Sie sind auf Seite 1von 11

AKREDITASI NASIONAL

SEBAGAI STANDARISASI PENDIDIKAN

A. Pendahuluan
Akreditasi sekolah merupakan kegiatan penilaian yang dilakukan oleh
pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang untuk menentukan
kelayakan program satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non-formal
pada setiap jenjang dan jenis pendidikan, berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan,
sebagai bentuk akuntabilitas publik yang

dilakukan secara obyektif, adil,

transparan dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang


mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan. Latar belakang adanya kebijakan
akreditasi

sekolah di Indonesia adalah bahwa setiap warga negara berhak

memperoleh pendidikan yang bermutu. Untuk dapat menyelenggarakan pendidikan


yang bermutu, maka setiap satuan/program pendidikan harus memenuhi atau
melampaui standar yang dilakukan melalui kegiatan akreditasi terhadap kelayakan
setiap satuan/program pendidikan. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria
minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang
bermutu. Ruang lingkup Standar Nasional Pendidikan delapan hal, yaitu standar isi,
standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar
sarana prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian.
Sebagaimana tujuan diadakannya kegiatan akreditasi sekolah/madrasah ialah:
1. Memberikan informasi tentang kelayakan sekolah/madrasah atau program yang
dilaksanakannya berdasarkan Standar Nasional Pendidikan.
2. Memberikan pengakuan peringkat kelayakan.
3. Memberikan rekomendasi tentang penjaminan mutu pendidikan kepada program
dan atau satuan pendidikan yang diakreditasi dan pihak terkait[1].

Pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah memiliki manfaat sebagai berikut:


1. Dapat

dijadikan

sebagai

acuan

dalam

upaya

peningkatan

mutu

Sekolah/Madrasah dan rencana pengembangan Sekolah/Madrasah.


2. Dapat dijadikan sebagai motivator agar Sekolah/Madrasah terus meningkatkan
mutu pendidikan secara bertahap, terencana, dan kompetitif baik di tingkat
kabupaten/kota, provinsi, nasional bahkan regional dan internasional.
3. Dapat dijadikan umpan balik dalam usaha pemberdayaan dan pengembangan
kinerja warga Sekolah/Madrasah dalam rangka menerapkan visi, misi, tujuan,
sasaran, strategi dan program Sekolah/Madrasah.
4. Membantu mengidentifikasi Sekolah/Madrasah dan program dalam rangka
pemberian bantuan pemerintah, investasi dana swasta dan donatur atau bentuk
bantuan lainnya.
5. Bahan informasi bagi Sekolah/Madrasah sebagai masyarakat belajar untuk
meningkatkan dukungan dari pemerintah, masyarakat, maupun sektor swasta
dalam hal profesionalisme, moral, tenaga dan dana.
6. Membantu

Sekolah/Madrasah

dalam

menentukan

dan

mempermudah

kepindahan peserta didik dari satu sekolah ke sekolah lain, pertukaran guru dan
kerjasama yang saling menguntungkan[2].
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan betapa pentingnya akreditasi sekolah
bagi upaya peningkatan mutu dan layanan serta penjaminan mutu sebuah satuan
pendidikan. Dalam kenyataan di lapangan bahwa akreditasi sekolah lebih banyak
dimaknai untuk memperoleh status dan pengakuan secara formal saja. Sementara
makna sesungguhnya belum banyak diketahui dan dilaksanakan secara sungguhsungguh. Ini terbukti bahwa kinerja sekolah akan meningkat ketika akan dilakukan
kegiatan akreditasi dengan menyiapkan seluruh perangkat administrasi sesuai
dengan instrument yang ada, sementara setelah akreditasi berlangsung dan
memperoleh sebuah pengakuan maka kinerja dari komponen sekolah kembali
seperti semula. Hal inilah yang menjadi keprihatinan, dan mengapa demikian?
Berdasarkan penelusuran penulis di lapangan (masyarakat dan sekolah), itu semua
disebabkan karena kesalah pahaman masyarakat dan pengelola sekolah memaknai

Akreditasi, yang sepemahaman mereka jika sekolah sudah terakreditasi berarti


sekolah tersebut mendapatkan kategori sekolah maju, bermutu, dan secara otomatis
juga mendapat pengakuan dari masyarakat luas, bermula dari sinilah makalah ini
akan membahas studi kebijakan pendidikan tentang kriteria dan perangkat
akreditasi sekolah/madrasah.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dan untuk membatasi pembahasan dalam makalah
ini dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.

