Sie sind auf Seite 1von 28

ASUHAN KEPERAWATAN SOLUSIO PLASENTA

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Solusio plasenta atau disebut abruption placenta / ablasia placenta adalah
separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (korpus
uteri) dalam masa kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir.
Dalam plasenta terdapat banyak pembuluh darah yang memungkinkan
pengantaran zat nutrisi dari ibu kejanin, jika plasenta ini terlepas dari
implantasi normalnya dalam masa kehamilan maka akan mengakibatkan
perdarahan yang hebat.
Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada
plasenta previa oleh karena pada kejadian tertentu perdarahan yang
tampak keluar melalui vagina hampir tidak ada / tidak sebanding dengan
perdarahan yang berlangsung internal yang sangat banyak pemandangan
yang menipu inilah yang sebenarnya yang membuat solusio plasenta lebih
berbahaya karena dalam keadaan demikian seringkali perkiraan jumlah,
darah yang telah keluar sukar diperhitungkan, padahal janin telah mati dan
ibu berada dalam keadaan syok.
Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada kasuskasus berat didapatkan korelasi dengan penyakit hipertensi vaskular
menahun, 15,5% disertai pula oleh pre eklampsia. Faktor lain diduga turut

berperan sebagai penyebab terjadinya solusio plasenta adalah tingginya


tingkat paritas dan makin bertambahnya usia ibu.
Gejala dan tanda solusio plasenta sangat beragam, sehingga sulit
menegakkan diagnosisnya dengan cepat. Dari kasus solusio plasenta
didiagnosis dengan persalinan prematur idopatik, sampai kemudian terjadi
gawat janin, perdrhan hebat, kontraksi uterus yang hebat, hipertomi uterus
yang menetap. Gejala-gejala ini dapat ditemukan sebagai gejala tunggal
tetapi lebih sering berupa gejala kombinasi.Solusio plasenta merupakan
penyakit kehamilan yang relatif umum dan dapat secara serius
membahayakan keadaan ibu. Seorang ibu yang pernah mengalami solusio
plasenta, mempunyai resiko yang lebih tinggi mengalami kekambuhan
pada kehamilan berikutnya. Solusio plasenta juga cenderung menjadikan
morbiditas dan bahkan mortabilitas pada janin dan bayi baru lahir.
1.2 Batasan Masalah
Makalah yang kami buat ini dibatasi pada hal-hal yang mngenai solusio
plasenta. Tentang definisi solusio plasenta, etiologi, patofisiologi, klasifikasi
solusio plasenta, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, komplikasi,
prognosis, asuhan keperawatan pada solusio plasenta.

1.3 Rumusan Masalah


a)

Apa definisi solusio plasenta ?

b)

Apa etiologi solusio plasenta?

c)

Bagaimana patofisiologi dari solusio plasenta ?

d)

Apa saja klasifikasi dari solusio plasenta ?

e)

Apa saja manifestasi klinis dari solusio plasenta ?

f)
Apa saja pemeriksaan penunjang untuk pasien dengan solusio
plasenta ?
g)

Apa saja klasifikasi dari solusio plasenta ?

h)

Apa prognosis dari solusio plasenta ?

i)
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan solusio
plasenta ?

1.4 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini yaitu :
a)

Untuk mengetahui definisi solusio plasenta.

b)

Untuk mengetahui etiologi dari solusio plasenta.

c)

Untuk mengetahui patofisiologi dan solusio plasenta.

d)

Untuk mengetahui kalsifikasi dari solusio plasenta.

e)

Untuk mengetahui manifestasi klinis dari solusio plasenta.

f)

Untuk mengetahui pemeriksaan pemnunjang untuk solusio plasenta.

g)

Untuk mengetahui klasifikasi dari solusio plasenta.

h)

Untuk mengetahui prognosis dari solusio plasenta.

i)
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan solusio
plasenta.

1.5 Manfaat
Manfaat dari penyusunan makalah ini yaitu memberikan sidikit informasi
kepada mahasiswa tentang solusio plasenta sampai asuhan keperawatan
pasien dengan solusio plasenta.

BAB 2
ISI

2.1 Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada
korpus uteri sebelum janin lahir, dengan masa kehamilan 22 minggu / berat
janin di atas 500 gr.

