Sie sind auf Seite 1von 96

COVER DEPAN

BUKU KENANGAN
50 TAHUN RP

BUKUTAHUNAN
50 TAHUN
SMA REGINA PACIS
BOGOR

new identity

VISI

DAN

MISI

visi

Menjadi institusi yang menumbuhkembangkan warganya


menjadi pribadi yang utuh berlandaskan semangat FMM

misi

1. Memampukan warga untuk belajar secara holistik


(= to learn how to learn)
2. Menumbuhkembangkan potensi warga
3. Menjadikan pribadi yang tersedia bagi sesama dan
menghilangkan alienasi/keterasingan
4. Berperan aktif dalam mewujudkan kebenaran, kebaikan
dan keindahan, perdamaian, keadilan, dan keutuhan
ciptaan

norma
perilaku
C ollaboration

Membangun hubungan yang strategis dan harmonis antar


warga sehingga tercipta kerjasama dalam tim untuk
mencapai tujuan institusi
Accountability

Menetapkan standar kinerja yang tinggi untuk diri sendiri


dan warga, mengikuti secara akurat prosedur/proses
kerja, dan menyelesaikan secara terampil tugas pekerjaan
Responsiveness

Menerapkan cara-cara yang efektif untuk mengetahui,


memantau, dan mengevaluasi permasalahan maupun
kepuasan masyarakat pemakai sehingga dapat memenuhi
kebutuhan dan keinginan mereka
Efficency

I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

Menetapkan sasaran kerja yang akan dicapai, menyusun


program kerja, mengelola waktu dan sumber daya, serta
mengevaluasi pencapaian sasaran kerja

new identity

APA MAKNA

REGINA PACIS adalah salah satu gelar Santa Maria dalam


Bahasa Latin, yang artinya RATU DAMAI. Sama halnya
Santa Maria membuat damai antara surga dan bumi,
demikian juga diharapkan para siswa dan seluruh keluarga
Regina Pacis dalam lingkungan hidup masing-masing
maupun dalam lingkungan sekolah

DI

BALIK SIMBOL?

arti nama
sekolah

bentuk
dan warna
lambang

1. Gambar Santa Maria, melambangkan Santa Maria


sebagai Ratu Damai, Pelindung Sekolah
2. Mahkota di atas kepala Santa Maria, melambangkan
keratuan-Nya
3. Burung Merpati, melambangkan Roh Perdamaian
4. Ranting Zaitun, melambangkan Damai
5. Lingkaran Kuning, melambangkan Kebenaran
6. Lingkaran Merah, melambangkan Cinta Kasih
7. Dasar Biru Muda, melambangkan Surga

Ad Veritatem Per Caritatem


Kebenaran melalui Cinta Kasih

REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

Foto Dokumentasi Regina Pacis Bogor

daftar isi

EDISI 1/2005

new identity
simak visi dan misi RP yang baru, semboyan care yang
menjadi tagline RP dan simak arti di balik logo baru RP

kata sambutan
sambutan dari para pengurus, sponsor dan pengayom
acara ini

pestanya kita
lebih lengkap mengenai perayaan reuni 50 tahun SMA RP
Bogor, termasuk susunan panitia dan denah

sekilas pandang
bagaimana perjalanan SMA RP dari dulu sampai sekarang,
baik dari sejarah institusi/yayasan, gedung dan
manusianya

in memoriam
Sr. Bernice bukan hanya pengajar, tetapi sudah seperti ibu
bagi kami

rubrik forum
cerita mengenai alumni, murid, guru dan pengurus SMA RP
dan prestasi apa saja yang telah dicapai

kolom kita
setelah ini semua berlalu, akan kemanakah kita
selanjutnya melangkah?

gelak tawa alumni


kejadian yang mengundang gelak tawa di saat kita masih
terbahak-bahak di SMA RP

foto-foto kenangan
suasana dan kenangan saat berada di SMA RP

4
11
15
18
24
28
80
86
88

timbuku50tahunsmarp
Koordinator Editor Patricia Bachtiar, Sibarani Sofian
Editor FX Puniman, Ratna Agustine, Arini Suryokusumo
Tim Reporter Anggraeni Yunita (koordinator), Adella Rosanna,
Antoniasty Eka Pupi, Ariane Oktaviani Putri, Irvan Aditya Pratama,
Novianna Liauwan, Novi Tandria, Renaldo Prima, Rieke Andriani,
Sheila Gunawan, Siksta Alia, Ursula Tania, Yohana Mesiana
Desain Grafis Andi Tanudiredja, Sibarani Sofian
www.
reginapacis
.net
www.reginapacis
reginapacis.net
email: sekretariat
@alumni.reginapacis.net
sekretariat@alumni.reginapacis.net
BUKU KENANGAN 50 TAHUN REGINA PACIS I

dari dapur redaksi


Hari itu: 30-31 Juli 2005, tempat: SMA RP Bogor, event:
Reuni Emas SMA Regina Pacis Bogor.
Di hari itu, perayaan, kegembiraan, melepas rindu antara temanteman lama, foto-foto bersama, dan sebagainya. Mungkin hal-hal
seperti itulah yang akan terbayang dalam benak kita semua di
hari itu. Mungkin kita tidak menyadari, untuk mencapai hari itu
ternyata banyak sekali pekerjaan dan koordinasi yang harus
dikerjakan antara pihak panitia, sekolah dan para alumni.
Untuk terbitnya majalah ini, kami acungkan jempol bagi tim buku
dan career day yang telah bekerja keras, terutama para rekan
siswa/i SMA RP yang harus menyisihkan waktu sekolah/liburan
mereka untuk pergi ke Jakarta, meliput dan mewawancarai berbagai
narasumber dan harus pula menulis artikel. Untuk rekan-rekan
panitia lainnya yang harus mencuri-curi waktu di kantor atau
keluarga mereka untuk mengedit atau melayout majalah ini.
Bagi kami ini semua adalah bukan saja hard work tetapi juga
heart work
work. Karena pada dasarnya, tanpa cinta pada SMA RP,
rasanya sangat sulit untuk mengorbankan begitu banyak waktu
dan tenaga demi sesuatu yang tidak langsung dirasa hasilnya
atau keuntungannya. Bagi kami, makna dari usaha ini adalah bukan
pada hasil akhir bagus/tidaknya majalah ini, tetapi justru pada
pelajaran yang kita dapat dari prosesnya.
Dalam penyusunan majalah ini, pengalaman berharga yang kami
rasakan adalah kerja sama antara alumni dan siswa/i SMA, proses
saling belajar dan mengerti untuk mencapai tujuan bersama
common goals
goals: dari RP, oleh RP dan untuk RP
RP.
Harapannya, edisi ini bisa menjadi titik awal dari edisi-edisi
berikutnya. Edisi ini baru dapat mencakup sedikit dari begitu
banyak sosok (antara lain guru dan alumnus), yang karena
keterbatasan waktu dan tenaga tidak dapat kami tampilkan di
sini. Banyak sekali hal yang masih bisa dilakukan dan digali di
dalam keluarga besar RP ini. Dan
semoga usaha ini tetap berlanjut
demi besarnya nama alma mater
tercinta.
Selamat ulang tahun SMA RP!
Sibarani Sofian
Alumnus 1993

BUKU KENANGAN 50 TAHUN REGINA PACIS I

Nama Wakil
Angkatan
dan
E-mailnya

sekretariat@alumni.reginapacis.net

58-61. Tetje Jusdi - 62-63. Taufik (Yan Lie) 62-63. Lanny Hartono 65. Nurhayati
- 65. Sjamsidar Isa (tjammy_fashion@yahoo.com) 64. Leany Harsa - 64. Tati Kurdiati
64. Mansur Brata 66. Richard Haniman (rh.haniman@gmail.com) 67. Sonia Susanto
(L9915fm@indo.net.id) 67. Yudistira (yuditea_67@yahoo.com) 68. Musye 69.
Amie (amie.budiarto@itu.int) - 70. Evelyn T.H. 71. Itje Sri Rejeki (itje@semencibinong.com) 72. Megawati Lie Gin Hoa (megawati_solihin@hotmail.com) 73. Hidayat
(ngesti_yung@yahoo.com) 73. Lani Sunjaya 73. Sweety (sweety@starhub.net.sg)
74. Linda Darmawijaya (linda_darmawidjaja@goodyear.com) 75. Abi Jabar
(abi.jabar@kartasasmita.com) 76. Deby 76. Diana (jantog@cbn.net.id) 75. Chandra
Widodo (chandra@bisnis.rekayasa.co.id ) 77. Herry Safari (herry@tritech-consult.co.id
77. Nurmala (roryph@indo.net.id) 79. Nanette (nherawati@hotmail.com) 79. Yemima
Mariana (yms@indo.net.id) 80. Hardy Gunawan (andi.hg@talita.net) 81. Johanes
Surayanata (islandboy7788@yahoo.com) 81. Willy (willy.wooribank@gmail.com) - 83.
Henny Pingkan Matindas (pingkan@matindas.com) 83. Dudi (dudi_jo@yahoo.com)
83. Patricia Bachtiar (pbachtiar@attglobal.net) 84. Rikie Wijaya (Rikie@fim.co.id) 84.
Sekar Sari Prawira (sutrisar@indo.net.id) 85. Kusnanda S (kusnanda@inn.bppt.go.id)
85. Fanda Berlina (berlina@awp.component.astra.co.id) 85. Iwan Ahnan
(ahnan@cbn.net.id) 86. Daisy (daisybimo@headlinedesign.com) 86. Dessi Rajino
Situmorang (rogabes@yahoo.com) 87. Baso (baso.ririn@telkom.net) 88. Agung Dhoni
(agungdhoni@yahoo.com) - 90. Karen Kaurrany (karen_kaurrany@bca.co.id) 90. Magda
Rumawas (mrumawas@indo.net.id) 90. Anton (anton.susanto@sea.ccamatil.com)
91. Johan (litlgreenman@cbn.net.id) 92. Kukuh Ariyuswanto (kukuh-a@indo.net.id)
93.

Sibarani

Sofian

(sangradja@yahoo.com)

(sofians@edaw.com.hk)

94.

Lia

93.

Irendra

(lia@iconpln.net.id)

Radjawali
94.

Prima

(primaswara@kompas.com) 95. Hafida Meutia (enonk@lycos.com) 96. Maysiang


(maysiang.wijaya@jatis.com) 97. Boni (existentialia@yahoo.co.uk ) - 98. Veronika Katrine
(cement_channel@yahoo.com) 2000. Andita Ariana (ariana_a81@yahoo.com) 2001.
Ricky Wilianto (rickwilian@yahoo.com) 2002. Mardiana (sw33tdee2@yahoo.com)
2003. Adinda Dwiastuti (first_love_neverdies@yahoo.com) 2004. Diah Rahajeng N
(d_noerdjito@yahoo.com)

kata sambutan

D ARI D IREKTUR
S EKOLAH RP

Puji dan syukur atas rahmat dan berkat Tuhan, acara HUT Emas 30 31 Juli 2005
dapat berjalan lancar. Reuni alumni SMA secara besar-besaran baru pertama kali dillaksanakan di Kompleks
Sekolah. Tanpa terasa SMA memasuki usia 50 tahun. SMA sudah menghasilkan ribuan alumni dari 47
angkatan, yang tersebar di mana-mana.
Merupakan suatu kebanggaan kita bersama, bahwa Sekolah Regina Pacis Bogor masih diakui
keberadaannya oleh masyarakat dan kita semua, Keluarga Besar Sekolah Regina Pacis. Tentu ini karena
dukungan dari berbagai pihak, baik dari pihak internal maupun pihak eksternal. Karena di dunia ini sebuah
karya mustahil diwujudkan dengan kesendirian, oleh karenanya lingkungan kita penuh dengan metafora
hubungan dan interaksi.
Sekolah Regina Pacis merupakan bagian karya bidang pendidikan para Suster Fransiskus Misionaris
Maria (FMM). Beberapa Suster FMM, di antaranya Sr. Goede Herder, FMM, tanggal 1 Agustus 1949 memulai
karya pendidikan TK, SD, SMP dan SKP. Sedang SMA dimulai beberapa tahun kemudian, tepatnya 1 Agustus
1955. Kala itu Sekolah diurus oleh Sr. Bernice, FMM dan hanya menerima murid putri saja. Mungkin
masih banyak alumni yang mengingat namanya, terutama alumni antara tahun 1950 sampai 1970-an. Dan
di jaman tersebut jumlah siswa SMA masih sedikit, sehingga antar siswa dan para Suster serta guru bisa
saling mengenal dengan baik. Cara berelasi antara siswa dan guru sangat berbeda dengan masa kini
yang jumlah siswa SMA lebih dari 800 dengan didukung oleh 50 orang tenaga pengajar.
Sejak awal mula SMA didirikan sampai saat ini, para pengelola Sekolah punya cara tersendiri untuk bisa
mempertahankan mutu dan kemajuan sekolah. Dukungan dan sumbangan pemikiran, serta masukan
para alumni sangat dibutuhkan untuk kemajuan Sekolah Regina Pacis di masa depan. Tetapi tentunya
hanya pihak internal sekolah yang akan menjalankan kebijakan sekolah.
Dengan peluncuran Visi dan Misi Sekolah pada Desember 2004, sekolah sudah mempunyai gambaran
yang jelas ke depan. Meski tantangan ada di depan mata dengan hadirnya sekolah-sekolah nasional
plus. Nilai-nilai universal menjadi bagian yang penting dari pendidikan di sekolah ini. Nilai-nilai universal
Collaboration, Accountability,
tersebut ada dalam Visi dan Misi sekolah serta Norma perilaku CARE (C
Responsiveness, Efficiency). Termasuk dalam nilai universal dalam Visi dan Misi Sekolah seperti misalnya:
kejujuran, mengasihi, memelihara alam ciptaan, mencari kebenaran, memperjuangkan keadilan, membawa
perdamaian, dan lain-lain.
Berkumpulnya para alumni pada acara reuni tentunya sudah ditunggutunggu. Maka perlu kiranya, saat-saat indah itu dinikmati bersama-sama
dan digunakan sebaik-baiknya. Jalinan rasa simpati dan saling pengertian
membangun jembatan menuju kehidupan yang baik. Bernostalgia dalam
kebersamaan, mencoba menggapai masa lalu yang teramat indah untuk
dilukiskan, kenangan manis masa-masa di SMA.
Kerja keras panitia membuahkan hasil, meski halangan dan rintangan selalu
menghadang, tetapi berkat niat baik dan semangat kerja tanpa pamrih,
akhirnya bisa kita nikmati hasil jerih payah mereka. Dan hal ini patut
disyukuri dan dirayakan.
Dengan semangat Ibu Pendiri FMM Marie de la Passion Ad Veritatem per
Charitatem mencari kebenaran melalui cinta kasih, saya ucapkan SELAMAT
BEREUNI, Tuhan memberkati kita semua.
Sr. E.M. Cecilia Hartati, FMM, SPd.
Direktur Sekolah Regina Pacis Bogor
REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

11

kata sambutan

D ARI K EPALA S EKOLAH


SMA RP

Para Alumni Yth,


Puji Syukur kepada Tuhan bahwa kita telah dilindungi dan dibimbing walaupun sudah
sekian lama berpisah sekarang dapat bertemu kembali dalam Pesta Emas SMA Regina
Pacis Bogor ini. Bahkan ada di antara kita yang sudah sekitar 50tahun berpisah dan kini
dapat bertemu kembali.
Adalah kegembiraan yang sangat besar bagi kami, warga SMU Regina Pacis Bogor, sehingga
dapat menikmati suasana Pesta Emas SMA Regina Pacis bersama dengan para alumni.
SMA Regina Pacis yang didirikan oleh Yayasan Bhakti Utama pada bulan Agustus 1955 diasuh oleh sustersuster FMM yang diketuai oleh Suster Goede Herder FMM, dengan suster Bernice sebagai ketua hariannya
sudah 50 tahun ambil bagian dalam mengembangkan dunia pendidikan, khususnya di kota Bogor. Banyak
prestasi telah mampu diraih, baik yang bersifat akademik maupun kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler.
Semoga semua prestasi yang diraih SMA Regina Pacis Bogor dari dulu hingga kini dapat lestari sampai
nanti dan menumbuhkan kerinduan untuk melakukan reuni dalam suasana yang indah seperti ini.
Kepada para alumni, selama bertemu dalam suasana kangen. Semoga suasana kegembiraan selalu
menyertai Anda.

Drs.C.Dwi Sunu Subroto


Kepala Sekolah SMA Regina Pacis Bogor

12 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

kata sambutan
Bermula dari suatu

DARI

KETUA P ANITIA P ENGARAH


acara reuni tanggal 30 Juni 2002 ... kami terenyak

mendengar kabar dari salah seorang pengisi acara, yang rupanya juga alumni SMA Regina Pacis, bahwa
SMA tempat kita pernah menimba ilmu mendekati usia 50 tahun. Segeralah timbul gagasan bahwa
kesempatan langka ini perlu diperingati, khususnya oleh para eks siswa. Pertemuan pertama segera
digelar dengan mengundang berapa wakil angkatan. Untuk menjajaki tanggapan dari semua eks siswa,
rencana awal telah disebarluaskan melalui Internet dan hasilnya sangat menggembirakan... Pertemuanpertemuan berikutnya melibatkan lebih banyak lagi wakil angkatan, sampai pada akhirnya kami atas
nama eks siswa SMA Regina Pacis Bogor bersepakat untuk merayakan ulang tahun emas yang akan
jatuh pada bulan Agustus 2005.
Atas restu dari Suster EM Cecilia Hartati, FMM, S.Pd., sarana sekolah dapat digunakan untuk persiapan
dan perhelatan akbar ini. Selanjutnya, serangkaian pertemuan yang lebih intensif dilaksanakan dan acara
dan kepanitiaan mulai tersusun. Ruang Sekretariat Panitia mulai sibuk, milis bertambah semarak menjelang
hari H. Dalam rapat-rapat tampak sekali bahwa semua anggota panitia, wakil angkatan, dan alumni pada
umumnya, ingin berbuat sesuatu untuk almamaternya. Kesalahpahaman dan pertengkaran mewarnai
diskusi-diskusi kami. Inilah dinamika, dan semua dapat menghadapinya dengan baik.
Puji syukur, rencana perayaan ulang tahun emas 50 tahun SMA Regina Pacis dan reuni akbar ini dapat
kita wujudkan bersama pada tanggal 30 dan 31 Juli 2005. Keberhasilan untuk mewujudkan perayaan
emas ini jelas merupakan kerja bersama di antara anggota Panitia Pelaksana yang dipimpin Sdr. Anang
Gunawan dan dari pihak sekolah yang dipimpin oleh Ibu MR Astuty. Untuk itu, saya atas seluruh anggota
Panitia Pengarah dan atas nama pribadi mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya.
Tidak lain harapan kami agar perayaan dapat berlangsung meriah dan tertib, dan buku kenangan ini
menjadi rekaman yang dapat kita gunakan sebagai kilas balik dan evaluasi diri di mana posisi kita sekarang
...
Terima kasih SMA Regina Pacis.
Semoga Tuhan selalu membekatimu dan semua eks siswamu.

Suminar Setiati Achmadi


Alumnus 1966
Ketua Panitia Pengarah

REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

13

kata sambutan

DARI K ETUA P ANITIA


HUT E MAS RP

Rekan-rekan Alumni Yang Terhormat,


50 tahun sudah SMA Regina Pacis Bogor, usia yang biasa dirayakan dengan istilah Peringatan Tahun
Emas atau Golden Anniversary. Semenjak didirikan, sepanjang 50 tahun berjalan, sekolah kita ini sudah
menjadi batu lompatan bagi lebih dari ribuan orang melangkah menggapai cita dan menjadi masa yang
demikian indah, penuh kesan dan memori yang tak mungkin dilupakan. Pengalaman bersosialisasi, berkarya
dan belajar yang turut membentuk karakter seseorang dalam proses menjadi manusia Indonesia
seutuhnya.
Pohon anggur yang baik dinilai dari buah-buah yang dihasilkannya. Eksistensi sekolah untuk menjaga
bahkan meningkatkan kualitas dan mengoptimalkan kompetensi sumber daya manusia menjadi beban
moral bukan hanya bagi yang mengelolanya tetapi juga seluruh alumni untuk alma maternya. Sesuai
dengan perkembangan informasi, komunikasi dan teknologi saat ini, sekolah yang baik berkewajiban
untuk terus-menerus mengikuti perkembangan jaman. Era dimana globalisasi tidak dapat ditawar lagi,
komunikasi global (yang harus dijalankan) dan kesenjangan digital (yang harus diperangi) menjadi topik
wajib untuk dibicarakan.
Setiap sekolah termasuk SMA Regina Pacis Bogor tentulah berangan menjadi yang terbaik. Dengan
dukungan dan bantuan alumni, semua angkatan kelulusan, dan dengan satu tujuan, perayaan HUT Emas
SMA Regina Pacis Bogor ini dirayakan dengan mengutamakan arti penting suatu keselarasan antara
sekolah dan alumni. Titik tolak kerjasama yang berkesinambungan membangun masa yang akan datang.
Walau keterbatasan waktu, tenaga dan sumber daya manusia mewarnai dinamika persiapan perayaan,
tidak ada hambatan yang berarti karena kerja dilakukan bersama sebagai suatu komunitas yang saling
mendukung dan bersatu, dengan rasa kekeluargaan. Riak-riak kecil perselisihan dan debat pendapat
wajar terjadi mengingat rentangan yang demikian panjang yaitu total 46 angkatan kelulusan (angkatan
pertama tahun 1958 dikurangi 2 kali 6 bulan perpanjangan masa sekolah).
Buku kenangan HUT emas yang ditampilkan dalam format majalah, bukan diperuntukkan sekedar
mengenang masa lalu dan intip-intip Regina Pacis masa kini, tetapi juga sentuhan kecil agar kerjasama
yang ada bisa ditindaklanjuti menjadi sebuah karya bersama dedikasi alumni untuk sekolah dan adikadiknya.
Terima kasih kepada pihak sekolah, rekan alumni, para sponsor, donatur dan mereka semua yang sudah
terlibat dalam mempersiapkan peringatan ulang tahun emas SMA Regina Pacis Bogor, perayaan yang
meriah tapi sederhana, bermakna tapi tidak mudah dilupakan. Tak ketinggalan terima kasih kepada tim
buku yang sudah bersusah payah mengumpulkan data, editing dan mencetak buku kenangan ini.
Dengan mengucap syukur pada Tuhan YME, panitia mengucapkan Selamat merayakan ulang tahun Emas
SMA Regina Pacis Bogor. Semoga Ad Veritatem Per Caritatem (latin), To Truth through Charity bisa benarbenar diresapi dan menjadi semboyan bagi pelayanan kita semua.
Semoga Tuhan selalu beserta kita.

Anang Gunawan
Alumnus 1984
Ketua Panitia HUT Emas SMA Regina Pacis Bogor

14 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

konsep reuni

W ACANA

Apakah kita perlu wadah alumni?


Bayangkan bagaimana sulitnya:
Menentukan jurusan?
Mencari pekerjaan?
Mencari teman sekolah anda yang sudah lama tak jumpa?
Ingin berkarya sosial dengan cara:
Berbagi ilmu dan pengalaman dengan adik-adik kelas?
Memberikan saran dan rekomendasi pada alma mater?
Menggalang dana bagi murid berprestasi?
Memperbaiki kesejahteraan para mantan guru?
Salah satu tujuan dari perayaan disebutkan adalah selain menjadi ajang jumpa seluruh alumni bagi mereka
yang pernah bersekolah di SMA pada khususnya dan sekolah Regina Pacis pada umumnya, adalah juga
sebagai langkah awal untuk menggali sumber daya yang ada pada alumni untuk berkarya dan memberikan
sumbangsih pada sekolah. Lalu bagaimana cara memberikan sumbangsih itu dalam bentuk kesinambungan
dan bisa terus menerus mengikuti perkembangan jaman? Karena besarnya organisasi yang akan dibentuk
dan melibatkan banyak orang, tentunya harus dipikirkan dari sekarang strategi yang tepat. Kami mengajak
semua pihak, entah kapan, untuk melanjutkan karya alumni setelah perayaan ini untuk membuat sebuah
ikatan keluarga besar Regina Pacis.
Ikatan keluarga besar ini bisa menjadi sebuah komunitas yang bersatu dan memberikan karya nyata bagi
perkembangan sekolah. Mau tidak mau, suka tidak suka, nama Regina Pacis sudah melekat dan menjadi
common denominator bagi kita semua. Diluar apapun kenyataan tentang keadaan dunia pendidikan
saat ini, ada keinginan di hati setiap alumni untuk tetap berusaha menjadikan Regina Pacis sebagai salah
satu sekolah terbaik di Bogor bahkan di Indonesia.
Perayaan ini adalah sebuah titik tolak bagi alumni untuk berkarya di bidang sosial sesuai dengan
kemampuan masing-masing. Tidak ada hidden agenda, ego maupun keinginan individu untuk memanfaatkan
sarana ini dengan tidak benar. Apabila anda peduli dan tergugah, bersama-sama dengan para pengurusnya
marilah kita menyatukan visi dan dan misi untuk memajukan sekolah kita tercinta.
Diskusi mengenai hal ini bisa dilanjutkan di website www.reginapacis.net

BUKU KENANGAN 50 TAHUN REGINA PACIS I

15

16 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

BUKU KENANGAN 50 TAHUN REGINA PACIS I

17

sekilas pandang

MENGENAL SEMANGAT BIARAWATI

FRANSISCAN MISSIONARIES

OF

MARRY

FMM atau Franciscan Missionaries of Mary (FMM) telah berdiri


sejak 1877. Pendirinya, Maria dari Passion adalah seorang
perempuan yang penuh semangat dan periang, perintis upaya
sosial dan pendukung kemajuan perempuan, yang membuka
cara baru untuk mengabdi gereja.

ahir pada tahun 1839 di Perancis dari


pasangan Kristen yang saleh, dengan nama
Hlne de Chappotin, Maria dari Passion
adalah anak bungsu dari 5 bersaudara.
Ketika berusia 21 tahun, Hlne bergabung dengan
para biarawati Ordo Klaris; ordo yang mengidealkan
semangat kesederhanaan dan kemiskinan Santo
Franciscus dari Asisi. Idealisme yang sangat

18 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

menawan hati Hlne. Sayang sekali, kondisi


tubuhnya yang lemah membuatnya sulit bertahan
hidup secara asketis [bertahan dalam kesederhanaan,kejujuran dan rela berkorban] ordo Klaris. Pada
tahun 1864, dengan dukungan pembimbing rohaninya, Hlne memutuskan untuk bergabung dengan
Serikat Maria Reparatrix yang baru berkembang.
Di sini dia mulai dikenal sebagai Maria dari Passion.

sekilas pandang
Pada tahun 1865, ketika masih menjadi seorang
novis, Maria dari Passion menjalankan tugas
misionaris di negeri India. Tak lama kemudian, ia
pun dipercaya menjadi provincial superior bagi tiga
biara Reparatrix. Dengan bimbingannya, karya
penyebaran injil semakin berkembang. Maria dari
Passion pun dapat menciptakan kedamaian di
antara komunitas Reparatrix.
Pada tahun 1876, Maria dari Passion dan sekitar 20
orang biarawati lainnya memutuskan untuk
memisahkan diri dari Serikat Maria Reparatrix. Hal
ini dipicu berbagai ketegangan yang sulit teratasi,
ditambah kondisi saat itu dimana komunikasi
dengan para superior di Eropa sulit untuk dilakukan.
Pada tahun 1876, Maria dari Passion dan sekitar 20
orang biarawati lainnya memutuskan untuk
memisahkan diri dari Serikat Maria Reparatrix. Hal
ini dipicu berbagai ketegangan yang sulit teratasi,
ditambah kondisi saat itu dimana komunikasi
dengan para superior di Eropa sulit untuk dilakukan.
Pada tahun 1877, Maria dari Passion menemui Paus
Pius IX yang kemudian menyetujui berdirinya
lembaga yang baru, Missionaries of Mary. Pada
tahun 1882, dengan anjuran Paus Leo XIII,
Missionaries of Mary bergabung dengan ordo
Franciscan, sehingga kemudian dikenal sebagai
Franciscan Missionaries of Mary (FMM). Akhirnya,
setelah berpuluh-puluh tahun kemudian, Maria dari
Passion menemukan kembali semangat Santo
Franciscus yang memesonanya.
Perjalanan kelompok misionaris yang baru ini pada
awalnya tidaklah mudah. Namun demikian , para
biarawati ini berkelana dan hidup di seluruh penjuru
dunia. Hidup mereka bercirikan kegembiraan,
kemiskinan, kesederhanaan, kekeluargaan dan
penyerahan diri secara total kepada Tuhan. Ketika
Maria dari Passion meninggal pada tahun 1904, dia
telah memulai berdirinya lebih dari 80 biara di
seluruh dunia. Saat itu ada sedikitnya 3000 orang
biarawati. Wanita muda dari berbagai negara telah
bergabung ke dalam FMM yang berkembang
dengan pesat. Sejak berdirinya, para biarawati FMM
berasal dari berbagai latar belakang budaya dan
suku bangsa menjalankan tugas misionaris
bersama-sama. Universalitas menjadi ciri khas FMM.

