Sie sind auf Seite 1von 41

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Penduduk lanjut usia merupakan bagian dari anggota keluarga dan masyarakat yang
membutuhkan perhatian lebih dalam setiap pendekatannya. Berdasarkan definisi secara
umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Menurut
World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria meliputi , usia
pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut
usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun. Lansia
bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang
ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan.
(Efendi,2009).
Di Indonesia penduduk lanjut usia mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya
usia harapan hidup. Menurut Data Statistik Indonesia, Pada tahun 2014 jumlah penduduk
lanjut usia di Indonesia mencapai 14,1 juta jiwa. Pada tahun 2012, jumlah penduduk lanjut
usia di Provinsi Bali mencapai 35% dari total penduduk. Jumlah ini meningkat secara
bertahap dari tahun ke tahun. Pada tahun 2014, jumlah penduduk lanjut usia mencapai 37%
dari total penduduk di Provinsi Bali (BPS Provinsi Bali, 2014).
Secara umum kondisi fisik seseorang yang telah memasuki masa lanjut usia mengalami
penurunan. Oleh sebab itu para lansia mudah sekali akan mengalami stress. Menurut
Manuaba dalam Tarwaka 2010, Stres adalah segala rangsangan atau aksi dari tubuh manusia
baik yang berasal dari luar maupun dari dalam tubuh itu sendiri yang dapat menimbulkan
1

2
bermacam-macam dampak yang merugikan mulai dari menurunnya kesehatan sampai
kepada dideritanya suatu penyakit. Stres adalah realitas kehidupan setiap hari yang tidak
bisa dihindari, stres atau ketegangan emosional dapat mempengaruhi sistem kardiovaskuler,
khususnya hipertensi, dan stres dipercaya sebagai faktor psikologis yang dapat
meningkatkan tekanan darah (Marliani, 2007).
Salah satu penyakit kronis yang banyak diderita oleh lanjut usia adalah hipertensi atau
tekanan darah tinggi. Berdasarkan kriteria Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment on High Blood Pressure VII (JNC - VII) yang
diterapkan di Indonesia, seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darahnya
sama dengan atau lebih dari 140/90 mmHg (Girsang, 2013). Hubungan antara stres dengan
hipertensi di duga melalui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara
intermiten. Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah
yang menetap (Suyono, 2004). Berbagai upaya promosi kesehatan untuk mengatasi faktor
pencetus pada pasien hipertensi mulai berkembang. Pasien hipertensi pada penanganan
farmakologis akan diberikan obat anti hipertensi dengan kombinasi obat untuk mendapatkan
kontrol tekanan darah yang kuat karena akan mempunyai efek tambahan pada tekanan darah
jika diresepkan bersama. Pada penanganan non-farmakologis dapat dilakukan dengan
mengubah gaya hidup seperti mengurangi konsumsi rokok dan alkohol, menurunkan berat
badan (obesitas), serta manajemen stres (Hawari, 2008).
Salah satu upaya manajemen stres adalah dengan melakukan teknik relaksasi. Teknik
relaksasi bertujuan agar individu dapat mengontrol diri dari stres yang membuat individu
merasa dalam kondisi yang tidak nyaman. Relaksasi psikologis yang mendalam memiliki
manfaat bagi kesehatan yang memungkinkan tubuh menyalurkan energi untuk perbaikan

