Sie sind auf Seite 1von 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sirosis adalah keadaan patoligis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik
yang berlangsung progresif ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan
nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoseluler. Jaringan penunjang
retikulum kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskuler, regenerasi nodularis
parenkim hati.
Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular (besar nodul lebih
dari 3 mm) atau mikronodular (besar nodul kurang dari 3 mm) atau campuran mikro dan
makronodular. Sirosis juga dapat diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi: 1)
alkoholik, 2) kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis), 3) biliaris, 4) kardiak dan 5)
metabolik, keturunan dan terkait obat.
Di Indonesia penyebab sirosis akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Hasil
penelitian menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan 40-50%, virus hepatitis C 30-40%,
sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui.

B. TUJUAN PENULISAN
Penulisan Refrat ini bertujuan untuk mengetahui sirosis hepatis dapat menyebabkan
asites yang mencakup definisi, etiologi, patogenesis, klinis serta diagnosis. Selain itu juga
sebagai syarat untuk dapat mengikuti ujian kepanitaraan klinik di bagian Ilmu Penyakit
Dalam RSUD Tidar Magelang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Sirosis Hepatis adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi
nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro
menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut.

B. ETIOLOGI
Ada 3 tipe sirosis atau pembentukan parut dalam hati:
1. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas
mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
2. Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat
lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran
empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
Bagian hati yang terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal tempat kanalikulus
biliaris dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk membentuk saluran empedu baru.
Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan jaringan yang berlebihan terutama terdiri atas
saluran empedu yang baru dan tidak berhubungan yang dikelilingi oleh jaringan parut.

C. PATOGENESIS
1. Proses Sirosis Hepatis Karena Virus
Mekanisme terjadinya proses yang berlangsung terus, mulai dari hepatitis virus
menjadi sirosi hati belum jelas. Ada 2 kemungkinan patogenesis, yaitu : (1) mekanis, (2)
imunologis atau (3) kombinasi keduanya. Pada setiap teori, yang penting harus terjadi proses
aktivasi fibroblas dan pembentukan komponen jaringan ikat.
a. Teori Mekanis
Teori mekanis menerangkan proses kelanjutan hepatitis virus menjadi sirosis hati
dengan mengemukakan bahwa pada daerah dimana terjadi nekrosis confluent, maka kerangka
retikulum lobul yang mengalami collaps akan berlaku sebagai kerangka untuk terjadinya
daerah parut yang luas. Dengan perkataan lain, proses kolagenesis kerangka retikulum
fibrosis hati diduga merupakan dasar proses sirosis. Dalam kerangka jaringan ikat ini, bagian
parenkim hati yang bertahan hidup, berkembang menjadi nodul regenerasi. Istilah yang
dipakai untuk sirosis hati jenis ini ialah jenis pasca nekrotik. Istilah ini menunjukkan bahwa
nekrosis sel hati yang terjadi merupakan penyebab sirosis.
Patogenesis sirosis pasca hepatitis memperlihatkan bahwa regenerasi parenkim hati
sesudah serangan hepatitis virus dan kelangsungan hidup hepatosit sekitar hepatic venule
merupakan hal yang sangat esensial. Jika hepatosit di daerah tersebut mengalami kerusakan,
maka daerah ini akan menjadi terpecah-pecah (fragmented), sehingga terjadi kerusakan yang
sifatnya confluent dan akhirnya pseudolobulasi berkembang.
b. Teori Imunologis
Walaupun hepatitis akut dengan nekrosis confluent dapat berkembang menjadi sirosis
hati, namun nampaknya proses tersebut harus melalui tingkat hepatitis kronik (agresif terlebih
dahulu). Kelompok hepatitis kronik dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kronik persisten dan
kronik aktif. Kelompok yaitu kronik persisten pada umumnya akan membaik. Sebaliknya
sebagian penderita hepatitis kronik agresif, akan berkembang menjadi fibrosis dan kemudian
sirosis. Tanda yang kira-kira dapat dipakai ialah jika pada biopsi hati ditemukan tanda-tanda
nekrosis bridging. Mekanisme imunologis agaknya mempunyai peranan penting dalam