2.2 Etiologi

Etiologi dari solusio belum diketahui secara pasti. Faktor predisposisi yang
mungkin ialah hipertensi kronik, trauma eksternal, tali pusat pendek,
defisiensi gizi, merokok, konsumsi alkohol, penyalah gunaan kokain, umur
ibu yang tua.

2.3 Patofisiologi
Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh perdarahan ke dalam desidua
basalis yang kemudian terbelah dan meningkatkan lapisan tipis yang
melekat pada mometrium sehingga terbentuk hematoma desidual yang
menyebabkan pelepasan, kompresi dan akhirnya penghancuran plasenta
yang berdekatan dengan bagian tersebut.
Ruptur pembuluh arteri spiralis desidua menyebabkan hematoma retro
plasenta yang akan memutuskan lebih banyak pembuluh darah, hingga
pelepasan plasenta makin luas dan mencapai tepi plasenta, karena uterus
tetap berdistensi dengan adanya janin, uterus tidak mampu berkontraksi
optimal untuk menekan pembuluh darah tersebut. Selanjutnya darah yang
mengalir keluar dapat melepaskan selaput ketuban.

Pohon masalah

Trauma

Perdarahan ke dalam desidualbasalis

Terbelah & meninggal lapisan tipis pada miometrium

Terbentuk hematoma desidual

Penghancuran plasenta

Ruptur pembuluh arteri spinalis desidua

Hematoma retroplasenta

Pelepasan plasenta lebih banyak

Uterus tidak mampu berkontraksi optimal


Darah mengalir keluar dapat melepaskan selaput ketuban

Syok hipovolemik

2.4 Klasifikasi
1. Menurut derajat lepasnya plasenta
a)
Solusio plasenta partsialis
Bila hanya sebagaian plasenta terlepas dari tepat pelekatnya.
b)

Solusio plasenta totalis

Bila seluruh plasenta sudah terlepas dari tempat pelekatnya.


c)

Prolapsus plasenta

Bila plasenta turun kebawah dan dapat teraba pada pemeriksaan dalam.

1. Menurut derajat solusio plasenta dibagi menjadi :


a)
Solusio plasenta ringan
Ruptur sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta yang
tidak berdarah banyak akan menyebabkan perdarahan pervaginan
berwarna kehitaman dan sedikit. Perut terasa agk sakit atau terus menerus
agak tegang. Bagian janin masih mudah diraba.
b)

Solusio plasenta sedang

Plasenta telah terlepas lebih dari seperempat tanda dan gejala dapat
timbul perlahan atau mendadak dengan gejala sakit terus menerus lalu
perdarahan pervaginan. Dinding uterus teraba tegang.
c)

Solusio plasenta berat

Plasenta telah lepas dari dua pertiga permukaan disertai penderita shock.

2.5 Manifestasi Klinis


1. Anamnesis
Perdarahan biasanya pada trimester ketiga, perdarahan pervaginan
berwarna kehitam-hitaman yang sedikit sekali dan tanpa rasa nyeri sampai
dengan yang disertai nyeri perut, uterus tegang perdarahan pervaginan
yang banyak, syok dan kematian janin intra uterin.

1. Pemeriksaan fisik
Tanda vital dapat normal sampai menunjukkan tanda syok.
1. Pemeriksaan obstetri
Nyeritekan uterus dan tegang, bagian-bagian janin yang sukar dinilai,
denyut jantung janin sulit dinilai / tidak ada, air ketuban berwarna
kemerahan karena tercampur darah.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium darah : hemoglobin, hemotokrit, trombosit, waktu
protombin, waktu pembekuan, waktu tromboplastin, parsial, kadar
fibrinogen, dan elektrolit plasma.
2. Cardiotokografi untuk menilai kesejahteraan janin.
3. USG untuk menilai letak plasenta, usia gestasi dan keadaan janin.

2.7 Komplikasi
1)

Langsung (immediate)

2)

Perdarahan
Infeksi
Emboli dan syok abtetric.
Tidak langsung (delayed)

Couvelair uterus, sehinga kontraksi tak baik, menyebabkan perdarahan post


partum.
Hipofibrinogenamia dengan perdarahan post partum.
Nikrosis korteks neralis, menyebabkan anuria dan uremia
Kerusakan-kerusakan organ seperti hati, hipofisis.
3)
Tergantung luas plasenta yang terlepas dan lamanya solusio
plasenta berlangsung. Komplikasi pada ibu ialah perdarahan, koalugopati
konsumtif (kadar fibrinogen kurang dari 150 mg % dan produk degradasi
fibrin meningkat), oliguria, gagal ginjal, gawat janin, kelemahan janin dan
apopleksia utero plasenta (uterus couvelar). Bila janin dapat diselamatkan,
dapat terjadi komplikasi asfiksia, berat badan lahir rendah da sindrom
gagal nafas.

