Sie sind auf Seite 1von 20

LAPORAN KASUS

EPISTAKSIS POSTERIOR

disusun oleh :
Tri Agung Sanjaya 0918011100

Perceptoran:
dr. Hadjiman YT, Sp.THT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG, DAN


TENGGOROKAN
RUMAH SAKIT UMUM AHMAD YANI METRO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2014

BAB I
PENDAHULUAN

Epistaksis berasal dari bahasa Yunani epistazo yang berarti hidung berdarah. Penanganan
epistaksis dengan menekan ala nasi telah diperkenalkan sejak zaman Hipokrates. Cave
Michael (1871), James Little (1879) dan Wilhelm Kiesselbach merupakan ahli-ahli yang
pertama kali mengidentifikasi cabang-cabang pembuluh darah yang berada di bagian anterior
septum nasi sebagai sumber epistaksis. Dikutip dari Dewar, Mitchell menemukan 4,5% dari
374 orang yang dirawat dengan hipertensi, memiliki riwayat epistaksis. Sedangkan Herkner
dkk melaporkan dari 213 orang pasien yang datang ke unit gawat darurat dengan epistaksis,
ditemukan 33 orang pasien (15,5%) dengan peningkatan tekanan darah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

EPISTAKSIS

A. Definisi
Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung yang penyebabnya bisa lokal atau sistemik.
Perdarahan bisa ringan sampai serius dan bila tidak segera ditolong dapat berakibat fatal.
Sumber perdarahan biasanya berasal dari bagian depan atau bagian belakang hidung.
1.

Epistaksis ringan biasanya berasal dari bagian anterior hidung, umumnya mudah diatasi
dan dapat berhenti sendiri.

2.

Epistaksis berat berasal dari bagian posterior hidung yang dapat menimbulkan syok dan
anemia serta dapat menyebabkan terjadinya iskemia serebri, insufisiensi koroner dan
infark miokard yang kalau tidak cepat ditolong dapat berakhir dengan kematian.
Pemberian infus dan transfusi darah serta pemasangan tampon atau tindakan lainnya
harus cepat dilakukan. Disamping itu epistaksis juga dapat merupakan tanda adanya
pertumbuhan suatu tumor baik ganas maupun jinak. Ini juga memerlukan
penatalaksanaan yang rinci dan terarah untuk menegakkan diagnosis dan menentukan
modalitas pengobatan yang terbaik.

Anatomi vasculer
Suplai darah cavum nasi berasal dari sistem karotis; arteri karotis eksterna dan karotis
interna. Arteri karotis eksterna memberikan suplai darah terbanyak pada cavum nasi melalui
1.

Arteri sphenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris yang berjalan melalui foramen
sphenopalatina yang memperdarahi septum tiga perempat posterior dan dinding lateral
hidung.

2.

Arteri palatina desenden memberikan cabang arteri palatina mayor, yang berjalan melalui
kanalis incisivus palatum durum dan menyuplai bagian inferoanterior septum nasi.

Sistem karotis interna melalui arteri oftalmika mempercabangkan arteri ethmoid anterior
dan posterior yang men darahi septum dan dinding lateral superior

B. Etiologi

Beberapa penyebab epistaksis dapat digolongkan menjadi etiologi lokal dan sistemik.
Etiologi local
1.

Trauma lokal misalnya setelah membuang ingus dengan keras, mengorek hidung, fraktur
hidung atau trauma maksilofasia lainnya.

2.

Tumor, baik tumor hidung maupun sinus yang jinak dan yang ganas. Tersering adalah
tumor pembuluh darah seperti angiofibroma dengan ciri perdarahan yang hebat dan
karsinoma nasofaring dengan ciri perdarahan berulang ringan bercampur lendir atau
ingus.

3.

Idiopatik yang merupakan 85% kasus epistaksis, biasanya ringan dan berulang pada anak
dan remaja. Ketiga diatas ini merupakan penyebab lokal tersering.

Eiologi lainnya yaitu


1.

iritasi gas atau zat kimia yang merangsang ataupun udara panas pada mukosa hidung;

2.

Keadaan lingkungan yang sangat dingin

3.

Tinggal di daerah yang tinggi atau perubahan tekanan atmosfir yang tiba tiba

4.

Pemakaian semprot hidung steroid jangka lama

5.

Benda asing atau rinolit dengan keluhan epistaksi ringan unilateral clsertai Ingus berbau
busuk.

Etiologi sistemik
1.

Hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lainnya seperti arteriosklerosis. Hipertensi yang


disertai atau tanpa arteriosklerosis rnerupakan penyebab epistaksis tersering pada usia
60-70 lahun, perdarahan biasanya hebat berulang dan mempunyai prognosis yang kurang
baik,
3

2.

Kelainan perdarahan misalnya leukemia, hemofilia, trombositopenia dll.

3.

Infeksi, misalnya demam berdarah disertai trornbositopenia, morbili, demam tifoid dll.

Termasuk etiologi sistemik lain


1.

Lebih jarang terjadi adalah gangguan keseimbangan hormon misalnya pada kehamilan,
menarke dan menopause

2.

kelainan kongenital misalnya hereditary hemorrhagic Telangieclasis atau penyakit RendjOsler-Weber;

3.

Peninggian tekanan vena seperti pada ernfisema, bronkitis, pertusis, pneumonia, tumor
leher dan penyakit jantung

4.

pada pasien dengan pengobatan antikoagjlansia.

Sumber perdarahan
Sumber perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior rongga hidung.
Epistaksis anterior

Berasal dari pleksus Kiesselbach atau a.etmoidalis anterior. Perdarahan biasanya


ringan, mudah diatasi dan dapat berhenti sendiri.

Pada saat pemeriksaan dengan lampu kepala, periksalah pleksus Kiesselbach yang
berada di septum bagian anterior yang merupakan area terpenting pada epistaksis. la
merupakan anastomosis cabang a.etmoidalis anterior, a.sfenopaltina, a. palatina
asendens dan a.labialis superior. Terutama pada anak pleksus ini di dalam mukosa
terletak lebih superfisial, mudah pecan dan menjadi penyebab hampir semua
epistaksis pada anak.

Epistaksis posterior
umumnya berat sehingga sumber perdarahan seringkali sulit dicari. Umumnya berasal dari
a.sfenopalatina dan a.etmoidalis posterior. Sebagian besar darah mengalir ke rongga
mulut dan memerlukan pemasangan tampon posterior untuk mengatasi perdarahan.
Sering terjadi pada penderita usia lanjut dengan hipertensi.

C. Patofisiologi

Rongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan, tepatnya pada
sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman pembuluh darah yang
disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga terdapat banyak cabangcabang dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain dari arteri sphenopalatina.
Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris (maksila=rahang atas)
interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor dan arteri sfenopalatina. Bagian
depan hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis (fasial=muka). Bagian depan septum
terdapat anastomosis (gabungan) dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid
anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor yang disebut sebagai pleksus
kiesselbach (littles area).
Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar melalui dua jalan,
yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat belakang masuk ke tenggorokan.

Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis
anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari
pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior
melalui cabang a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang
hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti
mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan
pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat jarang berhenti spontan.

D. Pemeriksaan

Pemeriksaan meliputi pemeriksaan anamnesis,keadaan umum, dan pemeriksaan fisik


hidung.
Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan :

apakah perdarahan ini baru perlama kali atau sebelumnya sudah pernah

kapan terakhir lerjadinya.

jumlah perdarahan

Perlu lebih detail karena pasien biasanya dalam keadaan panik dan cenderung
mengatakan bahwa darah yang keluar adalah banyak. Tanyakan apakah darah yang
keluar kira-kira satu sendok alau satu cangkir Sisi mana yang berdarah jjga perlu
dilanyakan,

Apakah satu sisi yang sama atau keduanya;

Apakah ada trauma, infeksi sinus, operas hidung atau sinus

apakah ada hipertensi

keadaan mudah berdarah

Apakah ada penyakit paru kronik, penyakit kardiovaskuler, arteriosklerosis; apakah


sering makan obat-obatan seperti aspirinn atau produk antikoagjlansia

Pemeriksaan keadaan umum.


Tanda vital harus dimonitor. Segeralah pasang infus jika ada penurunan tanda vital, adanya
riwayat perdarahan profus, baru mengalami sakit berat misalnya serangan jantung,
stroke atau pada orang tua.
Pemeriksaan hidung.
Pemeriksaan yang diperlukan berupa :
1.

Rinoskopi anterior
Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior.
Vestibulum,mukosa hidung dan septum nasi, dindng lateral hidung dan konkha
inferior harus diperiksa dengan cermat

2.

Rinoskopi posterior
Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan
epistaksis dan secret hidung kronik untuk menyingkirkan neoplasma

3.

Pengukuran tekanan darah


Tekana darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena
hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang

4.

