)

Kardiomiopati Hipertrofi

Obat-obatan

Amiodarum

Kalsiumantagonis, seperti verapamil & nifedipin

Disopiramid

Digitalis diuretik nitrat dan penyekat beta adrenergik

Operasi miotomi atau miektomi

b.

Keperawatan

1)

Pencegahan primer

Anjurjkan klien untuk mengurangi konsumsi alkohol.

tekanan

ven-trikel

Cegah proses infeksi

Monitor terjadinya hipertensi sistemik

Monitor keadaan wanita selama masa kehamilan

2)

Pencegahan sekunder

Monitor tanda awal dari gagal jantung kongestif.

Evaluasi klien dengan disritmia.

3)

Pencegahan tersier.

Perhatikan petunjuk spesifik pemakaian obat

Pertimbangkan untuk dilakukan transplantasi jantung

Evaluasi pemberian terapi antikoagulasi untuk mengurangi embolisme sistemik.

8.
a.

Komplikasi
Fibrilasi atrial dengan trombus

b.

Endokarditis infektif.

c.

Gagal jantung kongestif.

A. PENGKAJIAN
1.

Data Biografi

Riwayat kesehatan masa lalu: Hipertensi, DM, GJK, Anemia, Kelainan katub.

Pola kebiasaan /Gaya hidup: Merokok, Mengkomsumsi alkohol, Konsumsi lemak yang mengandung kolesterol tinggi.

Keturunan, umur, jenis kelamin.

2.

Aktiviotas/Istirahat

Kelemahan, Kelelahan/kletihan, Nyeri dada saat beraktivitas, Dispneapada istirahat atau pada pengerahan tenaga , Sesak nafas,
pingsan atau hampir pingsan.

3.

Sirkulasi

Frekuensi jantung : Takikardi

Irama jantung

: Disritmia

Bunyi jantung

: S1dan S2 kadang melemah, S3(Gallop), S4(Murmur) dapat terjadi .

Kardiomegali, Hepatomegali, Sinkop, Palpitasi, Denyut jantung cepat, Sianosi, TD menurun, Akral dingin.

Tingkat lanjut

4.

:Tekanan nadi melemah, Distensi vena juigularis.

Pernafasan

Sesak nafas, Dispneu, Ortopnue, Nafas dangkal dan pendek, Bunyi nafas crakel, batuk dengan atau tanpa pembentukan sputum,
menggunakan bantuan pernafasan misalnya: Oksigen atau Medikasi.

5.

Integritas Ego

Banyaknya stressor, masalah financial, ansietas, takut, kuatir, gelisah, dukungan keluarga kurang.

6.

Makanan dan Cairan

Anoreksia, mual/muntah, penambahan berat badan secara signifikan, diit tinggi garam/makanan yang mengandung kolesterol

7.

Neurosensori

Letargi, disorientasi, kelemahan, sinkop/pingsan.

8.

Kenyamanan/Nyeri

Nyeri dada, nyeri abdomen (asites), sakit pada otot

9.

Eliminasi

Oliguria, konstipasi/diare.

10. Interaksi Sosial


Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.

11. Pengajaran/Penyuluhan
Riwayat penggunaan alcohol, cocain.
Riwayat keluarga penyakit jantung /IM.
Riwayat Diabetes Militus, kehamilan multipara.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. DX 1.Penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan kontraktilitas miokard.
Tujuan : Cardiac output klien kembali adekuat.
KH

: - TTV:TD :100-140/80-90 mmHg


N :60-100 x/menit

Bunyi Jantung S3 dan S4 tidak ada.

Sianosis tidak ada.

Bunyi nafas vesikuler.

Edema perifer tidak ada.

Distensi vena jugularis tidak ada.

BUN:

Kreatinin

:0,6-1,1 mg/dl

Ureum

:20-40 mg/dl

Output Urine :50 ml/jam.


Intervensi:

1)

Auskultasi bunyi nafas


R/

S1dan S2mungkin lemah karena menurun karena kerja pompa,irama

gallop umum(S3 dan S4)dihasilkan sebagai aliran darah kedalam serambi yang distensi.
2)

Palpasi nadi perifer


R/ Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial,
popliteal, dorsalia pedis, dan postibal.

3)

Auskultasi nadi apical


R/ Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikuler.

4)

Inspeksi warna kulit


R/ Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap
tidak adekuatnya curah jantung.

5)

Ukur TTV
R/ Takikardi dapat terjadi karena nyeri, cemas, hipoksemia dan menurunnya curah jantung.Perubahan juga terjadi pada TD (hipertensi atau hipotensi) karena respon jantung.

6)

Pantau haluaran urin


R/ Ginjal berespon menurunkan curah jantung dengan menahan cairan
dan natrium.

7)

Kolaborasi dalam pemberian oksigen


R/ Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek hipoksia/iskemia.

8)

Pantau EKG dan FotoThorak


R/ Depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi karena
kebutuhan oksigen miokard, meskipuntidak ada penyakit arteri koroner.Foto thorak dapat menunjukkan perbesaran jantung dan
perubahan kongesti pulmonal.

9)

Pantau hasil laboratorium:BUN dan Kreatinin


R/ Peningkatan BUN /Kreatinin menunjukkan hipoperfusi/gagal ginjal.

10) Pemberian obat anti koagulan contoh:Heparin dosis rendah.


R/ Mencegah pembentukan trombus /emboli karena adanya faktor resiko
seperti stasis vena , tirah baring , disritmia jantung dan riwayat trombolik sebelumnya.
11) Pemberian cairan IV sesuai indikasi.Hindari cairan garam .
R/ Peningkatan ventrikel kiri ,tubuh tidak dapat mentoleransi peningkatan
volume cairan yang menyebabkan retensi cairan dan peningkatan kerja miokard.
12) Siapkan pembedahan sesuai indikasi
R/ Pembedahan dilakukan jika penatalaksanaan medis tidak berhasil dan
lebih efektif dalam mengatasi aritmia.

2.

DX.2.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen ,tirah baring lama.
Tujuan : Klien dapat menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
KH

:-

Klien dapat memperlihatkan peningkatan ADL

Tidak mengalami kelelahan dan sesak nafas pada saat beraktivitas

Takikardi, disritmia,pucat ,saat dan setelah beraktivitas ringan.

TD: 100-141/80-90 mmHg.


Intervensi
1)

Monitor TTV sebelum dan setelah aktivitas khususnya bila pasien mengggunakan vasodilator, diuretic.

R/ Hipotensi ortistatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek


obat (vasodilator), perpindahan cairan ( diuretik ) atau pengaruh fungsi jantung.
2)

Catat respon kardiopulmunal setelah beraktivitas: takikardi, disritmia, dispnea, berkeringat, pucat.

R/ Penurunan /ketidak mampuan miokardium untuk menigkatkan volume


sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga
peningkatan kelelaham dan kelemahan.
3)

Kaji penyebab kelemahan .Contoh:Penngobatan atau nyeri.

R/ Kelemahan adalah efek samping beberapa obat (beta bloker). Nyeri


dan stress memerlukan energi dan menyebabkan kelemahan.

4)

Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan ADL sesuai tingkat keterbatasan.


R/ Pemenuhan kebutuhan ADL klien tanpa

mempengaruhi stress

miokard /kebutuhan oksigen yang berlebihan.


5)

Letakkan barang- barang kebutuhan klien di tempat yang mudah terjangkau.


R/ Memudahkan klien untuk memenuhi kebutuhan barang-barang yang di
butuhkan dan mengurangi kebutuhan oksigen aktivitas .

6)

Jelaskan kepada klien untuk istirahat segera jika timbul kelelahan/kelemahan.


R/ Kelemahan / kelelahan dapat teratasi apabila pemenuhan kebutuhan
oksigen terpenuhi dengan penghentian aktivitas.

7)

Batasi pengnjung atau kunjungan pasien .


R/ Pembicaraan yang panjang sangat mempengaruhi pasien namun
periode kunjungan yang tenang bersifat terapeutik.

8)

Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdomen, contoh: mengejan, batuk.
R/ Aktivitas yang memerlukan menahan nafas (manuver valsava) dapat
mengakibatkan bradikardi,juga menurunkan curah jantung.

3.

DX.3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya
jantung)/meningkatkan produktuvitas ADH dan reaksi Na/air.
Tujuan : Klien dapat menunjukkan jumlah keseimbangan pemasukan dan
pengeluaran cairan yang adekuat.
KH

:-

Ortopnea (-), Takipnea (-), batuk(-).

Suara nafas vesikuler , Krekel (-), dan Mengi(-)

Oligiria (-), Edema (-), Distres pernapasan (-)

BB sesuai tinggi badan.

Seimbang antara pemasukan dan pengeluaran cairan.

Distensi vena jugularis (-)

TTV:TD:100-140/80-90mmHg

curah

Intervensi
1)

Pantau keluaran urine ,catat jumlah dan warna.


R/ Keluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi
ginjal.

2)

Hitung pemasukan dan pengeluaran cairan selama 24jam.


R/ Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan caian tiba-tiba atau
berlebihan (hipovolemia)meskipun edema masih ada.

3)

Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semi fowler selama fase akut.
R/ Posisi terlentang meningkatkan filtrasi ginjal dan

menurunkan

produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.


4)

Timbang BB klien tiap hari.


R/ Ada atau hilangnya edema sebagai respon terhadap terapi.Peningkatan
2,5 kg menunjukkan kurang lebih 2 L cairan. Sebaliknya, diuretic dapat mengakibatkan cepatnya kehilangan /perpindahan cairan
dan BB menurun.

5) Kaji distensi leher dan pembuluh perifer. Lihat tubuh yang edema dengan atau tanpa pitting.Catat adanya edema umum (anasarka).
R/ Retensi cairan berlebihan dapat dimanifestasikan oleh pembuluh vena
dan pembentukan edema perifer.
6)

Ubah posisi dengan sering .Tinggikan kaki bila duduk.


R/ Pembentukan edema,sirkulasi melambat, gangguan pemasukan nutrisi
dan mobilisasi/tirah baring lama merupakan kumpulan stressor yang mempengaruhi integritas kulit.

7)

Auskultasi bunyi nafas , catat penurunan dan atau bunyi tambahan. Contoh: Krekel dan mengi. Catat adanya peningkatan
dispnea, takipnea, ortopnea dan batuk persiten.
R/ Kelebihan volume cairan sering menimbulkan kongesti paru . Gejala
pernapasan pada gagal jantung kanan (dispnea, batuk, ortopnea)dapat timbul lambat.

8)

Monitor TTV
R/ Hipertensi dan distensi vena jugularis menunjukkan

kelebihan

volume cairan dan kongesti paru.