hepatitis kronik. Ada 2 bentuk hepatitis kronik : 1) Hepatitis kronik tipe B, 2) Hepatitis
kronik autoimun atau tipe NANB.
Proses respon imunologis pada sejumlah kasus tidak cukup untuk menyingkirkan
virus atau hepatosit yang terinfeksi, dan sel yang mengandung virus ini merupakan
rangsangan untuk terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus sampai terjadi
kerusakan sel hati. Dari kasus-kasus yang dapat dilakukan biopsi hati berulang-ulang pada
penderita hepatitis kronik aktif ternyata bahwa proses perjalanan hepatitis kronis bisa
berlangsung sangat lama, bisa lebih dari 10 tahun.
2. Proses Sirosis Hepatis Karena Alkohol
Sirosis alkohol juga, disebut Sirosis Laennec, terjadi setelah penyalahgunaan
alkohol bertahun-tahun. Produk akhir pencernaan yang dihasilkan dihati pada seorang
pecandu alkohol, bersifat toksik terhadap hepatosit. Nutrisi yang buruk, yang sering dijumpai
pada pecandu alkohol, juga berperan menyebabkan kerusakan hati, mungkin dengan
merangsang hati secara berlebihan untuk melakukan Glokuneogenesis atau metabolisme
protein. Sirosis alkohol ini memiliki 3 stadium, yaitu :
a. Penyakit perlemakan hati
Adalah stadium pertama. Kelainan ini bersifat reversibel dan ditandai oleh
penimbunan Trigliserida di hepatosit. Alkohol dapat menyebabkan penimbunan Trigliserida
di hati dengan bekerja sebagai bahan bakar untuk pembentukan energi sehingga asam lemak
tidak lagi diperlukan. Produk-produk akhir alkohol, terutama Asetaldehida, juga mengganggu
fosfolarisasi oksidatif asam-asam lemak oleh mitokondria hepatosit, sehingga asam-asam
lemak tersebut terperangkap di dalam hepatosit. Infiltrasi oleh lemak bersifat refersibel
apabila ingesti alkohol dihentikan.
b. Hepatitis alkohol

Adalah stadium kedua sirosis alkohol. Hepatitis adalah peradangan sel-sel hati. Pada
para pecandu alkohol, peradangan sebagian sel dan nekrosis yang diakibatkannya biasanya
timbul setelah minum alkohol dalam jumlah besar, (kemungkinan timbulnya hepatitis
alkoholik kecil sekali pada penderita yang minum kurang dari 60 gram etanol sehari (6 oz
whisky atau liter anggur) atau jika etanol kuarang dari 20% kalori per hari). Lebih dari
80% kasus dengan hepatitis alkoholik terjadi setelah minum alkohol selama 5 tahun lebih
sebelum timbul gejala dan keluhan.
Kerusakan hepatosit mungkin disebabkan oleh toksisitas produk-produk akhir
metabolisme alkohol, terutama asetaldehida dan ion hidrogen. Stadium ini juga dapat
reversibel apabila ingesti alkohol dihentikan.
c. Sirosis
Adalah stadium akhir sirosis alkohol dan bersifat ireversibel. Pada stadium ini, sel-sel
hati yang mati diganti oleh jaringan parut. Peradangan kronik menyebabkan timbulnya
pembengkakan dan edema intertisium yang dapat menyebabkan kolapsnya pembuluhpembuluh darah kecil dan meningkatkan resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Selain
itu, akibat respon peradangan terbentuk pita-pita fibrosa yang melingkari dan melilit
hepatosit-hepatosit yang masih ada. Terjadi hipertensi portal dan acites. Biasanya timbul
varises oesofagus, rektum dan abdomen serta ikterus hepatoselular. Resistensi terhadap aliran
darah yang melintasi hati meningkat secara progresif dan funsi hati semakin memburuk.