Apakah fungsi akreditasi sekolah ?

2.

Bagaimana prinsip-prinsip akreditasi sekolah ?

3.

Bagaimana prosedur akreditasi sekolah ?

4.
C. Pembahasan Masalah
1.

Fungsi Akreditasi Sekolah


Fungsi akreditasi sekolah adalah: (a) untuk pengetahuan, yakni dalam
rangka mengetahui bagaimana kelayakan dan kinerja sekolah dilihat dari
berbagai unsure yang terkait, mengacu kepada baku kualitas yang
dikembangkan berdasarkan indikator-indikator amalan baik sekolah, (b) untuk
akuntabilitas, yakni agar sekolah dapat mempertanggungjawabkan apakah
layanan yang diberikan memenuhi harapan atau keinginan masyarakat, dan (c)
untuk kepentingan pengembagan, yakni agar sekolah dapat melakukan
peningkatan kualitas atau pengembangan berdasarkan masukan dari hasil
akreditasi.

2.

Prinsip-Prinsip Akreditasi Sekolah


Prinsip-prinsip akreditasi yaitu; (a) objektif, informasi objektif tentang
kelayakan kinerja sekolah, (b) efektif, hasil akreditasi memberikan informasi
yang dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan, (c) komprehensif,
meliputi berbagai aspek dan menyeluruh, (d) memandirikan, sekolah dapat
berupaya meningkatakan mutu dengan bercermin pada evaluasi diri, dan (d)

keharusan (mandatory), akreditasi dilakukan untuk setiap sekolah sesuai dengan


kesiapan sekolah.
3.

Prosedur Akreditasi Sekolah


Sebelum membahas apa itu manajemen pendidikan pondok pesantren
maka kita harus tahu dahulu apa itu manajemen pendidikan dan apa itu
pesantren. Manajemen, secara etimologik berasal dari kata manage atau manus
(latin) yang berarti memimpin, menangani, mengatur dan atau membimbing.
Dengan demikian berarti pengertian manajemen dapat diartikan sebagai sebuah
proses

khas,

yang terdiri

dari

tindakan-tindakan

yaitu

perencanaan,

pengorganisasian, penggiatan, dan juga pengawasan. Hal ini dilakukan untuk


mencapai sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya
manudan kinerja sesia dan sumber-sumber lainnya (Halim, 2005: 71). Sebagai
applied science (ilmu aplikatif), fungsi manajemen dapat dijabarkan menjadi
sebuah proses tindakan meliputi beberapa hal, yaitu planning (perencanaan),
organizing (pengorganisasian), leading (kepemimpinan), dan controlling
(pengawasan). Istilah Pondok berasal dari bahasa Arab funduq yang artinya
hotel atau asrama (Dhofier, 2011:41).
Pesantren berasal dari kata santri, yang dengan awalan pe- dan akhiran an berarti tempat tinggal para santri. Pondok pesantren dapat dimaknai sebagai
asrama untuk tempat tinggal para santri dalam mendalami atau belajar ilmu
agama. Menurut Mastuhu pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional
Islam untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama
Islam (Tafaquh fi al-Din) dengan menekankan pada pentingnya moral agama
Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari (Mastuhu, 1994:6).
Jadi Manajemen Pendidikan Pondok Pesantren adalah suatu usaha atau
tindakan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan
pengawasan dalam rangkan untuk mencapai tujuan pendidikan di Pondok
Pesantren.
4.

Pengertian Pondok Pesantren Salafy dan Khalafy

Menurut Dhofier secara umum pondok pesantren dibagi menjadi dua,


yaitu salafy dan khalafy (modern). Pondok Pesantren Salafy (model pesantren
tradisional) merupakan jenis pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran
kitab-kitab klasik sebagai inti pendidikannya. Di pesantren ini, mata pelajaran
umum tidak diberikan. Tradisi masa lalu sangat dipertahankan. Pesantren
Lirboyo dan Ploso di Kediri Jawa Timur serta pesantren Maslakul Huda Kajen
Pati Jawa Tengah dapat disebut sebagai contoh pesantren Salafy.
Pondok Pesantren Khalafy (modern) dimana tradisi lama sudah
ditinggalkan

sama

sekali.