9)

Kolaborasi
Pemberian diuretic ,contoh:Furosemid (Lasik).
R/ Meningkatkan laju aliran urine dan dapat menghambat reabsorbsi
Na/Cl pada tubulus ginjal.

10) Pertahankan masukan cairan dan pembatasan Na sesuai indikasi.


R/ menurunkan air total tubuh /mencegah reakumulasi cairan.
4.

DX.4.Gangguan perfusi jaringan miokard berhubungan dengan penurunan/penghentian aliran darah.


Tujuan

: Perfusi jaringan miokard kembali adekuat.

KH

:-

Kulit hangat

TTV: TD:100-140/80-90mmHg.

N:60-100 x/menit

Pasien sadar/ berorientasi

Keseimbangan pemasukan dan pengeluaran cairan .

Tidak ada edema perifer

Bebas nyeri atau ketidak nyamanan.

Bunyi jantung S1dan S2 ada,S3dan S4 tidak ada.

AGD : PaO2 = 75 100mm Hg

PaCO 2 = 35-45 mm Hg

PH = 7, 35_ 7,45

Na =135 147 meg/L

Cl=. 100 106 meg / L


Intervensi

1)

Monitor TTV:TD dan Nadi


R/ Takikardi dapat terjadi karena nyeri, cemas, hipoksemia, dan penurunan
curah jantung. Perubahan TD(Hipotensi atau Hipertensi )karena respon jantung.

2)

Observasi perubahan warna kulit, kondisi daerah perifer, kualitas nadi.


R/ sirkulasi perifer menurun bila curah jantung menurun, membuat kulit
pucat atau warna abu (tergantung tingkat hipoksia)dan menurunnya kekuatan nadi perifer.

3)

Auskultasi suara nafas dan bunyi jantung


R/ S3 dan S4 terjadi karena dekompensasi jantung atau beberapa obat
khususnya penyekat Beta)terjadinya murmur dapat menunjukkan kelainan katup (Stenosis mitral, stenosis aorta atau ruptur otot
papilar ).

4)

Anjurkan klien untuk tidak mengejan saat BAB, tidak menahan batuk, melakukan aktivitas yang berat .
R/ Manuver valsava menyebabkan rangsang vagal ,menurunkan frekuensi
jantung (bradikardi yang diikuti takikardi ).Keduanya menyebabkan penurunan curah jantung.

5)

Monitor intake output.


R/ mengevaluasi status cairan pasien ketidakseimbangan intake dan
output dicurigai adanya kehilangan atau retensi air.

6)

Pemberian anti aritmia dan anti hipertensi sesuai program pengobatan .


R/ Banyaknya obat dapat digunakan untuk menigkatkan volume sekuncup,
memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.

7)

Pantau hasil laboratorium :AGD


R/ Menurunkan keefektifan dari ventilasi oksigen sekarang.

8)

Pantau cairan elektrolit .


R/ Perpindahan cairan dan penggunaan diuretic dapat mempengaruhi irama
jantung dan kontraktilitas.

5.

DX.5.Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidak adekuatan ventilasi (Kelemahan otot jantung).
Tujuan

: Pola napas kembali efektif:

KH

:-

RR:16-20 x/menit

Bunyi nafas vesikuler

Takikardi (-)

Sianosis (-)

Distres pernapasan (-)

TD=100-141 mmhg.
Intervensi :

1)

Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman. Catat adanya dispnea, penggunaan alat bantu nafas.
R/ Kecepatan pernapasan meningkat karena nyeri, takut, demam, penurunan volume sirkulasi, dan hipoksia,

2)

Auskultasi bunyi nafas .Catat adanya krekel dan mengi.


R/ Krekel dan mengi dapat menunjukkan adanya akumulasi cairan (edema
instestial atau paru )atau obstruksi jalan nafas.

3)

Observasi penurunan ekspansi dada atau ketidaksimetrisan dada.


R/ Udara atau cairan pada area pleura menyebabkan dada tidak simetrus.

4)

Observasi kulit dan membran mukosa.


R/ Sianosis pada kulit dan membran mukosa pucat menunjukkan kondisi
hipoksia sehubungan dengan gagai jantug .

5)

Tingikan kepala, letakkan pada posisi duduk atau semi fowler, Bantu ambulasi.
R/ Merangsang fungsi pernapasan / ekspansi paru, pencegahan dan
perbaikan kongesti paru .

6)

Beri masukan cairan maksimal dalam perbaikan jantung.


R/ Hidrasi adekuat membantu pengenceran sekrat .

7)

Monitor adanya distress pernapasan Takikardi, agitasi, dan penurunan TD


R/ Mengetahui tanda dan gejala dini dan memudahkan intervensi
selanjutnya.

8)

Kolaborasi pemberian oksigen


R/ Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan sirkulasi
khususnya gangguan ventilasi.

6.

DX. 6 Gangguan Pertukaran gas b.d Penurunan suplay O2 ke paru-paru (perubahan membrane kapiler-alveoli).
Tujuan

: Klien menunjukkan pertukaran gas yang adekuat.

KH

: - Ventilasi dan Oksigenisasi adekuat

AGD : PO2 = 75-100 mmHg, PCO2 = 35-45 mmHg, PH = &,35-7,45

RR = 16-20 X/menit

Cemas berkurang

Ekspresi wajah rileks

Sianosis / pucat ( - )
Intervensi :
1) Auskultasi bunyi nafas, catat crakels, mengi.
R/ Mengetahui adanya kongesti paru / pennumpukan secret membutuhkan
intervensi lebih lanjut.
2) Ajarkan klien batuk efektif, nafas dalam.
R/ Memberikan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
3) Anjurkan klien merubah posisi sesering mungkin.
R/ Mencegah atelektaksis dan pneumonia.
4) Beri posisi semi fowler dan sokong tangan dengan bantal.
R/ Memfasilitasi fungsi pernafasan sehingga pengembangan paru dapat
optimal
Kolaborasi :

5)

Pantau hasil Lab. AGD / Astrup


R/ Menentukan keefektifan dari ventilasi oksigen.

6)

Berikan oksigen sesuai indikasi


R/ Mengatasi hipoksia, serta menjaga kelembaban membrane mukosa karena hal tersebut dapat mengiritasi jalan nafas.

7)
-

Berikan obat sesuai indikasi


Diuretik, contohnya Furosemid (lasix)
R/ menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan pertukaran gas.

Bronkodilator, contohnya Aminolfilin.


R/ meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan nafas kecil dan mengeluarkan fek diuretic ringan untuk menurunkan
kongesti paru.

7.

DX. 7 Ansiates b.d perubahan status kesehatan.


Tujuan

: setelah diberikan tindakan keperawatan, klien dapat menunjukkan

cemas berkurang atau hilang.


KH

: - Klien mengatakan cemas berkurang.

Perilaku klien rileks.

Ekspresi wajah klien rileks

Menunjukkan kemampuan untuk memecahkan masalah.

TTV : TD = 100-1400/80-90 mmHg.


N = 60 100 x/menit.
RR = 16 20 x/menit.

Intervensi :
1)

Monitor TTV : TD, Nadi dan RR.


R/ Takikardi, tekanan darah dan frekuensi pernafasan meningkat menunjukkan kecemasan yang meningkat karena respon jantung.

2)

Kaji tingkat kecemasan klien terhadap penyakit


R/ Membantu menentukan derajat cemas sesuai status jantung.

3)

Identifikasi lebih lanjut faktor-faktor yang menyebabkan kecemasan.


R/ Cemas yang berkelanjutan (sehubungan dengan masalah tentang dampak
serangan jantung pada pola hidup selanjutnya, masih tak teratasi) mungkin terjadi dalam berbagai derajat selama beberapa waktu
dan dapat dimanifestasikan oleh gejala depresi.

4)

Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.


R/ Perasaan tidak diekspresikan dapat menimbulkan kekacauan internal dan
efek gambaran diri.

5)

Hadirkan orang terdekat untuk suport sistem.


R/ berbagai bentuk dukungan atau kenyamanan dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan.

6)

Ajarkan pasien melakukan tehnik relaksasi, contoh nafas dalam.


R/ memberikan respon ansietas, menurunkan perhatian, meningkatkan kemampuan koping.

7)

Kolaborasi
Therapi anti ansietas : Diazepam sesuai indikasi.
R/ meningkatkan relaksasi / istirahat dan menurunkan rasa cemas.

8.

DX. 8 Nyeri b.d iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner.
Tujuan

: klien menunjukkan nyeri hilang atau terkontrol.

KH

:-

Nyeri klien berkurang atau terkontrol.

Ekspresi wajah klien tampak rileks.

Skala nyeri 0-3

TTV : TD = 100-140/80-90 mmHg


RR = 16 20 x/menit.
Intervensi :

1)

Catat karakteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk nonverbal dan respon hemodinamik (menangis, meringis, gelisah,
berkeringat, nafas cepat, TD atau frekuensi jantung berubah).

R/ Variasi penampilan dan perilaku pasien karena nyeri yang ditemukan


menunjukkan tingkat nyeri yang meningkat.
2)

Kaji skala nyeri yang meliputi lokasi, intensitas (0-10), lamanya, kualitas dan penyebaran.
R/ nyeri harus bisa digambarkan oleh pasien, membantu pasien untuk menilai nyeri dengan membandingkannya dengan pengalaman yang lain.

3)

Anjurkan klien untuk melaporkan nyeri dengan segera.


R/ Penundaan pelaporan nyeri menghambat peredaan nyeri atau memerlukan peningkatan dosis obat.

4)

Berikan lingkungan yang tenang, aktivitas perlahan dan tindakan yang nyaman serta pendekatan kepada pasien dengan tenang
dan saling percaya.
R/ menurunkan rangsang eksternal dimana ansietas dan regangan jantung
serta keterbatasan kemampuan koping dan keputusan terhadap situasi saat ini

5)

Bantu melakukan tehnik relaksasi, misalnya nafas dalam secara perlahan.


R/ Membantu dalam penurunan persepsi atau respon nyeri, memberikan
kontrol situasi dan meningkatkan perilaku positif.

6)

Ukur TTV sebelum dan sesudah pemberian obat narkotik.


R/ Hipotensi atau depresi pernafasan dapat terjadi sebagai akibat pemberian
obat narkotik.

7)

Kolaborasi
Berikan O2 tambahan sesuai indikasi.
R/ Meningkatkan jumlah O2 serta mengurangi ketidaknyamanan sehubungan dengan iskemia jaringan.

9.

DX. 9 Kurang pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan b.d kurangnya informasi
Tujuan

: pengetahuan klien dan keluarga bertambah

KH

: - Klien dapat mengaplikasikan apa yang sudah dijelaskan oleh perawat.

Mengungkapkan informasi akurat tentang diagnosa dan aturan.

Melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam aturan pengobatan.


Intervensi :

1)

Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya.


R/ perlu untuk pembuatan rencana instruksi individu.

2)

Jelaskan pada klien dan keluarga tentang penyebab, faktor resiko yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit.
R/ Langkah penting pembatasan atau mencegah penyakit.

3)

Jelaskan pada klien tentang program kesehatan yang harus dilakukan oleh klien.
R/ berbagai tingkat bantuan mungkin diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan.

4)

Jelaskan pada klien tentang cara mencegah seperti :

Diet rendah garam & rendah lemak.

Aktivitas yang tidak melelahkan.

Menghilangkan stress.
R/ menambah pengetahuan dan memungkinkan pasien untuk membuat
keputusan berdasarkan informasi sehubungan dengan kondisi dan mencegah komplikasi.

5)

Bantu klien untuk mengidentifikasi faktor resiko yang ada pada dirinya (stress, merokok, keturunan, umur, jenis kelamin)
R/ Perilaku ini mempunyai efek merugikan langsung pada fungsi kardiovaskuler dan dapat mengganggu penyembuhan, meningkatkan resiko terhadap komplikasi.

C. IMPLEMENTASI

Lakukan tindakan sesuai intervensi


D. EVALUASI
1. Kardiak output klien kembali adekuat.
2.

Aktivitas klien meningkat.

3.

Pemasukan dan pengeluaran cairan adekuat.

4.

Perfusi jaringan miokard kembali adekuat.

5.

Pola nafas kembali efektif.

6.

Pertukaran gas adekuat.

7.

Cemas berkurang atau hilang.

8.

Nyeri klien hilang atau terkontrol.

9.

Pengetahuan klien dan keluarga bertambah.

http://binbask.blogspot.com/2013/11/asuhan-keperawatan-kardiomiopati.html

kardiomiopati
BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Jantung merupakan organ paling penting dalam tubuh, jantung berfungsi untuk memompa darah
ke seluruh tuuh,ole karena itu kita harus senantiasa memperhatikan kesehatan jantung
kita,selain itu penyakit jantung merupaka penyakt maut yang mematikan dieluruh dunia. Salah
satunya yaitu kardiomiopati, yang akhir-akhir ini semakin meningkat freuensinya. Dibeberapa
negara. Kardiomiopati merupakan penyebab kematian sampai sebesar 30%.
Kardiomiopati merupakan suatu kelompok penyaki yang langsung mengenai otot jantung
(miokard) yang menyebabkan otot jantung menjadi lemah. Penyakit ini tergolong khusus karena
kelainan-kelainan yang ditimbulkan bukan terjadi akibat penyakit perikardium,hipertensi,
koroner, kelainan kongenital atau kelainan katub. Walaupun sampai saat ini penyebab
kardiomiopati masih belum dapat dijelaskan secara pasti, tetapi kardiomiopati diduga kuat
mempengaruhi oleh faktor genetik. Kardiomiopat dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu :
1.

Kardiomiopati dilatasi, adalah kardiomiopati yang paling umum, terdapat pada 100 orang dan
manakala otot jantung melemah dan tak mampu memompa darah secara efektif. Otot jantung yang
melemah kendur dan rongga jantung membengkak. Kebanyakan disebabkan oleh penyakit arteri
koroner, tetapi sekitar 30% disebabkan faktor genetis

2.

Kardiomiopati hipertrofik, terjadi manakala di dinding jantung menebal, sehingga dapat mencegah
darah lewat jantung. Kelainan ini cukup jarang dijumpai pada sekitar 0.2% penduduk Amerika
Serikat (USA) atau terdapat pada 2 dalam 1000 orang dan dapat mengenai laki-laki maupun
perembpuan semua umur. Gejala awal dan perjalanan penyakitnya sangat bercariasi. Beberapa
pasien tetap stabil setelah diagnosis dan beberapa lainnya membaik. Tetapi beberapa pasien
menunjukkan gejala memburuk dan menyebabkan usia pendek. Dalam kebanyakan kasus,
kardiomiopati hipertrofik menyebabkan gagal jantung kongestif

3.

Kardiomiopati restriktif, merupakan kardiomiopati jarang (erjadi 1 dalam 1000 orang) terjadi
manakala dinding jantung menjadi kaku dan tidak sukup lentur untuk terisi darah. Akibat jantung
tidak terisi darah, maka kemampuannya untuk memompa darah ke seluruh tubuh menjadi tidak
efektif.Beberapa keadaan menjadi penyebab kelainan ini, tetapi yang paling sering adalah adanya
timbunan

suatu

protein

yang

dikenal

sebagai

amyloid

di

otot jantung.

Disamping

itu, hemochromatosis dan akibat penyakit jantung lainyang beberapa diantaranya diwariskan, juga
merupakan penyebab timbulnyakardiomiopati restriktif.

1.2

Rumusan masalah

1.

Apa definisi kardiomiopati?

2.

Apa etiologi dan faktor resiko kardiomiopati?

3.

Bagaimana patofisiologi kardiomiopati?

4.

Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan kardiomiopati?

1.3

Tujuan

1.

Menjelaskan definisi kardiomiopati

2.

Menjelaskan etiologi dan faktor resiko penyakit kardiomiopati

3.

Menjelaskan patofisiologi serta gejala manifestasi klinis kardiomiopati

4.

Menjelaskan asuhan eperawatan pada pasien kardiomiopati

1.4

Manfaat

1.

Pembaca dapat memahami definisi, etiologi, faktor resiko serta patifiologi

kardiomiopati

2.

Pembaca khususnya mahasiswa ilmu keperawtan dapat memahami asuhan keperawtan terhadap
pasien kardiomiopati

3.

Perawat daat menerapkan asuhan keperawatan yang tepat terhadap pasien dengan kardiomiopati

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Definisi

Kardiomiopati kongestif/Dilatasi adalah suatu penyakit miokard yang primer atau idiopatik yang
ditandai

dengan

dilatasi

ruangan-ruangan

jantung

dan

gagal

jantung

kongestif.

(FKUI,1996:1072)
Kardiomiopati kongestif adalah bentuk kardiomiopati yang ditandai adanya dilatasi atau
pembesaran rongga ventrikel bersama dengan penipisan dinding otot, pembesaran atrium kiri,
dan statis darah dalam ventrikel. (Smeltzer and Bare,Alih bahasa Agung Waluyo,2001:833)

Kardiomiopati dilatasi (DCM) adalah kerusakan yang luas pada miofibril

dan mengganggu

metabolisme jantung. (Ignatavicus et al,1995:918)


Jadi dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kardiomiopati adalah penyakit miokard
yang primer atau idiopatik dengan adanya kerusakan yang luas pada miofibril jantung yang
ditandai dengan dilatasi atau pembesaran rongga ventrikel bersama dengan penipisan dinding
otot, pembesaran antrium kiri, dan statis darah dalam ventrikel.
2.2

Klasifikasi

Bila kardiomiopati di klasifikasikan berdasarkan etiologi maka dikenal bentuk dasar yaitu :
1. Tipe primer, apabila terdapat penyakit pada jantung dengan penyebab yang tidak diketahui. T
ermasuk didalamnya istilah idiopatik kardiomiopati, familial kardiomiopati dan fibrosis endomioka
rdium.
2. Tipe

sekunder,

apabila

ditemukan

penyakit

miokardium

dengan

penyebab

yang

dapatdiketahui, termasuk bila berhubungan dengan penyakit yang mengaitkan systemorgan lain.
Sedangkan bila klasifikasi berdasarkan klinis dan patofisiologi, makakardiomiopati dibagi menjadi
dilatasi, restiktif dan hipertrofik.

Kardiomiopati Dilatasi (Dilated Cardiomyopathy/ DCM)

Merupakan jenis kardiomiopati yang paling banyak ditemukan. Dengankelainan yang ditemukan:
dilatasi ventrikel kanan dan atau ventrikel kiri,disfungsi

kontraktilitas

pada

salah

satu

atau kedua ventrikel, emboli dan seringkalidisertai gejala gagal jantung kongestif. Dulu kelainan
ini

sering

disebut

dengan

kardiomiopati

kongestif, tetapi kini terminology yang dipergunakan adalah kardiomiopati dilatasi karena pada
saat awal abnormalitas yang ditemukan adalah pembesaran ventrikel dan disfungsi kontraktilitas
sistolik,

dengan

tanda

dan

gejala

gagal

jantung

kongestif yang

timbul

kemudian. Apabila hanya ditemukandisfungsi kontraktilitas dengan dilatasi minimal dari ventrikel
kiri,

maka

variandari kardiomiopati dilatasi ini digolongkan ke dalam

kelompok

kardiomiopatiyang tidak dapat diklasifikasikan (menurut klasifikasi WHO/ ISFC).


Tampaknya pada
Klasifikasi

penyakit

atlit

sehat

sering

ini dapat mengenai segala usia,tetapi kebanyakan

ditemukan.
mengenai usia

pertengahan dan lebih sering ditemukan pada pria dibandingkan perempuan. Insiden kejadian
dilaporkan 5-8 kasus per 100.000 populasi per tahundan kejadian ini terus meningkat
jumlahnya.

Kejadian pada pria dan kulit hitamdikatakan tiga kali lebih sering dibandingkan populasi kulit
putih

dan

perempuan.

Dan angka kelangsungan hidup pada kulit hitam dan pria lebih buruk dibandingkan

kulit

putih

dan perempuan.

Kardiomiopati hipertrofi

Dalam kardiomiopati hipertrofi, massa jantung meningkat me- lebihi bagian peningkatan dalam
ruangan ventrikel. Sehingga rasio volume rongga ventrikelterhadap tebal dinding ventrikel
menurun. Kardiomiopati hipertrofi bisa dibagi lebih lanjut menurut pola distribusi peningkatan
massa ventrikel.
1.

Simetris dalam jantung dengan kardiomiopati hipertrofi bentuk simetris, ada peningkatan konsentrik
pada tebal dinding ventrikel

2.

Asimetris dalam kardiomiopati hipertrofi asimetris, ada penebalan dinding menyeluruh

dinding ventrikel tetapi peningkatan massa terdistribusi tidak sama. Beberapa pola kardiomiopati
hipertrofi yang asimetris telah dikenal, tetapi yangterlazim adalah hipertrofi septum asimetris.
Bentuk

kardiomiopati

hipertrofi

ini

disebut

kardio

miopati obstruktif

hipertrofi stenosis sub aorta hipertrofi idiopatik dan hipertrofi septum asimetris. Biasanya septum
menebal 30% atau lebih dalam dinding bebas ventrikel kiri suatu penentuan mudah dibuat
dengan kardiomiopati hipertrofi ada kelainan histologist yang jelas. Dalam septum dan kadangkadang
dalam

dinding bebas, ada kekacauan serabut miokardium.Walaupun tidak patognomon untuk p

enyakit ini,namun kelainan ini merupakan gambarandan bermanfaat

dalam

membedakan

keadaan ini.