D. MANIFESTASI KLINIS
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu
pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit. Gejala awal
sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang,
perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi,
testis mengecil, buah dada membesar, hilang dorongan seksual.
Stadium lanjut (dekompensata) gejala lebih menonjol bila timbul komplikasi
kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur,
demam tak begitu tinggi, gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan
siklus haid, ikterus dengan air kmih seperti warna teh pekat.
Temuan klinis sirosis meliputi:
1. Spider angioma-spiderangiomata.
Lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil, sering ditemukan di bahu,
muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui ada anggapan dikaitkan dengan
peningkatan rasio ekstradiol atau testosteron bebas. Tanda ini juga ditemukan selama hamil,
malnutrisi berat.
2. Eritema palmaris.
Warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Dikaitkan dengan
perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan
pada kehamilan, artritis reumatoid, hipertiroidisme, keganasan hematologi.
3. Jari gada.

Sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoartropi hipertrofi suatu periostitis


proliferatif kronik, menimbulkan nyeri.
4. Ginekomastia.
Berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae laki-laki. Akibat peningkatan
androstenedion, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki sehingga
laki-laki mengalami perubahan ke arah feminisme.
5. Pembesaran hati.
Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh
lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui
palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru
saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni).
Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut
menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba
benjol-benjol (noduler).
6. Obstruksi Portal dan Asites.
Asites adalah penimbunan cairan abnormal di rongga peritoneum. Penimbunan cairan
di rongga peritoneum dapat terjadi melalui 2 mekanisme dasar yakni transudasi dan eksudasi.
Ascites yang hubungan dengan sirosis hati dan hipertensi porta adalah salah satu contoh
penimbunan cairan di rongga peritoneum yang terjadi melalui mekanisme transudasi.
Patofisiologi
Ada beberapa teori yang menerangkan patofisiologi asites transudasi. Teori itu
misalnya underfilling, overfilling dan periferal vasodilation.

Teori Underfilling

Asites dimulai dari volume cairan plasma yang menurun akibat hipertensi porta dan
hipoalbunemia. Hipertensi porta akan meningkatkan tekanan hidrostatik venosa ditambah
7

hipoalbunemia akan menyebabkan transudasi, sehingga volume cairan intravaskuler


menurun, ginjal akan bereaksi dengan melakukan reabsorbsi air dan garam melalui
mekanisme neurohormonal

Teori overfilling

Asites dimulai dari ekspansi cairan plasma akibat reabsorbsi air oleh ginjal. Gangguan
fungsi ini akibat peningkatan aktivitas hormon anti-deurotik (ADH) dan penurunan aktivitas
hormon natriuretik karena penurunan fungsi hati. Teori overfilling tidak dapat menerangkan
kelanjutan asites menjadi sindrom hepatorenal.

Teori vasodilation

Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan
sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif praktis
akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak
memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke
dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi
tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh
darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan
semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara
berangsur-angsur mengalami penurunan.
Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan
asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang
9

cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial
menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi
terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
7. Varises Gastrointestinal.
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrofik juga
mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral sistem gastrointestinal dan
pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan
yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi
pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput
medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung
dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh
darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises atau temoroid
tergantung pada lokasinya.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi
akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan
perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan
yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan
mengalami hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur varises
pada lambung dan esofagus.
8. Atrofi testis hipogonadisme.
Menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini menonjol pada alkoholik sirosis dan
hemokromatosis.

9. Edema.

10

Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis.
Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema.
Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi
kalium.
10. Defisiensi Vitamin dan Anemia.
Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yan tidak
memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering
dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin
K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak
adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis
hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan
mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas
rutin sehari-hari.
11. Kemunduran Mental.
Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati dan
koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada
sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap
waktu serta tempat, dan pola bicara.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan fungsi hepar abnormal:
Adanya anemi, gangguan faal hati (penurunan kadar albumin serum, peninggian kadar
globulin serum, peninggian kadar direk dan indirek), penurunan enzim kolinesterse, serta
peninggian SGOT dan SGPT:

11

Peningkatan bilirubin serum (disebabkan oleh kerusakan metabolisme


bilirubin).