2.8 Penatalaksanaan
1. Harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas operasi .
2. Sebelum dirujuk , anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan
menghadap ke kiri , tidak melakukan senggama , menghindari eningkatan
tekanan rongga perut .
3. Pasang infus cairan Nacl fisiologi . Bila tidak memungkinkan, berikan cairan
peroral .
4. Pantau tekanan darah & frekuensi nadi tiap 15 menit untuk mendeteksi
adanya hipotensi / syk akibat perdarahan . pantau pula BJJ & pergerakan
janin .
5. Bila terdapat renjatan , segera lakukan resusitasi cairan dan tranfusi darah ,
bila tidak teratasi , upayakan penyelamatan optimal dan bila teratsi
perhatikan keadaan janin .

6. Setelah renjatan diatasi pertimbangkan seksio sesarea bila janin masih hidup
atau persalinan pervaginam diperkirakan akan berlangsung lama . bila
renjatan tidak dapat diatasi , upayakan tindakan penyelamatan optimal .
7. Setelah syok teratasi dan janin mati , lihat pembukaan . bila lebih dari 6 cm
pecahkan ketuban lalu infus oksitosin . bila kurang dari 6 cm lakukan seksio
sesarea .
8. Bila tidak terdapat renjatan dan usia gestasi kurang dari 37 minggu / taksiran
berat janin kurang dari 2.500 gr . penganganan berdasarkan berat / ringannya
penyakit yaitu :
a)
Solusi plasenta ringan .

b)

Ekspektatif , bila ada perbaikan ( perdarahan berhenti , kontraksi uterus tidak


ada , janin hidup ) dengan tirah baring atasi anemia , USG & KTG serial ,
lalu tunggu persalinan spontan .
Aktif , bila ada perburukan ( perdarahan berlangsung terus , uterus
berkontraksi , dapat mengancam ibu / janin ) usahakan partus pervaginam
dengan amnintomi / infus oksitosin bila memungkinan . jika terus
perdarahan skor pelvik kurang dari 5 / ersalinan masih lama , lakukan seksi
sesarea
Slusio plasenta sedang / berat .
Resusitasi cairan .
Atasi anemia dengan pemberian tranfusi darah .
Partus pervaginam bila diperkirakan dapat berkurang dalam 6 jam
perabdominam bila tidak dapat renjatan , usia gestasi 37 minggu / lebih /
taksiran berat janin 2.500 gr / lebih , pikirkan partus perabdominam bila
persalinan pervaginam diperkirakan berlangsung lama .

2.9 Prognosis

1. Terhadap ibu
Mortalitas ibu 5 10 % hal ini karena adanya perdarahan sebelum dan
sesudah partus.
1. Terhadap anak
Mortalitas anak tinggi mencapai 70 80 % hal ini tergantung derajat
pelepasan dari plasenta.
1. Terhadap kehamilan berikutnya
Biasanya bila telah menderita penyakit vaskuler dengan solusio plasenta,
maka kehamilan berikutnya sering terjadi solusio plasenta yang lebih
hebat.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
SOLUSIO PLACENTA

3.1 Pengkajian
1. Biodata
Pada biodata yang perlu dikaji berhubungan dengan solusio plasenta
antara lain

1. Nama
Nama dikaji karena nama digunakan untuk mengenal dan merupakan
identitas untuk membedakan dengan pasien lain dan menghindari
kemungkinan tertukar nama dan diagnosa penyakitnya.
1. Jenis kelamin
Pada solusio plasenta diderita oleh wanita yang sudah menikah dan
mengalami kehamilan.
1. Umur
Solusio plasenta cenderung terjadi pada usia lanjut (> 45 tahun) karena
terjadi penurunan kontraksi akibat menurunnya fungsi hormon (estrogen)
pada masa menopause.
1. Pendidikan
Solusio plasenta terjadi pada golongan pendidikan rendah karena mereka
tidak mengetahui cara perawatan kehamilan dan penyebab gangguan
kehamilan.
1. Alamat
Solusio plasenta terjadi di lingkungan yang jauh dan pelayanan kesehatan,
karena mereka tidak pernah dapat pelayanan kesehatan dan pemeriksaan
untuk kehamilan.
1. Riwayat persalinan
Riwayat persalinan pada solusio plasenta biasanya pernah mengalami
pelepasan plasenta.

