Sie sind auf Seite 1von 5

Saya mengharamkan diri saya melakukan sesuatu atau menjadi sesuatu atas dasar am

bisi pribadi atau karier. Saya wajib menjadi budak Yang Maha Kuasa.
Saya siap melakukan dan menjadi apa saja, tapi tidak boleh atas keinginan saya,
melainkan atas ketentuan kekuasaan sejati yang mengatasi saya.
Saya sendiri, karena sejak kecil tahu bahwa takdir Tuhan banyak diganjal oleh 't
akdir kuasa manusia'--maka daripada saya berorientasi pada keenakan tergabung da
lam kuasa manusia namun bersifat temporer dan tidak ada jaminan akan kekal--saya
memilih bergabung pada kuasa Tuhan saja.
Akan tetapi 'menjadi apa' itu sudah ditentukan tidak hanya oleh takdir Tuhan, se
bab untuk banyak urusan dunia, Tuhan sudah memanfaatkan segala pengaturan dan ta
tanannya kepada para khalifah, manusia, dan kita-kita semua ini.
Meskipun demikian tentu saja jangan lupa bahwa Tuhan bukan 'cuci tangan' sama se
kali. Tuhan tetap berperan, tetap menyutradarai dan bahkan menjadi 'aktor' dalam
kehidupan kita pada batas-batas yang Ia maui.
Oleh karena itu kita sering berjumpa dengan hukum-hukumNya, sunnah-Nya, atau jan
ji-Nya mengenai "min haitsu la yahtasib"--bahwa siapapun jangan bersikap ojo dum
eh, jangan gampang meremehkan siapapun dan apapun, jangan gampang trocoh mulutny
a kalau tidak memiliki pengetahuan, jangan berbuat adigang adigung adiguna (seme
na-mena) kepada sesama. Karena akan bisa bertemu entah sekarang entah kapan deng
an sesuatu yang tak terduga-duga. Yang "la yahtasib" itu.
Saya tidak tega karena kemungkinan besar saya menang dalam persaingan dan perebut
an. Jadi saya memilih jadi pembantu rumah tangga Tuhan saja, terserah beliau men
yuruh saya melakukan apa.
Supremasi Korupsi
ADA beberapa respons manusia ketika orang lain mencuri hartanya, harta bersama,
atau harta Negara.
Pertama, respons materiil. Eman hartanya hilang. Tak bisa terima. Alasannya, pem
ilikan atas harta itu sendiri. Kalau yang dicuri itu harta bersama, misalnya har
ta rakyat atau negara, ketidakterimaan atas pencurian itu didasari oleh menjadi
berkurangnya kekayaan negara.
Kedua, respons keadilan. Tak bisa merelakan perampokan itu dengan alasan seharus
nya harta dibagi bersama, tidak boleh ada yang enak sendirian. Kaya atau miskin
tak masalah, asalkan atas dasar hak bersama.
Ketiga, respons moral. Mencuri itu merusak nilai kemanusiaan dan menghancurkan k
ehidupan. Setiap manusia memiliki kewajiban yang sama untuk menghindarkan atau m
enghalangi pencurian, atas harta siapapun, tanpa ada kaitannya dengan kepentinga
n diri sendiri atas harta. Yang utama diselamatkan adalah orang mencuri , bukan hart
a dicuri . Para pencuri harus ditolong dan diselamatkan kemanusiaannya, dengan car
a ditangkap dan dihukum. Korupsi itu salah, menghukum koruptor itu benar, membia
rkan korupsi itu salah-kuadrat.
Keempat, semacam respons sufistik-dialektis, yang berpedoman pada, dan meyakini
pandangan Tuhan bahwa setiap kebaikan akan kembali kepada (menjadi manfaat bagi)
pelakunya, demikian juga setiap kejahatan akan berbalik (menjadi bencana yang)
menimpa penjahatnya. Lebih dari itu, diyakini juga bahwa kejahatan akan berbuah
kebaikan pada yang dijahati.
Ada kalimat kun madhluman wa la takun dhaliman, jadilah orang yang dianiaya, jan
gan menjadi orang yang menganiaya. Lebih beruntung dirampok daripada merampok. M
emfitnah itu rugi besar, difitnah itu berkah. Semakin disengsarakan, semakin ter
jamin kebahagiaan. Setiap kejahatan yang ditimpakan adalah investasi keuntungan
bagi yang ditimpa kejahatan.