Pengajaran

kitab-kitab

Islam

klasik

tidak

diselenggarakan. Sekalipun bahasa Arab diajarkan, namun penguasaannya tidak


diarahkan untuk memahami bahasa Arab yang terdapat dalam kitab-kitab
klasik. Penguasaan bahasa Arab dan Inggris cenderung ditujukan untuk
kepentingan-kepentingan praktis. Pesantren Gontor Ponorogo, As-Salam Solo,
As-Syafiiyah Jakarta merupakan contoh pondok pesantren khalafy.
Sedangkan menurut Abdullah Syukri Zarkasyi mengklasifikasikan
pesantren ke dalam tiga kategori, yaitu pesantren tradisional, pesantren modern
dan pesantren perpaduan antara tradisional dan modern seperti pondok
pesantren Tebu Ireng yang menyelenggarakan sekolah dan perguruan tinggi
dilingkungan pondok pesantren.

5.

Manajemen Pendidikan di Pondok Pesantren Salafy dan Kholafy


Untuk membandingkan manajemen pendidikan di pondok pesantren
salafy dan khalafy penulis perlu mendeskripsikan manajemen kedua model
pesantren tersebut secara umum.
a.

Pondok Pesantren Salafy


Secara umum di pondok pesantren salafy masih menghadapi
kendala serius yang menyangkut ketersediaan sumber daya manusia
(human resource) profesional dan penerapan manajemen yang umumnya

masih konvensional. Misalnya tidak adanya pemisahan yang jelas antara


yayasan, pimpinan madrasah, guru dan staf administrasi, tidak adanya
transparansi pengelolaan sumber-sumber keuangan, dan banyaknya
penyelenggaraan administrasi yang tidak sesuai dengan standar, serta
unit-unit kerja yang tidak berjalan sesuai dengan aturan baku organisasi.
Selain itu, rekrutmen ustadz dan ustadzah, pengembangan akademik,
reward system (sistem upah), dan bobot kerja juga tidak berdasarkan
aturan yang baku. Penyelenggaraan pendidikan di pesantren sering kali
tanpa perencanaan bahkan tidak sedikit pesantren salafy tidak memiliki
visi dan misi yang jelas atau tertulis.
Dalam hal kepemimpinan dalam pesantren salafy figur kiai
cenderung otoriter dan merupakan pusat seluruh kebijakan dan
perubahan. Hal yang mempengaruhi pertama, kepemimpinan yang
tersentralisasi pada individu yang bersandar pada kharisma serta
hubungan yang bersifat paternalistik. Kebanyakan pesantren menganut
pola serba mono, yaitu mono-manajemen dan mono-administrasi,
sehingga tidak ada delegasi kewenangan ke unit kerja yang ada dalam
organisasi. Kedua, kepemilikan pesantren bersifat individual atau
keluarga, bukan komunal. Otoritas individu kiai sebagai pendiri sekaligus
pengasuh pesantren sangat besar dan tidak bisa diganggu gugat. Faktor
nasab atau keturunan juga kuat sehingga kiai bisa mewariskan
kepemimpinan pesantren kepada putranya yang dipercaya tanpa ada
komponen pesantren yang berani memprotes. (Turmudi, 2004: 35).
Biasanya tampuk kepemimpinan setelah sang kiai meninggal akan
digantikan oleh anggota keluarga yang lain atau keturunannya, misal
saudara, anak, mantu, atau cucu.
Kurikulum atau pengajaran yang diberikan di pondok pesantren
salaf hanya ilmu-ilmu agama saja yang diambil dari kitab klasik atau
kitab kuning, yang meliputi ilmu alat (nahwu-sharaf), Fiqih, al-Quran,
Hadits, Tauhid, dan Akhlak (tasawuf). Kurikulum ini disusun sendiri oleh