1. Status perkawinan
Dengan status perkawinan apakah pasien mengalami kehamilan (KET)
atau hanya sakit karena penyakit lain yang tidak ada hubungannya dengan
kehamilan.
1. Agama
Untuk mengetahui gambaran dan spiritual pasien sebagai memudahkan
dalam memberikan bimbingan kegamaan.
1. Nama suami
Agar diketahui siapa yang bertanggung jawab dalam pembiayaan dan
memberi persetujuan dalam perawatan.
1. Pekerjaan
Untuk mengetahui kemampuan ekonomi pasien dalam pembinaan selama
istrinya dirawat.

1. Keluhan utama
Pasien mengatakan perdarahan yang disertai nyeri
Rahim keras seperti papan dan nyeri tekan karena isi rahim bertambah
dengan dorongan yang berkumpul dibelakang plasenta, sehingga rahim
tegang.
Perdarahan yang berulang-ulang.
1. Riwayat penyakit sekarang
Darah terlihat merah kehitaman karena membentuk gumpalan darh, darah
yang keluar sedikit banyak, terus menerus. Akibat dari perdarahan pasien
lemas dan pucat. Sebelumnya biasanya pasien pernah mengalami
hypertensi esensialis atau pre eklampsi, tali pusat pendek trauma, uterus
yang sangat mengecil (hydroamnion gameli) dll.

1. Riwayat penyakit masa lalu


Kemungkinan pasien pernah menderita penyakit hipertensi / pre eklampsi,
tali pusat pendek, trauma, uterus / rahim feulidli.

1. Riwayat psikologis
Pasien cemas karena mengalami perdarahan disertai nyeri, serta tidak
mengetahui asal dan penyebabnya.
1. Pemeriksaan fisik
a)
Keadaan umum

b)

c)

Kesadaran : composmetis s/d coma


Postur tubuh : biasanya gemuk
Cara berjalan : biasanya lambat dan tergesa-gesa
Raut wajah : biasanya pucat
Tanda-tanda vital
Tensi : normal sampai turun (syok)
Nadi : normal sampai meningkat (> 90x/menit)
Suhu : normal / meningkat (> 370 c)
RR : normal / meningkat (> 24x/menit)
Pemeriksaan cepalo caudal
Kepala : kulit kepala biasanya normal / tidak mudah mengelupas rambut
biasanya rontok / tidak rontok.
Muka : biasanya pucat, tidak oedema ada cloasma
Hidung : biasanya ada pernafasan cuping hidung
Mata : conjunctiva anemis

Dada : bentuk dada normal, RR meningkat, nafas cepat da dangkal,


hiperpegmentasi aerola.

Abdomen
Inspeksi : perut besar (buncit), terlihat etrio pada area perut, terlihat
linea alba dan ligra

Palpasi rahim keras, fundus uteri naik

Auskultasi : tidak terdengar DJJ, tidak terdengar gerakan janin.

Genetalia
Hiperpregmentasi pada vagina, vagina berdarah / keluar darah yang merah
kehitaman, terdapat farises pada kedua paha / femur.

Ekstimitas
Akral dingin, tonus otot menurun.

d)

pemeriksaan penunjang

Darah : Hb, hemotokrit, trombosit, fibrinogen, elektrolit.


USG untuk mengetahui letak plasenta,usia gestasi, keadaan janin
3.2. Daftar Diagnosa Keperawatan

1)
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan ditandai
dengan conjungtiva anemis , acral dingin , Hb turun , muka pucat & lemas .
2)
Resiko tinggi terjadinya letal distress berhubungan dengan perfusi
darah ke plasenta berkurang .