Respons jenis ini bisa diekstremkan: semakin penipu yang memerintah, semakin cer
ah masa depan rakyatnya. Semakin banyak koruptor, semakin terjamin rezeki anak c
ucu. Pilihlah pemimpin negara yang seburuk mungkin. Bangunlah pemerintahan yang
sekorup mungkin. Kalau hari ini tingkat budaya korupsi mungkin mencapai 70%, sel
ayaknya ditingkatkan menjadi kalau bisa sampai 95% ke atas.
Kelima, saya eufemisasikan: respons pertapa. Jiwa pertapa duduk bersila dalam ke
heningan individual, tidak bisa disentuh oleh riuh rendah urusan negara dan gega
p gempita korupsi. Pertapa duduk hening dalam kekhusyukan jiwanya sendiri. Ia ku
at dan tangguh. Tidak terpesona dan tidak tergoda. Tidak tergiur oleh kebaikan d
an tidak tertekan oleh kebusukan di luar dirinya. Kasak kusuk tentang orang menc
uri, merampok, dan korupsi itu mubazir. Itu semua tidak penting ada atau tiada.
Sebab pertapa sangat mandiri dengan konsentrasi mental dan kejiwaannya sendiri.
Saya bersangka baik mayoritas rakyat kita adalah jenis ini. Para pertapa menenggel
amkan diri di ruang pertapaan pekerjaannya masing-masing. Di sawah-sawah, warung
-warung, di ruko-ruko, di jalanan. Di ruang gelap egosentrismenya sendiri-sendir
i, di kepulan asap khayalannya, imaji-imaji subjektifnya, dalam persangkaan dan
anggapan-anggapannya masing-masing. Yang di luar itu -orang lain, masyarakat, Ne
gara, undang-undang, aturan-aturan- tidak penting-penting amat, kecuali ketika k
ongkret, dan langsung memberinya keuntungan atau kerugian.
Pertapa juga tidak terusik jika orang menyebutnya bodoh, buta sosial, a-politis,
mata kuda, tidak punya wawasan, tidak mengerti bahwa ia sedang dizalimi, tidak
peduli ada kemaslahatan bersama, atau diklaim apapun berdasarkan nilai atau term
inologi yang bagaimanapun.
Keenam, asal-asalan saja kita sebut respons reformasi. Reformasi Indonesia yang
bergulir mulai 1998 sedang mengalami evolusi yang mungkin sangat panjang. Tahapn
ya sekarang, dalam konteks korupsi: Kamu jangan korupsi. Maksud saya, jangan hany
a kamu yang korupsi. Gantian. Saya juga ingin. Reformasi melapangkan dan melebark
an jalan korupsi, mematangkan orde korup menuju era korupsi absolut. Korupsi ada
lah hak asasi setiap manusia. Ekspresi kebebasan makhluk hidup. Potensi korupsi
sudah tersedia sangat melimpah dalam kebudayaan masyarakat. Spirit korupsi sudah
bersemai sejak dari cara berpikir, menyusun niat, melangkah bekerja di bidang a
papun.
Hamparan luas dan tekstur demokrasi juga tak bisa menghindar untuk mengandung lo
bang-lobang yang bisa dimanipulisai pelakunya untuk melakukan korupsi, asalkan t
idak ketahuan. Dan supaya kemungkinan ketahuan bisa diminimalisasi, maka korupsi
sebaiknya dilakukan secara berjamaah, dengan saf-saf yang rapat, agar tidak bis
a diisi oleh setan-setan yang tidak terbuat dari sesama manusia: minal jinnati w
an-nas. Saya aktivis andalan, sudah puluhan kali demo dan ratusan kali orasi revo
lusi: awas kalau saya nggak jadi komisaris perusahaan ini atau itu. Minimal jadi
staf ahli presiden atau wakil menteri, sekurang-kurangnya direkayasa menang ten
der proyek-proyek.
Martabat politik dan nilai dasar perjuangan saya adalah kepiawaian memilih karier
, yakni numpang partai politik yang menang. Rakyat menghormatinya, mengaguminya,
mengidolakannya, mencium tangannya, mengangkatnya sebagai pejabat sangat tinggi,
ternyata maling.
Korupsi uang dan harta, korupsi waktu, korupsi identitas, korupsi berupa pemalsu
an atau lazim disebut pencitraan, korupsi peluang-peluang, korupsi kedaulatan da
n kewenangan, korupsi huruf, kata dan makna, korupsi jebakan pasal undang-undang
. Atau korupsi tipu daya konstitusi yang menutup kemungkinan manusia sejati nasi
onalis sejati menjadi pemimpin. Korupsi tafsir, korupsi informasi, berbagai-baga
i jenis dan wilayah korupsi sudah menjadi habitat primer bangsa kita.
Dan dalam keadaan separah itu, sekarang kita berangkat ke 2014 tetap dengan memp