masing-masing pesantren dan biasanya bersifat tetap tanpa ada perubahan


dari masa ke masa. Adapun metode pengajaran di pondok pesantren
salafy yaitu shorogan dan bandongan atau wetonan. Sedangkan klasikal
biasanya hanya diterapkan di madrasah diniyahnya. Shorogan adalah
metode belajar kitab di pondok pesantren dimana seorang santri
menyorogan (mengajukan) kitab dan membacanya dihadapan kiai/guru.
Kiai/guru ketika itu pula akan secara langsung melakukan koreksi
terhadap bacaan dan pemahaman si santri. Bandongan adalah metode
belajar kitab yang dilakukan secara umum, dimana kiai membacakan
kitab dan para santri menyimak dan menuliskan mana atau arti di kitab
kuning.
Untuk memondokkan santri di pesantren salafy tidak ada tes
khusus atau seleksi masuk. Hanya cukup mendaftarkan diri di pengurus
dan membayar uang persekot kemudian sowan atau sungkem kepada kiai
atau pengasuh pondok pesantren. Tidak ada ketentuan harus pandai atau
kaya. Justru bila kita cermati kebanyakan santri yang mondok di
pesantren salafy dari kalangan menengah ke bawah dan tingkat
kecerdasan atau kemampuan akademiknya rendah. Bahkan pesantren
sering menjadi tempat buangan bagi orang tua yang sudah menyerah
mendidik anaknya yang bermasalah.
Dalam hal sarana dan prasarana pondok salafy cenderung terbatas
dan sederhana, hal ini karena pondok pesantren salafy cenderung mandiri
dimana sumber pendanaan mengandalkan dari pembayaran santri bahkan
ada yang sama sekali tidak menarik pembayaran syahriyah dari santri
sedangkan seluruh pembiayaan pondok pesantren murni dari pengasuh
atau pemilik pesantren. Kesederhanaan dan kemandirian pondok
pesantren salafy juga tercermin dalam pola kehidupan para santrinya.
Sebagai contoh dalam berpakaian santri lebih sering memakai sarung baju
taqwa dan kopiah, makanan seadanya dan bersama-sama dalam satu

tempat, serta kamar atau tempat tidur yang sederhana yang hanya
beralaskan lantai atau tikar.
Fungsi pengawasan data evaluasi pendidikan di pondok pondok
pesantren salafy berupa tes akhirussanah oleh setiap santri sesuai dengan
jenjang masing-masing sebagai syarat untuk dapat melanjutkan di jenjang
berikutnya.
b.

Manajemen Pendidikan di Pondok Pesantren Khalafy


Berbeda dengan pondok pesantren salafy, pondok pesantren
khalafy dari segi manajemennya lebih teratur dan rapih. Hal ini didukung
oleh sumber daya manusia yang profesional dan sesuai dengan
kompetensinya. Visi dan Misi serta Tujuan lembaga pendidikan pondok
pesantren dirumuskan dan disosialisasikan kepada stakeholder yang ada.
Sehingga jelas arah dan tujuan pendidikan di pesantren tersebut.
Kepemimpinan di pondok pesantren khalafy bersifat kolektif
artinya kepemimpinan di pondok pesantren tidak terpusat pada satu orang
namun terdiri dari beberapa pemimpin/kepala bagian yang membawahi
urusan masing-masing. Sehingga setiap kebijakan tidak ditentukan oleh
satu orang pemimpin saja namun merupakan kemufakatan bersama.
Ciri khas pondok pesantren khalafy adalah mereka membuka
sekolah-sekolah umum di lingkungan pesantren seperti SMP/MTs,
SMA/MAN, SMK bahkan perguruan tinggi. Seperti di PPMI As-Salam
terdapat lembaga pendidikan formal SMA, MAN dan SMK. Untuk bisa
masuk pesantren khalafy dan bersekolah dilingkungan pesantren ini
biasanya dengan seleksi masuk yang ketat dan dengan biaya pendidikan
yang tinggi.
Kurikulum pendidikan di pondok pesantren khalafy selain
pelajaran-pelajaran agama juga memuat pelajaran-pelajaran umum yang
merupakan modifikasi atau gabungan dari kurikulum pondok modern
yang ada, Kemenag dan Diknas. Kurikulum disusun bersama oleh pihak
pesantren, pakar pendidikan, dan Birokrasi kemenag dan Diknas.

Sehingga diharapkan kurikulum yang disusun bersifat komprehensif


memuat ilmu-ilmu agama dan umum sesuai dengan kebutuhan santri.
Seperti PPMI As-Salam dalam menyusun kurikulum mengadakan
lokakarya dengan peserta dari pihak pengelola pondok dan mengundang
pakar pendidikan serta pejabat dari Kemenag dan Diknas. (Abdullah Aly,
2011:22).
Di dalam kurikulum pondok pesantren khalafy terdiri dari 3
kegiatan pembelajaran yaitu: kegiatan kurikuler, kegiatan ko-kurikuler
dan kegiatan ekstra kurikuler. (Elly Damaiwati, 2003:66).
Metode pengajaran di pondok pesantren khalafy yaitu metode
klasikal karena setiap pelajaran kurikuler disampaikan di dalam kelas
seperti sekolah-sekolah umum pada umumnya.
Dari segi sarana dan prasarana pondok pesantren khalafy lebih
lengkap dan cenderung lebih mewah hal ini karena sumber pendanaan
yang besar, baik dari santri maupun dari donatur. Bahkan pondok
pesantren khalafy dapat membuka cabang diberbagai tempat diluar
daerah. Seperti Pondok Pesantren Gontor yang mempunyai banyak
cabang di wilayah Indonesia.