MENGENAL SEMANGAT BIARAWATI

F RANSISCAN M ISSIONARIES

OF

M ARRY

Jadilah teman dari mereka yang


disingkirkan, berdiri tegak membela
keadilan sosial, dan bersolidaritas
dengan mereka yang membela
kebenaran
Layaknya api, cinta kasih mudah
menyebar. Jika kita sendiri memiliki
cinta kasih, kita pun dapat membuat
orang lain memiliki cinta kasih

Itulah sebagian dari wejangan yang sering


disampaikan oleh Maria dari Passion kepada para
biarawati FMM. Apakah kita, sebagai lulusan dan
alumni SMA Regina Pacis, juga dapat menghayati
nilai-nilai yang sama? Semoga!!
Saat ini ada lebih dari 7000 orang biarawati berasal
dari 73 kebangsaan, hidup dan bekerja di 76 negara
di seluruh dunia. Di mana saja para biarawati ini
ditemukan hidup bersama kaum miskin dan kaum
yang terpinggirkan, kaum yang paling
membutuhkan perhatian, perawatan dan cinta
kasih. Mereka berdoa dan hidup berpusat pada
Ekaristi, pengorbanan Yesus Kristus. Mereka
menjadi saksi kehidupan, kedamaian dan cinta
kasih. Dengan seluruh hidupnya, para biarawati
FMM mewartakan kabar gembira tentang cinta
Tuhan yang tak bersyarat kepada semua orang.
Dikutip dari artikel yang ditulis Sr.Bernice Moreau FMM
(almarhum) dalam Bulletin No. 3/Maret 2004, Alumni SMA
Regina Pacis Bogor 1971, dengan pengembangan
berdasarkan sejarah Maria dari Passion yang diperoleh
dari internet.

REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

19

sekilas pandang

SMA KITA DARI DULU SAMPAI

MA Regina Pacis (SMA


RP) Bogor didirikan
pada bulan Agustus
1955, oleh Yayasan
Bakti Utama yang
diasuh oleh suster-suster
Franciscan Missionary of Mary
(FMM), di bawah
kepemimpinan Suster Goede
Herder, FMM. Kepala sekolah
pertama SMA RP Bogor adalah
Pater R.M. Tjipto Koesomo, Pr..
Pelaksana harian sekolah
adalah Sr. Bernice, FMM.

tahun yang sama, dibukalah


jurusan A (Bahasa), untuk
melengkapi jurusan B dan C.
Jumlah kelas saat ini adalah 7.

pada tahun pertama


SMA RP Bogor hanya
terdiri satu kelas,
semuanya
perempuan

Pada tahun 1958/1959,


tenaga tetap bertambah satu
orang, dengan bergabungnya
Ibu Utari (Alm). Tahun 1960/
1961, bertambah lagi seorang
tenaga tetap yaitu Bapak Y. B.
Murwanto. Waktu itu SMA RP
Bogor sudah terdiri dari 12
kelas, yaitu 5 kelas jurusan C,
5 kelas jurusan B, dan 2 kelas
jurusan A. Dapat dibayangkan
betapa sulitnya mengelola SMA
RP Bogor waktu itu, dengan
hanya mengandalkan 3 orang
tenaga tetap. Sementara itu,
jumlah guru sudah mencapai
33 orang.

Pada tahun pertama, SMA


RP Bogor hanya terdiri satu
kelas dan satu jurusan, yaitu
jurusan C (Ekonomi). Semua
siswanya adalah perempuan.
Pada tahun ajaran 1956/1957,
jurusan B (Ilmu Pasti) dibuka
dengan siswa laki-laki dan
perempuan. Hingga tahun
ajaran 1957/1958, dengan
hanya dua jurusan tersebut,
SMA RP Bogor masih belum
memiliki guru tetap ataupun
staf tata usaha. Semuanya
ditangani oleh Sr. Bernice
seorang.
Pada tahun ajaran 1958/
1958 barulah SMA RP Bogor
menghadirkan tenaga tetap
pertama, yakni Bapak A.Y.
Radjino. Pak Radjino ini kemudian diangkat sebagai kepala
sekolah untuk menggantikan
Pater Koesomo, Pr., yang
sangat sibuk sebagai sekretaris keuskupan Bogor. Pada

20 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

Akhir tahun ajaran 1957/


1958, SMA Regina Pacis
mencetak lulusannya yang
pertama. Semua perempuan.
Tahun 1958/1958, lahirlah
lulusan kedua yang berasal
dari jurusan B dan C. Lulusan
pertama jurusan B adalah
antara lain dr. Tigin N, drg.
Suhandi, Dr. Tony Ungerer,
dan lain-lain.

Tahun ajaran 1961/1962,


bergabunglah Bapak
Supartono sebagai tenaga
tetap, sementara Ibu Utari
(Alm) keluar dan pindah ke
Yogyakarta. Tahun 1962/
1963, bertambah 3 tenaga
tetap yaitu Bapak Y. Soemantri,
Bapak Handoko, dan Bapak
Matondang.
Awal tahun 1964, Bapak
Matondang yang mengajar
Kimia mendadak meninggal. Hal
ini benar-benar mengejutkan,
karena waktu itu pihak SMA RP
Bogor belum mengetahui asal-

SEKARANG

usul dan alamat orang tua


Bapak Matondang. Akhirnya,
sehingga jenasah Bapak
Matondang pun dimakamkan
di Cipaku tanpa
sepengetahuan orang-tuanya.
Sejak awal berdirinya, SMA
RP banyak dibantu oleh tenaga
pengajar yang berasal dari
kalangan mahasiswa Institut
Pertanian Bogor, seperti Bapak
drh. Djanuar, Bapak Ir. Hasjrul
Harahap, Bapak Dr. F. G.
Winarno dan lain-lain. Selain
itu, SMA RP dibantu pula oleh
guru-guru SMA Negeri 1 dan 2
Bogor, seperti Ibu Hendrati,
Ibu Sarwono, Bapak Drs. Pang
Koesmiyoto, Bapak Drs.
Ngatidjo, Bapak Drs. Gozali,
Bapak Yusuf, Bapak Sjahmar
Sikar (Kepala Sekolah Taman
Madya) dan lain-lain. Berkat
bantuan mereka SMA RP dapat
berjalan dengan baik.
Tahun 1964, SMA di Indonesia diubah menjadi SMA
Gaya Baru. Mengikuti perubahan tersebut, SMA RP pun
kemudian terdiri dari 3
jurusan: Budaya, Sosial, dan
Pasti Alam (Paspal). Jumlah kelas
saat itu adalah 13. Akhir tahun
1965, jurusan Budaya
menghilang. Pada tahun yang
sama, Bapak A.Y. Radjino
mengikuti studi ke negeri
Belanda, sehingga menyerahkan kepemimpinan sekolah
kepada Bapak Y.B. Murwanto.
Pada tahun 1965 pula terjadi
gelombang demonstrasi
menentang PKI, yang mengganggu kelancaran
pendidikan. Saat itu, sekolah
diperpanjang menjadi 18 bulan.
Antara tahun 1965 hingga
1970 keadaan guru SMA

sekilas pandang
mengalami pasang surut terus
dan tidak pernah mencapai
keseimbangan antara jumlah
guru tetap dengan jumlah
kelas dan jumlah murid.
Jumlah tenaga tetap belum
pernah mencapai 8 orang.
Tetapi berkat ketekunan dan
kerja sama yang baik, tingkat
kelulusan ujian negara siswa
SMA RP selalu mencapai 100%.
Hasilnya, sejak tahun 1971
SMA RP berhak mengadakan
ujian sekolah sendiri. Ini
merupakan kebanggaan
tersendiri, karena SMA RP
merupakan SMA swasta
pertama di Jawa Barat yang
diberi hak menyelenggarakan
ujian sekolah, seperti halnya
SMA Negeri.
Sejak tahun 1971 SMA
Regina Pacis mendapat
tambahan tenaga-tenaga tetap
yang berdedikasi tinggi,
seperti Bapak A. Y. Sukarno,
Bapak Imam Supeno, dan lainlain. Tingkat keseimbangan
antara jumlah guru tetap dan
jumlah kelas dan murid
semakin nyata. Tahun 1972,
kepimpinan sekolah
diserahkan kepada Sr.
Fransisca, FMM. Pada tahun
tersebut, SMA RP semakin
lengkap dengan berdirinya
laboratorium fisika, kimia,
biologi, dan keterampilan
mengetik.
Tahun 1974, kepimpinan
sekolah diserahkan kepada
Bapak Suherlan. Jumlah kelas
saat itu adalah 14 kelas, dengan
3 jurusan yaitu jurusan Sosial,
Pasti, dan Alam. Di bawah
kepimpinannya, Bapak Suherlan
berhasil mengangkat kembali
SMA Regina Pacis untuk

SMA KITA DARI DULU SAMPAI

menyelenggarakan ujian
sekolah lagi.
Tahun 1977, Bapak
Suherlan mengundurkan diri
sebagai kepala sekolah dan
kepimpinan sekolah
diserahkan kepada Bapak A. Y.
Sukarno. Mulai saat ini,
keseimbangan guru tetap
dengan jumlah kelas telah
tercapai. Kantor Tata Usaha
dan pegawainya pun telah ada.
Kemajuan SMA RP semakin
terpacu, dan pada akreditasi
1984, SMA RP memperoleh
predikat Disamakan. SMA RP
merupakan satu-satunya SMA
swasta di Bogor yang
memperoleh predikat tersebut.
Sejak tahun 1971, SMA RP
telah menempati gedung
sendiri, yaitu bekas gedung SD.
Para siswa pun masuk pagi.
Tetapi, dari tahun ke tahun
jumlah peminat SMA RP
semakin meningkat, sehingga
gedung ini pun akhirnya tidak
lagi memadai. Renovasi gedung
SMA RP dimulai pada bulan
Agustus 1988 selama 1 tahun.
Akhirnya, pada tanggal 8

SEKARANG

Agustus 1989, pemakaian


gedung baru SMA RP
diresmikan.
Sejak SMA RP berdiri, telah
banyak lulusannya yang telah
berhasil menjadi tokoh dan
pimpinan masyarakat. Dr. Emir
Alkisah Siregar (dosen IPB),
Marzuki Darusman, SH
(anggota MPR/DPR), Letkol AU
Imam Santoso, Letkol CPM
Dody, Jend POL (Purn)
Rusdihardjo dan banyak lagi.
Pada hari ulang tahunnya
yang ke 50 ini, didukung
dengan berbagai fasilitas yang
memadai, semoga SMA Regina
Pacis Bogor terus berjaya
dengan menghasilkan lulusan
yang baik dan mampu menjadi
teladan bagi masyarakat
Indonesia pada umumnya

Dikutip dari APA dan SIAPA .


Sekolah Kita REGINA PACIS,
Bulletin Alumni SMA Regina Pacis
Bogor 1971 No. 4, Juni 2004,
berdasarkan tulisan Bapak Y.
Sumantri untuk peresmian Renovasi
SMA RP pada tahun 1989.

SMA 3pp1
REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

21

Foto Dokumentasi Regina Pacis Bogor

sekilas pandang

erdirinya gedung
sekolah Regina Pacis
sebenarnya dirintis
oleh para suster
Ursulin, tepatnya
pada tanggal 10 Juni 1909.
Pembangunan gedung yang
terdiri dari 2 lantai itu selesai
pada tahun 1925. Pada tahun
1940-an, sekolah Regina Pacis
terdiri dari sekolah Taman
Kanak-kanak (TK), HIS (Holland
Indonesische Schol) yang
setingkat SD, poliklinik, asrama
puteri, dan tempat penitipan
anak-anak yatim piatu. Pada
tahun 1942, gedung Regina
Pacis diambil-alih oleh tentara
pendudukan Jepang dan
dijadikan markas Kempetai.
Banyak suster Ursulin yang saat
itu menderita siksaan Kempetai.
Pada bulan Agustus 1955, para
suster FMM dengan dukungan
Uskup Nicholas, OFM, Uskup
Bogor yang pertama,
mengambil-alih pengelolaan
sekolah Regina Pacis. Selain
fungsi-fungsi sekolah (panti
asuhan, TK, SD, asrama puteri
dan guru) yang sebelumnya
sudah ada, para suster FMM
juga mendirikan Sekolah

DIMANA KITA

Kepandaian Puteri (SKP), SMP


dan SMA.
Pada tahun yang sama, gedung
SMP Regina Pacis dibangun
oleh Bapak F. Silaban, sang
arsitektur yang membangun
masjid Istiqlal di Jakarta.
Gedung tersebut terdiri dari 3
lantai.
Dalam perkembangannya,
Regina Pacis tidak lagi
menyelenggarakan panti
asuhan dan poliklinik yang
ternyata kurang diminati
masyarakat.
Sejak tahun tersebut hingga
tahun 1970, kegiatan belajar
mengajar SMA Regina Pacis
berlangsung pada siang hari,
dengan menggunakan gedung
SMP dan sebagian gedung SD.
Sejak tahun 1971 hingga 1988,
kegiatan belajar mengajar
berlangsung pada pagi hari,
dengan menggunakan gedung
bekas SD. Fasilitas sekolah
bertambah meskipun sebagian
masih bersifat darurat dan tidak
memenuhi syarat.
Melihat kenyataan/keadaan
tersebut, dan menimbang

OLD I NEW BUILDINGS:


SEMUA PERNAH BERADA

tuntutan kemajuan dunia


pendidikan, Yayasan
memutuskan untuk
membangun gedung sekolah
yang baru. Berbagai fasilitas
sekolah yang lebih baik akan
dibangun. Untuk mengatasi
keterbatasan lahan yang ada,
diputuskan untuk merobohkan
gedung lama, dan membangun
gedung baru di lokasi yang
sama. Pada tanggal 15 Juni
1988 (ketika libur besar)
bangunan gedung lama mulai
dirobohkan.
Pada tanggal 8 Agustus 1988
pembangunan gedung baru
dimulai dengan ditandai
peletakan batu pertama oleh
Bapak Ir. Atyanto Mochtar
selaku ketua panitia
pembangunan gedung SMA
Regina PAcis Bogor. Selama
pembangunan gedung,
kegiatan belajar mengajar
diselenggarakan siang hari
dengan menempati gedung
SMP Regina Pacis dan SD
Regina Pacis.
1

Diambil dari berbagai sumber,


termasuk dari hasil wawancara Tim
Penulis dengan Bapak Y. Sumantri.
REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

23

in memoriam

SR. BERNICE, FMM


(1925 - 2004)
Kiprahnya di SMA Regina Pacis Bogor dimulai
ketika ia ditugaskan untuk melakukan misi ke
Indonesia pada tahun 1952. Awalnya dia mengajar
mata pelajaran Biologi dan bahasa Inggris, dan
kemudian diangkat menjadi Kepala Sekolah SMA
RP, sekaligus sebagai penyuluh etika.
Pada masa yang sama, Sr. Bernice membentuk
gerakan pramuka di SMA RP. Apa pun jabatannya,
Sr. Bernice rupanya berhasil membagikan
kecintaannya akan hidupnya kepada para gadis
yang menjadi anggota pramuka, maupun kepada
seluruh siswanya. Sr. Bernice dikenal sebagai
seorang yang penggembira, hangat, dan
bersahabat, namun disiplin, serta pencinta hewan.
Sr. Bernice selalu diikuti oleh anjing peliharaannya.
Sr. Bernice pun sangat berbakat dalam bahasa. Ia
menguasai setidaknya 4 bahasa, yaitu Inggris,
Perancis, Spanyol dan Indonesia.

Setelah meninggalkan SMA RP Bogor pada tahun


1971, Sr. Bernice sempat bertugas belajar di
Brussel. Namun setelahnya, Sr. Bernice tetap
menjalankan misi di Indonesia. Banyak sekali

etika membaca buku kenangan HUT Emas


SMA RP ini, kita akan melihat seringkalinya
nama Sr. Bernice ini disebut. Baik oleh para
alumni, maupun oleh para guru serta mantan
guru SMA RP Bogor. Rupanya dalam
menjalankan misinya di sekolah Regina Pacis
Bogor, Sr. Bernice telah memberi kesan yang
begitu mendalam pada mereka yang
mengenalnya. Siapakah Sr. Bernice itu
sebenarnya?
Sr. Bernice lahir di Pawtucket, Rhode Island,
Amerika Serikat pada tanggal 4 Mei 1925. Putri
pasangan Charles dan Vitaline Moreau ini terlahir
dengan nama Rita Marie Moreau. Sebagai puteri
pasangan Katolik yang taat, Rita Marie dibaptis
pada usia 2 hari di gereja St. Cecilia. Di kota
yang sama inilah, Sr. Bernice mengabdikan
tahun-tahun terakhir hidupnya. Beliau pun
mendapatkan sakramen perminyakan, sebelum
meninggal, dari seorang pastor yang tengah
bertugas di gereja St. Cecilia gereja tempat Sr.
Bernice dibaptis.
Kiprahnya di SMA Regina Pacis Bogor dimulai
ketika ia ditugaskan untuk melakukan misi ke
Indonesia pada tahun 1952. Awalnya dia
mengajar mata pelajaran Biologi dan bahasa
Inggris, dan kemudian diangkat menjadi Kepala
Sekolah SMA RP, sekaligus sebagai penyuluh
etika.

24 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

kegiatan pelayanan yang dilakukannya, antara lain


menjadi administrator Rumah Retret Shalom di
Sindanglaya, dan dosen Agama dan Etika di
Universitas Indonesia (fakultas pendidikan guru
matematika dan fisika), serta di Universitas Trisakti
(fakultas teknik sipil, kedokteran gigi, dan
kedokteran umum). Karyanya di Indonesia
berakhir pada tahun 1981, dimana kemudian dia
menjalankan misinya di tanah kelahirannya.
Sr. Bernice selalu menyambut tugasnya dengan
hati gembira. Salah satu tugas pertamanya adalah
menjadi guru bagi para penduduk asli Amerika
Serikat, di sekolah St. Michael. Semangat FMM
rupanya tidak pernah padam di hatinya. Sr. Bernice
terus berkarya di berbagai komunitas, sebelum

in memoriam
Berikut kenangan Sr. Nancy Cabral, FMM
tentang Sr. Bernice:
I first met Sister Berenice Moreau when I stayed in
our St. Anthony convent in Fall River, Masschusetts.
She was at the time the coordinator (superior) of
the community. When I was preparing for my final
vows ceremony in St. Anthony of Padua Church in
the city, she greeted with open arms and anything I
wanted she was willing to do or have done.
Unassumingly she did not want any duty in the
ceremony and was happy when the other sisters in
the house were asked. The ceremony went very well
with the help of Sister Berenice. The next time our
paths crossed was in Pawtucket, Rhode Island. She
was chosen to be coordinator of our St. John the
Baptist community. She came from St. Louis, MO, with
her lovely dog Dasha.
Their love for each other was evident that when
Dasha died Berenice was heartbroken. She loves all
animals and creation. Once could find her working in
the garden in our courtyard caring for the roses that
one of the other sisters had planted. She suffered
greatly from her legs and her hands would hurt with
arthritis. When it was her turn to cook we knew that
we would have a delicious American or Indonesian
meal. She would not stop from the time she got up
in the morning until she went to bed. She welcomed
visitors and showed them great Fanciscan hospitality.
Bernice was a person who did not like to hurt others
and if she realized someone in the community was
discourage or unhappy she would sist and talk with
the sister. She loved making jigsaw puzzles,
crossword puzzles, playing the keyboard or the
accordion. She would usually play her accordion
when everyone was at a mass. She played very well
but did not want to disturb anyone.
akhirnya kembali ke Pawtucket, Rhode Island, tanah
kelahirannya, tempat di mana ia pun menghembuskan
napas terakhirnya.
Sr. Bernice meninggal pada tanggal 28 April 2004,
setelah mengalami stroke. Kepergiannya diikuti
kesedihan anggota komunitasnya yang sangat,
karena Sr. Bernice selalu menjadi saudara dan teman
yang baik. Sr. Bernice dimakamkan pada tanggal 4
Mei 2004, pada hari di mana ia seharusnya merayakan
pesta hari ulang tahunnya yang ke 79.

S R . B ERNICE , FMM
(1925 - 2004)
SISTER RITA MARIE
"SISTER BERENICE" MOREAU
- North Providence SISTER RITA MARIE "SISTER
BERENICE" MOREAU, FMM,
78
78, of the St. John the Baptist
Community, Pawtucket, coordinator of the Franciscan Missionary of Mary community, died
Wednesday in Rhode Island Hospital, Providence.
Born in Pawtucket, she was the daughter of the
late Charles and Vitaline (Dupuis) Moreau. Sister
Moreau entered the Institute of the Franciscan
Misionaries of Mary, at Holy Family Novitiate, Fruit
Hill, on June 12, 1945, pronounced her first vows
Dec. 15, 1947, and her final vows Dec. 15, 1951.
She graduated from Emmanuel College, Boston, and
studied at Lumen Vitae Pastoral Institute at Louvain
School of Theology, Brussels, Belgium, and the University of Mons Faculty of International Interpreters.
A linguist, she was proficient in English, French, Spanish and Indonesian.
She was missioned to Indonesia in 1952, teaching
in Regina Pacis High School, Bogor, becoming principal in 1955, and remained there until 1972. She
had also been a Girl Scout troop leader.
In 1973, she was a professor of religion and ethics,
and chaplain to the students at the University of
Indonesia Teachers College, and the University of
Tri Sakti.
Sister Moreau later became the administrator of
Shalom House of Retreats, in Sindanglaya, Java, Indonesia, before returning to this country in 1981.
She was missioned to the Navajo Indians in St.
Michael's, Ariz., and had also worked in Franciscan
Missionaries of Mary Communities in San Francisco,
New York, Fall River, Natchez, Miss., and St. Louis.
She leaves three nephews, Charles, Paul and Richard Moreau; and a grandnephew.
A Mass of Christian Burial will be celebrated Tuesday at 11 in Holy Family Chapel, 399 Fruit Hill Ave.
Burial will be in Holy Family Cemetery on May 4th.

1 Dikutip dari Bulletin Alumni SMA Regina Pacis Bogor 1971,


No. 4, Juni 2004, dan dikembangkan berdasarkan sumber
lainnya.
Source: www.projo.com

REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

25

in memoriam

R. Roza Sjamsoeoed lahir pada


tanggal 19 Juni 1965, putri bungsu,
empat bersaudara, dari keluarga Bapak
Sjamsoeoed Sadjad, salah satu guru besar
Institut Pertanian Bogor. Roza bersekolah di
Regina Pacis sejak, kalau tidak salah, kelas tiga
sekolah dasar. Dua kakak Roza, Rhiza dan
Elza, juga bersekolah di SMA RP. Sejak SD
hingga SMA, Roza dikenal sebagai siswa yang
pandai, meskipun mungkin dia bukan tipe
siswa yang sering ditugaskan sekolah untuk
ikut kompetisi tertentu. Tetapi, Roza hanya
satu dari sangat sedikit alumni seangkatannya
yang secara total menekuni kariernya sebagai
seorang akademisi.
Roza memperoleh gelar Master, dan
kemudian gelar PhD (1994) di universitas di
Oregon State University (OSU), Corvalis OR,

26 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

ALUMNUS

ROZA SJAMSOEED
1983 (1965 - 2004)

Amerika Serikat. Judul thesis Roza adalah


The use of logistic regression for developing
habitat association models. Menikah pada
tahun 1992 dengan Mahdi Abrar, yang
ditemuinya di Universitas yang sama.
Mereka berdua kemudian mengabdikan diri
sebagai dosen dan peneliti di Universitas
Syiah Kuala, Banda Aceh, tanah kelahiran
suami Roza.
Roza dan kedua putrinya, Maureen dan
Tazkia, wafat pada tanggal 26 Desember
2004 setelah berusaha menyelamatkan diri
dari gelombang Tsunami yang merambah
Banda Aceh. Mukjizat telah menyelamatkan
putra sulungnya, Luthfi (10), dari
malapetaka tersebut. Sementara Mahdi
selamat karena saat kejadian sedang
bertugas di Medan. Bagi Mahdi, kejadian ini
merupakan kehilangan yang sangat besar,
karena selain istri dan kedua anaknya,
seluruh keluarga besarnya, kecuali seorang
adik, turut menjadi korban.
Beberapa hari menjelang wafatnya, Roza
dan suaminya berkunjung ke Jakarta untuk
sama-sama menyampaikan hasil penelitian
di suatu forum ilmiah. Kemudian dia
menghabiskan beberapa hari bersama ayah,
dan kakak-kakaknya di Bogor, sekaligus
berziarah ke makam ibunya. Sehari
sebelum kejadian Tsunami, Roza kembali
ke Banda Aceh, dan menghabiskan malam
terakhirnya bersama anak-anaknya. Seluruh
tugasnya sebagai seorang akademisi,
seorang anak, seorang istri, dan seorang
ibu, rupanya telah ditunaikan dengan baik
oleh Roza sebelum akhir hayatnya.