ercayai apa-apa dan siapa-siapa yang sudah terbukti sangat merusak untuk tetap d
ipercaya, serta tetap memakai perangkat-perangkat nilai dan formula yang sudah j
elas sangat menghancurkan untuk terus dipakai. Untunglah kita tak henti teriakka
n supremasi hukum , sebagai cerminan bahwa yang mengepung kita adalah kenyataan pel
anggaran hukum. Dan di antara sekian banyak jenis pelanggaran hukum, yang unggul
dan menang adalah supremasi korupsi .
Kita semua anti-korupsi, meskipun anti-korupsi tidak pasti sama dengan tidak suk
a korupsi. Kalau kita ketahuan korupsi, ditangkap, diadili, dan dipenjarakan
kit
a sangat menyesal kenapa kurang rapi mengatur kegemaran utama kita itu sehingga
tertangkap.
Korupsi itu cenderung menyenangkan. Sehingga orang yang berani tidak melakukanny
a, tergolong memiliki derajat kemanusiaan yang tinggi. Di bulan Ramadan aslinya
enak tidak berpuasa daripada berpuasa: maka tinggilah derajat orang yang rela be
rpuasa. Berpuasa adalah ikhlas tidak melakukan sesuatu yang ia sukai, atau rela
melakukan yang tidak disukai.
Baru hari ini saya menyadari bahwa jaman edan Pujangga Ronggowarsito bukanlah ki
sah tentang zamannya, melainkan keadaan dua abad sesudah era beliau. Amenangi jam
an edan, Ewuh aya ing pambudi, Milu edan nora tahan, Yen tan milu anglakoni, Boy
a kaduman melik, Kaliren wekasanipun . Dalam ungkapan sehari-hari orang menuturkan
menangi jaman edan, yang tidak ikut edan tidak kebagian, dan pasti kelaparan