3
dan pemulihan, serta memberikan kelonggaran bagi ketegangan akibat pola-pola kebiasaan
(Goldbert, 2007). Autogenic atau Otogenik memiliki makna pengaturan sendiri. Otogenik
merupakan salah satu contoh dari teknik relaksasi berdasarkan konsentrasi pasif dengan
menggunakan persepsi tubuh (misalnya, tangan merasa hangat dan berat) yang difasilitasi
oleh sugesti diri sendiri. (Widyastuti, 2004). Salah satu teknik relaksasi yang paling sering
digunakan adalah teknik relaksasi otot progresif. Teknik relaksasi otot progresif telah
banyak melalui penelitian oleh para profesi perawat dan telah terbukti dapat menurunkan
tekanan darah melalui mekanisme reduksi stres dalam beberapa kali perlakuan, baik pada
klien dengan rehabilitasi jantung dan pada kasus hipertensi mulai dari ringan sampai dengan
hipertensi berat yang memerlukan terapi obat antihipertensi (Sheu et al, 2003). Namun,
salah satu dari penelitian tersebut menyebutkan responden penelitian mengatakan keberatan
untuk melanjutkan sendiri dirumah secara rutin sesuai jadwal yang dianjurkan yaitu sekali
sehari dengan alasan tidak ada waktu karena pekerjaan dan ada pula yang mengatakan
kesulitan karena tidak mengingat gerakan- gerakannya yang banyak (Yung et al,2001).
Menurut survei yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 2000,
jumlah penduduk dunia yang menderita hipertensi untuk pria sekitar 26,6% dan wanita
sekitar 26,1%. Menurut data Kementrian Kesehatan RI tahun 2009 menunjukkan bahwa
prevalensi hipertensi sebesar 29,6% dan meningkat menjadi 34,1% tahun 2010 (Apriana,
2012). Di Provinsi Bali, kasus hipertensi ada pada peringkat ke-4 dari 10 kasus terbanyak.
Dilihat dari prevalensi kasus, hipertensi mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun
ke tahun. Pada tahun 2012, jumlah penderita hipertensi mencapai 8,7% sedangkan pada
tahun 2013 mencapai 8,9%.

4
Kabupaten Badung merupakan salah satu kabupaten di wilayah Provinsi Bali yang padat
penduduk. Jumlahnya meningkat walaupun tidak terlalu signifikan dalam 2 tahun terakhir.
Jumlah penduduk Badung pada tahun 2012 sebesar 15,7% sedangkan pada tahun 2013
sekitar 15,8% dari total penduduk di Provinsi Bali (BPS Provinsi Bali 2013). Kecamatan
Kuta Utara merupakan kecamatan yang memiliki jumlah penduduk yang padat. Jumlah
penduduk Kuta Utara mencapai sekitar 2,1% dari total penduduk Kabupaten Badung. Desa
Tibubeneng merupakan salah satu desa yang terdapat di wilayah Kecamatan Kuta Utara
dengan luas wilayah 6,50 km yang mencakup 13 banjar didalamnya. Salah satu banjar yang
terdapat di desa Tibubeneng adalah banjar Canggu Permai yang merupakan salah satu banjar
dengan penduduk lansia yang cukup banyak.
Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang telah dilakukan peneliti di UPT Puskesmas
Kecamatan Kuta Utara, didapatkan jumlah kunjungan lansia dengan hipertensi di bulan
Januari-September 2014 mencapai 359 kasus. Hasil survei pendahuluan yang telah
dilakukan peneliti di Banjar Canggu Permai, didapatkan dari 51 orang lansia yang aktif
mengikuti kegiatan, sebanyak 30 orang lansia diantaranya mengalami hipertensi. Setelah
dilakukannya observasi diambil 10 orang lansia untuk diwawancarai mengenai tingkat stres
yang dialami, dari 10 orang lansia, 70% dikategorikan stres sedang dan 30% dikategorikan
stres ringan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
Pengaruh Teknik Relaksasi Autogenik terhadap Tingkat Stres pada Lansia dengan Hipertensi
di Banjar Canggu Permai Desa Tibubeneng Kecamatan Kuta Utara Kabupaten Badung.