3)
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus
di tandai terjadi distress / pengerasan uterus , nyeri tekan uterus .
4)
Gangguan psikologi ( cemas ) berhubungan dengan keadaan yang
dialami .
5)
Potensial terjadinya hypovolemik syok berhubungan dengan
perdarahan .
6)
Kurang pengetahuan klien tentang keadaan patologi yang dialaminya
berhubungan dengan kurangnya informasi .
3.3. Intervensi Keperawatan
1)
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan ditandai
dengan conjunctiva anemis, acrar dingin, Hb turun, muka pucat, lemas.
- Tujuan : suplai / kebutuhan darah kejaringan terpenuhi
- Kriteria hasil
Conjunctiva tida anemis, acral hangat, Hb normal muka tidak pucat, tida
lemas.
- Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya dengan pasien
Rasional : pasien percaya tindakan yang dilakukan
2. Jelaskan penyebab terjadi perdarahan
Rasional : pasien paham tentang kondisi yang dialami

3.Monitor tanda-tanda vital


Rasional : tensi, nadiyang rendah, RR dan suhu tubuh yang tinggi
menunjukkan gangguan sirkulasi darah.
4.Kaji tingkat perdarahan setiap 15 30 menit
Rasional : mengantisipasi terjadinya syok
5.Catat intake dan output
Rasional : produsi urin yang kurang dari 30 ml/jam menunjukkan
penurunan fungsi ginjal.
6.Kolaborasi pemberian cairan infus isotonik
Rasional : cairan infus isotonik dapat mengganti volume darah yang hilang
akiba perdarahan.
7.Kolaborasi pemberian tranfusi darah bila Hb rendah
Rasional : tranfusi darah mengganti komponen darah yang hilang akibat
perdarahan.

2)
Resiko tinggi terjadinya fetal distres berhubungan dengan perfusi
darah ke placenta berkurang.
- Tujuan : tidak terjadi fetal distress
- Kriteria hasil : DJJ normal / terdengar, bisa berkoordinasi, adanya
pergerakan bayi,

bayi lahir selamat.


- Intervensi
1. Jelaskan resiko terjadinya dister janin / kematian janin pada ibu
Rasional : kooperatif pada tindakan
2. Hindari tidur terlentang dan anjurkan tidur ke posisi kiri
Rasional : tekanan uterus pada vena cava aliran darah kejantung menurun
sehingga terjadi perfusi jaringan.
3. Observasi tekanan darah dan nadi klien
Rasional : penurunan dan peningkatan denyut nadi terjadi pad sindroma
vena cava sehingga klien harus di monitor secara teliti.
4.Oservasi perubahan frekuensi dan pola DJ janin
Rasional : penurunan frekuensi plasenta mengurangi kadar oksigen dalam
janin sehingga menyebabkan perubahan frekuensi jantung janin.
5.Berikan O2 10 12 liter dengan masker jika terjadi tanda-tanda fetal
distress
Rasional : meningkat oksigen pada janin.

3)
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kontraksi uteres
ditandai terjadi distrensi uterus, nyeri tekan uterus.

- Tujuan : klien dapat beradaptasi dengan nyeri


- Kriteria hasil :
* Klien dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri.
* Klien kooperatif dengan tindakan yang dilakukan.
- Intervensi
1. Jelaskan penyebab nyeri pada klien
Rasional : dengan mengetahui penyebab nyeri, klien kooperatif terhadap
tindakan
2. Kaji tingkat nyeri
Rasional : menentukan tindakan keperawatan selanjutnya.
3. Bantu dan ajarkan tindakan untuk mengurangi rasa nyeri.
- Tarik nafas panjang (dalam) melalui hidung dan meng-hembuskan pelanpelan
melalui mulut.
Rasional : dapat mengalihkan perhatian klien pada nyeri yang dirasakan.
- Memberikan posisi yang nyaman (miring kekiri / kanan)
Rasional : posisi miring mencegah penekanan pada vena cava.
- Berikan masage pada perut dan penekanan pada punggung

Rasional : memberi dukungan mental.

4)
Gangguan psikologis (cemas) berhubungan dengan keadaan yang
dialami
- Tujuan : klien tidak cemas dan dapat mengerti tentang keadaannya.
- Kriteria hasil : penderita tidak cemas, penderita tenang, klie tidak gelisah.
- Intervensi
1. Anjurkan klilen untuk mengemukakan hal-hal yang dicemaskan.
Rasional : dengan mengungkapkan perasaannyaaka mengurangi beban
pikiran.
2. Ajak klien mendengarkan denyut jantung janin
Rasional : mengurangi kecemasan klien tentag kondisi janin.
3.Beri penjelasan tentang kondisi janin
Rasional : mengurangi kecemasan tentang kondisi / keadaan janin.
4.Beri informasi tentang kondisi klien
Rasional : mengembalikan kepercayaan dan klien.