6.

Analisa Manajemen Pendidikan Pondok Pesantren Salafy dan Khalafy


Dari paparan di atas tentang manajemen pendidikan di pondok pesantren
salafy dan khalafy dapat di analisa kelebihan dan kekurangan dari masingmasing model pondok pesantren tersebut.
a. Kelebihan dan Kelemahan Manajemen Pendidikan Pondok Pesantren Salafy
Kelebihan Manajemen Pendidikan Pondok Pesantren Salafy;
1) Kepemimpinan pondok pesantren salafy yang kharismatik maka santri
cenderung tadzim dan menghormati pengasuh atau kiai.

2) Penguasaan santri pondok pesantren salafy terhadap ilmu-ilmu agama


lebih mendalam karena mereka menguasi ilmu alat untuk membaca
kitab-kitab kuning.
3) Santri lebih bersifat mandiri dan sederhana karena terlatih dengan
kesederhanaan di Pondok Pesanteren Salafy.
4) Biaya belajar di Pondok Pesantren Salafy lebih murah bahkan ada yang
gratis

sehingga

semua

kalangan

masyarakat

dapat

menikmati

pendidikan pesantren.
Sedangkan kelemahan-kelemahnnya adalah;
1) Kepemimpinan yang otoriter penentu kebijakan sangat tergantung dari
keputusan pengasuh atau kiai.
2) Kurikulum yang tidak pernah berubah dari masa ke masa sehingga
sangat sulit pesantren untuk berkembang lebih maju.
3) Santri salafy kurang menguasai ilmu-ilmu umum, sehingga ketika
mereka terjun di masyarakat mereka kurang siap dengan problematika
di masyarakat bahkan cenderung terbelakang. Mereka hanya siap untuk
menjadi tokoh-tokoh agama seperti kiai atau ustadz.
4) Sistem pembiayaan yang kurang ter-manage dengan baik sehingga
kurang adanya transparansi keuangan terutama kepada wali santri.
5) Sarana dan prasarana pondok pesantren salafy yang terkesan kumuh dan
jauh dari standar kesehatan sehingga sudah jamak diketahui santri
pondon salafy sering terkena penyakit kulit.
b. Kelebihan dan Kelemahan Manajemen Pendidikan Pondok Pesantren
Khalafy
Kelebihan-kelebihannya adalah;
1) Manajemen yang teratur dan tertib administrasi serta tenaga yang
profesional sangat mendukung jalannya kegiatan pendidikan di
pesantren.

2) Kepemimpinan pondok pesantren yang kolektif sehingga asas


musyawarah dijunjung tinggi.
3) Santri pondok pesantren khalafy selain memperoleh ilmu agama juga
mendapatkan ilmu umum serta ketrampilan bahkan pandai berbahasa
asing sehingga mereka lebih siap dalam persaingan global.
4) Kedisiplinan santri lebih tinggi karena di didik semi militer.
5) Pembiayaan yang transparan sehingga dapat diketahui oleh semua
stakeholder pesantren.
6) Sarana dan prasarana yang lengkap sehingga sangat mendukung proses
pemebelajaran di pondok pesantren.
Kelemahan-kelemahnanya adalah;
1) Santri pondok pesantren khalafy penguasaan keilmuan keagamaan
kurang, mereka tidak bisa membaca kitab kuning atau klasik
2) Biaya pendidikan yang tinggi serta proses seleksi masuk yang ketat
sehingga tidak semua kalangan masyarakat dapat memondokan anakanaknya di pesantren ini.
D. Kesimpulan
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pondok pesantren yang
merupakan lembaga pendidikan Islam asli Indonesia dan berperan penting dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa terdiri dari dua model, yaitu pondok pesantren
salafy dan pondok pesantren khalafy. Pondok pesantren salafy dapat dikatakan
sebagai model pesantren tradisional dan pondok pesantren khalafy merupakan
pondok pesantren modern. Kedua model pondok pesantren ini masing-masing
mempunyai persamaan dan perbedaan serta kelebihan dan kelemahan. Perbedaan
dan keragaman pesantren ini merupakan hasil dari proses transformasi dan inovasi
pesantren dalam mempertahankan diri di zaman modern untuk bisa eksis

Das könnte Ihnen auch gefallen