1.2 Rumusan Masalah

5
Dari latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu
Apakah ada Pengaruh Teknik Relaksasi Otogenik terhadap Tingkat Stres pada Lansia
dengan Hipertensi di Banjar Canggu Permai Desa Tibubeneng Kecamatan Kuta Utara
Kabupaten Badung.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh Teknik Relaksasi Otogenik terhadap tingkat Stres pada
Lansia dengan Hipertensi.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi tingkat stres sebelum dan setelah dilakukan relaksasi otogenik pada
kelompok perlakuan
1.3.2.2 Mengidentifikasi tingkat stres sebelum dan setelah dilakukan teknik relaksasi otogenik
pada kelompok kontrol
1.3.2.3 Mengidentifikasi pengaruh teknik relaksasi otogenik terhadap tingkat stres pada lansia
dengan hipertensi di Banjar Canggu Permai desa Tibubeneng kecamatan Kuta Utara
Kabupaten Badung.
1.4

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dibagi menjadi dua bagian yaitu :

1.4.1 Manfaat Teoritis


1.4.1.1

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kepustakaan tentang teknik relaksasi
otogenik yang merupakan salah satu terapi modalitas keperawatan, untuk mengatasi
masalah psikologis pasien serta dapat dijadikan sebagai sumber data dan informasi
bagi pengembangan penelitian IPTEK keperawatan khususnya.

6
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1

Untuk masyarakat, hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai terapi


alternatif untuk menurunkan tingkat stres yang sering dialami pasien hipertensi
khususnya pada lansia serta dapat diaplikasi pada kehidupan sehari-hari dengan
mudah oleh masyarakat secara umum.

1.4.2.2

Untuk peneliti, peneliti mendapatkan pengalaman serta keterampilan baru untuk


melaksanakan sebuah penelitian eksperimen sederhana mengenai pengaruh teknik
relaksasi otogenik terhadap tingkat stres pada lansia dengan hipertensi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.3

Lansia

2.3.1 Pengertian Lansia


Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu: usia
pertengahan (middle age) adalah 45 59 tahun, lanjut usia (elderly) adalah 60 74 tahun,
lanjut usia tua (old) adalah 75 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun
(Nugroho, 2008). Menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4), UU No. 13 Tahun 1998 tentang
Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih
dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008).
Lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas baik pria maupun wanita, yang
masih aktif beraktivitas dan bekerja ataupun mereka yang tidak berdaya untuk mencari
nafkah sendiri sehingga bergantung kepada orang lain untuk menghidupi dirinya. Lansia
adalah proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti,mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak
dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan ( Darmojo, 2006 ).
Berdasarkan definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa lansia merupakan seseorang
yang berusia 60 tahun keatas baik pria maupun wanita yang masih aktif bekerja ataupun
yang sudah tidak mampu menafkahi diri sendiri dengan keterbatasan karena penurunan
secara perlahan-lahan dari sistem fungsional tubuh.

2.3.2 Ciri-ciri usia lanjut:


7

a. Usia lanjut merupakan periode usia kemunduran


Kemunduraan fisik pada lansia merupakan suatu perubahaan pada sel- sel tubuh bukan
karena penyakit tetapi karena proses menua.
b. Adanya perbedaan individual pada efek menua
Sifat dan sikap akan berbeda pada saat memasuki usia lanjut sebagaimana kebiasaan
pada saat dewasa yang aktif tetapi akan berbeda saat memasuki usia lanjut.
c. Usia tua di nilai dengan kriteria yang berbeda
2.3.3 Perubahan- perubahan yang terjadi pada lanjut usia
Adapun perubahan - perubahan yang terjadi pada lansia yaitu :
a. Perubahan bentuk fisik, meliputi :
1) Sistem persarafan
Saraf panca indra mengecil dan menyebabkan fungsinya menurun serta lambat dalam
merespon dan berkurang atau hilangnya lapisan mielin akson, sehingga menyebabkan
berkurangnya respon motorik dan reflex.
2) Sistem pendengaran
Gangguan pendengaran, membran timpani atrofi sehingga menyebabkan otosklerosis,
terjadi penumpukan serumen akibat peningkatan keratin.
3) Sistem penglihatan
Spingter pupil timbul sklerosis dan respon terhadap sinar menghilang, kornea lebih
berbentuk sferis (bola), lensa mata keruh, meningkatnya ambang penglihatan sinar
(adaptasi terhadap kegelapan melambat).
4) Sistem kardiovaskuler