5.Anjurkan untuk manghadirkan orang-orang terdekat


Rasional : dapat memberi rasa aman dan nyaman bagi klien
6.Anjurkan klien untuk berdoa kepada Tuhan
Rasional : dapat meningkatkan keyakinan kepada Tuhan tentang kondisi
yang dilami.
7.Menjelaskan tujuan dan tindakan yang akan diberikan
Rasional : penderita kooperatif.

5)
Potensial terjadinya hypovolemik syok berhubungan dengan
perdarahan
- Tujuan : syok hipovolemik tidak terjadi
- Kriteria hasil :
* Perdarahan berkurang
* Tanda-tanda vital normal
* Kesadaran kompos metit
- Intervensi
1.Kaji perdarahan setiap 15 30 menit
Rasional : mengetahui adanya gejala syok sedini mungkin.

2.Monitor tekanan darah, nadi, pernafasan setiap 15 menit, bila normal


observasi dilakukan setiap 30 menit.
Rasional : mengetahui keadaan pasien
3.Awasi adanya tanda-tanda syok, pucat, menguap terus keringat dingin,
kepala pusing.
Rasional : menentkan intervensi selanjutnya dan mencegah syok sedini
mungkin
4.Kaji konsistensi abdomen dan tinggi fundur uteri.
Rasional : mengetahui perdarahan yang tersembunyi
5.Catat intake dan output
Rasional : produksi urine yang kurang dari 30 ml/jam merupakan
penurunan fungsi ginjal.
6.Berikan cairan sesuai dengan program terapi
Rasional : mempertahanka volume cairan sehingga sirkulasi bisa adekuat
dan sebagian persiapan bila diperlukan transfusi darah.
6)
Kurangnya pengetahuan klien tentang keadaan patologi yang
dialaminya berhubungan dengan kurangnya informasi
- Tujuan : penderita dapat mengerti tentang penyakitnya.
- Kriteria hasil : dapat menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan
penyakitnya.

- Intervensi
1. Kaji tingkat pengetahuan penderita tentang keadaanya
Rasional : menentukan intervensi keperawatan selanjutnya.
2. Berikan penjelasan tentang kehamilan dan tindakan yang akan
dilakukan.
a. Pengetahua tentang perdarahan antepartum.
b. Penyebab
c. Tanda dan gejala
d. Akibat perdarahan terhadap ibu dan janin
e. Tindakan yang mungkin dilakukan
Rasional : penderita mengerti dan menerima keadaannya serta pederita
menjadi kooperatif.

BAB 4
PENUTUP

KESIMPULAN
Solusio plasenta atau disebut abruption placenta / ablasia placenta adalah
separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (korpus
uteri) dalam masa kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir.
Dalam plasenta terdapat banyak pembuluh darah yang memungkinkan
pengantaran zat nutrisi dari ibu kejanin, jika plasenta ini terlepas dari
implantasi normalnya dalam masa kehamilan maka akan mengakibatkan
perdarahan yang hebat.
Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada
plasenta previa oleh karena pada kejadian tertentu perdarahan yang
tampak keluar melalui vagina hampir tidak ada / tidak sebanding dengan
perdarahan yang berlangsung internal yang sangat banyak pemandangan
yang menipu inilah yang sebenarnya yang membuat solusio plasenta lebih
berbahaya karena dalam keadaan demikian seringkali perkiraan jumlah,
darah yang telah keluar sukar diperhitungkan, padahal janin telah mati dan
ibu berada dalam keadaan syok.
Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada kasuskasus berat didapatkan korelasi dengan penyakit hipertensi vaskular
menahun, 15,5% disertai pula oleh pre eklampsia. Faktor lain diduga turut
berperan sebagai penyebab terjadinya solusio plasenta adalah tingginya
tingkat paritas dan makin bertambahnya usia ibu.
Gejala dan tanda solusio plasenta sangat beragam, sehingga sulit
menegakkan diagnosisnya dengan cepat. Dari kasus solusio plasenta
didiagnosis dengan persalinan prematur idopatik, sampai kemudian terjadi
gawat janin, perdrhan hebat, kontraksi uterus yang hebat, hipertomi uterus
yang menetap. Gejala-gejala ini dapat ditemukan sebagai gejala tunggal
tetapi lebih sering berupa gejala kombinasi.

DAFTAR PUSTAKA

MANSJOER ARIF DKK . 2001.KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. EDISI 3


JILID 1.FK UI . JAKARTA

Das könnte Ihnen auch gefallen