Kardiomiopati Restriktiva (infiltrative)

Dalam kardiomiopati restriktiva kelainan patofis


iologis primer adalah penurunan komplians ventrikel, yaitu ventrikel kaku. Tetapi berbeda darika
rdiomiopati

hipertrofi,

fungsi

ventrikel

normal

atau

tertekan.

Rongga

ventrikelumumnya tidak berdilatasi dan dinding ventrikel bisa normal atau sedikitmeningkat teba
lnya. Endokardium mural bisa menebal padat pada sejumlah bentuk lainan
(fibroelastosis endokardium) dengan restriksi endokardium yangmerupakan
disfungsi ventrikel.
2.3

Etiologi

sebab

utama

Kardiomiopati berdilatasi

Pada

waktu

kardiomiopati

berdilatasi

muncul

secara

klinik,

etiologi

biasanyatidak jelas. Di dunia barat, infeksi virus yang jauh mungkin sebab terseringkardiomiopat
i berdilatasi

yang idiopatik. Namun

banyak etiologi potensial telahdilibatkan,

sehingga

harus

disebutkan Infeksi atau radang


1.

Agen virus Coxsackie, echovirus dan influenza yang terlazim. Banyak virus lain telahdilibatkan.

2.

Penyakit radang non virus :

1. Riketsia
2. Bakteri
3. Jamur
4. Parasit : Tripanosomiasis, taksoplasma, trikinosis, Skitosomiasise
5. Sarkoidosis

Toksik : alkohol, adriamisin, daunorubisin

Penyakit vaskular kolagena : sklerosis sistemik progresif, lupus eritematosus sistemik

Metabolik Berbagai keadaan hormone dan gizi telah di

hubungkan dengan disfungsimiokardium

primer. Walaupun jarang dalam praktek klinik, namun keadaan ini harus dipertimbangkan.
1.

Endokrin

2.

Penyakit

tiroid

hipotiroidisme

khas

ada

dengan

kardiomiopatikongesti berdilatasi. Hipertiroidisme, (lebih khas) miokardiopati hipertrofihiperkinetik.


3.

Diabetes:Kardiomiopati kongesti ber dilatasi.Pasien diabetes juga bisamenderita kardio miopati


berdilatasi iskemik yang sering karena penyakit arterikoronaria yang tenang.

4.

Akromegalid kalsinoid

1. Gizi : merupakan penyebab kardiomiopati tidak lazim di negara yang

telah berkembang. Bila ada, biasanya dalam bentuk kardiomiopati


berdilatasi Contoh: defisiensi tiamin (beri-beri); kwashiorkor;
pellagra; defisiensi selenium.
1.

Lain

2.

Hipofosfatemia

3.

Defisiensi karnitin

4.

Urenia

5.

Obesitas

Kehamilan dan pasca persalinan

Herediter a

1.

Idiopatik

2.

Penyakit penimbunan glikogen

3.

Distrofi otot

Iskemik

Penyakit arteri koronaria beberapa pembuluh darah yang parah bisamenyebabkan kardiomio pati
berdilatasi tanpa infark miokardium yang terbuktisecara klinis atau kerusakan miokardium yang
bermakna. Dalam keadaan pen-yakit koronaria yang tenang, keadaan ini bisa ada secara klinik
sebagai kardiomiopatiidiopatik dan mempunyai masalah diagnostic.

Kardiomiopati hipertrofi
1.

Herediter

Herediter autosom dominan, biasanya disertai dengan hipertrofi septum asimetris.


1.

Hipertensi

Beban tekanan berlebihan yang berlangsung lama menyebabkan pembentukankembali hipertrofi


seperti hipertensi, stenosis aorta. Pada beberapa kasus, bahkanrangsangan hipertensi yang
ringan

bisa

menyebabkanhipertrofi

simetris

yang

jelas

melebihi bagian hipertensi. Ini menggambarkan predisposisi bagi perkembangankeadaan ini.


1.

Senilis

Jantung tua disertai dengan rongga ventrikel yang kecil, ventrikel tidak komplians bisa ada seba
gai penyakit hipertrofi. Amiloidosis, senilis atausbaliknya,
hipertrofi.
1.

Metabolik hipertirodisme, feokromositoma dan akromegali,

bisa

ada

sebagai

kardiomiopati

semuanya telah disertaidengan kardiomiopati hipertrofi, tetapi jarang demikian.


1.

Fungsional , keadaan hiperkontraktilitas dan hipovolemia bisa menyebabkan gambaran akut


penyakit ipertrofi dengan kebanyakan tanda diagnostik dan klinik yang terbuktif secara akut. Apa
yang

menyebedakan

keadaan

ini

adalah

bahwa

keadaan

dan tidak disertai dengan restrukturisasi jan-tung yang permanen.

ini cenderung

Contoh

penyebab

sepintas
kelainan

fungsional ini mencakup hipovolemia dansyok; rangsangan adrenergic akut dan pasca perbaikan
katup mitral untuk sindrom prolaps katup mitral.

Kardiomiopati restriktiva
1.amiloid
2.sarkoidosis
3.hemokromatosis
4.endokarditis fibroplastik eosinofilik (endokarditis loffler), fibrosisendomiokardium
Keadaan ini disertai dengan endokardium muralfibrosa,yang merupakan sebab utama restriksi
fungsi miokardium yang lebih lazim terlihat di afrika.
5.penyakit whipple
6.penyakit penimbunan glikogen
7. sfingolipodosis
a.penyakit fabrys
b.penyakit gaucher
2.4

Patofisiologi
Kardiomiopati kongesti atau berdilatasi

1.Peningkatan sedang dalam massa miokardium, tetapi rongga ventrikel berdilatasi parah.
Biasanya keempat kamar jantungmembesar dan sering mengandung trombi mural, yang
terakhir menyebabkan embolisme sistemik.2.Gangguan fungsi sistolik. Pengurangan fraksi ejeksi
(biasanyakurang dari 40%).3.Tidak ada gangguan pengisian ventrikel kiri4.Dengan dilatasi parah

rongga

ventrikel,

maka

regurgitasi mitral bisa

timbul

dengan

katup

normal

secara

anatomi.5.Bisa timbul berbagai aritmia atrium dan ventrikel.

Kardiomiopati hipertrofi

1.Peningkatan jelas dalam massa miokardium, rongga ventrikel kecil.


2.Gangguan relaksasi diastolic, penurunan komplians(peningkatan kekakuan) ventrikel dan penin
gkatan tekanan pengisian ventrikel kiri.
3.Fungsi sistolik normal atau hiperdinamik. Fraksi ejeksi bisasetinggi 90%.
4.Regurgitasi mitral bisa timbul karena distorsi daun mitralanterior.
5.Bisa

timbul

aritmia atrium

dan

ventrikel.

Sindrom

takikardiaventrikel yang maligna bisa timbul dalam bentuk familialkardiomiopati hipertrofi.


6.Perbedaan saluran keluar yang bervariasi dan ada pada banyak kasus, dipercaya oleh
beberapa orang menunjukkan obstruksialiran darah dalam sistol dan sebagian karena adanya
daunmitral anterior dalam ruangan saluran keluar (yaitu gerakan
anterior sistolik daun mitral). Beberapa penelitian telah
menghubungkan gerakan anterior sistolik dengan perbedaansaluran keluar.
Kardiomiopati restriktiva
1.Gangguan pengisian diastolic
2.Fungsi sistolik bisa normal atau terganggu
3.Bisa timbul regurgitasi mitra
2.5

WOC Kardiomiopati

1. Genetis
4. alkohol
3. infeksi konsakkie
5. obat anti kanker dexorubicin & daunorubicin
2. arteri koroner

Mutasi

protein

jantung
Yaitu

sarkomer

pasokan

darah

tdk

peradangan

otot

memperkuat
troponin

jantung

dan

akut(miokarditis)

miosin

memadai

ke

otot

berkembangnya

ranati
berat
miokarditis

merusak miokardium

MK : penurunan perfusi

memperlemah otot jantung

(karena turunnya

secara

akut
Alel

tidak

pulmoner

kardio

resistensi individu)

Mungkin menjadi

inflamasi(miokarditis)

Kerusakan

protein

sarkorner

Hipoksia

otot
jantung
defisiensi nutrisi

kerusakan jantung kronis

Hipoksemia miokard
Disfungsi otot jantung
MK : nyeri

aktif

disfungsi otot jantung

predisposisi

KARDIOMIOPATI
Kardiomiopati

dilatasi

Kardiopati

hipertrofik

Dilatasi

Kardiomiopati restritif

ventrikel

kiri

spetum

hipertrofi

ventrikel

terutama

dinding jantung kaku & tdk cukup

Ventrikel

lentur ut terisi darah

Peningkatan volume ventrikel kiri / kanan


Volume ventrikel

Kegagalan

pengisian ventrikel

ventrikel

kanan

ASA

Tahanan ventrikel kanan


output menurun

Volume atrium kanan


intoleransi aktifitas

terapi

kegagalan ventrikel kiri

ESO ; mual

cardiac

tekanan atrium kiri

MK : nutrisi kurang dari kebutuhan


hipertensi pulmonal

MK :

Tahapan

balik

vena

tahapan

porta

vena

edema paru

efusi

pleura
Edema perifer

gg. Aliran darah ke hepar

terkonjugasi

Gg.difusi O2

penurunan bilirubin

Gg.ekspansi paru

& CO2
Hiperbilirubin
MK : Gg.pola
MK

resiko

kerusakan

integritas

kulit

MK

kerusakan

nafas

MK : kelebihan V cairan

2.6
a.

pertukaran gas

Penatalaksanaan medis
Obat Digitalis

Cardiak Output seperti digitalis mempunyai efek isotropic positif dan digunakan untuk
meninngalkan

miokardium

contractility

dan

cardiac

output.

Kegiatan

mereka

dengan

peningkatan cardiac output berlanjut dengan waktu kondisi, dan peningkatan refractory period .
Permulaan obat-obat tersebut diberikan dalam digitalis dosis untuk memperoleh efisiensi cardiac
output yang maksimal. Jika efektivitas obat itu diperoleh sangat besar, dosis lebih rendah
digunakan untuk pemeliharaan. Efek samping obat ini adalah mual dan muntah.
b.