Rontgen sinus
Rontgen sinus penting mengenali neoplasma atau infeksi

5.

Skrinning terhadap koagulopati


Tes-tes yang tepat termasuk waktu protombin serum,waktu tromboplastin parsial,
jumlah platlet dan waktu perdarahan

6.

Riwayat penyakit

Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah kesehatan yang
mendasari epistaksis

E. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul :
1.

sinusitis

2.

septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)

3.

deformitas (kelainan bentuk) hidung

4.

aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)

5.

kerusakan jaringan hidung

6.

infeksi

F. Penatalaksanaan
3 prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis :

Menghentikan perdarahan

Mencegah komplikasi

Mencegah berulang nya epistaksis

Penaganan awal
1.

Siapkan alat dan bahan

2.

Keadaan umum penderita:

presyok/syok

anemis

3. berusaha menentukan sumber perdarahan


Beberapa cara untuk menghentikan perdarahan :

1.

Metode trotter

2.

Tampon efedrin 1% atau adrenalin 1/100.000

3.

Kaustik (PERAK NITRAS ATAU TRICHLOR ACETIC ACID)

4.

Tampon anterior

5.

Tampon bellocq

6.

Usaha paling akhir : ligasi arteri

Tampon Belloque

Perdarahan posterior yang berat biasanya baru dapat diatasi setelah dipasang tampon
posterior atau tampon Belloque. Tampon ini dibuat dari kasa dan berukuran 3x2x2 cm
dan mempunyai 3 buah benang, 2 buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi lain.
Tampon ini harus memenuhi koana. Cara memasangnya adalah sebagai berikut:

Dimasukkan kateter terlebih dahulu ke lubang hidung, gunanya untuk menarik tampon
Belloque ke koana.

Ujung kateter yang tampak di orofaring ditarik keluar rongga mulut dengan pinset dan
diikat pada 2 benang yang terdapat pada 1 sisi tampon, kateter kemudian ditarik
meluar melalui rongga hidung, tampon akan tertarik ke dalam rongga mulut dan
dengan ujung jari telunjuk tampon didorong masuk ke koana.

Selanjutnya dipasang tampon anterior dan kedua benang yang keluar dari lubang
hidung diikatkan / difiksasi sehingga tampon Belloque tadi akan terfiksasi dengan
baik di koana. Benang yang satu lagi akan tetap berada di rongga mulut dan difiksasi
pada pipi dengan plaster, guna benang ini adalah untuk menarik tampon keluar
melalui rongga mulut setelah 2-3 hari. Pasien dengan Belloque tampon harus
dirawat.Sebagai pengganti tampon Belloque dapat dipakai kateter Foley dengan balon.
Balonnya diletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan air.

Pada setiap pemasangan tampon, harus selalu diberi antibiotik untuk mencegah
terjadinya otitis media dan sinusitis. Jika pasien gelisah obat penenang atau terapi
suportif dapat diberikan. Obat hemotatik juga dapat diberikan meskipun manfaatnya
masih diragukan.

Ligasi Arteri

Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasi
dengan pemasangan tampon. Jenis arteri yang diligasi tergantung sumber perdarahan.
Jika berasal dari bagian belakang rongga hidung, biasanya dari a.sfenopalatina yang
merupakan cabang a.maksilaris, dilakukan ligasi a.maksilaris di fossa pterigomaksila
(di belakang dinding belakang sinus maksila) melalui pendekatan Caldwel-Luc. Jika
tidak berhasil dilakukan ligasi a.karotis eksterna di daerah leher. Jika perdarahan
berasal dari bagian atas rongga hidung biasanya dari a.etmoidalis anterior atau
posterior, ligasi dilakukan pada arteri arteri ini melalui insisi kulit di daerah medial
orbita.
Embolisasi

Embolisasi pembuluh darah juga dapat dilakukan dengan panduan arteriografi dengan
memasukkan gel sponge atau lainnya, namun terdapat risiko terjadi emboli otak.

Mencegah epistaksis
1.

Jangan mengorek hidung, terutama bila kuku panjang

2.

Jangan terlalu keras bila sisih (mengeluarkan lendir dari hidung)

3.

Menggunakan humidifier dalam ruangan selama winter

4.

Menggunakan semprot hidung berisi saline (over the counter) sebelum tidur

5.

Oleskan Vaseline/petroleum jelly dekat lubang hidung sebelum tidur

6.

Menghindari trauma pada wajah

7.

Menggunakan masker bila bekerja di laboratorium untuk menghindari menghirup zat-zat


kimia secara langsung

8.