9
Katup jantung menebal dan menipis (menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas
pembuluh darah menurun, serta meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
sehingga tekanan darah meningkat.
5) Sistem pernapasan
Otot pernapasan mengalami penurunan kekuatan dan kaku, elastisitas paru menurun,
kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas lebih berat, alveoli melebar dan
menurun jumlahnya, dan bronkus menyempit.
6) Sistem genitourinaria
Aliran darah ke ginjal menurun, ginjal mengecil, filtrasi di glomerulus menurun, dan
fungsi tubulus menurun sehingga kemampuam mengkonsentrasi urin ikut menurun.
7) Sistem integumen
Kulit mengkerut dan keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kepala dan
rambut menipis. Elastisitas menurun, vaskularisasi menurun, rambut memutih,
kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh berlebihan
seperti tanduk.
2.3.4 Perubahan - perubahan mental
Faktor - faktor yang mempengaruhi perubahan mental, meliputi :
1) Pertama- tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan
5) Lingkungan
2.3.5 Perubahan perubahan psikososial
Perubahan psikososial yang dialami lansia seperti : pensiunan, pada masa pensiunan akan

10
mengalami kehilangan-kehilangan antara lain :
1) Kehilangan finansial
kehilangan materi karena sudah tidak bisa bekerja lagi.
2) Kehilangan status
yang dulunya punya jabatan dan lengkap dengan fasilitasnya, sekarang sudah hilang
karena sudah tidak bekerja lagi.
3) Kehilangan teman atau relasi
semasa masih bekerja mempunyai banyak teman dan relasi, karena faktor usia yang
sudah tua, jadi tidak mungkin untuk bekerja sehingga otomatis semuanya hilang.
4) Kehilangan pekerjaan atau kegiatan
faktor usia yang sudah lanjut tidak mungkin lagi bisa bekerja di perusahaan atau
tempat lainnya, karena keterbatasan tenaga dan pikiran.
5) Perubahan dalam cara hidup
memasuki rumah perawatan bergerak lebih sempit
6) Perubahan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (kesusahan ekonomi) akibat
meningkatnya biaya hidup
7) Gangguan saraf panca indera, sehingga timbul kebutaan dan ketulian
8) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan sehingga ekonomi menjadi masalah.
2.1

Stres

2.1.1 Pengertian Stres


Stres adalah reaksi alami tubuh untuk mempertahankan diri dari tekanan secara psikis.
Tubuh manusia dirancang khusus agar bisa merasakan dan merespon gangguan psikis ini.
Tujuannya agar manusia tetap waspada dan siap untuk menghindari bahaya. Kondisi ini

11
jika berlangsung lama akan menimbulkan perasaan cemas, takut dan tegang
(Wijono,2006).
Menurut Sarafino (2008) mengartikan stres adalah kondisi yang disebabkan oleh
interaksi antara individu dengan lingkungan, menimbulkan persepsi jarak antara tuntutantuntutan yang berasal dari situasi yang bersumber pada sistem biologis, psikologis dan
sosial dari seseorang. Stres adalah suatu keadaan yang dihasilkan oleh perubahan
lingkungan yang diterima sebagai suatu hal yang mengancam, menantang serta merusak
keseimbangan seseorang. Stres adalah perasaan tidak nyaman baik secara psikososial
berupa cemas dan depresi yang di alami oleh lansia dengan kategori stres ringan, sedang
dan berat (Brunner, 2002).
Berdasarkan dari definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa stres merupakan
suatu kondisi pada individu yang tidak menyenangkan dimana dari hal tersebut dapat
menyebabkan terjadinya tekanan fisik maupun psikologis pada individu. Kondisi yang
dirasakan tidak menyenangkan itu disebabkan karena adanya tuntutan-tuntutan dari
lingkungan yang dipersepsikan oleh individu sebagai sesuatu yang melebih kemampuan
nya atau sumber daya yang dimilikinya.