Vasodilator

Vasodilator menyebabkan relaksasi otot secara halus oleh karena mempersatukan vena,
menurunkan resistensi peripheral, dan akhirnya menurunkan daya kerja jantung. Vasodilator
dalam dosis rendah adalah aktivitas penurunan kapiler pulmonary dan ventrikel kiri sudut
tekanan, dalam dosis tinggi, hal itu menurunkan kelebihan daya. Efek samping obat ini
diantaranya hipotensi, mual, muntah, sakit kepala atau compensatory.
c.

Istirahat

Pasien harus diletakan pada posisi untuk menghindari ketidakperluan membuang energi. Jika
pasien dalam ortopneu harus didukung dalam posisi fowler yang tingi. Pasien harus dimobilisasi
secara teratur untuk meningkatkan sirkulasi dan mencegah robeknyajaringan dikarenakan
tekanan dari edema.
d.

Pemenuhan oksigen ke jaringan

Penambahan oksigen digunakan untuk menjamin secara adekuat oksigen ke sel-sel. Selama
pemberian oksigen ini, harus diobservasi warna, respirasi dan tanda-tanda vital.
e.

Menurunkan volume darah

Bila payah jantung, hal itu menyulitkan sirkulasi darah, dan akumulasi cairan di dalam jaringan.
Volume darah dapat diturunkan dengan menggunakan diuretic, diet pembatasan sodium. Bila
perlu dilakukan paracentesisi untuk mengangkat kelebihan cairan di operut. Perubahan CVP,
berat badan dan tekanan artery pulmonary adalah kemajuan yangbaik dalam indikasi
mengurangi volume darah. Seperti volume darah diturunkan penguatan kardiak akan meningkat
dan oksigen ke sel-sel diperbaiki.

f.

Terapi dengan diuretic

Diuretik digunakan untuk meningkatkan pengeluaran cairan secara cepat. Bila pasien diberi
diuretic, biasanya pasien menjadi lemah atau kebimbangan. Harus diobservasi kehilangan
elektrolit, ketika diuretic digunakan. Kehilangan tersebut dapat berupa kehilangan potassium,
klorida, sodium, dan calsium. Kehilangan pitasium dan klorida dapat menajdi asidosis metabolic.
Observasi juga tanda-tanda kehilangan elektrolit yaitu haus, kram, pada poerut, lemah, banyak
tidur, kejang otot.
g.

Diet pembatasan sodium

Membatasi pemasukan sodium dalam cara lain, sehingga darah dapat diturunkan. Sodium
menyeabkan retensi air, sumber eliminasi diet dari sodium dapat mencegah dan mengontrol
rtensi cairan.
h.

Rotating tourniquets

Memberikan tourniquet pada tungkai menurunkan kembalinya darah vena. Sirkulasi darah vena
di tungkai bawah dibatasi, dan muatan kerja dari jantung diperkecil/dikurangi. Tourniquet

biasanya digunakan selama dekompensasi dan edema pulmonary keras dan hanya sampai
kekuatan kardiak ditingkatkan. Beberapa ahli menentang penggunaan ini karena menyebabkan
darah berkumpul pada ekstremitas bagian bawah, tergantung pada posisi.
i.

Pembedahan

Transplantasi jantung adalah pilihan pengobatan pada klien dengan kardiomiopati dilatasi berat
(DCM) Kriteria untuk seleksi dilakukannya transplantasi jantung adalah:

Harapan hidup kurang dari 1 tahun

Umur lebih muda dari 65 tahun

New York Heart Association (NYHA) kelas III-IV

Normal atau dengan peningkatan resistensi pulmonal yang sedikit

Tidak adanya infeksi aktif

Status psikososial yang stabil

Tidak adanya penyalahgunaan obat atau alkohol

2.7

Komplikasi

Komplikasi dari Kardiomiopati Dilatasi sebagai berikut:


1.

Gagal jantung

Merupakan penyakit yang paling umum terjadi pada DCM. Terjadi ketika otot jantung tidak
cukup kuat untuk memompa darah yang cukup untuk seluruh tubuh, menyebabkan edema di
paru-paru dan/ atau jaringan/ perifer. Beberapa orang memiliki penyakit yang stabil dan kondisi
yang agak sedikit buruk. Sementara yang lain memiliki gejala berubah-ubah yang disebut gagal
jantung. Hal ini mempengaruhi kedua sisi jantung( kiri dan kanan) menyebabkan gejala sesak
nafas, edema tungkai, bendungan vena jugularis dan perut terasa penuh.
1.

Atrial fibrillation (AF)/ fibrilasi atrium

Merupakan kelainan irama jantung yang paling sering pada DCM. Denyut jantung ireguler dan
cepat, menyebabkan rasa berdebar-debar, meningkatkan napas yang pendek/ sesak nafas. Hal
tersebut dapat berkaitan dengan gejala yang semakin memburuk atau perkembangan dari
bekuan darah / emboli. Risiko dari bekuan tersebut diatasi dengan pemberian warfarin yang
digunakan untuk mengencerkan darah jika terjadi fibrilasi atrium.

1.

Bekuan darah/ Thromboemboli

Pada DCM, aliran darah yang melewati jantung lebih lambat dari biasanya. Hal ini menyebabkan
bekuan darah terbentuk di jantung. Jika bekuan darah tersebut terlepas dari jantung dan ikut
dalam sirkulasi, maka dapat menyebabkan kerusakan otak/ stroke. Pada DCM dengan
pembesaran jantung, diperlukan pengobatan dengan warfarin/ antikoagulan, untuk mencegah
pembentukan bekuan darah.
1.

Kelainan irama/ rhythm/ aritmia :

Hal tersebut secara umum menyebabkan pusing, sesak nafas, palpitasi dan dapat juga
asimtomatik. Beberapa kelainan irama yang dapat terjadi pada DCM :
1.

Ektopik ventrikular

Kadang-kadang ada 1 denyut tambahan di luar denyut jantung. Tidak


memerlukan pengobatan, tidak berbahaya, dan dapat ditemukan pada orang normal.
2. Ventrikular takikardia
Merupakan denyut jantung yang sangat cepat. Berkaitan dengan penurunan drastis dari tekanan
darah dan gejala dari pusing sesak nafas atau bahkan pingsan. Tapi dapat juga asimtomatik.
Dapat berespon terhadap obat atau ICD/ implantable cardioventer defibrillator.

3. Ventricular fibrillation (VF)/ fibrilasi ventrikel


Jarang terjadi. Kelainan yang berat dan serius dari aktivitas elektrik irama jantung. Dapat
menyebabkan kolaps dan bahkan kematian jika tidak disembuhkan.
1.

Sudden death/ kematian mendadak

Terjadi karena aritmia yang berat atau perkembangan bekuan darah yang besar. Obat- obatan
dan/ atau ICD dapat mengurangi risiko ini.
1.

Heart block

Jika sistem konduksi elektrikal jantung dalam jantung gagal untuk berfungsi dengan baik,
jantung akan menjadi terlalu lambat. Jika terjadi pandangan mata terasa gelap/ tidak sadar,
maka diperlukan pacemaker.
6.

Efek samping dari pengobatan, meliputi :

1.

hipotensi

2.

pandangan gelap dan pingsan

3.

reaksi lupus ( kumpulan gejala berupa bintik-bintik merah pada kulit

dan artritis)
4.

pusing

5.

gangguan pencernaan

2.8

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Proses keperawatan adalah suatu metode pemberian asuhan keperawatan yang logis dan
sistematis, dinamis, dan teratur yang memerlukan pendekatan, perencanaan, dan pelaksanan
asuhan keperawatan yang metodis dan teratur dengan mempertimbangkan ciri-ciri pasien yang
bersifat bio-psiko-sosial-spiritual maupun masalah kesehatannya. (Depkes R.I, 1994:22).
Perawatan dalam memberikan asuhan keperawatan klien harus melalui proses keperawatan
sesuai dengan teori dan konsep keperawatan dan diimplementasikan secara terpadu dalam
tahapan

yang

terorganisir

meliputi

pengkajian,

perencanaan

keperawatan,

tindakan

keperawatan, dan evaluasi.


1.

PENGKAJIAN

a.

Pengumpulan Data

1)

Data Demografi

Angka kejadian kardiomiopati dilatasi adalah 2 X terjadi pada laki-laki dan terjadi pada usia
pertengahan. (Ignatavicius et al, 1995:919)
2)

Riwayat Kesehatan

a) Riwayat Kesehatan Sekarang


Umumnya klien datang dengan keluhan adanya sesak. Sesa yang dirasakan bertambah bila
dilakukan aktivitas dan tidur terlentang dan berkurang bila diistirahatkan dan memakai 2-3
bantal. Sesak dirasakan pada daerah dada dan seperti tertindih benda berat. Skala sesak 04 dan dirasakan sering pada siang dan malam hari.
b) Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji

adanya

Kelainan

autoimun,

Hipertensi

sistemik,

Autoantibodi

yaitu antimyocardial

antibodies, Proses infeksi (infeksi bakteri/virus), Gangguan metabolik (defisiensi thiamine dan
scurvy), gangguan imunitas (leukimia), Kehamilan dan kelainan post partum, toxic proses
(alkohol dan chemoterapi), proses infiltrasi (amyloidosis dan kanker)
c) Riwayat kesehatan keluarga
Kaji adanya anggota keluarga / lingkungan yang mempunyai penyakit menular infeksi seperti TB
dan hepatitis. Kaji adanya riwayat penyakit hipertensi, jantung dan diabetes melitus di keluarga,
bila ada cantumkan dalam genogram.
3)

Pola Aktivitas Sehari-hari

Nutrisi klien dikaji adanya konsumsi garam, lemak, gula dan kafein dan jenis makanan. Klien
mungkin akan merasa haus dan minum berlebihan (4000-5000 mL) akibat sekresi aldosteron.
Adanya penurunan aktivitas dan aktivitas sehari-harinya (ADL) akibat adanya lemah, letih dan
adanya dispneu. Istirahat terganggu akibat dispneu dan sering terbangun pada malam hari
untuk eliminasi BAK.
4)
a)

Pemeriksaan Fisik
Sistem Pernafasan

Dispneu saat beraktivitas, Paroksimal Nokturnal Dispneu, tidur sambil duduk atau dengan
beberapa bnatal, Batuk dengan/ tanpa pembentukan sputum, riwayat paru kronis, penggunaan
bantuan pernafasan (oksigen dan medikasi), nafas dangkal,takipneu, penggunaan otot aksesori
pernafasan.bunyi nafas mungkin tidak terdengar, dengan krakels basilar dan mengi.
b)

Sistem Kardiovaskular

Distensi vena jugularis, pembesaran jantung, adanya nyeri dada, suara s3 dan s4 pada
auskultasi jantung ,tekanan darah normal/turun, takikardi, disritmia (fibril atrium, blok jnatung
dll)nadi perifer mungkin berkurang,;perubahan denyutan dapat terjadi;nadi sentral mungkin
kuat, punggung kuku pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat.
c)