Kalau situasi kehidupan di era Raden Bagus Burham santri Kyai Kasan Besari Ponor
ogo, 1802-1844, disebut jaman edan: apa sebutan yang sepadan untuk tingkat sanga
t tinggi keedanan Indonesia 2013? Sayang sekali kalimat kalau tidak ikut edan, ti
dak akan kebagian sehingga menjadi kelaparan sangat merasuk dan dipercaya oleh ma
syarakat. Sehingga yang tidak takut tidak kebagian jumlahnya sangat minimal. Maka,
yang paling realistis menggapai sukses adalah korupsi, baik karena kemelaratan
maupun karena keserakahan.
Teknologi peradaban korupsi sejak tahap niat hati, dan cara berpikir otak. Kemud
ian diaplikasikan pada setiap langkah kaki dan gerak tangan, di wilayah keuangan
sampai pun agama dan perhubungan dengan Tuhan. Kosakata paling dasar yang dikor
upsi adalah akal . Puluhan kali Tuhan menyindir Apakah kalian tidak mengakali? Afala
ta qilun?. Makna mengakali adalah memperlakukan sesuatu dengan kecerdasan dan krea
tivitas akal, sehingga hutan menjadi sawah dan kebun, tanah menjadi batu-bata, k
apas menjadi pakaian, kayu menjadi rumah, logam menjadi pesawat, bunyi menjadi l
agu, ketela menjadi kripik, tepung menjadi roti, bayi menjadi manusia dewasa.
Kita korup makna mengakali menjadi berarti meliciki, mencurangi, mengelabuhi, meni
pu-daya. Akal satu-satunya unsur anugerah Allah yang membuat manusia menjadi ben
ar-benar manusia, sudah kita eliminasi substansinya. Maka Tuhan menyebut kita ula
ika kal-an am, bal hum adholl : mereka layaknya hewan, bahkan lebih hina dari itu.
Modernisasi kehidupan juga tidak membuat manusia mampu membedakan uang , gaji , pendapa
tan , laba dengan rezeki . Orang berebut uang, memperjuangkan kenaikan gaji, mengakali
peningkatan pendapatan, merundingkan marking-up laba, karena menyangka itu semua
sama dan sebangun dengan rezeki. Manusia tidak mendayagunakan ilmunya untuk men
gkreatifkan, dan mengeksplorasi kemungkinan sumber-sumber rejeki yang Tuhan send
iri merumuskannya dengan idiom min haitsu la yahtasib : berasal dari mata air yang
tak diperhitungkan, yang tak terduga, yang tak hanya terbatas pada lajur-lajur l
embar akuntansi.
Seorang Ki Ajar, guru masyarakat, kalau kebun-kebun buahnya panen, mempersilahka
n masyarakat dan siapa saja terlebih dahulu mengambilinya, kemudian beliau menga
is sisa-sisanya untuk diri dan keluarganya. Sesudah itu ribuan peristiwa min hait
su la yahtasib membuat Ki Ajar tetap saja merupakan orang terkaya di daerahnya. S
eorang maula ditanya oleh malaikat, Kenapa kamu tidak ikut berebut harta, karier,

jabatan, peluang, asset, akses, sebagaimana semua rekan-rekanmu? Dijawab, Saya ti


dak tega karena kemungkinan besar saya menang dalam persaingan dan perebutan. Ja
di saya memilih jadi pembantu rumah tangga Tuhan saja, terserah beliau menyuruh
saya melakukan apa.
Karena orang tidak mau belajar, malas meneliti, tidak tekun berlatih, serta tida
k berani ambil risiko mengaplikasikan min haitsu la yahtasib , maka pilihan utama h
idupnya ialah menghimpun cara dan strategi untuk mendapatkan keuntungan sebanyak
-banyaknya, dengan modal sekecil-kecilnya. Bisa dengan menciptakan secara eksklu
sif etika perekonomian dan industri yang permisif terhadap substansi etika yang se
benarnya. Bisa dengan manipulasi aturan. Bisa dengan penipuan wacana-wacana dala
m retorika keusahaan. Tapi yang paling pragmatis adalah korupsi. Korupsi itu dil
akukan diam-diam dan tidak jantan. Levelnya sama dengan pengutil atau pencopet.
Kalah terhormat dibandingkan dengan perampok atau penjambret.
Al-Quran Tidak Ikut Pensiun
ALKISAH, Allah serius menciptakan Nur Muhammad, sehingga melanjutkannya dengan b
ikin jagat raya alam semesta beserta penghuninya. Selama puluhan juta tahun dibi
arkan liar, alamiah, liberal . Kemudian di ujungnya, sekitar 10.000 tahun terakhir,
Allah menata kepemimpinan Bumi dengan menghadirkan Khalifah.
Pada bagian-bagian akhir dari ujung zaman itu Allah pasang Nabi Rasul pamungkas
yang dipegangi buku manual bernama al-Quran. Penduduk Bumi tak usah terlalu repot
mencari Allah sebagaimana sebelumnya: cukup baca Kitab itu dengan kecerdasan dan
kenikmatan, tidak ragu, patuh dan setia kepada kandungannya.
Penduduk Bumi pada era pasca Khotamal-Anbiya sekarang ini tentu tetap berkemungk
inan untuk merusak bumi dan menumpahkan darah . Tetapi ada modal lain yang membuat
saya yakin bahwa ujungnya tetap keselamatan fid-dun-ya hasanah wa fil-akhirati ha
sanah : Allah sendiri yang pasang Khalifah, Allah sendiri yang tancapkan tonggak s
yafaat dengan menghadirkan Muhammad, Allah sendiri yang membekalinya al-Quran, d
an Allah sendiri yang berjanji menjaganya
inna lahu lahafidhun .
Maka penduduk Bumi sedang menyongsong keselamatan masa depan, meskipun tetap dip
ersyarati oleh yughoyyiru ma bianfusihim . Dan kita semua yang ada di ruangan ini p
agi ini, adalah pekerja-pekerja kesetiaan kepada al-Quran, yang terus berjuang m
engubah diri dan dunia. Apa yang lebih indah dan membahagiakan dibanding maqam ber
juang menyebarkan bahasa al-Quran untuk menaburkan dan menyemaikan kandungan nil
ainya? Apalagi ditambahi dengan kemuliaan untuk bersikap toleran kepada suatu ca
ra berpikir dan sistem kekuasaan yang menyebut kita sedang memasuki masa pensiun
?
Insyaallah ampunan Allah melimpahi mereka yang membuat dan menandatangani Surat
Keputusan Pensiun, karena pasti yang mereka maksudkan bukanlah mempensiunkan per
juangan intisyaru-lughatil-Quran.
Dari Ruang Pembelajaran Menuju Medan Juang
Dan kalau
Quran dan
rab: maka
matan dan