2.1.2 Faktor predisposisi Stres


Stuart dan Laraia (2005) menyebutkan faktor predisposisi stres ada 3 faktor, diantaranya:
a. Biologi
Yang dapat mempengaruhi stres pada lansia yang lihat dari: faktor keturunan, status
nutrisi, kesehatan.

12
b. Psikologi
Sedangkan dari psikologi itu sendiri meliputi: kemampuan verbal, pengetahuan
moralnya, personal terhadap dirinya sendiri, dorongan / motivasi.
c. Sosial-budaya
Sedangkan menurut sosial- budaya meliputi: faktor- faktor umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, posisi sosial, latar belakang budaya, agama serta pengetahuan.

2.1.3 Tingkat stress


Struart dan Sundeen (1998) dalam Maramis (2009), mengklasifikasikan tingkat stres,
yaitu:
a. Stres Ringan
Pada tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari hari dan kondisi ini dapat
membantu

individu

menjadi

waspada dan

bagaimana

mencegah

berbagai

kemungkinan yang akan terjadi.


b. Stres Sedang
Pada tingkat stres ini individu lebih memfokuskan hal penting saat ini dan
mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit lahan persepsinya.
c. Stres Berat
Pada tingkat sres ini, persepsi individu sangat menurun dan cenderung memusatkan
perhatian pada hal hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi stres.
Individu tersebut mencoba memusatkan perhatian pada lahan lain dan memerlukan
banyak pengarahan.

2.1.4 Macam - macam stress

13
Menurut Hanun (2011) menyebutkan ada 4 macam-macam stress menurut psikologi
manusia, diantaranya:
a. Stres kepribadiaan
Stres kepribadiaan adalah stres yang dipicu dari dalam diri seseorang yang
berhubungan dengan cara pandang terhadap masalah dan kepercayaan atas dirinya.
b. Stres Psikososial
Stres psikososial adalah stres yang dipicu oleh hubungan relasi dengan orang kain
disekitarnya atau akibat situasi sosial lainnya, seperti stress adaptasi dengan
lingkungan baru, dan masalah cinta, keluarga, serta stress macet dijalan raya, ataupun
diejek orang lain dan sebagainya.
c. Stres Bioekologi
Stres bioekologi adalah stres dipicu oleh dua hal, pertama, yaitu ekologi atau
lingkungan, seperti polusi dan cuaca, sedangkan kedua adalah akibat kondisi biologis,
misalnya akibat datang bulan, demam, asma, jerawatan, penuaan dan sebagainya.
d. Stres Pekerjaan
Stres pekerjaan adalah stres yang dipicu oleh pekerjaan seseorang.

2.1.5 Dampak Stress


Menurut Helmi (2000: 43), stress adalah peristiwa yang menekan sehingga seseorang
dalam keadaan tidak berdaya dan biasanya menimbulkan dampak negatif, seperti pusing,
mudah marah sedih, sulit berkonsentrasi,nafsu makan berubah, sulit tidur, merokok terus
menerus dan hipertensi atau tekanan darah tinggi.