Foto dan informasi tentang almarhum Roza


diambil dari situs pribadi abang Roza, DR. Rhiza S.
Sadjad, di http://www.unhas.ac.id/~rhiza/koekoek/

in memoriam
A TRIBUTE TO OUR DEAREST ROZA
SJAMSOEOED SADJAD
Oleh:
Sri Ismawati, Ita Radjino,
dan Chandra Surya (Acong)
.. Hati yang bahagia tersentak sketika
Malapeta seakan mengglimang
Berita mengglegar aku terima
Kekasih berpulang tuk selamanya
Hancur luluh rasa jiwa dan raga
Tak percaya tapi nyata ..
(cuplikan dari lagu Bing karangan Titiek Puspa)
Sejalan dengan waktu, kenangan pun berlalu
Manis, pahit, susah, senang bergalau jadi satu.
Roza Sjamsoeoed Sadjad ..
Satu dari sekian banyak mutiara dalam untaian
kenangan yang indah.
Sama-sama di SMP dan SMA Regina Pacis Bogor
Teringat sosok mungilnya yang berkacamata dan
berambut ikal
Teringat senyumnya yang manis
Teringat komentar centil dan judesnya
Teringat gurauan-gurauan dan ejekan-ejekan kami
terhadap satu sama lain
Teringat masa-masa tertawa bersama
Teringat sama-sama stres mempersiapkan diri untuk
quiz mencongak untuk bisa masuk lab kimianya Pak
Wendy
Teringat sama-sama membedah kelinci di lab biologi
Teringat kebaikan hatinya untuk meminjamkan catatan
kalau kami tak cukup menyimak penjelasan guru
Betapa manis semua itu untuk dikenang sekarang
Tak ada satupun kenangan pahit maupun susah
bersama Roza
Yang ada rasa tak percaya dan sedih sewaktu
mendengar Roza telah dipanggil menghadapNya
Doa dan hanya doa yang bisa dipanjatkan ke
hadiratNya
Semoga Allah mengampuni segala kesalahan, segala
silap, segala dosa Roza
Semoga Roza diterima di sisiNya
Semoga kita yang ditinggalkan dapat mencontoh
segala kebaikan Roza
REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

27

rubrik forum

DARI GURU
SEKOLAH REGINA PACIS

Dari RP, untuk RP dan oleh RP:


Dalam rubrik forum ini kami menyajikan hasil interview kami dengan keluarga
besar Regina Pacis: para pengajar, alumni, siswa/i dan pengurus sekolah. Khusus
alumni, kami mencoba memberikan gambaran dari berbagai angkatan/generasi.
Beberapa sudah menjadi tokoh atau populer di mata masyarakat. Harapannya, proses
ini akan terus berlangsung dan semakin banyak rubrik forum dari angkatan lain
menyusul di edisi-edisi berikutnya

BAPAK W HARJADI DAN IBU MM SRI SETYATI


Pasangan Guru Yang Pesta Penikahannya
d i Aula Regina Pacis.
BAPAK Willibrordus Harjadi, Lic.Chem (76) dan Ibu Maria Margaretha
Sri Setyati Harjadi (68) ini, selain sama-sama mengajar di SMA Regina
Pacis (RP) ternyata juga punya kenangan tersendiri di lingkungan
komplek Regina Pacis. Sebab pasangan guru ini, juga pesta
pernikahannya diselenggarakan di Aula Regina Pacis pada tanggal 5
April 1964. (Mungkin hanya pasangan guru ini, yang pesta
pernikahannya dizinkan dan berlangsung di aula RP, penulis).
Pemberkatan pernikahannya di Gereja Katedral.. Pesta pernikahannya
diselenggarakan secara sederhana dengan dukungan sekelompok
murid-murid SMA RP bagian B .
Kenangan ini, diungkapkan penulis bersama Anang yang mendatangi
Bpk/Ibu Harjadi untuk menuturkan sekelumit kisah menjadi pendidik
di SMA RP. Bagi Bpk Harjadi, yang saat itu aktifis gereja (PMRI) dan
telah menjadi guru SMA Negeri malah ikut terlibat untuk mendirikan
Sekolah Lanjutan Atas bagi anak-anak Katolik di Kota Bogor bersama
Mgr N Geise, OFM, suster pimpinan yayasan pengelola Sekolah Regina
Pacis yang muridnya perempuan, dan pimpinan yayasan pengelola
Sekolah Budi Mulia yang muridnya semua laki-laki.
Bpk Harjadi, dalam bincang-bincang santai didamping Ibu MM Sri
Setyati di kediamannya di Jalan Cikuray, menyebutkan, tahun 1950
an itu, dirasakan perlu untuk mendirikan Sekolah Lanjutan Tingkat
Atas (SLTA) Katolik di Kota Bogor guna menampung lulusan Sekolah
Lanjutan Tingkap Pertama (SLTP) Katolik yang ada yakni SMP RP yang
saat itu dikenal muridnya semua perempuan dan SMP Budi Mulia (BM)
muridnya semua laki-laki. Lulusan kedua sekolah Katolik ini, sebagian
besar melanjutkan ke Sekolah-sekolah Katolik di Jakarta dan
Bandung.
Saya dan juga bersama teman aktifis gereja lainnya bersama Mgr N
Geise, pimpinan yayasan pengeola RP dan BM melakukan
pembicaraan beberapa kali untuk mewujudkan SLTA Katolik, dan
akhirnya terlaksana juga dan dibuka di RP. SMA RP didirikan pada
bulan Agustus 1955 oleh Yayasan Bakti Utama yang diasuh sustersuster FMM yang waktu itu diketuai Suster Goede FMM dan
pelaksananya Suster Berenice FMM. Sebagai Kepala sekolah yang
pertama adalah Pater RM Tjipto Koesoemo PR, kata Bpk Harjadi

28 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

rubrik forum

DARI GURU
SEKOLAH REGINA PACIS

Tahun pertama hanya terdiri dari 1 kelas dan satu jurusan yaitu jurusan
C dan semua siswanya perempuan. Tahun ajaran 1956/1957 dibuka
juga jurusan B dan siswanya mulai campuran . Sampai tahun ajaran
1957/1958 hanya terdiri dari dua jurusan yaitu B dan C. Saat itu belum
ada guru tetap serta tata usahanya, semuanya ditangani oleh Suster
Berenice FMM.
Suster Berenice FMM, yang mulai merombak tradisi sekolah RP yang
semula muridnya hanya perempuan kemudian menerima siswa lakilaki meski SMP nya masih tetap perempuan. Sementara tenaga
pengajarnya awalnya adalah mahasiswa Fakultas Pertanian UI (waktu
itu belum menjadi IPB) yang tergabung dalam Perhimpunan Mahasiswa
Katolik Republik Indonesia (PMKRI)., kata Bpk Harjadi.yang menjadi
guru di SMA RP tahun 1955 1958 dan 1962 1964.
Ibu Sri Setyati mengaku menjadi guru di SMA RP diajak Bpk Harjadi.
Dia yang menarik-narik saya untuk bergabung menjadi guru di SMA
RP, kata Bu Setyati , yang dikenal sebagai guru besar emeritus Ilmu
Hortikultura Fakultas Pertanian IPB, dan menjadi guru RP tahun 1958
1960 dan 1962 1964.
Selain menyenangkan dapat honor, mengajar di SMA RP menjadi
kebanggaan tersendiri bagi pasangan Harjadi dan Sri Setyati yang
dikarunia 4 anak ini. Murid-muridnya cerdas dan prestasinya cukup
menonjol. Sehingga tidak minder menjadi pelajar SLTA swasta
ditengah-tengah pelajar SMA Negeri. Berkat jiwa kepemimpinan
Suster Berenice , disiplin dan kejujuran menjadi melekat pada pelajar
SMA RP, kata Bpk Harjadi maupun Ibu Setyati.

REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

29

rubrik forum

DARI GURU
SEKOLAH REGINA PACIS

Bpk Harjadi juga punya kenangan tersendiri terhadap Suster Berenice.


Menurut Bpk Harjadi, dia mengeluarkan dan tak memperkenankan
murid mengikuti pelajarannya karena datang terlambat sebagai upaya
menerapkan disiplin. Anak itu mengadu ke Suster Berenice lalu
Suster mendatangi saya setelah ketuk pintu lalu mempertanyakan
mengapa anak itu tak boleh masuk. Saya jelaskan, rupanya dia tak
bisa menerima saat itu. Petang harinya setelah pulang ngajar, ada
utusan yang membawa surat dari Suster Berenice yang minta maaf
atas kesalahannya membela anak yang tak disiplin itu. Sikap saya
dianggap benar, kata Bpk Harjadi
Kenangan yang tak terlupakan lainnya, tentu saya ya itu tadi dipesta
pernikahannya di aula Regina Pacis bukan hanya murid-murid yang
sibuk memajang dekorasi, juga suster Berenice ikut mengawasi
kegiatan anak-anak menata ruang aula.
********
DIBAGIAN akhir bincang-bincang dengan penulis, Ibu Sri Setyati yang
menyelesaikan studi S3 nya di Universitas Katolik Leuvin Belgia ini
mengharapkan, borok-borok yang pernah terjadi di SMA RP agar tak
terulang lagi yakni mengkormersialisasi pendidikan oleh oknum
pendidik. Pamor SMA RP dibidang Karya Ilmiah Remaja (KIR) tingkat
nasional yang sudah cukup lama tenggelam agar dibangkitkan kembali.
Rasanya sudah cukup lama tenggelam, sudah saatnya dihidupkan
kembali. Cari guru pembimbing seperti Pak Wendy, itu saya rasa perlu
juga diupayakan, kata Bu Sri.
Selain itu, Bu Sri juga berharap agar pimpinan SMA RP aktif dan tidak
pasif dalam memanfaatkan undangan saringan masuk tanpa testing
dari sejumlah Perguruan Tinggi Negeri . Jangan pasif hanya merespon
tawaran saja, tetapi hendaknya aktif menghubungi PTN untuk
memperoleh kesempatan penerimaan mahasiswa tanpa testing asal
lulusan SMA RP yang berprestasi, sebab belakangan ini nampaknya
SMA RP tidak banyak memperoleh undangan masuk tanpa tes dari
PTN kata Bu Sri seraya mengharapkan pula pimpinan yayasan maupun
kepala sekolahnya untuk merespon perkembangan teknologi yang
mutakhir untuk diterapkan kepada anak didik agar tak ketinggalan
zaman.
Baik Bpk Harjadi maupu Bu Sri menyebutkan, SMA RP masih menjadi
kebanggaan warga Kota Bogor. Masih banyak warga Kota Bogor dari
berbagai golongan yang menginginkan anak-anaknya bersekolah di
SMA RP yang dari dulu sampai kini tetap unggul.. Saya kira pengasuh
SMA RP tak boleh lengah dalam menjaga prestasi, karena saingan
kini cukup banyak. Saya kira perlu disadari ada saingan atau tidak,
memberikan pendidikan yang jujur, disiplin dan kerja keras hendaknya
tetap dipertahankan. Hal hal yang jelek antara lain seperti pernah
disebut-sebut sebagai sekolah berjuis perlu dihindari. SMA RP
senantiasa menjadi contoh sekolah yang multukultural, dan juga meski
sekolah Katolik tetapi siswanya tidak mayoritas beragama Katolik,
kata Bu Sri seraya mengucapkan Selamat Ulang Tahun ke 50 tahun.
SMA RP. (fx puniman, alumnus tahun 1967)

30 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

rubrik forum

DARI GURU
SEKOLAH REGINA PACIS

BAPAK AJ RAJINO
Kepala Sekolah (1959 1965)
Dr Ir AJ Rajino (74) adalah guru tetap pertama dan sekaligus menjadi
Kepala Sekolah SMA Regina Pacis pada tahun ajaran 1959/1960
menggantikan Pater RM Tjipto Mangun Koesumo, Pr. Dia saat itu, adalah
mahasiswa tingkat akhir Fakultas Pertanian Univesitas Gajah Mada
Yogyakarta yang sedang melakukan penelitian untuk skripsinya di
berbagai lembaga penelitian di Kota Bogor.

Bapak AJ Rajino, diketahui oleh Pater Tjipto, sebagai murid SMA de


Britto Yogyakarta yang berprestasi. Bapak Rajino mengemukakan,
berasal dari keluarga yang tak mampu ketika sekolah di SMA de Britto.
Dan mengaku mendapat beasiswa yang pertama, dan satu-satunya
saat masih duduk di kelas dua. Karena prestasinya, dia dipercaya
oleh pimpinan sekolahnya untuk mengisi lowongan guru biologi.
Kesempatan menjadi guru dan sekaligus menjadi Kepala Sekolah SMA
itu, diterima dengan senang hati dan penuh tanggung jawab. Pagi
bekerja di laboratorium, sore mengajar. Akibat kesibukannya menjadi
Kepsek SMA Regina Pacis inilah, studinya tertunda. Dan baru pada
tahun 1962 , memanfaatkan liburan sekolah di bulan Juni/Juli dan
September, akhirnya Bapak Rajino berhasil menyelesaikan studi dan
meraih gelar menjadi Sarjana Pertanian UGM yang didambakan. Dia
menjadi Kepsek SMA RP sampai tahun 1965. Berikut ini petikan
bincang-bincang singkat dengan Bapak AJ Rajino, tentang
pengalaman, kesan dan harapannya pada SMA RP, sekolah kita yang
merayakan Pesta Emas.
Bagaimana kesan Bapak saat diangkat menjadi guru tetap
pertama sekaligus menjadi Kepsek SMA Regina Pacis pada
tahun 1959/1960?
Sangat kontras seperti ketika saya mengajar di Yogyakarta yakni di
SMA de Britto, St Thomas yang ketat disiplinnya. Kesan saya saat itu,
murid-murid SMA RP tidak begitu respek terhadap gurunya yang ratarata ekonominya lemah, sedangkan murid-murid di Bogor kelihatan
berasal dari keluarga ekonomi kuat. Untungnya saya biasa mengajar
di sekolah-sekolah yang dipimpin oleh Pastor-pastor dari Serikat
Jesuit (SJ) yang dikenal disiplinnya sangat keras. Disana tidak ada
perbedaan antara anak kaya dan miskin. Siapa yang berprestasi tinggi,
dia akan mendapat tempat yang baik. Saya yang anak termiskin di
SMA de Britto, mendapat beasiswa dan diberi kesempatan mengajar
mengisi lowongan guru biologi. Saya melihat keberhasilan suatu
sekolah itu kuncinya adalah penanaman disiplin pada siswanya.
Karena itu, begitu diangkat menjadi Kepsek, lalu saya menyusun
strategi untuk menciptakan disiplin bersama Suster Berenice, FMM.
Bagaimana Bapak melakukannya?
Pengalaman saya di Yogyakarta itu saya terapkan di Bogor. Disiplin
saya tanamkan mulai pada anak kelas satu. Sebab, bila di kelas satu
tak ditanamkan disiplin, kebringasan itu akan merugikan mereka
sendiri kelak. Karena itu, sejak awal saya menanamkan disiplin

REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

31

rubrik forum

DARI GURU
SEKOLAH REGINA PACIS

terhadap anak-anak pada saat masuk kelas satu. Saya betul-betul


membuat disiplin yang ketat juga menanamkan dasar-dasar setiap
mata pelajaran supaya digemari anak-anak. Sehingga guru harus
mempunyai daya tarik terhadap mata pelajaran yang diajarkan. Harus
bisa menyisipkan masalah-masalah yang bisa menarik pelajar.
Misalnya, biologi apa yang menarik, matematika atau ilmu pasti.
Saya sangat senang bisa membuat suasana senang kepada muridmurid saya dulu karena penanaman disiplin itu sudah saya tanamkan
sejak kelas satu. Murid mengenal betul gurunya. Mereka mengenal
gurunya yang mempunyai keahlian yang bisa ditularkan kepada
murid-muridnya sehingga respek para murid-murid cukup besar. Saya
juga mengharapkan kepada guru yang mengajar tidak seperti dewa
seperti di perguruan tinggi yakni para dosen itu bersikap seperti
dewa sehingga mahasiswa takut baik di luar maupun di dalam
ruangan. Di SMA RP saya mencoba mnedekatkan para siswa itu dekat
dengan guru-gurunya, sehingga di dalam kelas itu mereka disiplin
menerima pelajaran dan memberi pelajaran itu ketat, tetapi di luar
kelas itu saya harapkan para guru harus akrab dengan murid-muridnya
sehingga suasana kekeluargaan menganggap guru sebagai bapak
dan menganggap murid sebagai anak itu bisa tercipta di luar kelas.
Tentang prestasi murid-murid masa lalu ?
Tahun pertama ketika saya pegang, prestasinya belum seperti yang
saya harapkan kelulusannya masih di bawah 70 persen. Lulusan ujian
negara tahun pertama itu, masih 70 persen, tahun kedua meningkat
di atas 80 persen, tahun ketiga meningkat lagi menjadi 100 persen
untuk jurusan A, B dan C. Dan tahun-tahun berikutnya sampai saya
keluar tahun 1965. Saya dan guru-guru lainnya cukup bangga,
terhadap prestasi lulusan SMA RP. Kebanggaan guru itu sulit diukur
dengan uang sekalipun begitu mengetahui anak didiknya di kemudian
hari berhasil antara lain ada yang menjadi Kapolri, Jaksa Agung,
pengusaha sukses, peneliti yang sukes dan lain-lainnya.
Prestasi SMA RP masa kini?
Masih cukup membanggakan. Ya hanya saja saya dengar, pamornya
tidak seperti dulu ketika gurunya yang bernama Wendie, pengasuh
LKIR RP, prestasinya bagus sekali pada tahun 80-an. Itu juga berkat
keakraban yang bersangkutan terhadap murid-murid berpotensi
untuk mencapai prestasinya sehingga dalam lomba karya ilmiah
tingkat nasional selalu menonjol. Namun demikian, sekarang juga
ada bibit-bibit yang menonjol yang berasal dari saringan siswa yang
masuk cukup ketat. Berbeda dengan dulu, ketika saya pegang. Saya
tidak mengharuskan angka tinggi yang masuk ke SMA RP. Sebab
saya beranggapan seorang guru bisa dikatakan berhasil bila mendidik
siswa yang biasa-biasa saja menjadi berprestasi. Kalau sekarang yang
dipilih sudah bagus lalu hasilnya bagus itu biasa. Ketika saya menjadi
Kepsek, juga memberi kesempatan kepada anak yang berprestasi
dari golongan tidak mampu dengan memberi keringanan membayar
sekolah, yang ekonominya kuat saya minta kerelaannya untuk
memberi lebih sehingga sejak dulu yang namanya subdisi silang itu
sudah kami terapkan. Juga kami melakukan perimbangan, anak dari

32 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

rubrik forum

DARI GURU
SEKOLAH REGINA PACIS

keluarga non pribumi dan pribumi demikian pula yang beragama


Katolik dan non Katolik. Untuk menampung siswa Katolik lainnya
dan siswa lainnya asal Bogor yang tak tertampung di SMA RP, lalu
Pater Tjipto menyetujui usul saya untuk mendirikan sekolah Katolik
lainnya yakni SMA Mardi Yuana di Jalan Siliwangi.
SMA RP masih menjadi kebanggaan warga Kota Bogor ?
Sepanjang pengetahuan saya, SMA RP masih menjadi kebanggaan
dan favorit warga Kota Bogor bila anaknya diterima di SMA RP. Ini
semua karena kualitas dan prestasi sekolah yang kini telah diasuh
oleh puluhan guru tetapnya yang cukup berkualitas. Guru seperti
Hasjrul Harahap, yang pernah mantan Menteri Kehutanan itu kalau
ketemu saya selalu bilang tidak bakal menjadi sarjana dan Menteri
bila tidak ada RP. Sebab dengan diterima menjadi guru di SMA RP,
tertolong keuangannya., karena kiriman uang dari orang tuanya
acapkali tersendat..
Tentang kenakalan siswa waktu dulu?
Saya nilai masih dalam batas kewajaran Tidak merupakan faktor yang
negatif dan tak mengurangi pretasi mereka. Yang nakal waktu itu,
kini mereka sukses dalam karier maupun hidupnya. Mereka yang
nakal dulu saya panggil, tidak saya marahi habis-habisan malah saya
ingatkan dan saya tunjukkan kesalahannya . Dan bila tak mau
menghindari kesalahannya, tak akan mencapai cita-cita yang
diinginkan. Percuma sekolah disini. Dan nyatanya, mereka yang nakal
itu kini menjadi orang.
Harapan Bapak terhadap pengasuh SMA RP sekarang?
Saya berharap, SMA RP jangan statis. Kalau SMA RP mau tetap
berprestasi baik, RP jangan statis. Harus mau bersikap progresif
dinamis artinya mengikuti perkembangan zaman. Sekarang zaman
teknologi makin canggih. SMA RP harus bisa menanamkan minat
para siswa ke arah perkembangan zaman. Harus mulai dari sekarang
jangan menunggu peraturan pemerintah. Harus berani mulai,
Disamping itu, terutama mata ajaran yang ditanamkan kepada siswa
harus mendorong mereka untuk menggemari perkembangan
teknologi. Menggemari itu sangat perlu. Kalau SMA RP tetap
berpegang pada kurikulum yang dicanangkan pemerintah, tidak mau
memberi nilai plus pada lulusannya, akan makin ketinggalan. Nilai
plus itu membekali siswanya untuk dinamis. Jangan dibekali PR melulu,
yang sangat membebani mereka. Dan PR itu, kan hanya karena
ketakutan kalau tidak bisa menyelesaikan kurikulum dari Dinas
Pendidikan dan Pengajaran, itu salah..

(FX Puniman, alumnus 1967, yang menjadi wartawan Kompas)

REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

33

rubrik forum

DARI GURU
SEKOLAH REGINA PACIS

A. Y. SOEKARNO
Kepala Sekolah Periode 1978 - 2001
Bapak 3 anak yang bernama lengkap A. Y. Soekarno ini pertama kali
mengajar di SMA Regina Pacis Bogor tahun 1971, sebagai guru Bahasa
Indonesia. Tahun 1975-1977 beliau menjabat sebagai Wakil Kepala
Sekolah SMA Regina Pacis Bogor dan bulan Januari 1978 sampai bulan
Juni 2001 beliau menjabat sebagai Kepala Sekolah SMA RP Bogor.
Menjadi guru merupakan cita-cita beliau sejak beliau duduk di bangku
Sekolah Dasar. Untuk mewujudkan cita-citanya menjadi guru itu maka
setelah tamat SMP beliau melanjutkan ke sekolah guru yaitu SGA
Katolik Santo Bernardusdi Madiun, Setelah tamat SGA beliau kuliah di
IKIP Widya Mandala Mandiun dan lulus tahun 1965. Lulus dari IKIP Widya
Mandala Madiun, mulai tanggal 14 September 1965 beliau mengajar
di SMA Strada St Thomas Aquino Tangerang. Mulai Januari 1967
sampai dengan Desember 1970 beliau menjabat sebgai kepala
sekolah.
Waktu bekerja di SMA Strada St Thomas Aquino ini beliau mengajukan
lamaran ke SMA Regina Pacis Bogor. Ternyata pengelola yayasan yang
menaungi SMA Regina Pacis Bogor sama dengan pengelola yayasan
yang menaungi SMA Strada Santo Thomas Aquino Tangerang yaitu
orda FMM. Lamaran Pak Karno untuk menjadi guru SMA Regina Pacis
Bogor diterima, dan mulai Januari 1971 Pak Karno Menjadi guru SMA
Regina Pacis Bogor
Di tahun pertama beliau mengajar di SMA Regina Pacis, beliau merasa
heran karena anak begitu tidak tertib dengan banyaknya anak-anak
yang pergi ke WC pada saat bel masuk sudah berbunyi. Padahal saat
beliau masih mengajar di Strada Santo Thomas Aquino, sebelum
masuk kelas anak-anak harus berbaris di serambi kelas, menanti
kehadiran guru untuk masuk kelas. Keadaan ini berbeda sekali dengan
SMA Regina Pacis sehingga awalnya beliau merasa tidak kerasan
bekerja di SMA Regina Pacis. Pernah juga ada anak yang memotret
beliau saat beliau sedang mengajar. Tapi lama kelamaan beliau akhirnya
kerasan kerja di SMA Regina Pacis Bogor.
Beliau becerita kalau dulu anak-anak mengadakan perpisahan kelas
guru-guru pasti diundang dan biasanya perpisahan tersebut diadakan
di rumah siswa. Saat menjabat sebagai Kepala Sekolah SMA Regina
Pacis, beliau sempat melarang siswa mengadakan perpisahan di luar
sekolah karena beliau tidak ingin memberikan kesan memamerkan
kekayaan terhadap warga masyarakat yang berkekurangan. beliau
ingin menghormati orang-orang di luar juga. Perpisahan itu juga selalu
diadakan pada pagi hari.
Dulu di SMA Regina Pacis setiap tahunnya selalu diadakan Pentas
Seni ke Ancol. Namun pentas seni ini juga sempat diprotes oleh
orang tua murid. Karena orang tua murid ada yang tidak setuju kalau
pentas seni diadakan di Ancol. Tapi karena memang namanya Pentas

34 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

rubrik forum

DARI GURU
SEKOLAH REGINA PACIS

Seni Ancol jadi memang harus diadakan di Ancol. Dana dalam


mengadakan pentas seni ini, Pak Karno tidak meminta sumbangan
kepada orang tua murid tetapi dengan meminta iuran ke anak-anak.
Sayang, tahun 1997 ada PEMILU dan suasananya sangat mengerikan.
Dan akhirnya Pentas Seni tersebut harus dihentikan.
Pada zaman Suster Hildegard, live-in diadakan. Live-in terakhir diadakan
pada tahun 1997. Dan akhirnya tahun 2005 Live-in kembali diadakan
tetapi bukan merupakan program wajib
Pak Karno juga sempat bercerita tentang tren tahun 70an . Anakanak lelaki yang rambutnya panjang sering kali dikuncir dan kemudian
dimasukkan ke dalam kemeja sehingga tidak ketahuan guru kalau
rambutnya panjang. Dari dulu anak perempuan roknya hrus di bawaj
lutut dan sepatu harus hitam. SMA Regina Pacis juga pernah memakai
seragam putih hitam
Pak Karno merasa senang menjadi guru karena dengan menjadi guru
beliau bergaul dengan anak-anak. Dengan begitu beliau banyak
mendapat pengalaman dan pengetahuan tentang anak-anak. Dan
dengan demikian pihak sekolah dapat mengatasi masalah yang
ditimbulkan anak-anak. Selain itu prestasi SMA Regina Pacis bagus,
antara lain waktu pertama kali diadakan akreditasi sekolah pada tahun
1984, SMA Regina Pacis satu-satunya SMA di Bogor yang mendapat
predikat Disamakan. Juga dalam EBTANAS, NEM rata-rata para siswa
SMA Regina Pacis selalu menduduki peringkat 1 atau 2 di tingkat
kota Bogor. Selama mengajar di SMA Regina Pacis, saat mengajar
selalu beliau selingi dengan bercanda agar mengajarnya enak.
Pelajaran seperti Bahasa Indonesia memang harus diselingi dengan
bercanda agar tidak bosan dan anak-anak pun senang
Selain menjabat sebagai Kepala Sekolah, beliau juga menjabat sebagai
pengurus BMPS (Badan Musayawara Pengurus Swasta) sejak tahun 1982
sampai sekarang. Dan mulai bulan Maret 2004 beliau juga diangkat
menjadi pengurus BAS (Badan Akreditasi Sekolah) kota Bogor.

REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

35

rubrik forum

DARI GURU
SEKOLAH REGINA PACIS

TAUFIK ISMAIL
Sastrawan
Guru Bahasa Indonesia (1963 1965)
Tak lama setelah kelulusannya dari Fakultas Kedokteran Hewan dan
Peternakan (FKHP) dari Universitas Indonesia pada tahun 1963, Bapak
Taufik Ismail yang kala itu sedang gencar-gencarnya menggeluti dunia
jurnalisme akhirnya mau diajak bekerja oleh seorang temannya, F.G.
Winarno untuk mengajar di SMA Katolik Regina Pacis Bogor. Namun
jalan yang dilaluinya tak semulus harapannya. Cap Manikebu yang
terpahat pada namanya telah menimbulkan banyak kontroversi di
hampir seluruh daerah Indonesia, termasuk di Kota Bogor. Manifes
Kebudayaan yang merupakan pemberontakan para sastrawan
mengenai pelarangan buku-buku Barat untuk masuk ke Indonesia telah
menjadi anak panah yang sungguh tajam terhadap dirinya.
Sekejap semua angan-angan dan karirnya hancur, kehidupannya
terancam. Orang-orang yang ikut ambil bagian dalam Manikebu
tersebut dikejar-kejar, bahkan tak sedikit dari mereka yang berstatus
pegawai negeri dipecat oleh negara. PKI dan Bung Karno yang kala
itu secara terang-terangan menentang habis-habisan Manikebu
menjadi jawaban akan semua itu. Saat itu beliau hidup di bawah
tekanan dan cekaman dari pemerintah yang tak segan-segan
mengambil nyawanya kapan saja dan dimana saja. Kekhawatirannya
memuncak saat kediamannya di Jl.Bubulak 4 (sekarang Jl.
RE.Martadinata) ditempeli berbagai poster yang mengecam dirinya.
Untuk menghapus jejaknya dari oknum-oknum tersebut, dengan hanya
berbekal sarung Bugis, sikat gigi dan sedikit uang, Pak Taufik Ismail
hidup berpindah-pindah.
Ketika ditemui di rumahnya di Jl. Utan Kayu Raya No. 66-E, Jakarta,
Pak Taufik Ismail dengan gembira mengenang masa ketika beliau
menjadi guru Bahasa Indonesia di SMA Regina Pacis Bogor. Suatu
ketika, beliau sedang asyik mengajar, tiba-tiba datanglah
serombongan anak-anak SMA swasta di Paledang yang menuntut agar
dirinya dipecat. Alasannya adalah beliau Manikebu, kontrarevolusioner, dan merupakan antek neokolonialis yang meracuni
generasi muda dengan menyebarkan pengaruh. Di luar dugannya, Sr.
Bernice, yang kala itu bertindak sebagai Ibu Asrama, menerima
rombongan siswa SMA tersebut. Bule berasal Amerika yang fasih
berbahasa Indonesia dengan sedikit logat Sunda itu dengan tegas
dan berani menanggapi permintaan mereka. Meskipun seorang yang
kontra-revolusi dan neokolonialisme, kami tidak akan memecat
Bapak Taufik. Ayo, kalian kembali ke sekolah dan belajar
kembali!!
kembali!!, katanya. Gertakan tersebut ternyata berhasil meredam
demonstrasi, para siswa itu tak lama kemudian berarak pulang ke Jl.
Paledang. Pak Taufik Ismail hingga kini mengingat apa yang dilakukan
Sr. Bernice baginya. Saya berhutang budi kepadanya, katanya.
Sr. Bernice seolah-olah menjadi benteng tempatnya berlindung dari
berbagai ancaman hidupnya. Sejak peristiwa itu, tidak ada lagi

36 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

rubrik forum

DARI GURU
SEKOLAH REGINA PACIS

demonstrasi yang mengganggunya di Regina Pacis. Padahal, garagara cap Manikebu itu telah membuatnya kehilangan jabatan sebagai
dosen di IPB.
Di usianya yang lanjut, Pak Taufik Ismail yang telah menerima beberapa
penghargaan termasuk dari Pemerintah Indonesia, Australia dan
Kerajaan Thailand atas karya-karya sastranya ini selalu mengenang
Regina Pacis dengan perasaan bahagia. Baginya, Sr. Bernice dengan
kewibawaannya telah memberi pengaruh yang sangat besar bagi
perkembangan SMA Regina Pacis. Sr. Bernice selalu membekali anakanak didiknya dengan sikap disiplin dan tanggung-jawab. Apakah
pembekalan semacam ini masih ada hingga kini?
Pak Taufik Ismail tidak lupa juga bercerita tentang kenakalan siswa
yang dulu diajarnya. Kebanyakan siswa patuh terhadap peraturan
sekolah, namun ada satu atau dua siswa yang selalu ribut dan
mengabaikan pelajaran di kelas. Pak Taufik tidak segan untuk
menghukum siswa tersebut dengan mengusirnya keluar kelas. Pak
Taufik percaya apa yang dulu dibaginya kepada siswanya membawa
manfaat bagi siswa itu sendiri.
Di akhir wawancara, Pak Taufik menegaskan bahwa Regina Pacis sudah
menjadi bagian dari dirinya, bagian dari rentetan pengalaman hidup
yang telah dilaluinya.

REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

37

rubrik forum

DARI GURU
SEKOLAH REGINA PACIS

Y. SUMANTRI
Pensiunan Guru Multi Mata Pelajaran
(1962 1998)
Ketika dikunjungi di rumahnya nan asri dan sejuk di Gang Gurame 8,
Bapak Y. Sumantri salah satu guru senior SMA Regina Pacis
menyambut kami dengan sangat ramah. Saya ini Guru Sejarah
yang enggak waras, agak miring!!, demikian katanya. Memang
sulit memisahkan sosoknya dari seluruh fakta sejarah yang meliputi
sekolah Regina Pacis. Pak Sumantri merupakan salah satu nara
sumber penting bagi para anggota tim penyusun buku kenangan ini.
Apakah benar beliau seorang guru sejarah yang tidak waras? Berikut
hasil obrolan kami dengan beliau.
Hampir sebagian wawancara kami ini dipenuhi dengan cerita Pak
Sumantri tentang sejarah sekolah Regina Pacis. Pada tahun 1942
ternyata sekolah ini pernah dijadikan markas Kempetai (menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua, kempetai adalah polisi
tentara Jepang yang sangat terkenal kekejamannya pada Perang Dunia
II). Banyak suster ordo Ursulin, yang menempati bangunan ini sejak
1909, mengalami penyiksaan Kempetai, bahkan sebagian hingga
wafat. Demikianlah, kemudian banyak orang, termasuk beberapa guru
senior, mengalami penampakan arwah suster-suster tersebut.
Bapak Sumantri pada masa mudanya pernah aktif dalam organisasi
PPSK (Perhimpunan Pelajar Sekolah Katolik) sebagai wakil KKPAI . Pada
tahun 1965, beliau pun sempat bergerilya bersama PPSK untuk
memberantas Partai Komunis Indonesia (PKI). Tindakan yang sangat
berani, menurutnya, dan hingga kini masih membuatnya terheranheran sendiri.
Karirnya di SMA Regina Pacis diawali pada hari Jumat, 11 Agustus 1962
(bukan main, beliau masih mengingat persis hari dan tanggalnya!!).
Pak Sumantri mengenang saat itu Regina Pacis sempat mendapat
bantuan dana dari Ibu Hartini Soekarno almarhum, istri dari Bung
Karno, presiden RI yang pertama. Alasan bantuan dana tersebut
rupanya karena anak-anak beliau, seperti Swansari, Riswulan, Bayu
serta alm. Taufan Soekarno, bersekolah di Regina Pacis.
Hal unik lain yang diangkat oleh Pak Sumantri adalah tentang Hari
Krida, yang jatuh pada setiap hari Sabtu. Pada setiap Hari Krida tidak
ada belajar-mengajar di sekolah, siswa justru diminta berkumpul di
lapangan Sempur untuk berlatih baris-berbaris. Sayang penulis tidak
menanyakan alasan adanya Hari Krida tersebut, dan mengapa
kemudian tidak lagi diadakan.
Bapak Sumantri menyimpan banyak sekali kenangan tentang Regina
Pacis, tempat beliau mengabdi selama 36 tahun. Selama masa baktinya
di SMA RP telah mengajar berbagai mata pelajaran di samping sejarah,
antara lain: Civic, Pendidikan Moral Pancasila (PMP), PSPB, PPKn
(Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan), dan Ketrampilan Melukis.

38 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

rubrik forum

DARI GURU
SEKOLAH REGINA PACIS

Pensiunan guru (sejak 1 April 1998) yang mengaku keturunan menak


ini tidak pernah melupakan siswanya, Lim Tju Eng, yang membantunya
memperbaiki giginya. Setelah pensiun, Bapak seorang putra dan
seorang putri yang sudah dewasa ini menikmati masa pensiunnya
dengan menjadi pelayan umat di Paroki Katedral.
Ketika ditanya tentang harapannya tentang sekolah dan siswa RP,
Pak Sumantri menginginkan adanya hubungan yang seimbang antara
guru dan murid. Menurut beliau, guru bukanlah sumber ilmu yang
maha tahu sehingga tidak boleh didebat. Murid berhak berdebat
secara sopan dengan gurunya. Beliau mengangkat kisahnya dulu,
dimana guru dan murid saling menghormati. Hubungan baik dengan
para murid tersebut terbina hingga sekarang, sesuatu yang sangat
membuat hatinya gembira. Beliau menilai secara umum siswa Regina
Pacis (termasuk alumninya) baik, terbukti dengan sikap hormat yang
selalu diberikan kepadanya oleh setiap anak didik hasil
gemblengannya.

REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

39

rubrik forum

DARI GURU
SEKOLAH REGINA PACIS

BAPAK IMAM SUPENO


Guru Kesenian (1971 - sekarang)
Bapak Imam Supeno adalah salah seorang dari barisan guru yang baru bergabung
untuk mengajar di SMA Regina Pacis Bogor pada tahun 1971. Guru yang lebih
dikenal muridnya sebagai Pak Peno sebelumnya berkarier sebagai guru di pulau
Dewata, Bali. Selama pengabdiannya di SMA RP, telah banyak kegiatan di dalam
dan di luar sekolah yang dipercayakan kepadanya. Pak Peno yang pernah menduduki
posisi sebagai Wakil Kepala Sekolah dengan tanggung-jawab urusan kesiswaan.
Bagaimana suka dukanya selama mengabdikan diri di SMA RP ini?
Regina Pacis ini hebat segala-galanya
segala-galanya, demikian ucapnya ketika kami
temui di sela-sela kesibukannya mengajar. Menurutnya, pada jamannya ada
dua kegiatan menonjol yang membuat pendidikan sekolah di SMA RP itu
sempur-na. Pertama, kegiatan OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah), yang
dipimpin oleh Pak Peno sendiri. Kedua, kegiatan Kelompok Ilmiah Remaja
(KIRPAX) pimpinan Pak Wendy Razif. Kedua kelompok ini saling bersaing
untuk unjuk gigi, meskipun tidak berarti kedua kelompok ini tidak mau
bekerjasama.
Rupanya kepiawaian Pak Peno dalam memahami gejolak remaja dengan
mem-beri ruang dan dukungan bagi pengembangan bakat-bakat seni
muridnya yang terpendam, telah membuat Pak Peno diterima dengan baik
oleh murid-muridnya. Di bawah bimbingannya, OSIS SMA RP Bogor merancang
berbagai kegiatan, mulai dari kegiatan upacara bendera sampai pada kegiatan
berma-syarakat. Di bidang seni, Pak Peno menggerakkan OSIS untuk secara
reguler (setiap tahun) mengadakan Pentas Seni di halaman sekolah, sebagai
ajang pengembangan kreativitas musik dan tari. Banyak siswa yang didorong
dan didukung untuk mengikuti berbagai kompetisi, baik dalam Seni Tari,
Seni Lukis, Seni Panggung dan Seni Musik. Hasilnya, pada tahun 1972, SMA
RP terpilih menjadi salah satu dari 3 sekolah di Jawa Barat untuk menggelar
seni lukis di tingkat nasional.
Dalam wawancaranya, Pak Peno juga mengangkat kiprah KIRPAX yang di
bawah bimbingan Pak Wendie Razif yang juga telah mengangkat nama SMA
RP. Kegiatan ilmiah dan seni telah menjadikan lulusan SMA RP sebagai pribadi
yang seimbang. Itulah kunci kesuksesan pendidikan SMA RP Bogor.
Ketika ditanya tentang angkatan yang paling mengesankannya, lulusan IKIP
jurusan Seni Rupa ini menunjuk angkatan 71, Mereka, khususnya
kelompok Mbak Itje Sri Rejeki dan Mbak Tatik Susatyo, sangat
berani mengeluarkan pendapat. Bagi guru yang pernah bekerja menjadi
penjaga museum ini, kegiatan dekorasi aula sekolah pun sudah menjadi
ajang penyaluran bakat siswa. Oleh karena itu, bagi Pak Peno kesuksesan
para siswanya kini tidak bisa dilepaskan dari kegiatan-kegiatan (termasuk
berorganisasi dan bersosialisasi) yang dulu mereka ikuti di bawah
bimbingannya.
Untuk generasi SMA RP saat ini, Pak Peno sangat berharap para siswa menjadi
lebih berani untuk berpendapat dan berargumentasi dengan para guru,
karena guru tidak selalu benar. Dengan sikap tersebut, hubungan antara
guru dan murid pun sebenarnya dapat menjadi lebih harmonis dan akrab.

40 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

rubrik forum

DARI GURU
SEKOLAH REGINA PACIS

BAPAK H. SAMIDJAN
Guru Bahasa Inggris, 1983 - sekarang
Pak Samidjan, atan Mr. Sam, telah berkarya sebagai guru bahasa
Inggris di SMA RP selama 22 tahun. Sebelumnya, Mr. Sam mengajar
di SMP RP sekurangnya selama 7 tahun. Dalam masa baktinya yang
panjang tersebut, Mr. Sam telah melihat perubahan sikap siswa yang
cukup nyata.
Menurut Mr. Sam, siswa sekarang kurang disiplin. Contohnya, banyak
siswa tidak bisa menjaga waktu; sering tiba terlambat di sekolah.
Banyak siswa juga tidak rapi berpakaian. Siswa sekarang juga serius
dalam mengerjakan tugas, dan senang meng copy pekerjaan teman,
daripada mengerjakannya sendiri. Mungkin ini pengaruh buruk
kecanggihan teknologi, karena menurut Mr. Sam, Teknologi dapat
menjadi gangguan bila tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Ada dua orang mantan rekan guru SMA RP yang dikisahkan Mr. Sam.
Pertama, adalah Pak Donatus Sinaga yang meninggal saat sedang
mengajar mata pelajaran matematika. Pengganti Pak Don almarhum
adalah Bapak Sunu, yang sekarang Kepala Sekolah SMA RP. Guru
kedua yang diangkat Mr. Sam adalah Bapak Wendie Razif, guru kimia
yang memimpin Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) di SMA RP. Berkat Pak
Wendie, banyak siswa meraih penghargaan yang sekaligus
mengangkat nama SMA RP. Menurut Mr. Sam, Pak Wendie adalah
sosok yang mampu membina siswa dan menangani kegiatan secara
sungguh-sungguh dan baik.
Di akhir wawancara, Mr. Sam berpesan agar siswa SMA RP mau bekerja
keras, dan menyadari bahwa kebebasan tidak selalu berpengaruh
positif. Siswa hendaknya lebih serius dan mandiri, serta mendukung
peraturan yang ada.

REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

41

rubrik forum

DARI STAF
SEKOLAH REGINA PACIS

SURATNO
Petugas Kebersihan SMA RP, 1983 sekarang
Bekerja di SMA Regina Pacis sejak tahun 1983, Pak Suratno yang akrab
dipanggil Pak Ratno adalah orang yang paling berjasa atas kebersihan
SMA RP. Setiap hari, mulai pukul 05.45 hingga 15.66, Pak Ratno
menyapu, mengepel dan membuang sampah hasil balaan siswa SMA
RP. Selain itu, Pak Ratno juga bertugas membuka/menutup ruangan,
mengurus konsumsi, melakukan berbagai tugas membantu Tata
Usaha, belanja ke pasar dan mencuci di dapur.
Menurut pria kelahiran tahun 1958 ini, siswa SMA RP saat ini lebih
menikmati kebebasan dibandingkan siswa angkatan-angkatan
sebelumnya. Maksud Pak Ratno adalah siwa sekarang lebih banyak
main daripada belajar. Nah lho ..!!? Selain itu, menurut pria yang
tinggal di Jalan Martadinata No. 99, Cibogor, ini siswa SMA sekarang
lebih terkesan borjuis dibandingkan angkatan-angkatan sebelumnya.
Meski demikian, Pak Ratno mengakui baik siswa SMA dulu maupun
siswa sekarang selalu memperlakukannya dengan hangat.
Pak Ratno selalu mensyukuri pekerjaannya ini. Satu-satunya hal yang
ia sayangkan dari perkembangan SMA RP adalah hilangnya lapangan
upacara.
Ada satu pesan yang disampaikan Pak Ratno, khususnya kepada siswasiswi SMA RP saat ini, Rajinlah belajar, kurangi bermain. Jadi,
saudara-saudara sekalian yang masih bersekolah di SMA RP, tolong
sampaikan pesan mulia Pak Ratno ini kepada generasi selanjutnya.

42 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

rubrik forum

DARI ALUMNI
SEKOLAH REGINA PACIS

SYAFEI BRATASENDJAJA
Alumnus 1960

MULYANI
Alumnus 1962

DEWI SUSTINAH
Alumnus 1968
Katanya, Siswinya Cantik-Cantik ....

H. Syafei Bratasendjaja menjalin cinta


dengan adik kelasnya, Mulyani, sejak
di SMA RP. Kini pasangan ini juga
berkiprah dalam mencerdaskan
bangsa dengan mendirikan sekolah
yang bermutu di Kota Bogor.

DISIPLIN dan kejujuran, nilai-nilai seperti itulah umumnya yang ikut


dikenang oleh alumni SMA Regina Pacis tentang sekolahnya di masa
lalu. Kenangan di SMA RP yang paling melekat sampai sekarang
adalah disiplin dan kejujuran. Dua hal itu paling membentuk
kepribadian saya hingga sekarang. Selain itu yang tak terlupakan
seumur hidup adalah ketemu jodoh ....., kata H Syafei Bratasendjaja
(64), suami dari Hj Mulyani SH (60) tentang sekolahnya, SMA RP.
(Kompas, 16/1/2005)
Syafei yang masuk SMA RP tahun 1958 kini adalah Ketua Ikatan
Persaudaraan Haji Indonesia Bogor (IPHIB) ini, mengenangkan pada
tahun 1958, sekolah yang berbasis agama Katolik ini untuk pertama
kalinya menerima pendaftaran siswa laki-laki. Katanya, Saya masuk
ke SMA RP, mengikuti teman-teman yang katanya di RP siswinya
cantik-cantik. Kebetulan sekali, tahun itu jurusan C mulai dibuka untuk
murid-murid laki-laki. Langsung saya daftar meski saya telah diterima
di SMA Negeri jurusan A. Dan saya diterima, senang juga rasanya.
Saya merupakan angkatan pertama laki-laki yang menjadi pelajar SMA
RP jurusan C.
Tentang disiplin di sekolah itu, juga dikenang oleh sang istri, Mulyani.
Disiplinnya cukup tinggi, sehingga itu tertanam pada diri kami. Lulu
SMA RP tahun 1962, meski diterima di Unpad (Universitas Padjadjaran)
Bandung, saya tetap diminta oleh orang tua saya untuk terus
melanjutkan ke Universitas Katolik Parahyangan Bandung, yang juga
menerima saya. Akhirnya, saya kuliah di Fakultas Hukum Unpar sampai
lulus tahun 1970, kenang Mulyani yang kemudian melanjutkan kuliah
di Unpad untuk mengambil notaries.
Banyak hal bisa merka ingat ketika sekolah dulu. Syafei sebagai anak
Muslim ingat bahwa selma bulan puasa dia diizinkan keluar kelas
untuk berbuka puasa sejenak. Kami pelajar SMA RP hidup rukun
dan bersahabat, tidak pandang dari suku mana dan agama apa, dan
saling menghormati agama yang kami anut, ujarnya.
***
KENANGAN masa lalu Dewi Sustinah Panji alumni 1968, istri mantan
Wakil Kepala Polri Komjen (Pur) Pandji Atmasudirdja, di SMA RP juga
sama seperti yang diucapkan Mulyani. Dewi juga mengenangkan
disiplin yang tinggi yang diperoleh di sekolah. Pendeknya, bagi saya
REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

43

rubrik forum

SEKOLAH

DARI ALUMNI
REGINA PACIS

masa-masa yang indah itu hanya di SMA RP. Bukan saja ketemu jodoh
di sekolah, tetapi juga banyak teman dari berbagai macam etnis dan
agama, kata Mulyani dan Dewi.
Sementara Syafei mengenangkan pengalaman yang lain lagi, yang
berhubungan dengan soal kejujuran. Di kantin, Suster Bernice FMM,
kepala sekolah waktu itu, meletakkan makanan dengan harga Rp 10
per potong. Yang akan membeli tinggal mengambil satu makanan
dengan memasukkan uang sebesar Rp 10 ke kotak yang disediakan.
Bila nilai uang kami lebih dari harga makanan itu, maka uang
kembalian kami ambil sendiri di kotak itu. Pelajaran ini tak kami
temukan ketika saya bersekolah di SD maupun di SMP di luar sekolah
RP, kata Syafei yang bersama isterinya kini berkiprah mencerdaskan
bangsa dengan mendirikan sekolah yang bermutu di Kota Bogor.
(FX Puniman, alumnus SMA RP tahun 1967 yang menjadi wartawan
Kompas sejak tahun 1972)

44 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

rubrik forum

DARI ALUMNI
SEKOLAH REGINA PACIS

MARZUKI DARUSMAN
Alumnus 1963
Siapa yang tidak kenal dengan sosok Marzuki Darusman yang
merupakan salah satu tokoh politik top Indonesia? Alumnus 1963
yang pernah menjabat sebagai Jaksa Agung pada masa pemerintahan
Presiden Abdurrahman Wahid, dan saat ini sibuk sebagai anggota
DPR Komisi I,masih pula aktif dalam kegiatan yang menyangkut Hak
Asasi Manusia. Sebelum masuk ke SMA Regina Pacis, Pak Marzuki
ternyata sempat mengenyam studi di SMA Kanisius. Ia memutuskan
pindah bukan saja karena keluarganya mempunyai rumah di kawasan
Kota Hujan ini, tetapi juga karena SMA Kanisius itu sepi, karena
seluruh siswanya adalah laki-laki. SMA Regina Pacis saat itu
merupakan sekolah yang lebih menarik karena menawarkan
kesempatan pergaulan yang lebih luas. Bukan itu saja, SMA RP pernah
menjadi sekolah yang juara di bidang Olah Raga, antara lain juara seBogor dan Jawa Barat untuk cabang badminton dan bola Voli.
Pak Marzuki hingga kini masih mengenang Sr. Bernice almarhum. Kepala
sekolah SMA RP tersebut merupakan sosok pengajar yang tegas, peduli,
memiliki kasih sayang yang besar terhadap siswanya, serta dapat
mengayomi mereka. Selain itu, Sr. Bernice juga berkepribadian
menyenangkan, yang mengenal dengan baik setiap siswa yang
bersekolah di SMA Regina Pacis masa itu. Saat itu, staf pengajar SMA
RP kebanyakan berasal dari pengajar di Institut Pertanian Bogor. Tentu
saja, cara pengajarannya pun seperti mengajar anak kuliahan. Siswa
diajak untuk lebih berpikir ketimbang menerima bahan pelajaran. Guru
yang paling disegani oleh Pak Marzuki, yang bersepeda setiap pagi
untuk pergi ke sekolah, yaitu Pak Haryadi. Pak Haryadi adalah guru
mata pelajaran Kimia Organik, yang bagi seorang Marzuki Darusman
saat itu merupakan mata pelajaran yang sulit.
Pak Marzuki juga berkisah awalnya sekolah membebaskan siswa
untuk jajan di luar. Ibu Sabi dan Bakmi Yunsin saat itu menjadi tempat
nongkrong favorit siswa. Sayangnya, karena siswa kemudian
menggunakan kedua tempat itu untuk membolos, sekolah kemudian
memutuskan untuk melarang siswa jajan di luar sekolah.
Rekan seangkatan yang menjadi lawan dalam persaingan sehat adalah
Merdias Almatzier, yang kini menjadi direktur RSCM. Bagi Pak Marzuki,
sekolah Regina Pacis adalah sekolah yang tidak mengenal diskriminasi
ras atau pun agama. Semua mendapat perlakuan yang sama. RP pun
merupakan sekolah yang menerapkan kedisiplinan tinggi, dan
mendorong rasa kekeluargaan yang kental di antara para siswanya,
meskipun diakui sikap senioritas secara wajar tetap ada. Selanjutnya,
Pak Marzuki juga berpendapat bahwa prestasi akademis siswa yang
tinggi, meskipun lebih rendah dibandingkan Kanisius, telah
menjadikan SMA RP teladan bagi sekolah lainnya. Terlebih lagi,
menurut mantan siswa Kelas Fisika murni yang pada tahun 1961
menjadi Ketua Ikatan Pelajar SMA RP, saat itu SMA RP sering
menyelenggarakan kegiatan sosial, antara lain kerja bakti.
REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

45

rubrik forum

SEKOLAH

DARI ALUMNI
REGINA PACIS

Alumnus yang ternyata pernah mencoba berkuliah di jurusan


Arsitektur ITB, sebelum memutuskan untuk pindah ke Fakultas Hukum
Universitas Parahyangan, Bandung, ini sangat bangga akan
almamaternya. Oleh karena itu, penggemar lagu Yesterday dari The
Beatles ini menitipkan pesan kepada seluruh warga SMA Regina Pacis
agar meningkatkan suasana kekeluargaan, serta kegiatan-kegiatan
di luar jam pelajaran. Menurutnya, kegiatan-kegiatan semacam itu
juga bagian dari pendidikan, bukan hanya mengisi waktu senggang
saja. Pak Marzuki juga menekankan pentingnya sekolah untuk
membangun kebanggaan dalam satu cabang kegiatan yang khas, agar
dapat terus dipertahankan. Akhirnya, Pak Marzuki juga berpesan agar
warga SMA RP terus membina hidup sosial dan bermasyarakat.

46 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

rubrik forum

DARI ALUMNI
SEKOLAH REGINA PACIS

MERDIAS ALMATSIER
Alumnus 1963
Dr. Merdias Almatsier, Sp. S(K), FAMM sejak tahun 2001 hingga kini
menjabat sebagai Direktur Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo
(RSCM), Jakarta. Lahir di Kotabumi, dan besar di Lahat, pada tahun
1960 dr. Merdias hijrah ke kota Bogor atas ajakan neneknya, dan
bersekolah di SMA Regina Pacis Bogor. Dokter Spesialis Saraf/
Neurologis ini sejak kecil bercita-cita menjadi dokter. Kiprah sang
ayah yang juga seorang dokter dalam mengobati orang sakit rupanya
menjadi motivasi terbesar untuk mengejar cita-cita tersebut. Berikut
adalah kesan dan pesan dr. Merdias tentang masa SMA-nya yang
disampaikan kepada tim penulis ketika ditemui di ruang kerjanya bulan
Mei 2005.
Di SMA RP, dr. Merdias yang terkenal cerdas ini mengambil jurusan
IPA (Ilmu Pasti Alam). Seingatnya saat itu dia tidak terlalu aktif di
kegiatan sekolah, sesuatu yang agak disesalinya, karena Berorganisasi itu penting, banyak pelajaran melalui berorganisasi yang
tidak bisa ditemui di pendidikan sekolah. Meskipun dokter
Merdias tidak menganggap dirinya aktif berorganisasi, ia sebenarnya
pernah menjabat sebagai wakil ketua Ikatan Pelajar (sekarang OSIS)
SMA Regina Pacis. Sebagai wakil ketua, ia pernah harus menggantikan
Ketua Ikatan Pelajar (waktu itu dijabat oleh Marzuki Darusman) yang
berhalangan hadir dalam suatu kegiatan sekolah. Sosok yang rupanya
merasa kurang nyaman berada di keramaian apalagi berbicara di
depan publik, harus menyampaikan pidato pembukaan. Ia berhasil
meskipun hal itu dilakukannya dengan nervous. Kejadian itulah yang
kemudian membuka pikirannya tentang kegiatan berorganisasi.
Sejak itu, dr. Merdias aktif dalam kegiatan berorganisasi, baik ketika
menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
maupun kini di lingkup kerjanya. Semasa menjadi mahasiswa, dr.
Merdias aktif di Senat Mahasiswa FKUI, dan bahkan pernah menjadi
Ketua Bidang Profesi Senat Mahasiswa FKUI (1968). Ia pun aktif
menjalin kerjasama dengan berbagai Fakultas Kedokteran di
Indonesia, yang kemudian menghasilkan terbentuknya Ikatan
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Indonesia.
Seperti banyak alumni lainnya, dokter yang pernah menjadi anggota
grup band pelajar Sumatera Tengah di Bogor dan kelompok Bela Diri
Jijitsu ini sangat mengagumi Sr. Bernice. Baginya, Sr. Bernice
merupakan sosok yang sangat bijaksana, dan bisa membina murid
tanpa kekerasan atau peraturan yang super ketat. Pencinta dansa
twist ini pun ingat bentuk hukuman yang diberikan Sr. Bernice
terhadap anak yang bandel. Hukuman Mencabut Rumput terbukti
efektif karena menyebabkan kebanyakan terhukum malu dan kapok.
Pencinta buku tentang Winnetou dan penggemar musik klasik ini
bersyukur bahwa, Dulu jam sekolah siang, karena pagi hari
gedungnya digunakan SMP. Dengan jam belajar seperti itu,

REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

47

rubrik forum

SEKOLAH

DARI ALUMNI
REGINA PACIS

menurutnya, Saya lebih bisa punya banyak waktu untuk


belajar. Baginya, SMA Regina Pacis merupakan ajang pendidikan
yang penuh disiplin dan kebersamaan. Dia sangat berharap Regina
Pacis semakin memperbaiki mutu pendidikannya.
Bagi para siswa Regina Pacis, dr. Merdias berpesan, Kejarlah citacitamu dan jangan menyerah sebelum cita-citamu terwujud.
Di riwayat hidupnya dr. Merdias menulis bahwa sebenarnya kariernya
saat ini - dimana dia banyak berkecimpung dalam pengembangan
organisasi profesi kedokteran (seperti IDI, MKKI, PERDOSSI) dan
manajemen rumah sakit sedikit berbeda dari cita-citanya untuk
berkarier di bidang akademis. Namun demikian, tambah beliau, Yang
penting adalah memilih pekerjaan atau karier yang sungguh-sungguh
kita sukai. Dengan begitu kita dapat menitinya dengan
nikmat, dan memberikan hasil yang memuaskan. Pekerjaan
atau karier harus bermanfaat tidak saja bagi diri kita sendiri,
tetapi juga bagi lingkungan dan masyarakat di sekitar kita.