Sistem Pencernaan

Kaji adanya peningkatan berat badan secara signifikan, mual dan muntah, anorexia, adanya
nyeri abdomen kanan atas, hepatomegali dan asites
d)

Sistem Muskuloskeletal

Kelelahan, kelemahan, sakit pada otot dan kehilangan kekuatan/ tonus otot.
e)

Sistem Persyarafan

Kaji adanya rasa pening, perubahan prilaku, penurunana kesadaran dan disorientasi
f)

Sistem Perkemihan

Kaji adanya nokturia dan penurunanan berkemih, urine berwarna gelap, penggunaan dan
keadaan kateterisasi .
g)

Sistem Integumen

Pittimg edema pada bagian tubuh bawah, dan kulit teraba dingin, adanya kebiruan, pucat, abuabu dan sianotik , dan adanya kulit yang lecet.
5)

Data psikologis

Kaji adanya kecemasan, gelisah dan konsep diri dan koping klien akibat penyakit, keprihatinan
finansial dan hospitalisasi.
6)

Data sosial

Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap dirinya sehubungan dengan kondisi sekitarnya,
hubungan klien dengan perawat, dokter dan tim kesehatan lainnya. Biasanya klien akan ikut
serta dalam aktivitas sosial atau menarik diri akibat adanya dispneu, kelemahan dan kelelahan.
7)

Data spiritual

Kaji tentang keyakinan atau persepsi klien terhadap penyakitnya dihubungkan dengan agama
yang dianutnya.. Biasanya klien akan merasa kesulitan dalam menjalankan ibadahnya.
8)

Data Penunjang

(a) Pemeriksaan Laboratorium


Radiologi: Pada foto rontgen dada, terlihat adanya kardiomegali, terutama ventrikel kiri. Juga
ditemukan adanya bendungan paru dan efusi pleura
Elektrokardiografi: ditemukan adanya sinus takikardia, aritmia atrial dan ventrikel, kelainan
segmen ST dan gelombang T dan gangguan konduksi intraventrikular.

Kadang-kadang

ditemukan voltase QRS yang rendah, atau gelombang Q patologis, akibat nekrosis miokard.
Ekokardiografi : Tampak ventrikel kiri membesar, disfungsi ventrikel kiri, dan kelainan katup
mitral waktu diastolik, akibat complience dan tekanan pengisian yang abnormal.
Bila terdapat insufisiensi trikuspid, pergerakan septum menjadi paradoksal. Volume akhir
diastolik dan akhir sistolik membesar dan parameter fungsi pompa ventrikel, fraksi ejeksi (EF)
mengurang. Penutupan katup mitral terlambat dan penutupan katup aorta bisa terjadi lebih dini
dari normal. Trombus ventrikel kiri dapat ditemukan dengan pemeriksaan 2D-ekokardiografi,
juga aneurisma ventrikel kiri dapat disingkirkan dengan pemeriksaan ini.
Radionuklear: pada pemeriksaan radionuklear tampak ventrikel kiri disertai fungsinya yang
berkurang.
Sadapan jantung: pada sadapan jantung ditemukan ventrikel kiri membesar serta fungsinya
berkurang, regurgitasi mitral dan atau trikuspid, curah jantung berkurang dan tekanan pengisian
intraventrikular meninggi dan tekanan atrium meningkat.
Bila terdapat pula gagal ventrikel kanan, tekanan akhir diastolik ventrikel kanan, atrium kanan
dan desakan vena sentralis akan tinggi. Dengan angiografi ventrikel kiri dapat disingkirkan dana
neurisma ventrikel sebagai penyebab gagal jantung.
2.

ANALISA DATA

Analisa data adalah kemampuan kognitif, berpikir dan daya nalar perawat terhadap data senjang
yang ditemukan sehingga diketahui permasalahan klien.
3.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan adalah suatu penyimpangan yang menggunakan respon manusia (status
kesehatan, pola interaksi, baik aktual maupun potensial sebagai individu atau kelompok dimana
perawat

dapat

mengidentifikasi

dan

melaksanakan

intervensi

secara

legal

untuk

mempertahankan status kesehatan).


Adapun diagnosa yang muncul adalah :
1.

Penurunan

curah

jantung

berhubungan

dengan

perubahan

kontraktilitas

miokardial/perubahan inotropik, perubahan frekuensi,irama dan konduksi listrik, perubahan


structural ( mis kelainan katup, aneurisme ventricular )
2.

Aktivitas

intoleran

berhubungan

dengan

ketidakseimbangan

antara

suplai

oksigen/kebutuhan, kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi.


3.

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (

menurunnya curah jantung )/ meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium /air.
4.

Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ( perubahan membran kapiler-

alveolus, contoh pengumpulan/perpindahan cairan kedalam area interstitial/alveoli )


5.

Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema,

penurunan perfusi jaringan.


6.

Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan berhubungan dengan

kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal.


4.

PERENCANAAN

Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan yang dilaksanakan


untuk menanggulangi masalah dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan
tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien.

Perawatan pada klien dengan kardiomiopati sama

dengan pasien dengan gagal jantung (Ignatavicius et al, 1995: 919) Menurut Doengoes, (alih
bahasa I Made Kariasa, 2000:762) adalah:
a.

Penurunan

curah

jantung

berhubungan

dengan

perubahan

kontraktilitas

miokardial/perubahan inotropik, perubahan frekuensi,irama dan konduksi listrik, perubahan


structural ( mis kelainan katup, aneurisme ventricular )
Tujuan : Curah jantung tidak menurun

Kriteria hasil :
-

Menunjukkan tanda vital yang dapat diterima ( disritmia terkontrol atau hilang )

Menunjukan tanda gagal jantung ( mis: parameter hemodinamik dalam batas

normal, haluaran urine adekuat )


-

Menunjukkan penurunan episode dipsnea

Menunjukkan penurunan episode angina

Ikur serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung

Intervensi

Rasional

1. Auskultasi nadi apical : kaji frekuensi, irama 1.


Biasanya terjadi takhikardi ( meskipun pada
jantung ( dokumentasikan disritmia bila tersedia saat istirahat ) untuk mengkompensasi
penurunan kontraktilitas ventricular. Disritmia
telemetri )
ventricular yang tidak responsive terhadap obat
2. Catat bunyi jantung
didugaaneurisma ventricular.

3. Palpasi nadi perifer


4. Pantau TD
5. Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
6. Pantau haluaran urine, cata penurunan
haluaran dan kepekatan/konsentrasi

2.
S1 dan S2 mungkin lemah karena
menurunnya kerja pompa. Irama gallops
umum ( S3 dan S4 ) dihasilkan sebagai
aliran darah ke dalam serambi yang distensi.
Mur-mur dapat menunjukkaninkompetensi/
stenosis katup.

3.
Penurunan curah jantung dapat
menunjukkan menurunnya nadi radial,
7. Kaji perubahan pada sensori, contoh
popliteal, dorsalis pedis dan postibial. Nadi
letargi, bingung, disorientasi, cemas dan
mungkin cepat hilang atau tidak
depresi
teraturuntuk dipalpasi dan pulsus alternan (
denyut kuat lain dan denyut lemah )
8. Atur posisi semi rekumben pada tempat mungkin ada.
tidur atau kursi
4.
Pada GJK dini, sedang dan kronis TD
9. Tinggikan kaki, hindari tekanan pada
dapat meningkat sehubungan dengan SVR.
bawah lutut
Pada GJK lanjut tubuh tidak mampu lagi
mengkompensasi dan hipotensi tidak dapat
10. Periksa nyeri tekan betis, menurunnya

nadi pedal, pembengkakan, kemerahan local normal lagi


atau pucat pada ekstreimitas
5.
Pucat menunjukkan menurunnya
11. Kolaborasi pemberian oksigen
perfusi perifer sekunder terhadap tidak
tambahan dengan kanula nasal/masker
adekuatnya curah jantung, vasokonstriktsi
sesuai indikasi
dan anemia. Sianosis dapat terjadi sebagai
refaktoriGJK. Area yang sakit sering
12. Kolaborasi pemberian obat :
berwarna biru atau belang karena
peningkatan kongestif vena.
Diuretik : contoh furosemid (lasix), asam
etakrinik (Edecrin) ,bumetamid (Bumex),
spironolaton (Aldakton).

6.
Ginjal berespon untuk menurunka
curah jantung dengan menahan cairan dan
Vasodilator : contoh nitrat (nitro-dur, isodril), natrium. Haluaran urine biasanya menurun
arteriodilator, contoh hidralazin (Apresoline), selama sehari karena perpindahan cairan ke
kombinasi obat, contoh prazosin (Minippres)
jaringan tetapi dapat meningkat pada malam
hari sehingga cairan berpindah kembali ke
Digoksin ( Lanoxin )
sirkulasi bila pasien tidur.
Captopril ( Capoten ), lisinopril ( Prinivil ),
enalapril ( Vasotec )

Morfin Sulfat

Transquilizer/sedatif

Antikoagulan, contoh heparin dosis rendah,


warfarin ( Coumadin )

7.
Dapat menunjukkan tidak adekuatnya
perfusi serebral sekunder terhadap
penurunan curah jantung.
8.
Istirahat fisik harus dipertahankan
selama GJK akut atau refaktori untuk
memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan
menurunkan kebutuhan / konsumsi oksigen
miokard dan kerja berlebihan

13. Kolaborasi pemberian cairan IV,


pembatasan jumlah total sesuai indikasi.
Hindari cairan garam
14.

9.
Menurunkan stasis vena dan dapat
menurunkan insiden thrombus/pembentukan
embolus

Kolaborasi pantau/ganti elektrolit.

15. Kolaborasi EKG dan perubahan foto


dada.
10. Menurunnya curah jantung.
Bendungan / stasis vena dan tirah baring
16. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, lama meningkatkan resiko tromboflebitis
contoh BUN, kreatinin. Pemeriksaan fungsi
hati ( AST, LDH ). PT/APTT/Pemeriksaan 11. Meningkatkan sediaan oksigen untuk
koagulasi
kebutuhanmiokard melawan efek
hipoksia/iskemia.
1. Adanya deuretik

Tipe dan dosis diuretic tergantung pada derajat


gagal jantung dan fungsi ginjal. Penurunan
preload paling banyak digunakan dalam

mengobati pasien dengan curah jantung relatif


normal ditambah dengan gejala kongesti.
Diuretik blik reabsorbsi diuretic, sehingga
mempengaruhii reabsorbsi natrium dan air.

Vasodilator digunakan untuk meningkatkan


curah jantung, menurunkan volume sirkulasi (
vasodilator ) dan tahanan vaskuler sistemik (
arteriodilator ), juga kerja ventrikel.