14

2.1.6 Stres pada lansia


Stres pada lansia merupakan kondisi ketidakseimbangan, tekanan atau gangguan yang
tidak menyenangkan, yang terjadi pada seluruh tubuh dan dapat mempengaruhi
kehidupan. Sedangkan lansia yang bersangkutan melihat ketidakseimbangan antara
keadaan dan sistem sumber daya biologis, psikososial, dan sosial budaya. Dimana terjadi
penurunan kemampuan dalam mempertahankan hidup dan akhirnya mengakibatkan
kematian. (Stuart, 2005 ).
a. Faktor penyebab yang mempengaruhi kejadian stres pada lansia:
1) Kondisi kesehatan fisik
Kondisi fisik yang sudah menurun membuat lansia memiliki ketergantungan
terhadap orang lain, dimana lansia merasa tidak bebas lagi melakukan sesuatu
pekerjaan.
2) Kondisi psikologi
Kondisi psikologi yang menurun membuat lansia merasa terhambat dalam
berinteraksi dengan orang lain. Sehingga membuat seorang lansia tidak mau
untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar.

3) Lingkungan
Lingkungan yang kurang harmonis dapat meningkatnya stres pada lansia,
dikarenakan lingkungan yang kurang baik.
4) Keluarga

15
Keluarga lebih dominan untuk meningkatnya stres pada lansia, dimana
dukungan serta motivasi sangat dibutuhkan lansia.
5) Pekerjaan
Pekerjaan sangat mendorong lansia untuk beradaptasi pada masa pensiunan,
dimana ini masa paling berat bagi lansia.

2.2

Hipertensi

2.2.1 Pengertian Hipertensi


Hipertensi adalah tekanan darah tinggi. Menurut Ruhyanudin (2007) hipertensi adalah
suatu peningkatan tekanan darah didalam arteri. Menurut Price & Wilson (2006)
hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg
atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi didefinisikan oleh Joint National
Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Preassure (JNC)
sebagai tekanan yang lebih dari 140/90 mmHg. Secara umum hipertensi merupakan suatu
keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi didalam arteri menyebabkan
meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan
kerusakan ginjal.

2.2.2 Epidemiologi
Angka kejadian hipertensi masih sangat tinggi. Sekitar 20% populasi dewasa mengalami
hipertensi, lebih dari 90% diantara mereka menderita hipertensi esensial (primer) dimana

16
tidak dapat ditentukan penyebab medisnya. Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah
dengan penyebab tertentu (hipertensi sekunder) seperti penyempitan arteri renalis
(Smeltzer & Bare, 2002). Di Amerika hipertensi dikenal sebagai salah satu penyebab
utama kematian. Sekitar seperempat jumlah penduduk dewasa menderita hipertensi dan
insidensinya lebih tinggi dikalangan Afro - Amerika setelah usia remaja. (Price & Wilson,
2006).

2.2.3 Etiologi
Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan pasti. Hipertensi
primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini disebabkan
berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan oleh faktor primer
yang diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stres akut,
kerusakan vaskuler dan lain-lain. Adapun penyebab paling umum pada penderita
hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak terobati. Risiko relatif hipertensi
tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan
yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain
faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi
meliputi stres, obesitas dan nutrisi (Yogiantoro M, 2006).
Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya umur
maka semakin tinggi mendapat resiko hipertensi. Insiden hipertensi makin meningkat
dengan meningkatnya usia. Ini sering disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh
yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada yang berusia

17
kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian
prematur (Julianti, 2005).

2.2.4 Klasifikasi
Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran rata-rata dua kali atau lebih
pengukuran pada dua kali atau lebih kunjungan.
Tabel 1 Klasifikasi Tekanan Darah dari JNC-VII 2003
Kategori
Normal
Prehipertensi
Hipertensi

Sistolik (mmHg)
< 120
120-139

dan
atau

Diastolik (mmHg)
< 80
80-89

Derajat 1

140-159

atau

90-99

Derajat 2

160

atau

100

Tabel 2 Klasifikasi Tekanan Darah dari WHO-ISH 1999


Kategori
Optimal
Normal
Normal tinggi
Hipertensi Derajat 1
(ringan)
Hipertensi Derajat 2
(sedang)
Hipertensi Derajat 3
(berat)