WILLY R OZA

48 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

rubrik forum

DARI ALUMNI
SEKOLAH REGINA PACIS

RUSDIHARDJO
Alumnus 1964
Prestasi SMA RP Harus Dipertahankan
BERBEDA dengan sekolah Katolik lainnya, SMA Regina Pacis (RP) Bogor
yang dipimpin oleh Suster Bernice FMM, cukup modern. Menganjurkan
diadakannya pesta dan melatih menyanyi. Pribadi biarawati asal Amerika
itu, sangat mengesankan, kata Rusdihardjo (60), alumnus SMA RP tahun
1964 yang mantan Kapolri dan kini menjadi Duta Besar Indonesia di
Malaysia di Kuala Lumpur akhir bulan Mei 2005 ketika ditemui penulis di
rumah dinasnya. Sebagai wartawan Kompas yang kebetulan mendapat
tugas ke Malaysia, saya menyempatkan diri bersama sejumlah wartawan
lainnya untuk menemui Dubes Indonesia untuk sedikit bincang-bincang
kesannya tentang sekolah kita, SMA RP.
Disiplin dan kejujuran yang diterapkan Suster Bernice kepada anak-anak
didiknya, menurut Rusdihardjo, membentuk kepribadiannya setelah lulus
dari SMA RP sampai menjadi pucuk pimpinan Polri.
SMA RP itu, saya rasa sampai kini masih menjadi favorit, kebanggaan,
disegani, dan dicintai warga Kota Bogor. Kita alumni RP dan warga kota
Bogor tentu merasa bangga siswa murid sebuah sekolah swasta di Kota
Bogor, meraih medali emas pada olimpiade fisika se Asia tahun ini. Dari
masa ke masa, pelajar-pelajar SMA RP mengukir prestasi. Ini yang harus
kita pertahankan, dan alumni SMA RP juga harus dipersiapkan menjadi
pemimpin di masa mendatang. Sebab pendidikan di SMA itu merupakan
dasar kepemimpinan, kata Jenderal Polisi (pur) Rusdihardjo.
Seperti alumni SMA RP yang muslim bersekolah di sekolah Katolik,
Rusdihardjo mengatakan sangat akrab bergaul dengan teman-teman non
muslim, dan juga dari berbagai etnis. Sampai sekarang saya masih
berkomunikasi dengan teman-teman saya di antaranya yang pernah samasama ditempelengi Brimob saat ke Yogya setelah lulus MSA RP, dan juga
acapkali jumpa dengan teman-teman seangkatan, kata Rusdihardjo yang
juga terkesan atas Pak Sumantri, guru yang dinilai suka humor dan Pak AJ
Radjino, guru dan kepala sekolah yang serius.
Rusdihardjo kepada penulis juga sempat mengungkapkan kesan tersendiri
terhadap SMA RP. Pada tahun 1980 an, saya ceramah tentang narkotika
di hadapan guru-guru di SMA RP yang antara lain nampak bekas guru saya
duru, kata Rusdihardjo yang saat itu bertugas di Reserse Narkotika Mabes
Polri dengan pangkat Letkol Polisi.
Dubes RI di Malaysia ini, ketika sekolah di SMA RP tiap hari diantar oleh
sopir pergi pulang dari Jasinga tempat kerja ayahnya di sebuah perkebunan
di Jasinga. Sampai rumah paling lambat pukul 20.00, waktu itu Jasinga
Bogor berjarak sekitar 45 km, jalannya tidak macet seperti sekarang ini
hanya memakan waktu sekitar 40 menitan, kata Rusdihardjo seraya
tersenyum menyebutkan salah seorang nama siswi yang ditaksirnya.
(FX Puniman, alumnus tahun 1967 jurusan sosial)
REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

49

rubrik forum

SEKOLAH

DARI ALUMNI
REGINA PACIS

SJAMSIDAR ISA (TJAMMY)


Alumnus 1965
Saya sangat terkesan akan suster-suster RP yang
Saya
menyiapkan makanan untuk saya sahur. Itulah sebaris kalimat
yang penulis kutip dari pembicaraan panjang yang menyenangkan
antara penulis cs dan Ibu Syamsidar Isa atau biasa disapa dengan
sebutan Mbak Tjammy.
Ibu yang di usianya yang lima puluh sembilan masih terlihat muda ini,
adalah pendiri Sekolah Modeling Studio I pada tahun 1980 yang
kemudian menjadi pelopor kehadiran modelling school yang
kemudian banyak bermunculan di Ibu Kota. Berikut kisah Mbak
Tjammy, yang disampaikan dengan penuh gelak tawa, tentang masa
SMA nya seperti yang disampaikan kepada penulis cs di rumahnya di
Jakarta Selatan.
Lahir dan besar di kota Palembang, Mbak Tjammy merantau ke Kota
Bogor untuk melanjutkan pendidikan SMA di Regina Pacis Bogor.
Sebagai anak rantau, Mbak Tjammy tinggal di asrama RP bersama 13
orang teman, dimana hanya dua di antaranya beragama Islam,
termasuk dirinya. Pertama kali menunaikan ibadah puasa di asrama
ini, wanita yang mendalami ilmu Desain Tekstil di Fachhochschule di
Dusseldorf, Jerman ini sangat terkejut mengetahui para suster biara
secara khusus menyiapkan makan sahur bagi Mbak Tjammy dan
temannya. Dan itu dilakukan para suster selama bulan Ramadhan.
Suasana kekeluargaan dan toleransi semacam itu rupanya menular
kepada para siswa yang beragama berbeda-beda. Mbak Tjammy pun
tidak mau ketinggalan ikut merayakan hari Natal di kapel sekolah.
Menurut ibu tiga anak (yang salah satunya menjadi pemeran dalam
film Arisan, lho) turut merayakan hari besar agama lain itu, Tidak
apa-apa asalkan tidak ikut berdoa. Wah, seandainya rasa
kekeluargaan dan toleransi tersebut tetap terwujud hingga kini, baik
di lingkup kecil Regina Pacis maupun di lingkup yang lebih luas
Pendiri Ikatan Perancang Busana Madya Indonesia (IPBMI) bersama
beberapa perancang busana top (seperti Harry Darsono, Prajudi
Atmodirjo dan Susan Budihardjo) ini banyak bercerita kreativitas anak
asrama ketika melanggar tata tertib. Bukan halangan rupanya bagi
mereka untuk membeli sate di luar, padahal pintu pagar asrama sudah
terkunci. Melalui jendela kamar di lantai 2, mereka menyambungkan
pakaian untuk digunakan menurun-naikkan piring ke dan dari tukang
sate. Sialnya, ada yang mengetahui perbuatan mereka dan segera
melaporkannya kepada Sr. Bernice. Untunglah, Suster yang terkenal
bijak tersebut malah tidak menghukum mereka. Anak asrama
disayang suster, begitulah ungkapnya kepada kami.
Mbak Tjammy, yang ketika menjabat ketua IPBMI antara 1985 -1993,
berjasa mengembangkan profesi perancang busana dengan menjalin
kerjasama dengan organisasi perancang di Asia Tenggara dan Asia,

50 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

rubrik forum

DARI ALUMNI
SEKOLAH REGINA PACIS

banyak bercerita tentang Sr. Bernice, suster favoritnya. Baginya,


Suster Bernice merupakan sosok yang sangat dibutuhkan oleh anakanak zaman sekarang. Dia dapat mendekati murid-muridnya dengan
luwes. Salah satu jurus suster berdarah Amerika ini adalah dengan
menyelami kehidupan remaja dan menjadi teman bagi murid-murinya.
Beliau tahu apa saja tentang mereka, hingga hal-hal sepele, termasuk
tentang pacar murid-muridnya. Masalah pacar dilihat seperti sesuatu
yang normal, sehingga ketika melihat siswinya dating sendirian pada
salah satu acara malam dana, Sr. Bernice akan bertanya, Wheres
the boy?
Walaupun banyak kenakalan masa remaja yang dilakukan Mbak
Tjammy tidak berarti dia tidak punya prestasi. Pengurus Yayasan Batik
Indonesia itu mengaku beberapa kali mengikuti Lomba Menari dan
pernah juga memenangkan lomba Serampang 12 se-Indonesia sebagai
juara dua. Beliau juga sempat membuat sebuah grup tari bersama
teman-temannya. Ia juga mengaku bahwa ia senang berkecimpung
dalam organisasi dan beranggapan bahwa menjadi juara bukan
menjadi jaminan sebuah kesuksesan. Kenakalan-kenakalan remaja,
selama masih dalam batas kewajaran, serta pengalaman-pengalaman
berorganisasi di SMA itu telah mengasah kreativitas dan menimbulkan
ide-ide yang nantinya sangat berguna sekali untuk masa depan.
Ketika mengakhiri pembicaraan ringan dan penuh tawa ini, Mbak
Tjammy sambil berkelakar berkata, Sekolah nggak usah pinter-pinter
yang penting naik kelas. Ya, mungkin maksud dari wanita yang
pernah bercita-cita menjadi duta besar adalah agar kita dapat
menikmati setiap detik menyenangkan dalam kehidupan SMA yang
hanya sekali dan tidak bisa terulang kembali.

REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

51

rubrik forum

SEKOLAH

DARI ALUMNI
REGINA PACIS

BENNY SUTRISNO
Alumnus 1966
Ditemui di kantornya di salah satu gedung tinggi di Jl. Gatot Soebroto,
Jakarta, Benny Sutrisno berkisah banyak tentang kenakalan khas siswa
SMA yang dilakukannya saat itu. Padahal, Direktur APAC Corporation,
yang juga menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Industri Tekstil ini,
disekolahkan di Regina Pacis Bogor oleh orang tuanya agar tidak nakal
lagi.
Pertama kali merokok, Pak Benny tertangkap basah oleh Suster Bernice.
Suster kemudian menggiring Benny muda ke ruang kantornya, kemudian
menyodorkan sebungkus rokok untuk dihabiskan Pak Benny. Kontan
ia kapok merokok. Sebagai tambahan, suster juga memintanya
menuliskan janji untuk tidak merokok lagi sebanyak 500 kali.
Selain itu, Pak Benny dan teman-teman pandai mencari cara membolos.
Dengan menggunakan gunting, mereka membuat lubang rahasia di
pagar sekolah. Banyak lagi kisah kenakalannya, tapi lucunya meskipun
nakal-nakal, Pak Benny dan teman-teman cukup romantis dalam urusan
menyatakan perasaan kepada siswi yang disukainya. Melalui teman,
mereka mengirimkan surat sang jantung hati dan meminta
kesediaannya untuk meningkatkan persahabatan.
Berkaitan dengan kedisplinan yang diterapkan sekolah, saat itu siswa
dilarang membawa motor ke sekolah. Seperti kebanyakan siswa lainnya,
Pak Benny saat itu berjalan kaki atau naik bemo. Hukuman bagi yang
terlambat ke sekolah adalah menulis janji untuk tidak terlambat
sebanyak 50 kali. Lebih lanjut penggemar olah raga basket ini bertutur,
sebelum masuk kelas siswa harus berbaris dulu di luar kelas untuk
diabsen ketua kelas.
Ada dua sosok guru yang secara khusus dikenang Pak Benny. Pertama
adalah Pak Herlan, yang saat itu masih berstatus mahasiswa ITB, dan
sangat galak. Kedua, Pak Warto, yang sangat komunikatif dengan
siswanya. Saat itu, hubungan antar guru dan murid sangat akrab dan
terbuka.
Bagi pria yang dulu bercita-cita menjadi insinyur ini, SMA Regina Pacis
telah memberikan pendidikan yang baik dan benar kepada siswanya.
Antara lain melalui pendidikan Budi Pekerti. Manfaat bersekolah di SMA
RP telah dirasakannya sendiri dalam melalui perjalanan karirnya,
khususnya ketika ia berkuliah elektro di Jerman. Setelah itu, Pak Benny
pun berkuliah di bidang Marketing dengan beasiswa dari pemerintah
Jepang. Pernah menjadi perancang instalasi listrik dan pedagang beras,
Pak Benny menyampaikan pesan bahwa keberhasilan membutuhkan
perjuangan, tetapi dengan semangat pantang menyerah, semua citacita tidak ada yang mustahil untuk diraih.

52 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

rubrik forum

DARI ALUMNI
SEKOLAH REGINA PACIS

BETTY LAKSMI JENIE


Alumnus 1966
Prof. Dr. Betty Jenie, yang saat ini masih aktif sebagai guru besar
Fateta (Fakultas Teknologi Pertanian) Institut Pertanian Bogor ini,
menyelesaikan pendidikan SMP-nya di SMP Negeri 1 Bogor. Ia memutuskan untuk melanjutkan SMA Regina Pacis karena SMA RP saat itu
sudah terkenal sebagai sekolah elite yang menerapkan disiplin tinggi.
Sistem belajar mengajar di SMA RP yang berbeda sempat pada awalnya
membuat Ibu Betty kesulitan. Untungnya, ia suka sekali membaca,
sehingga akhirnya ia dapat mengikuti pelajaran dengan baik.
Pada masa itu, SMA RP berlangsung pada siang hari karena kelas
digunakan oleh SMP yang berlangsung pagi hari. Ada 3 jurusan yang
dibuka, yaitu jurusan A (Ilmu Pasti dan IPA), jurusan B (Bahasa), dan
jurusan C (Sosial). Ibu yang mengaku, Saya ini orangnya pendiam,
penakut dan kurang percaya diri. Saya dulu terkenal sebagai kutu
buku, ini dulu duduk di jurusan A. Pak Sumantri yang suka melucu,
dan Pak Matondang yang mengajar matematika adalah guru
favoritnya. Meskipun Regina Pacis menerapkan kedisiplinan yang
ketat, para siswanya adalah tetap layaknya remaja yang nakal. Pak
Omay adalah salah satu guru yang paling sering di-iseng-i para
muridnya. Namun demikian, Ibu Betty menjamin bahwa kenakalan
siswa jaman dulu itu tidak pernah merugikan atau menyulitkan guru
yang bersangkutan.
Seragam sekolah, yang saat itu berbahan lurik dengan warna hitam
dan garis-garis hujan berwarna putih, tidak digunakan setiap hari.
Siswa lebih banyak menggunakan baju bebas. Hal ini menjadi peluang
bagi para siswi, khususnya para siswi jurusan sosial, untuk berlomba
menjadi modis. Banyak yang mencoba-coba menggunakan rok mini.
Saat itu ada dua kegiatan ekstra kurikuler siswa, yaitu olah raga dan
kesenian. Kesenian yang dimaksud adalah seni tari daerah yang
diajarkan oleh Ibu Nani. Berhubung waktu itu berdansa gaya barat
sedang gencar, para siswa tak kalah akal dengan belajar berdansa
sendiri. Olah raga basket dan voli merupakan kegemaran siswa. Pesta
Kesenian dilangsungkan setahun sekali dengan banyak acara yang
meriah.
Bagi Ibu Betty, yang suaminya, dr. Andi Jenie, Sp.THT, juga alumnus
1966, SMA Regina Pacis banyak menyisakan kenangan indah, terutama
karena segala sesuatunya berlangsung dalam suasana kekeluargaan
yang erat. Seperti para alumni angkatan awal lainnya, Ibu Betty
menganggap Sr. Bernice sebagai orang sangat berpengaruh terhadap
kemajuan SMA RP, khususnya karena Sr. Bernice adalah pengajar moral
dan etika.
Menurut pandangannya, dengan standar pendidikan yang tinggi serta
staf pengajar yang berdedikasi, Regina Pacis hingga kini masih
mempunyai mutu yang lebih baik dibandingkan sekolah lainnya.
Menutup perbincangan hari itu, Ibu Betty menitipkan pesan kepada

REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

53

rubrik forum

SEKOLAH

DARI ALUMNI
REGINA PACIS

sekolah Regina Pacis, agar Regina Pacis bisa mempertahankan


karismanya, dan terbuka terhadap perkembangan jaman sehingga
tidak tertinggal oleh sekolah-sekolah yang banyak
bermunculan. Dengan penerapan kedisiplinan yang tinggi,
murid berotak di atas rata-rata, serta standar pendidikan
yang tinggi, Regina Pacis dapat menjadi semakin maju.
Akhirnya Ibu Betty juga berpesan kepada para siswa SMA RP agar,
Rajin membaca dan membuka diri terhadap dunia. Masa
SMA adalah masa yang paling penting, karena SMA adalah
masa untuk membangun pondasi mental, psikologis, etos
kerja, dan pola pikir.

54 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

rubrik forum

DARI ALUMNI
SEKOLAH REGINA PACIS

DEWI SUSTINAH PANDJI


Alumnus 1968
Konon, masa sekolah di SMA bagi sebagian besar remaja, termasuk
bagiku, merupakan masa yang paling menyenangkan karena seolaholah tak pernah ada kesusahan.
Kisahku di sekolah Regina Pacis berawal pada tahun 1950-an, ketika
ayahku dialih-tugaskan dari Semarang ke Bogor. Saat itu aku berusia
5,5 tahun dan sudah ber- sekolah di sebuah kelompok bermain (frobel
shool).
Di Regina Pacis, sekolah yang saat itu dikenal di seantero Bogor dengan
sebutan RP, awalnya aku didaftarkan masuk ke Taman Kanak-Kanak.
Pada hari pertama sekolah aku disuruh melingkarkan tangan ke atas
kepala sampai menyentuh kuping. Mungkin karena itulah atau karena
aku bisa berbahasa Belanda, hanya seminggu duduk di kelas nol aku
langsung dipromosikan ke kelas satu SD.
Ruang kelas satu pada waktu itu masih berbentuk aula yang dilengkapi
dengan sebuah podium dan bangku-bangku raksasa untuk ukuran
anak-anak usia kelas satu sehingga murid-murid terkesan terbenam
di dalam kursi.
Belum begitu lama aku duduk di kelas satu, ketika Sinterklas (Santa
Klaus) bersama Pit Hitam (Zwaarte Piet) datang berkunjung. Semua
murid SD dikumpulkan di aula tersebut dan bagi anak-anak yang baik,
patuh, pandai dan disiplin tersedia hadiah. Sementara itu Sinterklas
juga sudah memiliki daftar nama anak nakal yang akan menerima
hukuman tangan mereka dipukul pelan-pelan dengan beberapa
batang lidi yang diikat jadi satu. Aku termasuk anak yang dipanggil
Sinterklas ke depan, bukan untuk dihukum tetapi duduk di
pangkuannya. Itulah kali pertama dan terakhir aku mengenal dari
dekat seorang Santa Klaus.
Sewaktu duduk di SD kami dilarang keras jajan di luar sekolah. Sebagai
gantinya beberapa suster menjual aneka penganan termasuk es yang
terkenal dengan sebutan es-RP, berbentuk kubus dikemas dalam
kertas kue dn rasanya mirip es mambo. Tidak banyak kenangan yang
aku punya tentang sekolah dasar. maklum, namanya juga anak SD.
Tetapi, hingga kini aku masih terkenang teman sebangku, Juwita,
gadis cilik cantik yang agak jahil. Kalau keinginannya tak terpenuhi
misalnya pinjam pinsil, tangan aku habis dicubitnya.
Yang lebih heboh kenangan ketika duduk di sekolah menengah
pertama. Tiga regu gerak jalan kami selalu berjaya dan beken di
kalangan murid sekolah lainnya. Kebetulan aku sempat menjadi salah
satu kepala regu disamping Elly Harahap, murid top pada waktu itu,
sementara satunya lagi gadis tomboy yang sampai tulisan ini
diturunkan aku belum berhasil mengingat namanya.
Regu kami beken dan disegani lawan, mungkin karena berbagai
variasi unik yang ditampilkan saat itu, sehingga selalu menarik dan
REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

55

rubrik forum

SEKOLAH

DARI ALUMNI
REGINA PACIS

mendapat sambutan hangat dari para penonton yang biasanya sudah


berjejer di pinggir jalan. Regu kami di bawah asuhan Pak Yusuf Iskandar
(alm) dan Ibu Elizabeth memang sangat disiplin. Sampai-sampai Nusye
Pramono, salah satu anggota regu punya nostalgia dengan komentar:
Kamu dulu galak banget, aku sebel sama kamu, karena marah-marah
melulu. Itu kenangan Nusye tentang aku yang selalu diungkapkan dalam
setiap kesempatan santai pada anak-cucunya.
Di bangku sekolah menengah atas aku punya kesempatan untuk lebih
mengembangkan semua bakat yang selama ini terpendam, berkat sikap
moderat kepala sekolah seorang suster berkebangsaan Amerika, Zr. Bernice.
Kegiatan pramuka langsung ditanganinya, dalam hal berkesenian bakat
menyanyi diberi keleluasaan untuk berkembang, sehingga bermunculan
penyanyi yang punya potensi antara lain Dudy Iskandar, yang di kemudian
hari cukup kondang di blantika musik Indonesia.
Regina Pacis adalah lembaga pendidikan yang berlatar-belakang Katolik,
tetapi bagi anak-anak murid di luar agama itu diberikan suatu keleluasaan
untuk melakukan ibadahnya masing-masing. Misalnya, saat sekolah siang
dan di bulan Ramadhan anak-anak muslim menjalankan ibadah puasa, maka
menjelang magrib mereka diperbolehkan pulang lebih awal sebagai
persiapan untuk berbuka puasa.
Ada cerita lucu waktu aku duduk di SMA-RP dan masuk sekolah siang yang bisa jadi sangat berkesan bagi kebanyakan murid SMP-RP yang
semuanya perempuan. Saat siswa SMP yang masuk pagi bubar, anak-anak
cowok SMA mulai ngeceng dengan segala macam ulahnya. Bahkan ada
yang sengaja meninggalkan buku di bangku atau menulis kata-kata gombal
di secarik kertas, agar esoknya dibaca sama cewek SMP yang diincarnya.
Cara yang terkesan iseng tapi serius itu ternya-ta jitu juga, karena terbukti
ada beberapa pasangan yang kemudian benar-benar pacaran, bahkan sampai
menikah.
Ketika duduk di bangku SMA, peraturan dilarang jajan di luar sekolah mulai
longgar bahkan di Jl. Pengadilan ada warung gado-gado Si Tante yang
berfungsi ganda, karena selain sebagai tempat jajan juga menjadi posko
anak-anak yang bolos pelajaran karena misalnya gurunya reseh. Mereka
tidak berani duduk di warung, tetapi bersembunyi di dapur si tante, agar
tidak ketahuan sama guru atau teman-teman sekelas lainnya.
Tigapuluh tujuh tahun telah berlalu sejak aku lulus dari SMA-RP, tetapi
kenangan masa sekolah yang manis, lucu, unik dan menyenangkan tetap
membekas di hati sebagian besar alumninya.
Banyak lulusan RP yang berhasil menjadi orang, tetapi ada juga yang kurang
beruntung, meski demikian persahabatan di antara kami terus terjalin sampai
sekarang baik antar bekas teman sekelas maupun antar mantan angkatan
dan antar angkatan.yang paling indah dan tak terlupakan.

56 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

rubrik forum

DARI ALUMNI
SEKOLAH REGINA PACIS

JOHNNIE SYAM
Alumnus 1971
Ayah dari dua orang putri dan kakek dari seorang cucu perempuan
ini kini adalah seorang pengusaha yang mengelola Pasar Mobil
Kemayoran (PMK). Dengan luas 9 hektare yang terletak di depan Pekan
Raya Jakarta - Kemayoran, PMK merupakan pusat perdagangan
otomotif terbesar di Indonesia. Ada 800 unit kios onderdil dan variasi
otomotif. Suami dari seorang istri (bagus!!) ini sekarang bergelar
Master of Business Administration (MBA) dari GS Fame Institute of
Business Jakarta, dan Philippines School of Business Administration
(PSBA) Manila. Siapa nyana ternyata pengusaha sukses ini mempunyai
masa SMA yang unik. Berikut kisahnya:
Bulan Juli 1965 saya masuk SMA Regina Pacis dan duduk di kelas I-1.
Gerakan Partai Komunis Indonesia (Gestapu) yang meletus pada
tanggal 30 September 1965, tidak saja mengguncang keadaan negara
Indonesia, tetapi juga mengakibatkan kegiatan belajar-mengajar di
sekolah pun terganggu. Siswa sibuk melakukan demonstrasi. Mulai
dari menduduki Sekolah Cina di Jl. Mantarena Bogor sampai
menduduki vila menteri dan pejabat era Soekarno di daerah Puncak.
Saat itu, masa sekolah diperpanjang menjadi 18 bulan.
Sejak saya duduk di kelas 1 sampai dengan kelas 3 di SMA, beberapa
kali saya mesti berurusan dengan Sr. Bernice yang waktu itu seperti
pimpinan di SMA Regina Pacis Bogor. Pernah saya terpaksa memotong
rambut saya pendek sekali, karena rambut bagian belakang dipotong
nyaris botak oleh Sr. Bernice dengan menggunakan pisau pencukur
kumis. Puncaknya adalah saya dan beberapa teman Kelas 3 jurusan
Pasti tidak lulus dari ujian akhir SMA pada tahun 1968. Ujian akhir
SMA dilakukan dengan sistem baru di mana hanya 5 mata pelajaran
saja yang diuji oleh negara. Dari kelas saya, kelas 3 jurusan Pasti,
hanya kurang dari 20% yang lulus ujian akhir tahun 1968 itu. Apakah
prestasi buruk ini tercatat dalam sejarah Sekolah SMA Regina Pacis
Bogor?
Kondisi keuangan keluarga kami saat itu sangat menyedihkan karena
orang tua saya sudah lama tidak berpenghasilan tetap. Banyak temanteman saya yang tidak lulus ujian akhir SMA itu memutuskan untuk
mengulang di SMA RP, sebagian lagi memutuskan untuk pindah ke
luar kota dan mengulang kelas 3 SMA di sana. Saya memutuskan
tidak mengulang sekolah, melainkan mencoba bekerja karena saat
itu saya sangat membutuhkan uang. Awalnya saya berjualan dari
rumah ke rumah Hwa Hwe (judi 36 angka dengan hadiah 25 kali)
yang popular saat itu. Saya juga menarik Bemo (kendaraan roda 3
khas Bogor), dengan jam kerja mulai pukul 05.00 subuh sampai
dengan pukul 23.00. Pada siang hari, jika tidak banyak penumpang,
saya beristirahat di terminal-terminal bemo sambil merenung. Apa
kira-kira masa depan saya kalau saya terus-terusan seperti ini? Apa
yang bisa diperbuat seorang lulusan SMP?

REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

57

rubrik forum

SEKOLAH

DARI ALUMNI
REGINA PACIS

Merenung adalah sesuatu hal yang perlu kita lakukan pada


saat-saat terntentu untuk mengevaluasi apakah yang sudah
kita kerjakan selama ini sudah benar? Pada awal pelajaran 1971,
dengan modal tekad saya memberanikan diri masuk ke kantor SMA
RP dan bertemu dengan Sr. Bernice. Saya utarakan maksud saya untuk
mengulang sekolah di kelas 3 SMA RP. Sr. Bernice bertanya,,Apakah
kamu nantinya tidak akan membolos lagi?. Saya jawab, Saya sudah
membolos selama dua tahun. Jika saya masih mau membolos buat
apa saya datang ke sini minta kesempatan mengulang di kelas 3 SMA?.
Sr. Bernice bertanya lagi, Seandainya sudah tidak ada bangku di dalam
kelas, apakah kamu mau saya berikan bangku di luar kelas?. Saya
menjawa b dengan pasti,Saya mau. Sr. Bernice kemudian berkata,
Carilah Bapak Moerwanto (Kepala sekolah pada waktu itu) dan katakan
bahwa kamu sudah diterima oleh Sr. Bernice di kelas 3. Saya tidak
pernah melupakan perkataan Sr. Bernice itu yang mengubah nasib
saya. Hingga hari ini, beliau adalah malaikat penyelamat hidup saya.
Dengan seluruh konsentrasi, saya mencoba mengulang di kelas 3
Paspal 2 pada tahun 1971. Akhirnya saya berhasil lulus ujian akhir
SMA tahun 1971.

58 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

rubrik forum

DARI ALUMNI
SEKOLAH REGINA PACIS

MARUSYA NAINGGOLAN
Alumnus 1972
Ibu satu orang anak yang bergelar MA ini adalah seorang komponis
dan pianis. Mendapat bimbingan musik pertama dari ayahnya, Sutan
Kalimuda Nainggolan, Ibu Usya (demikian dia dikenal temantemannya), sejak SMP hingga SMA rela berlelah-lelah naik bus dan
oplet ke Jakarta setelah pulang sekolah. Semuanya itu ditekuninya
untuk belajar piano dari pianis terkenal dan hebat, Rudy Laban di
Yayasan Pendidikan Musik di Jakarta. Berikut ini perbincangan singkat
yang berlangsung antara tim penyusun buku dan Ibu Marusya di selasela kesibukannya dalam Jakarta Anniversary Festival III 2005 pada
tanggal 24 Juni yang lalu.
Ibu Usya memang cinta musik sejak kecil. Namun demikian, Direktur
Gedung Kesenian Jakarta ini sebenarnya tidak bercita-cita menjadi
pemusik. Cita-citanya sewaktu kecil adalah menjadi POLWAN. Jalannya
menjadi pemusik ini dirintisnya secara formal di Lembaga Pendidikan
Kesenian Jakarta, sekarang IKJ (Institut Kesenian Jakarta). Lulus
dengan predikat Memuaskan, Ibu Usya merupakan lulusan pertama
dari LPKJ/IKJ angkatan pertama Jurusan Piano Mayor pada tahun 1980.
Sampai sekarang, ia mengabdi di almamaternya sebagai dosen Jurusan
Musik, pada Piano Mayor, Harmoni, Komposisi, Ansambel, Kontrapung.
Meskipun Bandel, demikian pengakuannya di salah satu edisi Bulletin
Alumni SMA Regina Pacis Bogor 1971, ia dua kali mendapat beasiswa.
Pada tahun 1980, dia mendapat beasiswa dari pemerintah Australia
untuk belajar musik di Conservatiorium, Sydney, Australia. Dia
sanggup menyelesaikan studinya dalam waktu 3 tahun (biasanya 4
tahun). Pada tahun 1987, Ibu Usya mendapat beasiswa dari Yayasan
Fullbright untuk belajar komposisi musik di University of Boston, USA.
Lulus pada tahun 1989, ia merupakan salah satu dari dua lulusan
saat itu. Lulusan lainnya adalah Marti Epstein, seorang perempuan
dari Israel.
Ibu Usya tidak pernah lupa bersyukur kepada Tuhan, karena berkat
musik ia bisa membiayai kuliahnya di IKJ, termasuk biaya hidupnya
saat itu. Setiap hari setelah kuliah, dia mengajar les piano. Rupanya
pekerjaan ini sekaligus dijadikannya peluang untuk melatih diri
dengan bermain piano minimum 6 jam sehari.
Pada pementasan Ensembel Musik Anak Perdamaian dalam Jakarta
Anniversary Festival III 2005, 24 Juni 2005, Ibu Usya banyak meracik
aneka nuansa etnik ke dalam instrumen Barat. Kepekaannya terhadap
berbagai warna tradisional ini rupanya lagi-lagi terpupuk sejak kecil,
karena selain ikut les musik klasik, Ibu Usya ternyata juga belajar tari
Srimpi, angklung dan degung. (DeTAK, No. 61 Tahun Ke-2, September
1999). Melalui pementasannya, seniman yang selalu menjunjung
tinggi nilai kemanusiaan dan perdamaian ini menyampaikan pesan
kemanusiaan dan perdamaian tersebut dengan melibatkan anakanak dari berbagai suku bangsa di Indonesia, termasuk Cina.

REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

59

rubrik forum

SEKOLAH

DARI ALUMNI
REGINA PACIS

Dari penggalan kisah yang kami peroleh dari berbagai sumber, kami
mendapat kesan Ibu Usya merupakan sosok yang ulet. Sulit sekali
membayangkan seorang remaja yang mestinya gemar ber hura-hura
sudah mau dan mampu melakukan perjalanan jarak jauh secara rutin
untuk menekuni sesuatu. Padahal saat itu jalan tol Jagorawi belum
ada. Bagi rekan karibnya, Ibu Jajang C. Noer, yang ditemui Tim Penulis
ketika menghadiri pementasan tersebut di atas, Ibu Usya ini
merupakan seniman yang bebas, namun sangat berdisiplin.
Apa kesan dan pesan Ibu Usya untuk SMA Regina Pacis Bogor? Regina
Pacis baginya adalah sekolah yang sangat menekankan disiplin tinggi.
Banyak kesan manis yang dialaminya, termasuk pengalamannya
dengan Sr. Bernice. Bagi SMA Regina Pacis Bogor yang akan berulangPendidikan Regina
tahun yang ke-50, Ibu Usya berharap agar, Pendidikan
Pacis dapat melebarkan sayap ke lingkungannya. Juga dapat
menjunjung tinggi kemanusiaan dan kebersamaan dalam
kasih.

60 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

rubrik forum

DARI ALUMNI
SEKOLAH REGINA PACIS

ADANG SURAHMAN
Alumnus 1972
Wakil rektor salah satu universitas terkemuka di Indonesia Institut
Teknologi Bandung ini adalah lulusan SMA Regina Pacis tahun 1972.
Dalam tulisannya tentang masa SMA-nya, wakil rektor bidang akademi
dan kemahasiswaan sejak 2001 ini banyak mengungkap
pengalamannya dengan para guru yang telah menggoreskan kesan
khusus dalam dirinya. Siswa PASPAL ini sangat terkesan pada sosok
Pak Sumantri yang humoris, dengan kalimat pendek tapi mengena.
Pak Sumantri, katanya, sering sekali membawa payung portable(
payung yang bisa dilipat), maka itu Pak Sumantri sering dijuluki Chaplin
.
Semasa SMA Pak Adang sangat aktif dengan kegiatan-kegiatan di
dalam maupun di luar sekolah. Sosok yang pernah menjadi pengurus
olah raga sepak bola ini selalu mewakilli sekolah dalam kejuaraan
sepak bola, dan juga bola basket, se-kota Bogor.
Rupanya bapak yang memperoleh gelar PhD di Lehigh University, USA
pada tahun 1984 ini termasuk siswa yang agak nakal. Ketika duduk
di kelas 2, ia pernah dihukum Pak Soewarto karena kedapatan sedang
bermain kartu di kelas. Kegiatan bermain kartu dilakukannya pada
jam pelajaran kosong karena guru sedang mendampingi anak-anak
kelas 3 yang study tour. Ibu Hartini, guru yang sering dijuluki Olive
[dari tokoh Olive Oil-nya serial kartun Popeye the Sailor Man] oleh
Pak Adang dkk karena badannya yang langsing, sering mengeluhkan
betapa kelasnya itu ribut dan bandel. Puncak kebandelan kelas
adalah ketika Kami mogok bicara, demikian kata Pak Adang. Pak
Adang juga pernah kedapatan membuka kamus sewaktu ulangan
bahasa Jerman sehingga lagi-lagi ia pun ditegur oleh Ibu guru.
Bagi Pak Adang, menjadi lulusan SMA Regina Pacis merupakan suatu
kebanggaan tersendiri, karena SMA Regina Pacis dikenal berstandar
pendidikan yang tinggi sehingga para lulusannya pun digolongkan
lebih baik dibandingkan lulusan SMA lainnya. Menurut pengamatannya,
kelebihan SMA Regina Pacis saat itu adalah kekreatifan SMA Regina
Pacis yang menyertakan berbagai mata pelajaran yang belum tentu
diberikan di SMA lainnya. Contohnya, antara lain adalah pelajaran
steno, mengetik, ilmu ukur lukis, tata hukum, dan lain-lain. Menurutnya
kekreatifan tersebut adalah karena Pada jaman kami sekolah rasanya
belum ada istilah kurikulum nasional, oleh karena itu apa saja rasanya
bias masuk ke dalam kurikulum.
Di akhir kisahnya, Pak Adang mengungkapkan harapannya agar SMA
Regina Pacis tetap kreatif dalam melakukan benchmarking dengan
sekolah yang maju dan tetap menjadi sekolah yang unggul.

REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

61

rubrik forum

SEKOLAH

DARI ALUMNI
REGINA PACIS

BABY AHNAN
Alumnus 1974
Restoran Macaroni Panggang dan toko kue Pia Apple Pie. Pemilik kedua
merek dagang tersebut adalah seorang yang sama, Baby Ahnan.
Alumnus SMA RP ini mungkin tidak pernah menyangka kalau usaha
yang dirintisnya ini kemudian mendulang sukses. Selain penduduk
kota Bogor, pelanggan utama Restoran dan Toko Kue ini adalah para
wisatawan yang berkunjung ke kota Bogor. Restoran Macaroni
Panggang pun saat ini menjadi salah satu tempat nongkrong favorit
anak muda kota Bogor.
Baby Ahnan atau Kak Baby begitu ia dikenal kemudian oleh para
anggota Pramuka Bogor 8 & 9 ini bersekolah di SMA RP jurusan Paspal
(Ilmu Pasti dan IPA). Semasa bersekolah di SMA RP ini, Kak Baby aktif
sebagai redaktur majalah sekolah, yang saat itu bersekretariat di ruang
pojok dekat WC (sekarang di bawah gedung SMP, dekat kantin).
Tentang SMA RP tempo dulu, menurut Kak Baby dulu sekolah berjalan
menurut kurikulum caturwulan (bukan semester seperti sekarang).
Setiap 4 bulan siswa menerima rapor. Urusan menyontek bukan hal
yang asing. Jenis hukuman yang dikenakan kepada siswa kalau
kedapatan menyontek tergantung pada guru yang bersangkutan,
tetapi seringkali kertas ulangan siswa tersebut dirobek dan diberi
nilai nol. Saat itu, hanya ada beberapa kegiatan ekstra kurikuler
(dibandingkan sekarang), antara lain: kegiatan pramuka, membuat
buku dan olah raga.
Tentang majalah sekolah, murid kesayangan Pak Imam Supeno ini
bercerita bahwa saat itu majalh tidak dicetak melalui jasa Percetakan,
melainkan distensil. Semuanya dikerjakan sendiri oleh para siswa.
Keunikan majalah ini adalah pada Kotak Naskah yang menampung
karya siswa. Jadi, semua siswa dapat berpartisipasi dalam pembuatan
majalah. Yang paling sering diterima adalah naskah puisi cinta.
Bagi wanita yang memperoleh gelar S1 dari jurusan Seni Rupa Institut
Teknologi Bandung ini, Pak Warsidi atau Mang Idi (yang sekarang
lebih dikenal sebagai Babe) adalah sosok guru olah raga yang
mengesankan. Menurutnya, Mang Idi cermat melihat potensi anak
dalam bidang olah raga, dan mampu mendorong serta
mengembangkan siswa dengan pendekatan personal. Dengan
bimbingan Mang Idi, SMA RP pernah menggondol juara pertandingan
Basket atau Voli ketika berlaga di suatu pekan olah raga.
Ibu 2 anak yang bergelar S2 dan S3 di bidang Ilmu Filsafat dari
Universitas Indonesia ini juga menyukai sosok Ibu Hartini. Guru biologi
ini sering dijuluki Ibu Olive karena fisiknya yang kurus dan tinggi
ibarat Olive Oil di serial kartun Popeye the Sailorman. Kelebihan Ibu
Olive terletak pada kemampuannya untuk mengajar secara terprogram
dengan menggunakan metode gambar, yang membuat pelajaran lebih
mudah dipahami. Tetapi, sayangnya, nilai tertinggi yang diberikan Ibu

62 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

rubrik forum

DARI ALUMNI
SEKOLAH REGINA PACIS

Olive bagi siswa SMA RP terbatas pada angka 8. Padahal, siswa sekolah
lain ada yang bisa mendapatkan angka 9.
Saya dulu nakal banget, lho! Setiap pelajaran Agama saya pasti bolos.
Kalau mbolos saya nongkrong di tukang jajanan sampai bel ganti
pelajaran berbunyi. Tidak lupa saya membawa makanan untuk anakanak sekelas. Yang paling sering saya beli adalah rujak dan kue
pancong, demikian ujarnya. Kak Baby rupanya punya rasa takut
terhadap jarum suntik, sehingga dia pernah melarikan diri dari
program vaksin, yang dilakukan secara massal terhadap seluruh siswa
SMA.
Selain tempat jajanan, Kak Baby juga punya tempat melarikan diri
yang agak aneh. Tidak seperti anak sekarang yang pergi ke pusat
permainan atau mal saat membolos, Kak Baby malah menghabiskan
waktu bolosnya di kuburan Cipaku. Kira-kira apa yang bisa dilakukan
di sana ya??
Bagi Kak Baby, sumbangsih SMA RP yang paling terasa bagi
perkembangan kepribadiannya adalah melalui kegiatan Pramuka.
Menurutnya, melalui kegiatan tersebut sifatnya yang manja berubah
menjadi kemampuan untuk mandiri dan hidup tanpa kenyamanan
fasilitas. Kak Baby merasa dia menjadi sosok yang mandiri, tidak
bergantung pada orang tua.
Sosok yang pernah aktif menulis beberapa kisah remaja dengan
menggunakan nama samaran Kembang Manggis ini menitipkan
pesan kepada para siswa SMA RP. Cita-cita harus selalu
dibarengi pengetahuan. Pemilihan profesi harus didasari rasa
suka, bukan potensi pasar. Masukan dari orang tua hanya
sekedar masukan, karena keputusan tetap berada di tangan
kita. Juga, janganlah selalu bertanya apa yang diberikan
orang lain, tetapi bertanyalah apa yang dapat kita berikan
untuk orang lain.

REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

63

rubrik forum

SEKOLAH

DARI ALUMNI
REGINA PACIS

SUWESTA (AWEI), ALUMNUS 1977


PINKAN YANS, ALUMNUS 1981
Karena dulu pasangan ini sangat aktif di organisasi PA (Pecinta Alam),
pengalaman paling berkesan di Regina Pacis bagi Ibu Pinkan dan Pak
Awei adalah kegiatan mereka di klub PA. Kedua lulusan Regina Pacis
ini dulu sangat bersemangat naik turun gunung sehingga tidak jarang
mereka harus bolos sekolah hari Senin-nya karena kecapaian. Mereka
mengakui bahwa mereka sudah menjelajahi ke hampir seluruh gunung
di Bogor.
Bukan orang Bogor namanya kalau belum pernah ke gunung di Bogor!
kata mereka di sela kesibukannya di toko mereka, ESTA, Pangrango
Plaza. Terakhir, mereka menjelajah ke kaki gunung Everest.
Peristiwa paling berkesan di Regina Pacis adalah ketika anak-anak PA
tidak naik kelas karena kurangnya perhatian mereka kepada pelajaran
sekolah akibat terlalu terpaku dengan kegiatan mereka di PA. Tapi
kenyataan itu tidak membuat mereka patah semangat, tapi justru
mereka sangat bangga menjadi pecinta alam! Menurut mereka,
bergabung dengan PA membentuk pribadi mereka menjadi kuat.
Pengalaman yang juga berkesan adalah ketika masa itu anak-anak
tidak dilarang berambut panjang, alias gondrong. Suatu hari diadakan
pembersihan, dimana setiap guru memeriksa murid-murid, dan yang
berambut gondrong disuruh keluar untuk memotong rambut. Para
guru tidak sadar kalau banyak murid yang telah disuruh keluar,
sehingga begitu selesai pemeriksaan, mereka kaget begitu menyadari
banyaknya anak yang berada di luar daripada yang berada di dalam.
Di luar, anak-anak gondrong itu bukannya memotong rambut mereka
tetapi malah demo keliling SMA Regina Pacis sambil nyanyi-nyanyi.
Kursi dan meja dilempar. Mereka memberontak sehingga akibatnya
anak-anak yang demo itu dinyatakan tidak naik kelas.
Meskipun mereka tidak terlalu serius dalam pelajaran, mereka
mengakui bahwa pendidikan di Regina Pacis memang sangat bagus,
dan mereka merasakan manfaatnya sewaktu mereka kuliah. Hampir
semua pelajaran yang didapat di kuliah sudah mereka dapatkan
sewaktu mereka SMA sehingga semuanya menjadi lebih mudah dan
enak buat mereka. Mereka juga mengatakan bahwa saat itu pun
Regina Pacis sudah memiliki fasilitas di atas rata-rata dibandingkan
sekolah lain.
Orang tua dari dua anak ini berharap agar Regina Pacis menjadi lebih
baik, lebih maju dari sebelumnya dan agar SDM dapat disesuaikan
dengan kebutuhan sekarang, terutama kualitas guru-gurunya.

64 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

rubrik forum

DARI ALUMNI
SEKOLAH REGINA PACIS

NANETTE HERAWATI
Alumnus 1979
Kedisiplinan di sekolah, kegiatan OSIS dan ekstra kurikuler adalah
pengalaman yang amat berharga bagi Nanette Herawati dalam
perjalanan kariernya. Wanita kelahiran Bogor, 27 November 1959 ini
memang terbilang cukup aktif saat menjadi siswa SMA Regina Pacis
Bogor. Selain menjadi Humas dan Sekretaris OSIS, ia juga tergabung
dalam Pramuka, dan beberapa kegiatan di luar sekolah seperti karate,
softball, Palang Merah Remaja, hingga kelompok tari tradisional. Dari
tahun ke tahun, selain karena tugas sebagai Humas, saya juga sering
jadi peran pengganti bila kelas yang ditunjuk sebagai petugas upacara
kekurangan murid atau petugas, ujarnya tentang pengalamannya
dulu.
Menurut Nanette yang lulus tahun 1979 ini, banyak hal berkesan yang
diingatnya tentang masa sekolahnya. Salah satu guru yang punya
kesan khusus adalah Bapak Sumantri, karena beliau selalu ingat semua
hal tentang siswanya, mulai dari alamat hingga nama orang tua. Tentu
saja saya kaget setengah mati waktu beliau meminta saya menjawab
pertanyaan dengan menyebut nama ayah saya, paparnya. Nanette
juga punya kenangan tersendiri dengan para guru, salah satunya Pak
Rob. Pak Rob pernah dipinjamkannya motor untuk mengurusi sesuatu
di luar sekolah, padahal motor Nanette itu motor butut dengan bentuk
antik, suara aduhai kerasnya karena tutup bebek nya dilepas. Belum
lagi saat itu kuncinya hanya koin.
Nanette masih ingat keunikan ruang kelas RP pada masa itu, yang
menurutnya merupakan bentuk kelas ideal. Tidak pengap, karena
hanya ditutup setengah tembok. Waktu dia masih SMA, jasa fotokopi
masih merupakan sesuatu yang belum menjamur seperti saat ini. Ketika
ada guru yang absen, Nanette selalu bertugas menulis catatan dari
guru tersebut di papan tulis. Ini karena tulisan Nanette rapi, dan mudah
dibaca. Tetapi alasan yang paling pas adalah karena Nanette menulis
dengan perlahan, yang memberikan lebih banyak peluang bagi teman
sekelas untuk ngobrol.
Tidak lepas dari kenakalan remaja, Nanette dan teman sekelas,
khususnya sewaktu kelas 3, yang bersama-sama ketua kelasnya, Tony
Supit alias Chin Ex, secara kompak mengakali guru agar bisa cepat
pulang. Rupanya pulang pagi merupakan suatu luxury yang jarang
dialami anak SMA RP, jika dibandingkan dengan siswa sekolah lainnya.
Bagi wanita yang fasih berbahasa Inggris dan Perancis ini, dulu ia
berkonsentrasi bagaimana bisa bersekolah dengan baik, karena bisa
bertahan di RP baginya sudah merupakan keberuntungan. Orang
memandang mutu pendidikan RP sangat baik, ujar wanita yang
bercita-cita menjadi ahli bahasa saat di SMA. Karenanya ia berharap
SMA Regina Pacis tetap mempertahankan mutu pendidikan dan mutu
guru, serta jika memungkinkan menambah fasilitas tanpa menambah
biaya.

REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

65

rubrik forum

SEKOLAH

DARI ALUMNI
REGINA PACIS

Nanette pertama kali bekerja sebagai penyiar freelance sebuah radio di Bogor dan dalam perjalanan kariernya ia kemudian lebih banyak
terlibat dalam bidang sosial. Selama 10 tahun ia bekerja di Kalimantan
Timur sebagai pekerja sosial dalam bidang pendidikan wanita dan
peningkatan kesehatan ibu-anak, juga menjadi Kepala Sekolah Taman
Kanak-Kanak dan guru honor di SLTA setempat. Lingkungan,
pekerjaan dan keluarga sangat menentukan perkembangan diri saya.
Tinggal di daerah terpencil selama 10 tahun, setelah sebelumnya
selalu tinggal di kota-kota besar membuat saya dapat melihat segala
sesuatu perbedaan dengan lebih bijak, katanya tentang pengalaman
bekerja di Kalimantan Timur.
Setelah kembali ke Jakarta, Nanette bergabung dengan sebuah LSM
dari Inggris yang membantu peningkatan SDM, dan saat ini ia
bergabung dengan sebuah LSM asing yang memberikan bantuan
untuk korban tsunami di Aceh dan Nias. Baginya pekerjaan membantu
seseorang untuk dapat melihat hidup secara lebih luas, baik dari
segi materi maupun pengembangan individu. Begitu banyak orang
berilmu di Negara ini namun tetap saja jika dilihat dari statistik dunia
yang menonjol hanyalah ketidakmampuan dan kemiskinan. Mengapa
masih banyak orang asing yang menjadi Konsultan, dan Tenaga Ahli?
Kita harus terus belajar dan bekerja keras agar dapat diterima oleh
bangsa kita sendiri, ujarnya. Tak heran kalau ia menyatakan keinginan
untuk melakukan upaya peningkatan kualitas SDM di masa yang akan
datang.
Dalam meniti karier, wanita penyuka musik jazz ini memiliki prinsip
selalu berusaha untuk jujur, efisien, efektif dan tidak takut
beradaptasi. Setiap orang harus punya cita-cita agar tujuan dan
perjalanan hidup menjadi jelas, namun cita-cita juga harus realistis
sesuai dengan kemampuan individu, jelasnya. Nanette juga
berkeinginan mempersempit jenjang antara mereka yang punya
kemampuan dan yang tidak, baik dalam segi materi, pendidikan
maupun kesempatan, hingga SDM bangsa sendiri memiliki kualitas
yang sama di mata dunia internasional. Keinginan yang besar dan
mungkin tak mudah, tapi ia berprinsip: Jangan mudah menyerah,
setiap usaha pasti akan ada hasilnya, meski tidak semua didapat
seketika. Jika punya kesabaran pasti akan ada waktunya untuk maju!

66 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

rubrik forum

DARI ALUMNI
SEKOLAH REGINA PACIS

INDA D. HASMAN
Alumnus 1980
Boleh dibilang masa bersekolah di SMA Regina Pacis Bogor memberi
banyak kenangan bagi Inda D. Hasman. Saya dulu sering mengikuti
berbagai lomba yang diadakan sekolah untuk memperingati hari
kemerdekaan, hari Kartini maupun bazaar tahunan. Mulai dari lomba
memasak , kebaya daerah, folksong, serta ketrampilan lain, kisah
wanita yang lulus dari SMA RP pada tahun 1980 ini. Ia kemudian
berkisah bahwa di akhir tahun 70-an, kegiatan antar sekolah di Bogor
biasanya berhubungan dengan kegiatan inti sekolah seperti pekan
olahraga, lomba ilmu pengetahuan alam, cerdas cermat, baca puisi,
drama, paskibra dan lain-lain.
Apalagi wanita kelahiran 29 April 1961 ini meraih prestasi
membanggakan saat menjadi murid SMA RP. Bagi saya pribadi,
pengalaman sekolah di SMA RP adalah pengalaman paling manis
dalam hidup saya. Saya terpilih sebagai Putri Remaja Indonesia tahun
1977 karena prestasi-prestasi yang saya peroleh dari sekolah. Saya
juga pernah dinobatkan sebagai Queen saat Masa Orientasi (POSMA)
dan menjadi perwakilan sekolah sebagai anggota Paskibraka
Kotamadya Bogor. Tapi yang paling berkesan adalah saya bertemu
dengan suami juga karena sekolah di RP!, paparnya.
Inda yang saat di SMA menjadi sekretaris OSIS dan anggota Paskibra
sekolah punya kenangan berkesan tentang guru-gurunya dulu. Bagi
saya semua guru memiliki kesan sendiri-sendiri, namun yang paling
lucu dan menyenangkan adalah Guru Sejarah, Bapak Sumantri, dan
Guru Olahraga yang akrab dipanggil dengan Mang Idi ujarnya. Lebih
lanjut, wanita yang lebih dari 15 tahun berkarier di bidang manajemen
SDM dan corporate services ini menganggap bahwa semua fasilitas
di SMA RP saat itu bisa dibilang lengkap dan memadai.
Ditanya tentang sarannya untuk kemajuan SMA RP, Inda berkata,
Saya mendoakan supaya SMA RP tetap berjaya, semakin mantap
dan lulusan-lulusannya semakin banyak yang berhasil menjadi tokoh
masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia Internasional. Untuk
itu pembenahan ke dalam harus selalu dilakukan secara regular, dan
tetap up to date dengan trend pendidikan modern, baik lokal maupun
global, agar hasil didikannya dapat lebih mendunia.

REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

67

rubrik forum

SEKOLAH

DARI ALUMNI
REGINA PACIS

BUDI G. SADIKIN
Alumnus 1983
Sosok yang lekat dengan predikat juara selama SMA ini punya banyak
sekali kenangan tentang masa SMA di Regina Pacis Bogor. Secara
khusus, bapak 3 anak yang dulu dipanggil IKIN ini, bercerita tentang
peristiwa lucu dan sedih yang menyangkut teman-teman
sepermainannya.
Kisah Melky Hutasoit, yang digandrungi banyak siswi karena kepiawaiannya berdisco, dan jago ngebut menggunakan mobil datsunnya.
Gara-gara hobi ngebutnya, Melky mengalami kecelakaan, tepat setelah
ujian renang di Jalan Jakarta, dan wafat. Duka mendalam sangat
dirasakan Budi, yang pernah menjadi Wakil Ketua OSIS dan Ketua
Kelompok Ilmiah Remaja (KIR) SMA RP, terutama ketika melalui prosesi
pemakaman Melky dengan adat Batak. Lulusan Institut Teknologi
Bandung jurusan Fisika Nuklir dengan cum-laude ini juga teringat
akan sosok teman lainnya, Raymond van Beekum almarhum.
Raymond, mantan pejabat BPPN yang wafat terbawa arus di Citarik
beberapa tahun yang lalu, pernah dikeroyok oleh tiga orang preman.
Begitu Budi dan teman-teman tiba untuk membantunya, ketiga orang
preman itu sudah benjol-benjol dan melarikan diri. Hebat juga si
Raymond!, ujar Budi.
Executive Vice President PT Bank Danamon Tbk ini juga berkisah ia
pernah tertangkap basah menyontek oleh Pak Lubis almarhum, guru
ilmu antariksa. Rupanya teman yang harusnya bertugas mengawasi
situasi, juga larut menyontek. Akibatnya, Budi dan temannya dipanggil
menghadap wali kelas, Pak Donatus Sinaga almarhum. Di samping
mereka berdua, ada seorang teman perempuan yang juga tertangkap
tangan menyontek. Padahal, mereka bertiga masing-masing meraih
peringkat 1, 2, dan 3 di kelasnya. Katanya sambil tersenyum geli,
Walaupun rangking, nyontek jalan terus.
Juara 1 Siswa Teladan Nasional ini sering mewakili sekolah dalam
berbagai kompetisi, seperti beberapa lomba Cerdas Cermat, dan
lomba karya ilmiah LIPI (juara harapan 1). Ia juga pernah mewakili
sekolah dalam pasukan pengibar bendera (Paskibra) kota Bogor, yang
kemudian kalah di tingkat propinsi dari tim Bandung. Tidak hanya di
situ, Budi pun rajin memperkuat tim sekolah dalam berbagai
pertandingan, mulai dari basket, tenis meja, renang, dan softball.
Dalam bidang terakhir ini dia tidak pernah menjadi juara, yang
penting, Ngeramein!.
Pengalaman di luar sekolah yang paling berkesan buat Budi adalah
ketika ia ikut Perkemahan Ilmiah Remaja LIPI di Bali. Di sana dia
bertemu dengan banyak orang pintar yang mewakili sekolah top di
seluruh Indonesia. Heran juga waktu itu, kok ada ya orang yang
sekaligus pintar, cakep/cantik, dan kaya. Biasanya Allah itu adil, kalau
pintar dan kaya ya jelek, atau kalau cantik, dan kaya ya bodoh.,
candanya.

68 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

rubrik forum

DARI ALUMNI
SEKOLAH REGINA PACIS

Masih banyak pengalaman masa SMA yang ingin dibaginya, tetapi


secara singkat Budi menyimpulkan keseluruhan pengalaman itu
sebagai: Displin (terlambat sedikit, pintu tutup), banyak ikut lomba
(yang dimotori oleh Pak Wendie), guru-guru yang baik dan committed
(seperti Pak Herlan, guru fisika yang tulisannya rapi, serta Pak
Moerwanto almarhum yang hafal semua cerita sastra).
Apakah pesan Budi untuk SMA Regina Pacis Bogor agar tetap sukses
dan maju? Perdalam pelajaran Bahasa Inggris, perbanyak kegiatan
ekstra kurikuler yang memacu semangat berprestasi siswa (ikut
lomba, olimpiade, dan lain-lain), dan undang alumni dari berbagai
bidang untuk berbagi pengalaman di bidangnya.
Foto Keluarga 2005 (Reza 9 tahun, Nabila 6
tahun, Abel 11 tahun) dan Ida

Acara Kesenian bersama Wiwied

Acara Pramuka dengan Raymond Van Beekum (Alm)

Acara Tour ke Ancol bersama rekan-rekan SMA


(Uni, Santi, Wahyu, Indra, Alice, Yanti, Rita)

Acara Penelitian LIPI di Pulau Seribu bersama rekanrekan SMA (Ita Rajino, Iwan, Pupung, Sri, Ita Salak, Leni)
REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

69

rubrik forum

SEKOLAH

DARI ALUMNI
REGINA PACIS

CHRIS MATINDAS
Alumnus 1984
Alumnus ini merupakan sosok pebisnis network marketing yang
dirintisnya dari nol bersama-sama istrinya, sang mantan kekasih yang
ditemuinya ketika berkuliah di Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia. Siapa sangka, Bapak dua orang anak yang awalnya bercitacita menjadi seorang ahli teknik akhirnya sukses di bidang lain. Chris
Matindas sangat menyintai usahanya ini yang menurutnya telah banyak
membantu orang dalam peningkatan taraf hidupnya. Pak Chris yang
sejak SMP bersekolah di Regina Pacis ini mengatakan bahwa, Regina
Pacis menentukan masa depan!. Ketika diwawancarai Tim Penulis
bulan Mei lalu, Pak Chris banyak berkisah tentang masa SMAnya.
Saat Pak Chris masih SMA, tempat favorit untuk nongkrong yang
dipilihnya dan teman-teman adalah Bakmi Yungsin. Pada jamannya itu,
lagu Sakura Fariz RM dan All I Am dari Hit Wave menjadi tren remaja.
Berambut gondrong tidak dilarang sekolah, sehingga kebanyakan
siswa membiarkan rambutnya panjang hingga ujungnya dapat ditarik
masuk ke mulut. Berbeda dari anak-anak jaman sekarang yang gemar
main komputer, Pak Chris dan kawan-kawannya gemar bermain
skateboard, lengkap dengan dandanan trendynya berupa kaus lengan
buntung atau lengan yang dilipat-lipat.
Banyak kenangan yang tak terlupakan oleh pria yang pernah merintis
karirnya sebagai akuntan dan kemudian bekerja di Citibank ini,
khususnya berbagai kegiatan yang dilakukan tim kesenian sekolah.
Sebagai salah satu kegiatan ekstrakurikuler tim kesenian banyak
melakukan kegiatan seperti operet, tari, vocal group, dan lain-lain.
Tim kesenian ini banyak melakukan pementasan, bukan hanya di
lingkup sekolah, tetapi juga di Taman Ismail Marzuki, dan Pasar Seni,
Jakarta.
Pak Chris, yang sempat bersekolah di Hawaii untuk memperoleh gelar
MBA, mempunyai kenangan khusus tentang beberapa mantan
gurunya. Guru kimia saat itu, Pak Wendie, katanya, adalah sosok yang
paling di waspadai siswa saking galaknya. Guru yang asyik dan seru
adalah Pak Don almarhum yang mengajar matematika, dan Pak Herlan,
guru fisika. Sosok guru yang tidak marah padahal sering diusili siswa
adalah Ibu Ning, sementara guru yang berwibawa dan kebapakan
adalah Pak Warto. Saat itu,Guru yang paling suka mereka usili adalah
Bu Ning dan guru yang paling dianggap berwibawa adalah Pak Warto
yang memang sangat kebapakan. Pada saat itu, menurutnya, hubungan
antara guru dan siswa sangat akrab.
Namanya juga anak remaja, Pak Chris dan teman-teman pun banyak
melakukan kenakalan pada umumnya, seperti menyontek. Tidak jauh
berbeda dari teknik menyontek jaman sekarang, siswa ketika itu
menulis contekan di atas kertas kecil, digulung, dan disimpan di dalam
kaus kaki. Pada masa itu pula, Pak Chris mulai belajar merokok,
biasanya sembunyi-sembunyi merokok di dekat WC lapangan basket.

70 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

rubrik forum

DARI ALUMNI
SEKOLAH REGINA PACIS

Pak Chris dan teman-teman pernah berkelahi dengan siswa sekolah


lain. Mereka juga sering kebut-kebutan mobil di Taman Kencana
atau Jl. Sudirman. Soal pacaran, kenang Pak Chris sambil menahan
tawa, memegang tangan si dia saja sudah memerlukan keberanian
ekstra.
Bagi Pak Chris, Regina Pacis itu identik dengan: disiplin, kreatif, kualitas,
eksklusif dan berkesan. Untuk menegakkan kedisiplina, RP memiliki
peraturan yang cukup mengikat; mengembangkan daya kreativitas,
RP menciptakan suasana yang tepat untuk memotivas siswa agar
kreatif; berkualitas karena memiliki fasilitas yang lebih baik
dibandingkan sekolah lainnya. Untuk menjelaskan eksklusif, Pak
Chris mengangkat bahwa RP kurang melakukan kegiatan yang
membina hubungan sosial dengan sekolah lain, sehingga kelihatannya
RP sekolah eksklusif. Rangkuman semua itu menjadikan
pengalamannya bersekolah di SMA RP sangat berkesan.
Di akhir wawancara, Pak Chris menitipkan pesan bagi para siswa SMA
RP, Jadilah cita-cita dan impian sebagai pedoman hidup anda, karena
cita-citalah yang menggerakkan segalanya. Cita-cita itu akan
menjadi motivasi seseorang untuk menjalani hidupnya.

REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

71

rubrik forum

SEKOLAH

DARI ALUMNI
REGINA PACIS

TJANDRA WIBOWO
Alumnus 1985
Regina Pacis adalah titik awal saya melangkahkan kaki menuju titik
hari ini. Tidak ada pengalaman yang bisa memberikan begitu banyak
pelajaran informal berharga yang saya dapatkan kecuali dari
keluarga dan Regina Pacis (untuk pelajaran formal sudah dipastikan
RP tidak ada saingannya di Bogor, saat itu). Di Regina Pacis, saya
mulai memiliki kepercayaan diri. Mengawali sejumlah keberhasilan di
luar kelas tanpa gelar juara kelas. Masuk sepuluh besar pun tidak
pernah saya rasakan. Yang nyata adalah peringkat sepuluh besar
dari bawah justru sebenarnya membuat saya agak minder jika
disandingkan dengan teman-teman lainnya.
Adalah Kelompok llmiah Remaja KIRPAX sesungguhnya yang
membukakan diri saya sehingga dekat dengan dunia luar, dan bergaul
dengan teman-teman di luar SMA Regina Pacis (perkemahan ilmiah
remaja di Wonogiri, Bali, Jember, Cibubur, dan masih banyak lagi).
Hingga saat ini pun, kami masih memiliki relationship baik dengan
mantan anggota KIR dari sejumlah SMA saat itu. Tentunya saya tidak
bisa melepaskan kegiatan KIR saat itu dari sosok seorang guru killer
bernama PAK WENDIE. Suka atau tidak suka, saya harus mengucapkan
terima kasih atas bimbingannya (yang manfaatnya justru semakin
terasa setelah lebih dari 10 tahun).
Hal paling menarik yang pernah saya alami adalah saat saya mengikuti
Lomba Karya Ilmiah Remaja mewakili Regina Pacis Bogor. Jujur saya
katakan bahwa saat itu kalau boleh saya memilih, saya lebih tertarik
pada agenda liburan dibandingkan dengan harus berkutat di
laboratorium IPB, tempat saya melakukan penelitian bertajuk Kerang
sebagai Indikator Pencemaran Lingkungan Perairan. Tapi apa daya,
kebetulan ibu saya adalah seorang dosen IPB dan bapak saya adalah
seorang dokter (yang tentunya mereka mempunyai pandangan positif
terhadap LKIR), merekalah yang menjerumuskan saya untuk
berkenalan dengan pakar ilmu teknologi pangan dan gizi, FG Winarno.
Itulah awal aktivitas penelitian saya, yang kemudian menjadikan saya
Juara Pertama tingkat nasional LKIR LIPI-TVRI tahun 1984. Surprise
untuk saya yang sebenarnya adalah bukan siapa-siapa di SMA Regina
Pacis Bogor. Bahkan kemungkinan di mata guru-guru saat itu, saya
adalah seseorang yang bengal (pernah dihukum untuk ngepel aula
selama satu minggu oleh Pak Karno, kepala sekolah saat itu). Titik
inilah yang membuat kepercayaan diri saya mulai timbul, Ternyata
seorang Tjandra yang selalu speechless saat ulangan lisan di kelas,
dan Tjandra yang selalu deg-degan setiap kenaikan kelas karena takut
tinggal kelas, bisa jadi juara pertama tingkat nasional, hmmmm .....
Sejak itu kepercayaan diri saya semakin tumbuh, apalagi dengan
kesempatan bergaul dengan banyak teman. Saya semakin percaya
bahwa apa pun langkah yang diayunkan dengan penuh keyakinan,
kesuksesan akan senantiasa mendampinginya.

72 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

rubrik forum

DARI ALUMNI
SEKOLAH REGINA PACIS

Setahun kemudian, secara tidak sengaja saya menyandang 2 gelar


juara justru di bidang yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan
perkemahan ilmiah remaja atau kegiatan yang berbau laboratorium.
Di bidang yang sangat jauh dari keseharian saya yang serba
berantakan. Tidak ada seorang pun yang bisa mengerti (termasuk
orang tua saya) terhadap pilihan dewan juri dan pembaca majalah
Gadis, yang menobatkan saya menjad Puteri Remaja Gadis Lux,
sekaligus Puteri Favorit, dua gelar yang justru berasal dari scoring
teratas dewan juri, dan scoring teratas pilihan pembaca. Hmmm,
katanya sih, dari hasil wawancara dan scoring psikotes, saya termasuk
unggul, di samping saya memang memiliki kepribadian apa adanya.
Kembali, surprise yang tidak pernah saya bayangkan menyertai saya.
Ini terjadi pada saat yang bersamaan dengan pengumuman kelulusan
saya dari bangku SMA tahun 1985.
Selanjutnya, saya kuliah di IPB berkat hadiah LKIR, yang memberikan
tiket masuk ke perguruan tinggi negeri tanpa tes. Setelah tahun
pertama kuliah di IPB, saya dan teman-teman mewakili almamater di
ajang lomba penelitian tingkat perguruan tinggi dan memperoleh
peringkat ke dua untuk bidang IPA.
Pengalaman dan pelajaran yang saya dapatkan selama SMA memang
terus menjadi bekal yang sangat berharga dalam perjalanan hidup
saya. Saat ini, setelah saya memutuskan untuk mendirikan sebuah
Rumah Produksi dengan idealisme tersendiri, prestasi kembal
mengiringi.
Desember lalu, program acara PIJAR (saat ini masih ditayangkan di
SCTV setiap hari Sabtu, pukul 10.30 wib) meraih penghargaan di
tingkat ASIA sebagai The Best Social Awareness Television Program.
Waktu yang bersamaan, kam juga meraih penghargaan sebagai The
Best Documentary for Woman dari Jakarta International Film Festival.
Keberhasilan ini semua tidak terlepas dari perjalanan saya, saat saya
mulai melangkahkan kaki di titik awal, di SMA Regina Pacis, sampai
ke titik hari ini.
Selamat Ulang Tahun Emas SMA Regina Pacis Bogor
(..... saya tetap yakin, RP selalu melahirkan seseorang yang besar,
paling tidak bagi masing-masing individu yang pernah merasakah
kejam nya bersekolah di Regina Pacis Bogor.)

REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

73

rubrik forum

SEKOLAH

DARI ALUMNI
REGINA PACIS

FIRA BASUKI
Alumnus 1991
Writing novels is my passion, demikian tulis Dwifira Maharani
Basuki atau Fira Basuki dalam riwayat hidupnya. Dikenal sebagai
penulis trilogy Jendela-Jendela, Pintu, dan Atap, Fira telah
menerbitkan beberapa novel yang menjadi Best Seller dan telah
naik cetak berkali-kali, setiap kalinya hingga 5000 copy. Ibu dengan
satu anak ini memperoleh gelar Master di bidang Communication,
Public Relations dari Wichita State University (WSU), Kansas, USA.
Selama 4 tahun menjadi koresponden dan kontributor eksekutif di
Singapura untuk majalah Harpers Bazaar Jakarta, Fira saat ini
menjabat sebagai pemimpin redaksi majalah SPICE!. Berikut tulisan
Fira tentang SMA Regina Pacis, Bogor.
SMA REGINA PACIS, BOGORMY INSPIRATIONS
Oleh: Fira Basuki
Aku sampai di sini
suatu tempat yang aku yakini
di mana banyak orang mengagumi
dan mengatakan aku disegani.
Ada senyum membayangi
ketika mereka menanyakan soal jati diri
bagaimana aku di bentuk saat usia dini
hingga remaja dan mencari-cari.
SMA Regina Pacis, Bogor kucintai
harusnya semua tahu percaya diri
datangnya dari guru dan ilmu di sini
dan dari semua itu aku dimulai.
SMA Regina Pacis, Bogor. Mendengar nama itu atau mengenang nama
itu membuat saya tersenyum sendiri. Ada kerinduan, terutama
kebanggaan luar biasa.
Tidak heran jika kini, saya sebagai penulis, mengambil banyak tema
dan inspirasi kenangan SMA. Di trilogi novel, Jendela-Jendela, Pintu,
dan Atap, misalnya, tokohnya June bersekolah di SMA Regina Pacis,
Bogor. Di novel Biru (yang sedang negosiasi adaptasi ke film), ceritanya
berkisar 20 tahun reuni SMA Surya, yang lokasi dan detailnya inspirasi
saya ambil dari RP. Ada suasana sekolah yang disiplin tapi juga fun,
ada cerita seputar gedung kuno dan tradisi. Tidak lupa soal makanan:
mie Yungsin (Sahabat), Nyai Sabi, dan toge goreng.
Kapan semua prestasi dan cikal bakal saya sebagai penulis dan
pemimpin redaksi majalah dimulai? Tahun 1989, saya berhasil jadi

74 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

rubrik forum

DARI ALUMNI
SEKOLAH REGINA PACIS

salah satu pemenang lomba penulisan pendek (cerpen) nasional yang


diadakan oleh majalah Gadis dengan juri Putu Wijaya. Dari 7000-an
peserta, saya pemenang harapan! Pemenang pertama dan kedua tidak
ada. Wah, bangga juga, namanya juga baru pertama kali.
Bakat menulis saya tercium oleh Pak Wendy, waktu itu guru kimia dan
pembina KIRPAX. Saya dipaksa ikutan lomba-lomba menulis lain yang
cangkupannya lebih luas. Bukan itu saja, selain lomba menulis fiksi,
saya ditempa untuk bisa menulis karya-karya ilmiah, yang
membutuhkan pendalaman dan wawancara, serta survei di lapangan.
Hasilnya? (Selain curi-curi ijin keluar kelas demi penelitian saat
pelajaran membosankan dan mengajak teman-teman membolos untuk
membantu menyusun tulisan- hehehe, sebuah pengakuan). Saya
berhasil meraih beberapa gelar juara menulis. Dari lomba karya ilmiah
yang diadakan majalah bergengsi seperti Tempo, instansi pemerintah
seperti LIPI, bahkan juga universitas seperti Universitas Indonesia.
Selain Pak Wendy, guru lain yang menyemangati saya terutama, pak
Moer (almarhum), juga terutama Pak Flor Soetrisno (yang tidak segan
mengundang saya ke rumah beliau untuk diskusi).
Namun prestasi bukan cuma melulu urusan SMA RP. Segala hal yang
fun atau kegiatan yang mendukung gejolak remaja juga banyak
diadakan. Saya bersahabat dengan 5 orang, kami berenam menyebut
diri JEPRET (singkatan panggilan nama anggotanya: Yuni, Gracy, Fira,
Ria, Eghie, dan Wiwik), dan kami sering pergi bersama-sama
membentuk bonding sisters. Saya juga ikut pramuka, dan saya ingat
selain urusan kegiatan, saya sering naik gunung dan bergaul dengan
masyarakat luas. Ini modal saya di hari ke depan dalam berkomunikasi
secara luas. Juga mengenal istilah: work hard, play hard.
Berhasil masuk universitas negeri (Universitas Indonesia-Antropologi)
juga sebuah kebanggaan, walaupun saya lalu mentransfer kuliah saya
ke luar negeri. Semua ini, jika saya mengingatkan, berakar pada
pendidikan SMA. Bukankah mereka bilang, masa remaja itu masa
pembentukan diri? Nostalgia SMA Regina Pacis Bogor saya, sungguh
berkesan dan tak terlupakan! Terima kasih guru-guru, teman-teman,
terima kasih SMA Regina Pacis-ku!
Hari bergulir
musim berganti
angin mendesir
jangan sampai membawa kabar sepi...

REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

75

rubrik forum

SEKOLAH

DARI ALUMNI
REGINA PACIS

ANGKATAN 1998
Bagi angkatan 98, pengalaman yang paling berkesan di SMU Regina
Pacis adalah timbulnya perseteruan antara golongan IPA dan IPS
dengan provokator Yohanes Yulianto, yang akrab dipanggil Cabe.
Konflik berkelanjutan ini diakibatkan adanya pernyataan sepihak yang
dikeluarkan oleh Guru Matematika yang mengklaim bahwa anak2anak
IPS tidak bisa berhitung. Siapa yang tidak panas coba?!
Apalagi ketika kemudian diadakannya LIGA RECIS. Banyak siswa-siswa
sepakat untuk bolos pelajaran komputer, yang diadakan pada sore
hari, demi menonton pertandingan. Gara-gara ini, siswa kemudian
dihukum mengepel lantai ruang komputer oleh Ibu Ade, guru
computer, yang tentu saja marah besar. Padahal Ibu Ade termasuk
guru yang sangat baik hati.
Ada lagi cerita konyol sekaligus menyakitkan yang dialami angkatan
yang tidak mendapatkan OSPEK ini. Ketika diadakan acara di Ancol
Jakarta, kelas 1 dan 2 diperbolehkan pulang pagi, sedangkan kelas 3
tidak. Anak 3 IPS 3 nekad ikut pulang pagi meskipun ada pelajaran
PPKN dari Pak Dicky. Gara-gara itu, waktu pembagian rapor, seluruh
kelas diberi nilai 6. Sementara itu, nilai yang dianggap paling susah
dicapai untuk anak IPA jaman itu adalah Matematika yang diajar oleh
Pak Sunu.
Guru favorit anak IPS adalah Bu Ning, karena dianggap asyik dan top
abis. Mereka juga menyukai Pak Daniel yang baik. Sementara itu
untuk anak IPA, adalah Bu Sis dan Pak Bayu. Sementara Bu Hotmia
adalah guru favorit bagi kedua anak jurusan tersebut.
Angkatan mereka juga pernah membuat majalah SPEED milik kelas
2-6 yang kalau dilihat secara sekilas mirip majalah resmi RECIPROC.
Rubrik yang paling populer di majalah itu adalah Dari Untuk (DU) dan
menjadi sumber penghasilan SPEED karena ada biaya yang dikenakan
untuk setiap pesan yang dikirim.
Adalagi pendirian caf kelas saat istirahat jam pelajaran. Para siswa
mengubah suasana kelas menjadi seperti caf lalu mulai berjualan di
situ.
Cerita lainnya dari angkatan ini adalah pensiunnya Pak Mantri dan
juga diberhentikannya program Live-in yang dipelopori oleh Bapak
Imam Supeno karena alasan ekonomi.
Pesan mereka pada anak SMU Regina Pacis sekarang adalah: Jagalah
terus rasa persaudaraan di antara sesama siswa RP.

76 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

rubrik forum

DARI SISWA
SEKOLAH REGINA PACIS

MICHAEL ADRIAN
Alumnus 2005
Namanya akhir-akhir ini sering didengar melalui berita di berbagai media
massa. Ia disorot karena prestasinya sebagai salah satu putra bangsa
yang berhasil meraih medali emas dalam Olimpiade Fisika Asia, di
Pekanbaru, Riau Mei 2005 lalu. Belum lama ini pun dia berhasil menggondol
pulang medali perunggu dalam Olimpiade Fisika Internasional di Salamanca,
Spanyol, Juli 2005. Michael Adrian ternyata adalah alumnus SMA Regina
Pacis Bogor tahun angkatan 2004/2005.
Putra sulung pasangan Arianto Halim-Lena Maryana, tinggal di wilayah
Cibinong, tepatnya kompleks Permata Palem blok E no. 30 ini, mulai
bersekolah di Recis ketika menginjak SMA. Sebagai seorang juara di
bidang fisika, Michael sama sekali tidak bertampang cupu, yang
berkacamata dan serba apik serta serius. Pria yang dikenal akrab temantemannya dengan panggilan Mekong ini justru senang bercanda dan santai.
Bahkan ketika ditanya tentang kursus yang diikutinya, Mekang menjawab,
Buat apa les? Lebih baik tidur di rumah.
Menurut Mekong, adalah para guru di sekolah, khususnya Pak Endar dan
Pak Mara keduanya guru fisika di SMA Regina Pacis, telah berjasa membina
dan mengembangkan kepiawaiannya di bidang ini. Selain itu, ia banyak
memperoleh dukungan Bernard Ricardo, kakak kelasnya yang juga alumnus
Recis Fisika. Nama terakhir ini adalah juga telah memperkuat Indonesia
dalam kompetisi Fisika, dan berhasil meraih medali emas pada tahun 2004.
Sayangnya, Bernard Ricardo tidak dapat dihubungi untuk wawancara oleh
Tim Penulis.
Ketika ditanya tentang guru favoritnya, Mekong menyebutkan nama Ibu
Wida, guru biologi, di kelas 3. Guru ini ternyata meninggalkan kesan yang
mendalam, karena berkat Ibu Wida ia menjadi tertarik akan pelajaran biologi
dan menyukainya.
Rupanya Mekong memang merupakan sosok siswa yang pandai. Bukan
hanya di bidang Fisika ia berhasil, ia seringkali meraih peringkat di kelasnya.
Bahkan setelah ia dikarantina untuk persiapan kompetisi, dimana ia sama
sekali tidak dapat mengikuti kegiatan belajar di sekolah, ia tetap berhasil
meraih peringkat ke 2. Hebat bukan?? Ia pun aktif di kegiatan Kelompok
Ilmiah Remaja, dan pernah menjabat sebagai Ketua Fisika divisi Fis-El (Fisika
Elektro). Semuanya itu tidak menghambatnya untuk membina hubungan
dekat dengan seorang gadis, yang juga teman seangkatannya.
Ketika ditanya tentang rahasia sukses dalam pelajaran fisika, Mekong
memberikan kiatnya. Jangan membenci fisika. Untuk belajar sesuatu, sejak
awal kita harus menyukai pelajarannya, baru kita bisa menguasainya. Banyak
sekali pengalaman yang diperolehnya selama bersekolah di SMA Regina
Pacis Bogor ini. Pengalaman yang secara jelas telah membantunya dalam
pengembangan diri serta prestasi. Regina Pacis Bogor adalah sekolah
terbagus yang pernah saya alami, ujarnya.

REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

77

rubrik forum

DARI SISWA
SEKOLAH REGINA PACIS

EUGENIA PUTRI STEDERI


Ketua OSIS periode 2003 2004
Gadis bertubuh jangkung ini akrab dikenal dengan panggilan Uthie.
Uthie menggambarkan SMA RP dengan tiga kata: ASIK, GAUL, BAIK.
Ketiga kata yang mencerminkan jiwa remaja saat ini. Menurut ketua
OSIS periode 2003 2004 ini, satu-satunya hal yang membuat masa
SMA agak berat, menurutnya, adalah, Tugas yang banyak dan
ulangan-ulangan yang ... WOW. Maksudnya tentu ulanganulangan yang diberikan selalu sulit.
Bagi Uthie kegiatan ekstra-kurikuler yang tersedia bagi siswa SMA
RP cukup banyak, bagus dan beragam. Sayangnya, fasilitas untuk
kegiatan siswa tersebut kurang memadai. Contohnya, dengan
hilangnya lapangan olah-raga/upacara, hanya ada satu lapangan yang
tersedia. Itu pun sifatnya multi-fungsi, termasuk untuk aula, sehingga
sulit menjadi tempat berolah-raga sepak bola. Uthie pun mengangkat
bahwa piranti komputer yang ada untuk pelajaran komputer pun sudah
agak ketinggalan jaman. Wastafel yang selalu mampet di dalam WC
yang sebenarnya cukup bersih (yang terakhir ini mungkin juga karena
siswa yang menggunakan tidak bisa merawatnya?).
Selain itu, gadis penggemar olah raga basket ini juga berkomentar
soal peralatan band sekolah. Menurutnya, mengingat ada banyak
jumlah grup band yang ada di sekolah ini, serta mengingat seringnya
sekolah mengadakan pesta (Natal, kemerdekaan, dan lain-lain),
sekolah semestinya menyediakan peralatan band yang baik. Hal ini
akan menghemat biaya karena tidak perlu lagi menyewa peralatan
band dari luar.
Uthie merasa telah mendapat banyak manfaat dari tugas-tugasnya
sebagai Ketua OSIS SMA RP. Ia telah memperoleh kesempatan
mengembangkan kemampuan memimpin suatu organisasi, termasuk
menggalang siswa dalam penyelenggaraan pesta seni atau PENSI.
Satu pesan Uthie kepada SMA tercintanya, Peraturan agar dibuat
sejelas mungkin sehingga tidak membuat siswa bingung.

78 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

rubrik forum

DARI SISWA
SEKOLAH REGINA PACIS

DARREN PERDANA
Ketua OSIS periode 2004 2005
Bagi Darren, bersekolah di SMA Regina Pacis merupakan suatu
kegembiraan tersendiri. Suasana tertib dan disiplin, peraturan yang
ketat, dan ritme kegiatan belajar mengajar yang tinggi, sekolah ini
tidak membuat siswa-siswinya kaku. Justru sebaliknya, para siswasiswi SMA RP asyik dalam pergaulan.
Sebagai ketua OSIS, Darren mau tidak mau sering harus berhadapan
langsung dengan Bapak Dwi Sunu, kepala sekolah SMA RP. Ia
seringkali harus mengajukan proposal kegiatan dan harus melalui
proses yang tidak mudah untuk memperoleh persetujuan Pak Sunu.
Dilihat dari kacamata yang berbeda, sikap Pak Sunu sering dianggap
mengekang kebebasan siswa untuk berkreasi. Tetapi, secara positif
Darren menanggapinya sebagai keinginan Pak Sunu untuk melatih
siswanya untuk tidak mengerjakan sesuatu secara asal-asalan.
Siswa kelahiran Oktober 1988 ini dengan bangga menekankan
meskipun harus melalui kerikil-kerikil kecil tersebut, setiap kegiatan
OSIS yang dijalankannya sejauh ini termasuk berhasil. Satu harapannya
terhadap suster, kepala sekolah, para guru, serta rekan-rekan
siswanya agar memberikan dukungan yang lebih besar terhadap upaya
OSIS.
Siswa yang bercita-cita menjadi dokter ini mengharapkan ketenaran
SMA RP tidak terbatas pada tingkat lokal saja, melainkan hingga
tingkat nasional, maupun internasional. Menurutnya, kualitas SMA
RP sebenarnya hanya pada tingkat stabil. Artinya tidak ada
peningkatan prestasi yang cukup signifikan, karena prestasi itu
dicapai hanya oleh segelintir siswa yang memang cemerlang. Untuk
itu, Darren mengharapkan agar kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler
yang tidak aktif lagi digiatkan kembali. Juga, agar fasilitas yang ada
ditingkatkan baik dari segi mutu dan jumlah.
Itulah harapan sang Ketua OSIS yang tentunya mewakili harapan siswa
SMA RP pada umumnya.

REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

79

kolom kita

P EMBINAAN

P RAMUKA DI RP:
K ARAKTER P RIBADI

A. PRABA DRIJARKARA

aya masuk Pramuka sebagai Siaga, yaitu pada waktu saya duduk di
kelas 2 SD Regina Pacis Bogor. Latihan Pramuka diadakan
setiap hari Jumat sore jam 14 hingga 17. Latihan diisi dengan
berbagai kegiatan seperti belajar tali-temali, belajar komunikasi dengan
sandi, memasak, pertolong pertama pada kecelakaan (P3K), menyanyi
dan tentu saja melakukan berbagai permainan. Lalu ada kegiatan
penjelajahan (hiking) dan perkemahan, mulai dari perkemahan SabtuMinggu (Persami), hingga perkemahan yang lebih panjang pada masa
liburan.
Setelah masuk SMP, saya naik tingkat ke Penggalang. Kegiatan di
Penggalang jauh lebih bervariasi daripada Siaga. Bahkan bisa dibilang
masa paling mengasyikkan sebagai Pramuka adalah pada masa
Penggalang. Setelah masuk SMA, saya pun meninggalkan Penggalang
dan menjadi Penegak. Berdasarkan pengalaman 10 tahun aktif di
Pramuka, saya ingin berbagi pandangan mengenai manfaat kegiatan
kepramukaan.

Disiplin dan tanggung-jawab diri


diri.

Ada dua hal di


Pramuka yang membantu terbentuknya kedisiplinan pada diri saya, yaitu
pelajaran baris-berbaris dan peraturan untuk membawa perlengkapan
pribadi.
Kegiatan baris-berbaris sepintas kelihatan seperti kegiatan yang berbau
militeristik dan tidak ada kaitannya dengan kegiatan sehari-hari sebagai
anggota masyarakat sipil. Dalam baris-berbaris kami diajar untuk
melakukan gerakan-gerakan dan langkah-langkah dengan cara tertentu,
jadi bukan sembarang melangkah atau bergerak. Untuk mencapai
kesamaan gerak dengan semua anggota regu diperlukan disiplin yang
kuat. Inilah sebenarnya yang ditanamkan dalam kegiatan ini.
Satu hal lainnya yang melatih saya berdisiplin adalah peraturan untuk
selalu membawa perlengkapan pribadi, khususnya pada masa Siaga.
Pada setiap latihan Siaga, kami harus membawa perlengkapan misalnya
alat tulis, buku catatan, tali pramuka, peniti, amplop dan lain-lain yang
saya sudah tidak ingat. Pada awalnya benda-benda tersebut boleh
dibawa dalam tas kecil (atau kaleng coklat yang banyak digunakan
teman lainnya). Tapi kemudian peraturan diubah: tidak boleh
menggunakan tas atau kaleng; jadi semua perlengkapan harus
dimasukkan di saku baju atau celana, atau digantung terikat di
pinggang. Setiap upacara pembukaan latihan selesai, perlengkapan kami
diperiksa. Yang perlengkapannya tidak lengkap mendapat hukuman,
mulai dari push-up atau squat-jump hingga dimasukkan ke lubang
semut.
Sekilas peraturan tersebut terlihat aneh; apa gunanya membawa
barang-barang yang belum tentu akan dipakai dalam latihan? Dan
mengapa tidak boleh menggunakan tas? Justru disinilah ditanamkan
semboyan Pandu Sedunia yang paling terkenal: Be Prepared. Kami
dilatihn untuk selalu siap sedia menghadapi berbagai keadaan, dan
untuk itu kami perlu membawa beberapa peralatan dasar, yang tidak
memberatkan atau merepotkan.

80 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

kolom kita

P EMBINAAN

P RAMUKA DI RP:
K ARAKTER P RIBADI

A. PRABA DRIJARKARA

Kepemimpinan dan kerja sama.

Pengelompokan anggota Pramuka dalam regu-regu (atau barung ketika Siaga)


mendorong setiap anggota untuk belajar bekerja sama dengan
anggota regunya masing-masing. Selain itu, beberapa anggota juga
mendapat kesempatan untuk memimpin regu. Jadi sejak dini kami
sudah diajar dasar-dasar berorganisasi dan bermasyarakat.

Semangat juang dan fairness


fairness..

Adanya persaingan dengan regu-regu lain dalam perlombaan atau permainan


juga memupuk semangat juang untuk selalu bertarung meraih
kemenangan atau keunggulan. Namun di sisi lain, kami juga dilatih
untuk menerima kekalahan atau hukuman jika melanggar peraturan.
Jadi tidak sekedar menang dengan menghalalkan segala cara,
melainkan berjuang di jalur yang benar sesuai peraturan yang ada.

Kesetiakawanan.

Dalam kegiatan perkemahan atau


penjelajahan, kadang-kadang ada rekan yang lebih lemah atau
kurang trampil sehingga tertinggal. Di sini justru muncul rasa
tanggung-jawab untuk membantu mereka, bukan meninggalkan
atau mengalahkannya.

Cinta lingkungan.

Ada suatu acara yang selalu


dilakukan di akhir suatu kegiatan, yaitu operasi semut. Ini
dilakukan dengan membentuk satu barisan lurus, lalu bersama-sama
menyisir lapangan atau ruangan yang baru saja dipakai dan
memungut segalah sampah yang ditemukan. Hal ini merupakan
penjabaran salah satu sifat dasar Pramuka yaitu cinta alam dan
lingkungan sekitarnya. Cinta alam bukan sekedar diterjemahkan
sebagai kegiatan di alam bebas seperti perkemahan dan penjelajahan, namun juga tanggung-jawab dalam memelihara kelestariannya. Lebih jauh lagi, aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari
adalah selalu menjaga keserasian dengan lingkungan, baik
lingkungan alam maupun lingkungan masyarakat.

Kecerdasan motorik.

Kegiatan baris-berbaris, tali-temali, membuat prakarya, bahkan


menjahit yang diajarkan sejak Siaga sangat membantu dalam meningkatan ketrampilan motorik
sejak usia dini. Tentu di masa yang akan datang ini akan bermanfaat dalam mempelajari berbagai
ketrampilan yang berguna bagi kehidupan.

Wadah penggalian dan pengembangan bakat.

Masih banyak aspek


pendidikan yang diberikan oleh kegiatan kepramukaan yang belum saya sampaikan di sini. Ibarat
pemeo, Anda harus mengalaminya sendiri untuk dapat memahaminya. Namun dapat saya
simpulkan bahwa kegiatan kepramukaan memberikan manfaat yang sangat besar dalam
pendidikan anak dan remaja untuk menggali dan mengembangkan bakat-bakat mereka, untuk
menjadi manusia dewasa yang mandiri dan berguna bagi masyarakat.
Alumnus SMA RP, lulus tahun 1990
Sekarang menjabat Kepala Subbidang Metrologi Panjang di Puslit KIM-LIPI
(Pusat Penelitian Kalibrasi, Instrumentasi dan Metrologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)

REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

81

Foto Dokumentasi Regina Pacis Bogor

kolom kita

emuanya berawal
ketika X memasuki
kamar kecil yang
berada di lantai 1
gedung baru SMP RP.
Kamar kecil itu berada tepat di
samping kantin yang digunakan
bersama. Diterangi lampu yang
temaram, X merasakan sesuatu
yang lain. Ia memandangi
keseluruhan ruangan itu. Tidak
ada apa-apa. Tapi ketika ia
menundukkan kepalanya Ia
melihat seonggok kepala tanpa
tubuh di lantai kamar kecil itu.
Langsung saja X berteriak
sekeras mungkin lalu lari
tunggang langgang keluar dari
ruangan itu.

Ada lagi cerita mengenai arwah


gentayangan yang berada di
salah satu ruangan kelas di
SMA RP ini. Konon katanya
setiap kali siswa-siswi berfoto
di ruangan kelas ini, foto yang
diambil tidak pernah terfokus.
Seperti ada sekelebat
bayangan yang menutupinya.
Kalau anda pernah
mengalaminya sendiri tentu
Anda tahu ruangan kelas man
yang kami maksud. Sebagai
petunjuk, kelas ini berada di
lantai tiga SMA RP. Katanya si
arwah tidak suka kalau ada
yang berfoto di tempatnya.
Entah darimana asal muasal
arwah tersebut.

Mungkin Anda yang bersekolah


di RP sekitar akhir 70 awal 80
pernah mendengar cerita hantu
di atas. Cerita mengenai kepala
sorang suster tanpa kepala.
Cerita ini merupakan cerita
yang digosipkan menjadi asal
muasal ditutupnya kamar kecil
di dekat kantin. Tapi
sebenarnya tidak ada yang
tahu, apakah kepala suster itu
memang ada atau sebatas
khayalan.

Cerita hantu yang paling santer


terdengar adalah yang
berlokasi di tangga sebelah
ruang serbaguna lantai 1. Di
sana memang gelap, ditambah
lagi terdapat dua WC dengan
penerangan yang memang bisa
dikategorikan seram. Apalagi
bila sedang diadakan Perayaan
Ekaristi Malam Paskah dan
Natal. Gosip ini bertambah
semarak karena tangga ini
sudah tidak lagi difungsikan.
Entah kenapa, mungkin karena
tangga ini dinilai dapat menjadi
akses mudah bagi siswa untuk
bersembunyi jika sedang ingin
membolos mata pelajaran.

Sebelum memasuki era 80an


kebanyakan dari narasumber
kami mengaku tidak pernah
mendengar satu kabar pun
mengenai hantu yang
bersemayam di lingkungan
sekolah Regina pacis ini. Tapi
entah kenapa belakangan
kemudian cerita mengenai
hantu menjadi sesuatu yang
menarik untuk diperbincangkan
di kalangan siswa. Mungkin ini
yang menjadi daya tarik masa
kini.

G HOST

RECIS
S TORY

mengarang sesuatu yang


menarik mengenai tempat itu.
Dikisahkan oleh seseorang
kalau hari telah malam, dari arah
lapangan depan kapel sering
terdengar suara orang
menyapu. Gemerisik sampah
dedaunan yang disapu terasa
begitu nyata. Akan tetapi
setelah ditegur ternyata tidak
ada orang sama sekali. Hiy
membayangkannya saja sudah
bergidik, apalagi kalau sampai
mengalami sendiri. Cerita ini
berakar dari seorang petugas
kebersihan yang pernah
bekerja di lingkungan sekolah
Regina Pacis. Beliau adalah
seorang pekerja yang
tergolong rajin. Tapi entah
kenapa, suatu ketika Bapak ini
meninggal. Kata narasumber
kami, sih, kemungkinan suara
yang didengarnya itu
merupakan arwah Bapak
petugas kebersihan yang masih
bergentayangan di sekolah ini.
Mungkin, itu bukti cintanya
yang mendalam terhadap
pekerjaannya di RP.

Lain lagi cerita mengenai hantu


yang berada di sekitar kapel
Regina Pacis. Kok bisa-bisanya,
ya, muncul cerita berhantu di
bangunan yang dapat
dikatakan sebagai tempat
bersemayamnya Tuhan? Tapi,
ya, yang namanya bangunan
berumur, para siswa tentu suka

REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

83

kolom kita

P ALANG M ERAH R EMAJA


(PMR)

Di awal tahun ajaran baru 1985-1986, Ibu Darsini dengan lincah keluar
masuk seluruh kelas 2 mengumumkan penerimaan anggota baru
Korps Sukarela (KSR) Palang Merah Indonesia cabang kodya Bogor.
Katanya bagi yang ingin bekerja sosial dan bergabung dengan PMI,
boleh mendaftarkan diri langsung ke sekretariat KSR di markas PMI
pusat. Alhasil mendaftarlah Isaac, Eko Elmartos, Hermawan dan Aletta.
Selama menjalani pelatihan sebagai anggota KSR, keempatnya
bersepakat mendirikan Palang Merah Remaja (PMR) SMA Regina Pacis.
Saat itu, PMR yang sudah menjamur diberbagai SMP dan SMA memang
belum hadir di Regina Pacis. Ibu Darsini sebagai pembina, dan keempat
KSR pertama Regina Pacis yang menjadi pelatih.
Ditahun pertamanya, PMR SMA Regina Pacis yang beranggotakan
beberapa puluh siswa kelas 1 dan 2, langsung aktif berpartisipasi
dalam berbagai kegiatan tingkat kodya Bogor seperti bulan dana PMI,
bakti sosial pembagian susu dan Jumbara kemah 1 malam PMR seBogor. Tak ketinggalan mengikuti cerdas cermat dan pertandingan
PMR tingkat Jawa Barat. Tentu saja tujuan utamanya bukan meraih
kemenangan, namun sekedar mengikrarkan keberadaan PMR Regina
Pacis di kancah per-PMR-an Indonesia.
Tahun berganti, pelantikan angkatan ke-2 dibarengi dengan serah
terima kepemimpinan kepada Hendra selaku ketua baru. Acara yang
berlangsung di perkemahan Cijeruk, sempat diwarnai dengan petaka:
saat jalan malam perorangan, beberapa peserta tidak berhasil kembali
ke perkemahan. Panitia yang hanya terdiri dari 7 KSR kekurangan
SDM dan peralatan untuk melakukan pencarian. Detik dan menit
berlalu mencekam, panitia panik berat apa yang menimpa masingmasing yang hilang itu? Akankah mereka selamat?. Para peserta yang
dibiarkan duduk menundukkan kepala di lapangan tanpa boleh
bergerak ataupun bersuara, samar-samar menyimak kasak-kusuk
panitia mereka ulang rute pos ke pos mencoba menemukan titik awal
anak-anak itu salah jalur dan mencari solusi menemukan kembali
ketiganya.
Saat tiba-tiba 3 anak hilang ini muncul bersamaan (ternyata saat
tersesat mereka saling menemukan dan berupaya mencari jalan balik
bersama-sama), panitia memutuskan melanjutkan skenario acara
dengan perubahan kecil. Panitia pura-pura terbagi atas 2 kubu, yaitu
KSR asal Regina Pacis dan KSR non Regina Pacis, yang perang mulut
saling menyalahkan atas apa yang telah terjadi. Drama berlangsung
mulus atas dukungan kondisi emosional yang demikian menunjang,
panitia memang saling kesal beneran. Drama ditutup dengan
melempar kesalahan pada para peserta, dan nasehat panjang lebar
agar mereka berupaya lebih baik demi PMR Regina Pacis. Tanpa
disangka, para peserta putri mulai menangis dan akhirnya tanpa
terkendali menjadi bertangisan. Untung matahari mulai bersinar, dan
suasana haru pupus dengan pelukan kebersamaan antara seluruh
panitia dan peserta. Semuanya berjanji berbuat yang terbaik demi
PMR Regina Pacis.

84 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

kolom kita

P ALANG M ERAH R EMAJA


(PMR)

Ternyata setelah dilacak, yang mulai menangis adalah Ani. Sebenarnya


dia menangis bukan karena haru dinasehati, tetapi mendengar Aletta
bertanya ransel gue mana?. Ani menyangka panitia pada mau
meninggalkan perkemahan, dan panik membayangkan mereka
ditinggalkan begitu saja. Padahal Aletta mencari ransel karena lapar
dan ingin makan beng-beng.
Setelah perkemahan itu, PMR Regina Pacis makin solid dan mantap
mengayunkan langkah. Tanpa terasa 20 tahun sudah, berkarya dan
berjaya.
Pernah bergabung di PMR? Jangan ragu untuk bergabung kembali
dan menjadikan PMR Regina Pacis terbaik dari segala yang pernah
ada.***

REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005 I

85

gelak tawa alumni


Kenangan demi kenangan kita alami dalam setiap menit dalam hidup kita dan
selalu meninggalkan suatu kesan yang unik yang tak pernah terlupakan.
Begitu pula halnya dengan rekan-rekan kita di bawah ini:

SEKAR SARI PRAWIRA (DOPI)


Alumnus 1984
Pada waktu itu halaman sekolah SMA Regina Pacis rimbun dengan
pohon buah-buahan. Ada pohon alpukat dan pohon rambutan. Semua
murid-murid pasti sangat menantikan di saat pohon tersebut berbuah.
Tak ada kecualinya dengan saya. Setiap hari saya selalu menunggu
dan memandangi pohon-pohon tersebut kali aja ada buahnya.
Bayangan akan nikmatnya buah-buah tersebut selalu terbersit dalam
benak saya. Hingga suatu hari, masa panen yang dinantikan pun tiba.
Pada saat itu pohon rambutan sedang berbuah dengan lebat, timbullah
niat iseng saya. Kemudian saya berencana akan menikmati rambutan
tersebut saat jam istirahat ehmm nyam.. nyam asyik
Tepat jam istirahat, saya berdiri di bawah pohon rambutan dan bersiapsiap untuk memetik ranting yang paling pendek dan buah yang lebat.
Kebetulan Pak Sumantri berdiri juga dekat pohon tersebut. Tentu saja
kesempatan ini tidak saya lewatkan begitu saja, dan saya minta tolong
pada beliau untuk memata-matai situasi, takut-takut kalau Bapak
Kepala Sekolah keluar dari kantornya, dan ternyata beliau
menyanggupi. Kemudian saya mulai menarik dahan rambutan dan
siap memetik buahnya.
Tiba-tiba .
Bapak Kepala Sekolah melotot sambil menegur, Belum pernah makan
buah rambutan, ya ?????!!!!! Kontan saya langsung melonjak, dunia ini
seperti mau runtuh saja. Saya kaget setengah mati, dan sambil
celingak celinguk melihat keadaan sekitar sambil mencari sosok pria
yang tadi menyetujui permintaan saya. Perasaan dongkol, kesel, sebal
semua menyatu dalam hati. Siapa yang tidak dongkol?! Kemana beliau
menghilang?? Ternyata beliau lagi ngeloyor masuk ke ruang guru
dengan senyum yang mengembang di wajahnya untunglah bel tanda
selesai istirahat sudah berbunyi. Saya cepat-cepat lari masuk ke kelas.
Ah dasar, hari yang apes

86 I REGINA PACIS VOLUME 1 TAHUN 2005

gelak tawa alumni


FANDA BERLINA RASJID (DAPnG)
Alumnus 1985
Pada waktu kelas dua SMA (tahun 1983), saya masuk kelas II IPA 2
dengan wali kelas Bapak Imam Supeno (guru Kesenian/Menggambar
waktu itu). Menjelang kenaikan kelas, seperti tahun-tahun
sebelumnya, murid-murid kelas I dan II diminta untuk mengisi acara
kesenian dalam acara perpisahan kelas III. Kelas kami ingin
mempersembahkan yang lain daripada yang lain, dan melibatkan
seluruh anggota kelas, tanpa kecuali.
Dengan ide awal yang datang dari Posma Hutasoit, kami mengelar
Fashion Show dengan busana yang digunakan seharian dan di
lingkungan Sekolah. Gayanya sih dibikin kocak . jadi busananya
ada: Busana Malam (kostum ronda), Busana Tidur (piyama), Busana
Mandi (kimono, handuk), Busana Sekolah (seragam, dengan gaya anak
TK lengkap dengan saputangan yang dipenitikan di baju), Busana
Praktikum (jas lab dengan membawa boneka kelinci dan gergaji,
celemek untuk praktek masak), Busana Piknik dan Busana Punk.
Pembagian jenis kostum diusahakan seadil-adilnya. Caranya? Menurut
nomor urut absen. Misalnya nomor 1 sampai dengan 4 memeragakan
Busana Malam, dan seterusnya sampai nomor absen terakhir. Oki
(Idayanti Sudiro) yang bertugas menjadi pembawa acara karena
memang suara dia bagus/enak didengar, dan kami berlenggaklenggok di atas catwalk diiringi lagu Stayin Alive-nya Bee Gees.
Memang sangat berkesan karena Fashion Show itu melibatkan semua
anggota kelas, yang pendiam dan kutu buku sekalipun. Begitulah
kompaknya kelas II IPA 2 dulu.
Yang tak kalah berkesan pula pada saat pengumuman kelulusan SMA.
Saya ingat betul tanggalnya 30 April 1985. Pengumuman kelulusan
sekaligus Perpisahan kelas III. Seperti tradisi biasanya anak-anak
kelas III tidak mengisi acara, melainkan hanya menjadi penonton saja.
Tetapi, sebelum acara selesai, satu per satu kawan-kawan jatuh sakit,
muntah-muntah. Ada yang mulai muntah-muntah saat masih di sekolah,
ada juga yang sakitnya setelah sampai di rumah, seperti saya sendiri.
Selidik punya selidik, ternyata konsumsi yang dibagikan hari itu (baca:
kue soes) kondisinya sudah tidak baik. Hampir satu sekolah
keracunan kue soes tersebut. Rumah sakit di Bogor (saat itu baru
ada PMI dan Karya Bakti) penuh terisi oleh murid, guru, keluarga,
atau tetangga SMA RP. Saking banyaknya korban, hari itu kami kenang
dengan nama HARMUNAS . (HARi MUNtah NASional).

BUKU KENANGAN 50 TAHUN REGINA PACIS I

87

SUSUNAN PANITIA
SEKOLAH

HUT EMAS
REGINA PACIS BOGOR

Pelindung
Penasehat

: Sr. E.M. Cecilia Hartati, FMM, SPd


Drs. C. Dwi Sunu Subroto
: Ir. Hasjrul Harahap, M.M.
Yosef Sumantri
A.Y. Suwarto
Prof. Dr. Fawzia Aswin Hadis 59
H. Sjafei Bratasenjaya 61
Marzuki Darusman SH 63
Jend. (Pol.) Drs. Rusdihardjo 64
Rudi Harsatanaya 69
Robert Wowor, OFM 77

TIM PENGARAH
Ketua
: Prof. Dr. Ir. Suminar S. A, MSc. 66
Bendahara
: Ariesty Margaretha B., Ir. Arsitek
(Gwat Liang) 66
Anggota
: Tetje Jusdi 61
Kicky Susanto 66
Lenny Mukidjam 66
Sonia Susanto 67
R.H. Judistira Sutaprawira, B.A. 67
Amie Ratu Siti Aminah 69
TIM PELAKSANA
Ketua
: Anang Gunawan 84
Sekretaris I
: M.R. Astuty
Sekretaris II
: Masrina Sitepu
Sekretariat
: Undang Rumdana 66
Janto Pramoedji 70
Baso Dharmawan 87
Wandi Haryadi 99
Lora Tunggal 00
Veronica Eriana Dwiyanti 00
Julius Dimas T.N. 01
Maria Utami
Acara

: Aletta Leswara 87
(Koordinator)
Bazaar Lomba : Magdalena Rumawas 90
Pembukaan
: Sekolah RP para guru dan siswa
Career Day
: Patricia Bachtiar 83
Pameran
: Hendra 89
OSIS SMA
Seminar
: Erna Erlanwaty 84
Pentas Seni
: OSIS SMA
Reuni
: Ruliana Abidin 97
Buku
: Sofyan Sibarani 93
Umum
Dana

: Kusnanda Supriatna 85
(Koordinator)
: Lenny Mukidjam 66

Publikasi/Humas
: Itje Sri Rejeki 71
Darmadi A.W. 69
Datje Ahmad 67
Sponsor/Bazaar
: Andi Tanudiredja 87
: Ariyuswanto 92
Konsumsi

: Andini 88

Dokumentasi : FX Puniman 67
Perlengkapan dan Dekorasi
: Turino Gumulya 85
Kebersihan
: Staff Sekolah
Sie Keamanan/Ketertiban
: Saut Maruarar Nainggolan B.A. 66
Iptu Nakiya (Polisi)
Bripka Riadiyanto (Polisi)
Transportasi
Kesehatan

: Lani Sunjaya 73
: dr. Lindawati Halim 84
dr. Hendarto W. 69

Terima kasih khusus pada:


Helena Wikara 58 , Gwat Liang 66, Lenny 66,
Suminar, Yanto, Tuti, Kukuh 92, Yolanda 72,
Loanda 62, Anton Mukidjam, Bambang,
Megawati Lie Gin Hoa 72, Risdiani 92.
DAN SEGENAP wakil angkatan, alumni, relawan
yang datang dan pergi, mereka yang sudah
beruar-uar, para mantan guru, yang tidak dapat kami
sebutkan satu-persatu yang telah meluangkan waktu
dan pikirannya untuk mensukseskan perayaan ini.

BUKU KENANGAN 50 TAHUN REGINA PACIS I

93

Das könnte Ihnen auch gefallen