Meningklatkan kekuatan kontraksi miokard dan


memperlambat frekuensi jantung dengan
menurunkan konduksi dan memperlama
periode refaktori pada hubungan AV untuk
meningkatkan efisiensi/curah jantung.

Inhibitor HCE dapat digunakan untuk


mengontrol gagal jantung dengan menghambat
konversi angiotensin dalam paru dan
menurunkan vasokonstriksi, SVR dan tekanan
darah.

Penurunan tahan vaskuler dan aliran balik vena


menurunkan kerja miokard. Menghilangkan
cemas dan mengistirahatkan siklus umpan balik
cemas/pengeluaran katekolamin/cemas.

Meningkatkan istirahat/relaksasi dan


menurunkan kebutuhan oksegen dan kerja
miokard. Catatan : Ada on trial oral yang
analog dengan amrinon ( inocor ) agen inotropik
positif, disebut milrinon yang dapat cock untuk
penggunaan jangka panjang.

Dapat digunakan secara profilaksisuntuk


mencegah pembentukkan thrombus/emboli
pada adanya factor resiko seperti stasis vena,
tirah baring, disritmia jantung dan riwayat
episode trombolik sebelumnya.

13. Karena adanya peningkatan tekanan


ventrikel kiri, pasien tidak dapat
mentoleransi peningkatan volume cairan (
preload ). Pasien GJK juga mengeluarkan
sedikit natrium yang menyebabkan retensi
cairan dan meningkatkan kerja miokard.
14. Perpindahan cairan dan penggunaan
diuretic dapat mempengaruhi elektrolot (
khususnya kalium dan klorida ) yang

mempengaruhi irama jantung dan


kontraktilitas.
15. Depresi segmen ST dan datarnya
gelombang T dapat terjadi karena
peningkatan kebutuhan oksigen miokard,
meskipun tak ada penyakit arteri koroner.
Foto dada dapat menunjukkan pembesaran
jantung dan perubahan kongestif pulmonal.
16. Peningkatan BUN/Kreatinin
menunjukkan hiperfungsi/gagal ginjal.
AST/LDH dapat meningkat sehubungan
dengan kongesti hati dan menunjukkan
kebutuhan untuk obat dengan dosis lebih
kecil yang didetoksikasi oleh hati.
Mengukur perubahan pada proses koagulasi
atau keefektifan terapi antikoagulan.
b.

Aktivitas

intoleran

berhubungan

dengan

ketidakseimbangan

antara

suplai

oksigen/kebutuhan, kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi.


Tujuan : Aktivitas terpenuhi
Kriteria hasil :
-

Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan,

Memenuhi kebutuhan perawatan diri sendiri.

Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya

kelemahan dan kelelahan


-

Tanda vital dalam batas normal selama aktivitas.

Intervensi

Rasional

1.
Periksa tanda vital sebelum dan sesudah
segera aktivitas, khususnya bila pasien
menggunakan vasodilator, diuretic, penyekat
beta.

1. Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan


aktivitas karena efek obat ( vasodilasi ),
perpindahan cairan ( diurestik ) atau pengaruh
fungsi jantung.

2.

2.

Catat respon kardiopulmonal

Penurunan/ketidakmampuan

terhadap aktivitas, catat takikardi,


disritmia, dipsnea, berkeringat, pucat.
3.
Kaji presipitator/penyebab
kelemahan contoh pengobatan, nyeri,
obat.
4.
Evaluasi peningkatan intoleran
aktivitas.
5.
Berikan bantuan dalam aktivitas
perawatan diri sesuai indikasi. Selingi
periode aktivitas dengan periode istirahat.
6.
Kolaborasi program rehabilitasi
jantung/aktivitas.

miokardium untuk meningkatkan volume


sekuncup selama aktivitas, dapat
menyebabkan peningkatan segera pada
frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen,
juga peningkatan kelelahan dan
kelemahan.
3. Kelemahan adalah efek samping
beberapa obat ( beta blocker, transquilizer
dan sedatif ). Nyeri dan program penuh
stress juga dapat memerlukan energi dan
menyebabkan kelemahan.
4. Dapat menunjukkan peningkatan
dekompensasi jantung daripada kelebihan
aktivitas.
5. Pemenuhan kebutuhan perawatan diri
pasien tanpa mempengaruhi stress
miokard/kebutuhan oksigen berlebihan.
6. Peningkatan bertahap pada aktivitas
menghindari kerja jantung/konsumsi
oksigen berlebihan. Penguatan dan
perbaikan fungsi jantung dibawah stress,
bila disfungsi jantung tidak dapat membaik
kembali.

c.

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus

( menurunnya curah jantung )/ meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium /air.
Tujuan : volume cairan dalam batas normal/ adekuat
Kriteria hasil :
-

Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan pengeluaran,

Bunyi nafas bersih/jelas

Tanda vital dalam rentang yang dapat diterima

Berat badan stabil

Tak ada edema

Menyatakan pemahaman tentang/pembatasan cairan individual.

Intervensi
1. Pantau haluaran urine, catat jumlah dan
warna saat hari dimana diuresis terjadi.

2. Pantau/hitung keseimbangan
pemasukkan dan pengeluaran selama 24
jam.
3. Pertahankan duduk atau tirah baring
dengan posisi semifowler selama fase
akut.
4. Timbang berat badan tiap hari.

Rasional
1.
Haluaran urine mungkin sedikit dan
pelkat ( khususnya selama sehari ) karena
penurunan perfusi ginjal. Posisi telentang
membantu diuresis : sehingga haluaran urine
dapat ditingkatkan pada malam/selama tirah
baring.

2.
Terapi diuretic dapat disebabkan
oleh kehilangan cairan tiba-tiba/
berlebihan ( hipovolemia ) meskipun
edema/asites masih ada.

3.
Posisi telentang meningkatkan
5. Kaji distensi leher dan pembuluh
filtrasi ginjal dan menurunkan produksi
perifer. Lihat area tubuh dependen untuk ADH sehingga meningkatkan diuresis.
edema dengan/tanpa pitting ; cata adanya
edem tubuh umum ( anasarka ).
4.
Peningkatan 2,5 kg menunjukkan
kurang lebih 2 L cairan. Sebaliknya
6. Ubah posisi dengan sering. Tinggikan diuretic dapat mengakibatkan cepatnya
kaki bila duduk. Lihat permukaan kulit, kehilangan/perpindahan cairan dan
pertahankan tetap kering dan berikan
kehilangan berat badan.
bantalan sesuai indikasi.
5.
Retensi cairan berlebihan dapat
dimanifestasikan oleh pembendungan
vena dan pembentukan edema. Edema
perifer mulai pada kaki/mata kaki ( atau
area dependen ) dan meningkat sebagai
kegagalan paling buruk. Edema pitting
adalah gambaran secara umum hanya
setelah retensi sedikitnya 5 kg cairan.
8. Selidiki keluhan dipsnea ektrem tiba- Peningkatan kongesti vascular (
tiba, kebutuhan untuk bangun dari duduk, sehubungan dsengan gagal jantung kanan
sensasi sulit bernafas, rasa panik atau
) secara nyata mengakibatkan edema
ruangan sempit.
jaringan sistemik.
7. Auskultasi bunyi nafas, catat
penurunan dan/atau bunyi tambahan.
Contoh krekels, mengi. Catat adanya
peningkatan dispnea, takipnea, ortopnea,
dipsnea nocturnal paroksismal, batuk
persisten.

9. Pantau TD dan CVP ( bila ada ).

6.
Pembentukan edema, sirkulasi
melambat, gangguan pemasukan nutrisi

10. Kaji bising usus. Catat keluhan


anoreksia, mual, distensi abdomen dan
konstipasi.
11. Berikan makanan yang mudah
dicerna. Porsi kecil dan sering.

dan imobilisasi/tirah baring lama


merupakan kumpulan stressor yang
mempengaruhi integritas kulit dan
memerlukan intervensi pengawasan
ketat/pencegahan.

7.
Kelebihan volume cairan sering
12. Ukur lingkar abdomen sesuai
menimbulkan kongesti paru. Gejala
indikasi.
edema paru dapat menunjukan gagal
jantung kiri akut. Gejala pernafasan pada
13. Dorong untuk menyatakan perasaan gagal jantung kanan ( dispnea, batuk,
sehubungan dengan pembatasan.
ortopnea ) dapat timbul lambat tetapi
lebih sulit membaik.
14. Palpasi hepatomegali. Catat keluhan
nyeri abdomen kuadran kanan atas/nyeri 8.
Dapat menunjukan terjadinya
tekan.
komplikasi ( edema paru/emboli ) dan
berbeda dari ortopnea dan dispnea
15. Catat peningkatan lethargi, hipotensi nocturnal paroksismal yang terjadi lebih
dan kram otot.
cepat dan memerlukan intervensi segera.
16. Kolaborasi pemberian obat sesuai
indikasi : diuretic, thiazid dan tambahan
kalium .

9.
Hipertensi dan peningkatan CVP
menunjukan kelebihan volume cairan dan
dapat menunjukan terjadinya/peningkatan
kongesti paru, gagal jantung.

17. Pembatasan natrium sesuai indikasi.


18. Konsul dengan ahli diet.

10. Kongesti visceral ( terjadi pada GJK


lanjut )dapat menganggu fungsi
gaster/intestinal.

19. Kolaborasi foto torak


11. Penurunan motilitas gaster dapat
berefek merugikan pada digestif dan
absorpsi. Makan sedikit tapi sering
meningkatkan digesti/mencegah
ketidaknyamanan abdomen.
12. Pada gagal jantung kanan lanjut,
cairam dapat berpindah kedalam area
peritoneal, menyebabkan meningkatnya
lingkar abdomen ( asites ).
13. Ekspresi perasaan /masalah dapat
menurunkan stress/cemas, yang
mengeluarkan energi dan dapat
menimbulkan perasaan lemah.

14. Perluasan gagal jantung


menimbulkan kongesti vena,
menyebabkan distensi abdomen,
pembesaran hati dan nyeri. Ini akan
mengganggu fungsi hati dan
mengganggu/ memperpanjang
metabolisme obat.
15. Tanda defisit kalium dan natrium
yang dapat terjdai sehubungan dengan
perpindahan cairan dan terapi diuretic.
16. Meningkatkan laju aliran urine dan
dapat menghambat reabsorpsi
natrium/klorida pada tubulus ginjal.
Meningkatkan diuresis tanpa kehilangan
kalium berlebihan. Mengganti kehilangan
kalium sebagai efek samping terapi
diuretic yang dapat mempengaruhi fungsi
jantung.
17. Menurunkan air total
tubuh/mencegah reakumulasi cairan
18. Perlu memberikan diet yang dapat
diterima pasien yang memenuhi
kebutuhan kalori dalam pembatasan
cairan.
19. Menunjukan perubahan indikasif
peningkatan/perbaikan kongesti paru.
d.

Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ( perubahan membran kapiler-

alveolus, contoh pengumpulan/perpindahan cairan kedalam area interstitial/alveoli )


Tujuan : Tidak terjadi kerusakan pertukaran gas
Kriteria hasil :
-

Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan

GDA/oksimetri dalam rentang normal

bebas gejala distress pernafasan


Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.

Intervensi
1.
Auskultasi bunyi nafas, catat krekels,
mengi.

2.
Anjurkan pasien batuk efektif,
nafas dalam.
3.

Rasional
1. Menyatakan adanya kongesti
paru/pengumpulan secret menunjukan
kebutuhan untuk intervensi lanjut.

2. Membersihkan jalan nafas dan


memudahkan aliran oksigen.

Dorong perubahan posisi sering.

3. Membantu mencegah ateletaksis dan


4.
Pertahankan duduk di kursi/tirah
pneumonia.
baring dengan kepala tempat tidur tinggi
20-30 derajat, posisi semi fowler. Sokong 4. Menurunkan konsumsi
tangan dengan bantal.
oksigen/kebutuhan dan meningkatkan
inflamasi paru maksimal.
5.
Kolaborasi pemeriksaan GDA, nadi
oksimetri.
5. Hipoksemia dapat menjadi berat
selama edema paru. Perubahan
6.
Kolaborasi pemberian oksigen
kompensasi biasanya ada pada GJK
tambahan sesuai indikasi.
kronis.
7.
Berikan obat sesuai indikasi :
Diuretik dan bronkodilator

6. Meningkatkan konsentrasi oksigen


alveolar yang dapat memperbaiki
/menurunkan hipoksemia jaringan.
7. Menurunkan kongesrti alveolar,
meningkatkan pertukaran gas.
Meningkatkan aliran oksigen dengan
mendilatasi jalan nafas kecil dan
mengeluarkan efek diuretic ringan untuk
menurunkan kongesti paru.

e.

Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema,

penurunan perfusi jaringan.


Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Kriteria hasil :
-

Mempertahankan integritas kulit

Mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit

Intervensi

Rasional

1. Kaji kulit , catat penonjolan tulang,


1.
Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi
adanya edema, area sirkulasinya
perifer, immobilitas fisik dan gangguan status
terganggu/pigmentasi, atau kegemukan/kurus. emosi.

2. Pijat area kemerahan atau yang


memutih.

2.
Meningkatkan aliran darah,
meminimalkan hipoksia jaringan.

3. Ubah posisi sering di tempat


tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak
pasif/aktif.

3.
Memperbaiki sirkulasi/menurunkan
waktu satu area yang mengganggu aliran
darah.

4. Berikan perawatan kulit sering ,


meminimalkan dengan
kelembaban/ekskresi.

4.
Terlalu kering atau lembab merusak
kulit dan mempercepat kerusakan.

5. Periksa sepatu kesempitan/sandal


dan ubah sesuai kebutuhan.
6.

5.
Edema dependen dapat
menyebabkan sepatu terlalu sempit,
meningkatkan resiko tertekan dan
kerusakan kulit pada kaki.

Hindari obat intramuskuler.

7. Kolaborasi berikan tekanan


alternatif/kasur, kulit domba,
perlindungan siku/tumit.

6.
Edema interstitial dan gangguan
sirkulasi memperlambat absorpsi obat dan
predisposisi untuk kerusakan
kulit/terjadinya infeksi.
7.
Menurunkan tekanan pada kulit,
dapat memperbaiki sirkulasi.

f.

Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan berhubungan dengan

kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal.


Tujuan : Pengetahuan klien bertambah tentang kondisi dan program pengobatan.
Kriteria hasil :
-

Mengidentifikasi hubungan terapi ( program pengobatan ) untuk menurunkan episode

berulang dan mencegah komplikasi


-

Menyatakan tanda dan gejala yang memerlukan intervensi cepat

Mengidentifikasi stress pribadi/factor resiko dan beberapa teknik untuk menangani

Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu.

Intervensi

Rasional

1.
Diskusikan fungsi jantung normal. Meliputi 1.
Pengetahuan proses penyakit dan
informasi sehubungan dengan perbedaan dari harapan dapat memudahkan ketaatan pada
fungsi normal. Jelaskan perbedaan antra
program pengobatan.
serangan jantung dan GJK

2.

Kuatkan rasional pengobatan.

3.
Diskusikan pentingnya menjadi
seaktif mungkin tanpa menjadi kelelahan
dan istirshat diantara aktivitas.

2.
Pemahaman program, obat dan
pembatasan dapat meningkatkan
kerjasama untuk mengontrol gejala.
3.
Aktivitas fisik berlebihan dapat
berlanjut menjadi melemahkan jantung,
eksaserbasi kegagalan.

4.
Diskusikan pentingnya pembatasan
4.
Pemasukkan diet natrium diatas 3
natrium.
gr/hari akan menghasilkan efek diuretic.
5.
Diskusikan obat, tujuan dan efek
Pemahaman kebutuhan terapeutik
samping. Berikan instruksi secara verbal 5.
dan
pentingnya
upaya pelaporan efek
dan tertulis.
samping obat dapat mencegah terjadinya
6.
Anjurkan makan diet pada pagi hari. komplikasi obat.
7.
Anjurkan dan lakukan demonstrasi
ulang kemampuan mengambil dan
mencatat nadi harian dan kapan memberi
tahu pemberi perawatan.

6.
Memberikan waktu adekuat untuk
efek obat sebelum waktu tidur untuk
mencegah /membatasi menghentikan
tidur.

Meningkatkan pemantauan sendiri


8.
Jelaskan dan diskusikan peran pasien 7.
dalam mengontrol factor resiko (merokok) pada kondisi/efek obat. Deteksi dini
perubahan memungkinkan intervensi
dan factor pencetus atau pemberat( diet
tepat waktu dan mencegah komplikasi
tinggi garam, tidak aktif/terlalu aktif,
seperti toksisitas digitalis.
terpajan pada suatu ekstrem ).
8.
Menambah pengetahuan dan
9.
Bahas ulang tanda/gejala yang
memerlukan perhatian medik cepat, contoh memungkinkan pasien untuk membuat
peningkatan kelelahan, batuk, hemoptisis, keputusan berdasarkan informasi
sehubungan dengan kontrol kondisi dan
demam.
mencegah berulang/komplikasi.
10. Berikan kesempatan pasien atau
9.
Pemantauan sendiri meningkatkan
orang terdekat untuk menanyakan,
tanggung jawab pasien dalam
mendiskusikan masalah dan membuat
pemeliharaan kesehatan dan alat
perubahan pola hidup yang perlu.
mencegah komplikasi, contoh edema

11. Tekankan pentingnya melaporkan


tanda/gejala toksisitas digitalis, contoh
terjdainya gangguan GI dan penglihatan,
perubahan frekuensi nadi/irama,
memburuknya gagal jantung.
12. Rujuk pada sumber di
masyarakat/kelompok pendukung sesuai
indikasi.

paru, pneumonia.
10. Kondisi kronis dan
berulang/menguatnya kondisi GJK sering
melemahkan kemampuan koping dan
kapasitas dukungan pasien dan orang
terdekat, menimbulkan depresi.
11. Pengenalan dini terjadinya
komplikasi dan keterlibatan pemberi
perawatan dapat mencegah
toksisitas/perawatan di rumah sakit.
12. Dapat menambahkan bantuan
dengan pemantauan
sendiri/penatalaksanaan di rumah.

5.

IMPLEMENTASI

Implementasi / pelaksanaan pada klien meningitis dilaksanakan sesuai dengan perencanaan


perawatan yang meliputi tindakan-tindakan yang telah direncanakan oleh perawat maupun hasil
kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya serta memperhatikan kondisi dan keadaan klien.
6.

Evaluasi

Evaluasi dilakukan setelah diberikan tindakan perawatan dengan melihat respon klien, mengacu
pada kriteria evaluasi, tahap ini merupakan proses yang menentukan sejauah mana tujuan telah
tercapai
BAB III
PENUTUP

3.1

Kesimpulan

Miokarditis jarang didapat pada saat puncak penyakit infeksinya karena akan tertutup oleh
manifestasi sistemis penyakit infeksi tersebut dan baru jelas pada fase pemulihan. Bentuk ini
umumnya sembuh dengan sendirinya, tetapi sebagian berlanjut menjadi bentuk kardiomiopati

dan ada juga yang menjadi penyebab aritmia, gangguan konduksi atau payah jantung yang
secara struktural dianggap normal.
Sebagian besar keluhan klien tidak khas, mungkin didapatkan rasa lemah, berdebar-debar,
sesak napas, dan rasa tidak enak di dada. Nyeri dada biasanya ada bila disertai perikarditis.
Kadang-kadang didapatkan rasa nyeri yang menyerupai angina pektoris. Gejala yang paling
sering ditemukan adalah takikardia yang tidak sesuai dengan kenaikan suhu. Kadang-kadang
didapatkan hipotensi dengan nadi yang kecil atau dengan gangguan pulsasi.

3.2

Saran

Sebagai perawat harus selalu sigap dalam penanganan penyakit myocarditis karena akan
menjadi fatal jika terlambat menanganinya. Selain itu perawat juga memberi health education
kepada

klien

pengobatannya.

dan

keluarga

agar

mereka

faham

dengan

myocarditis

dan

bagaimana

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2008.Inefective

Endocarditis.

:http://www.satriaperwira.wordpress.com

Diakses

dari

Pada : 6 Desember 2010. Pukul: 11.00 WIB.

Baswin,Ade.2009.Endokarditis. Diakses dari :http://www.one.indoskripsi.com Pada : 5 Desember


2010. Pukul : 19.00 WIB.
Doenges, E. Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Wulandari,Veni.2009.Endokarditis. Diakses dari :http://www.veniwulandari.blogspot.com Pada :
5 Desember 2010. Pukul : 20.00 WIB.
Medika,Yasir.2009.Askep

Endokarditis.

Diakses

dari:http://www.yasirblogspotcom.blogspot.com Pada : 8 Desember 2010. Jam : 19.30 WIB.


Muttaqin, Arif. 2009.

Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.
Patriani.2008.Askep Miokasrditis. Diakses dari : http://www.asuhankeperawatan-patriani.blogspot.com Pada : 6 Desember 2010. Pukul
18.30 WIB.
Udjianti, Wajan
Salemba.

Juni.

2010. Keperawatan

Kardiovaskuler. Jakarta:

Das könnte Ihnen auch gefallen