Hindari asap rokok karena asap dapat mengeringkan dan mengiritasi mukosa

9.

Jika menderita alergi berikan obat antialergi untuk mengurangi gatal pada hidung

10. Stop pemakaian aspirin karena akan memudahkan terjadinya mimisan dan membuat
mimisan berkepanjangan

10

Kesimpulan
Bermacam-macam cara mengatasi epistaksis tergantung dari asal perdarahan dan berat
ringannya perdarahan telah dikemukakan. Namun dalam penatalaksanaannya, pertu
pula dicari faktor penyebab sistemik jika dicurigai keberadaannya melalui berbagai
pemeriksaan termasuk konsultasi ke ahli penyakit dalam. Pasien/orang tua pasien
biasanya dalam keadaan panik sehingga terapi suportif juga penting untuk
dilaksanakan.
Jika penyebabnya suatu tumor, diagnosis dini merupakan suatu tindakan yang harus
dilaksanakan agar perluasan tumor dapat dihindarkan, namun tindakan ini dapat
berbahaya jika tumor tersebut merupakan tumor pembuluh darah. Umumnya semua
tindakan harus dilaksanakan dengan cermat, cepat dan tepat dengan memikirkan
semua kemungkinan penyebab epistaksis.

11

BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. M

Umur

: 61 tahun

Agama

: Islam

Jenis kelamin

: Laki-laki

Pekerjaan

: Petani

Alamat

: Lampung Timur

Tanggal datang

: 17 Agustus 2014

II. ANAMNESIS
Anamnesis

: Autoanamnesis

Keluhan Utama

: Keluar darah dari lubang hidung kanan

Riwayat Penyakit Sekarang


Os mengeluh keluar darah dari lubang hidung kanan sejak dua hari sebelum masuk
rumah sakit. Keluhan ini baru pertama kali dirasakan. Keluhan ini dirasakan saat pasien ingin
tidur, tiba-tiba darah mengalir dari lubang hidung kanan tanpa henti. Perdarahan tersebut
diperkirakan Os sebanyak setengah gelas belimbing, berwarna merah kehitaman. Os akhirnya
menyumbat lubang hidung kanannya dengan tissue untuk menghentikan perdarahan. Satu hari
sebelum masuk rumah sakit, Os memeriksakan dirinya ke mantri dan diberikan obat berupa 2
jenis tablet, setelah mengkonsumsi obat tersebut, keluhan menghilang, namun pada malam
harinya keluhan perdarahan dari lubang hidung kanan tersebut muncul kembali. Akhirnya Os
di bawa ke RSAY. Riwayat nyeri pada hidung disangkal. Riwayat trauma disangkal. Riwayat
panas badan disertai batuk pilek disangkal. Keluhan pada telinga dan tenggorokan, nyeri
menelan, suara sengau, benjolan di leher disangkal.
12

Riwayat Penyakit Dahulu


Os tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya. Os mengaku memiliki riwayat hipertensi
sejak usia muda, riwayat diabetes mellitus disangkal, riwayat gangguan pembekuan darah
disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Os mengaku tidak ada keluarga yang pernah sakit seperti ini. Riwayat alergi dan asma
pada keluarga disangkal penderita.
Riwayat Alergi
Riwayat alergi seperti bersin-bersin dan gatal-gatal ketika terkena debu, atau setelah
memakan makanan tertentu disangkal. Riwayat asma juga disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status generalis

Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos Mentis

Vital Sign

:
Tekanan darah : 170/100 mmHg
Suhu

: 36,0oC

Nafas

: 21 x/ menit

Nadi

: 94 x/ menit

Status lokalis
Telinga
Bagian

Preaurikula

Kelainan

Auris
Dextra

Sinistra

Kelainan kongenital

Radang dan tumor

Trauma

13

Aurikula

Retroaurikula

Kelainan kongenital

Radang dan tumor

Trauma

Edema

Hiperemis

Nyeri tekan

Sikatriks

Fistula

Fluktuasi

Nyeri tekan tragus

Kelainan kongenital

Kulit

Tenang

Tenang

Sekret

Serumen

Edema

Jaringan granulasi

Massa

Cholesteatoma

putih keabu-

putih keabu-

abuan

abuan

Retraksi

(+)

(+)

Refleks cahaya

(+)

(+)

Perforasi

(-)

(-)