kita yakin kepada Allah, mencintai Rasulullah, nikmat mentadabburi almentafakkuri alam semesta, serta beristiqamah sebagai aktivis Bahasa A
kita berada pada koordinat yang paling dekat terhadap kepastian kesela
kebahagiaan dunia maupun akhirat.

Kalau terhadap kalimat itu muncul respon di benak kita


Ah, belum tentu . , maka kalim
at di atas bertambah juga: Kalau kita belum tentu yakin kepada Allah, belum tentu
mencintai Rasulullah . dst, silahkan dielaborasi sendiri di dalam kehidupan masing
-masing.

Kemudian karena keselamatan kita juga terkait dengan keselamatan Bumi dan kesela
matan Indonesia, maka probabilitas masa depan kita terletak pada posisi timbanga
n antara tingkat kerusakan dunia sekarang ini
dengan kadar iman kita kepada Alla
h, cinta kita kepada Rasulullah, intensitas tadabbur dan tafakkur kita kepada al
-Quran dan alam, serta intensitas dan kesetiaan kita sebagai aktivis bahasa al-Q
uran.
Saya pribadi memiliki ketidakyakinan yang tidak kecil atas logika itu karena san
gat dahsyatnya kerusakan manusia dan kehidupan yang kini sedang berlangsung. Tet
api belum pernah saya menemukan dan mengalami manfaat apapun dari ketidakyakinan
, sehingga saya ambil keputusan untuk yakin saja sepenuhnya. Dan kalau sampai na
za oleh maut nanti tidak atau belum saya jumpai bukti atas keyakinan itu, saya ak
an tetap merasa lega dan tenang, sebab toh saya akan mati membawa keyakinan dan
husnuzhzhan kepada Allah. Berikutnya insyaallah sesudah menapaki kematian, Allah
dan para Malaikat-Nya tidak mempertanyakan tanggungjawab saya atas keselamatan
Bumi dan Indonesia, kecuali sebatas yang terkait dengan amal perilaku saya selam
a menjalani penugasan hidup.
Keyakinan itu menerbitkan ketenangan. Ketenangan itu membuat saya enteng dan bah
agia. Kebahagiaan itulah tulang punggung kejiwaan saya untuk tegak berdiri di si
ni, turut merayakan dan mensyukuri upacara peneguhan kembali tugas tiga aktivis
Bahasa al-Quran yang sedang mencapai puncak kematangannya. Dan hari ini mereka m
emperoleh kemerdekaan untuk memperluas dan memperdalam aktivitas mereka di masya
rakat luas, tanpa tersendat-sendat langkahnya oleh sejumlah hal yang tidak berko
nteks al-Quran yang biasa merepotkannya. Kemarin mereka terpenjara di ruang-ruan
g pembelajaran, hari ini masuk ke medan juang yang nyata.

Das könnte Ihnen auch gefallen