Peningkatan kadar amonia darah (akibat dari kerusakan metabolisme protein).

Peningkatan alkalin fosfat serum ALT dan AST (akibat dari destruksi jaringan
hepar).

PT memanjang (akibat dari kerusakan sintesis protrombin dan faktor


pembekuan).

Biopsi hepar dapat memastikan diagnosis bila pemeriksaan serum dan pemeriksaan
radiologis tak dapat menyimpulkan ultrasound, skan CT atau MRI dilakukan untuk mengkaji
ukuran hepar, derajat obstruksi dan aliran darah hepatik.
Elektrolit serum merupakan hipokalemi, alkalosis dan hiponatremi (disebabkan oleh
peningkatan sekresi aldosteron pada respon terhadap kekurangan volume cairan ekstraseluler
sekunder terhadap asites).
JDL menunjukkan penurunan SDM, hemoglobin, hematokrit, trombosit dan SDP
(hasil dari depresi sumsum sekunder terhadap kegagalan ginjal dan kerusakan metabolisme
nutrien).
Urinalisis menunjukkan bilirubinuria.

F. DIAGNOSIS
Pada stadium kompensasi sempurna kadang sangat sulit menegakkan diagnosis sirosis
hati. Pada proses lanjutandari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis
dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia atau serologi dan
pemeriksaan penunjang lainnya. Penegakan sirosis hepatis terdiri dari pemeriksaan fisik,
laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu perlu dilakukan pemeriksaan biopsi hati. Pada

12

stadium dekompensata diagnosis kadangkala tidak sulit karena gejala dan tanda-tanda klinis
sudah tampak dengan adanya komplikasi.

G. PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada luasnya kerusakan hati atau kegagalan hepatoselular,
beratnya hipertensi portal dan timbulnya komplikasi.

H. PENANGANAN
Terapi ditujukan mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang
bisa menambah kerusakan hati, pencegaahan dan penanganan komplikasi. Bila tidak ada
koma hepatik diberikan diet yang mengandung protein 1 g/kgBB dan kalori sebanyak 20003000 kkal/hari. Tatalaksana pasien serosis kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi
kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi.
Pengobatan sirosis dekompensata.
Asites: tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2
gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik.
Dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respon diuretik
bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1
kg/hari dengan adanya edema kaki. Pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi
dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Furosemid bisa ditambah dosis bila tidak ada
respon, maksimal dosis 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar.
Ensefalopati hepatik: laktulosa membantu untuk mengeluarkan amonia. Neomisin
digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia, diet protein dikurangi sampai
0,5 gr/kgBB/hari.

13

Varises esofagus: sebelum berdarah dan sesudah berdarah diberikan obat penyekat
beta (propanolol). Perdarahan akut diberikan preparat somatostatin, peritonitis bakterial
spontan diberikan antibiotik seperti sefotaksim intravena, amoksisilin, atau aminoglikosida.

14

BAB III
KESIMPULAN
Sirosis Hepatis adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi
nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro
menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut.
Penyebab sirosis hepatis di Indonesia paling banyak disebabkan infeksi virus hepatitis
B 40-50%, virus hepatitis C 30-40%.
Gejala yang ditemukan pada sirosis hepatis stadium awal (kompensata) meliputi
perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual,
berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada
membesar, hilang dorongan seksual. Stadium lanjut (dekompensata) gejala lebih menonjol
bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan,
gangguan tidur, demam tak begitu tinggi, gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi,
epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kmih seperti warna teh pekat.
Prognosis untuk sirosis hepatis tergantung pada luasnya kerusakan hati atau kegagalan
hepatoselular, beratnya hipertensi portal dan timbulnya komplikasi

15

Das könnte Ihnen auch gefallen