Nyeri
Palpasi

Canalis
Acustikus
Externa

pergerakan

aurikula

Warna

Intak

Membrana
Timpani

14

Hidung
Rhinoskopi

Cavum nasi kanan

Cavum nasi kiri

anterior
Hiperemis (-), sekret (-), Hiperemis (-), sekret (-),

Mukosa hidung

massa (-), Pin point massa (-)


bleeding sulit dilihat
Deviasi (+), dislokasi () Deviasi (+), dislokasi (-)

Septum nasi

inferior Edema (+), hiperemis Edema (-), hiperemis (-)

Konka

(+)

dan media

inferior Polip (-)

Meatus

Polip (-)

dan media
Mulut Dan Orofaring
Bagian

Kelainan
Mukosa mulut
Lidah

Keterangan
Tenang
Bersih, basah,gerakan normal kesegala
arah

Mulut

Tonsil

Faring

Palatum molle

Tenang, simetris

Gigi geligi

Caries (-)

Uvula

Simetris

Halitosis

(-)

Mukosa

Tenang

Besar

T1 T1

Kripta :

Normal - Normal

Detritus :

(-/-)

Perlengketan

(-/-)

Mukosa

Tenang

Granula

(-)

Post nasal drip

(-)

Maksilofasial
Bentuk

: Simetris

Nyeri tekan

:15

Leher
Kelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran KGB
Massa

: Tidak ada

IV. DIAGNOSIS BANDING


Keganasan cavum nasi

V. DIAGNOSIS
Epistaksis posterior
VI. PENGELOLAAN DAN TERAPI

Pemberian tampon anterior

Debridement

Bed rest

Pemberian obat oral:


-

Captopril 2 x 12,5 mg tab (anti hipertensi)

VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam

ad bonam

Quo ad functionam

dubia ad bonam

16

BAB IV
PEMBAHASAN

Kenapa pasien ini didiagnosa epistaksis posterior?


Anamnesis
Perdarahan bersifat profuse dan mengalir
Umumnya berat dan sulit untuk berhenti sendiri dengan jumlah perdarahan yang cukup
banyak
Sering terjadi pada penderita usia lanjut dengan hipertensi.(pasien berusia 61 tahun)
Sumber perdarahan seringkali sulit dicari. Umumnya berasal dari a.sfenopalatina dan
a.etmoidalis posterior.
Tidak ada gangguan pernapasan/ napas lancar

Pemeriksaan Fisik
Untuk menegakkan diagnosis, perlu dilakukan pemeriksaan Rinoskopi anterior ataupun
Rinoskopi posterior. Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke
posterior. Vestibulum,mukosa hidung dan septum nasi, dindng lateral hidung dan konkha
inferior harus diperiksa dengan cermat. Pada pasien ini belum ditemukan adanya pint point
bleeding karena letak perdarahan yang jauh didalam, namun terlihat sisa perdarahan pada
lateral septum. Disertai deviasi septum kea rah kiri.

Apa penyebab dari kasus diatas?


Penyebab yang mungkin sebagai pencetus adalah hipertensi yang diderita oleh pasien.
Hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lainnya seperti arteriosklerosis rnerupakan penyebab
epistaksis tersering pada usia 60-70 lahun, perdarahan biasanya hebat berulang dan
mempunyai prognosis yang kurang baik,

17

Bagaimana penatalaksanaan pada kasus diatas?


Pada kasus diatas penatalaksanaan adalah dengan 3 prinsip utama dalam menanggulangi
epistaksis :menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi, mencegah berulang nya
epistaksis. Adapun beberapa cara untuk menghentikan perdarahan meliputi Metode trotter
Tampon efedrin 1% atau adrenalin 1/100.000, Tampon anterior, Tampon bellocq dan usaha
paling akhir yaitu ligasi arteri. Namun pada pasien ini dipergunakan tampon anterior, disertai
pemeberian obat antihipertens untuk menurunkan tekanan darah pada pasien yang diduga
sebagai sumber penyebab terjadinya epistaksis.

18

DAFTAR PUSTAKA

1. Boeis.et al. 1997. BIOES Buku Ajar Penyakit THT Edisi Keenam. Jakarta: EGC.
2. Djafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan telinga tengah. Buku Ajar Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorokan kepala dan Leher. Balai penerbit FKUI, Jakarta; 2007.
3. Roland NJ, McRae RDR dan Mc.Cobe AW. Key topics in Otolaryngology, Bios
Scientific Publisher Limited, 1995.
4. Balenger JJ, Snow JrJB. Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery, 15th
Ed.William & Wilkins, Baltimore, 1996.

19

Das könnte Ihnen auch gefallen