2.2.5 Pengobatan Hipertensi

Sistolik (mmHg)
<120
<130
130-139
140-159

Diastolik (mmHg)
<80
<85
85-89
90-99

160-169

100-109

180

110

18
Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII yaitu
diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau antagonis aldosteron, beta blocker, calcium
chanel blocker atau calcium antagonist, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor
(ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist / blocker (ARB).
Penatalaksanaan non farmakologis meliputi program penurunan berat badan bagi klien
obesitas dengan membatasi konsumsi lemak, mengurangi konsumsi garam,olahraga
teratur, makan banyak buah dan sayuran segar, tidak merokok,tidak mengkonsumsi
minuman beralkohol, berusaha membina hidup yang positif dan mengendalikan stres
dengan latihan relaksasi dan meditasi (National Safety Council, 2003:78-84).

2.4

Relaksasi

2.4.1 Pengertian Relaksasi


Teknik relaksasi merupakan suatu tindakan eksternal yang dapat mempengaruhi respon
internal individu. Menurut Thantawy (1997: 67), relaksasi adalah teknik mengatasi
kekhawatiran atau kecemasan atau stress melalui pengendoran otot-otot dan syaraf, itu
terjadi atau bersumber pada obyek-obyek tertentu. Relaksasi merupakan suatu kondisi
istirahat pada aspek fisik dan mental manusia, sementara aspek spirit tetap aktif bekerja.
Dalam keadaan relaksasi, seluruh tubuh dalam keadaan homeostatis atau seimbang,
dalam keadaan tenang tapi tidak tertidur, dan seluruh otot-otot dalam keadaan rileks
dengan posisi tubuh yang nyaman.
Relaksasi adalah keheningan total. Relaksasi merupakan kemampuan untuk melampaui
pikiran, waktu, ruang, dengan mencapai sebuah momen kedamaian dan ketenangan batin

19
tepatnya untuk mencapai suatu momen antara dua pikiran. Relaksasi hanya bisa terjadi
ketika tubuh dan pikiran hening (Soraya 2007).
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teknik relaksasi adalah
salah satu bentuk terapi yang berupa pemberian instruksi kepada seseorang dalam bentuk
gerakan-gerakan yang tersusun secara sistematis untuk merilekskan otot-otot dan
mengembalikan kondisi dari keadaan tegang ke keadaan rileks, normal dan terkontrol.
Dengan kendornya otot-otot tubuh, yang tegang menjadi rileks, maka akan tercipta
suasana perasaan yang tenang dan nyaman. Perasaan yang tenang dan nyaman akan
menopang lahirnya pola pikir dan tingkah laku yang positif, normal dan terkontrol pula.

2.4.2 Jenis - jenis teknik relaksasi


Teknik relaksasi dewasa ini makin berkembang. Jenis-jenis teknik relaksasi ada
diantaranya relaksasi napas dalam, relaksasi otogenik, cognitive imagery, mental
imagery, stretch release relaxation, pernafasan diafragma,relaksasi sistemik dan relaksasi
otot progresif (PMR) dimana semua teknik ini sudah di uji coba melalui berbagai
penelitian dalam upaya untuk menurunkan tekanan darah, mengurangi stres, menurunkan
kecemasan, mengurangi nyeri karena penyakit atau paska bedah (Greenberg,2002).

2.5

Relaksasi Otogenik

2.5.1 Pengertian Relaksasi Otogenik


Relaksasi otogenik sudah berkembang di negara luar, namun aplikasinya masih jarang
digunakan di Indonesia. Sebagai contoh adalah Eropa dimana teknik relaksasi ini sukses
diterapkan oleh ribuan orang didalamnya lebih dari setengah abad yang lalu. Teknik

20
relaksasi otogenik atau autogenic merupakan relaksasi yang bersumber dari diri sendiri
berupa kata-kata atau kalimat pendek atau pikiran yang bisa membuat pikiran tentram
(Greenberg,2002). Otogenik adalah pengaturan diri atau pembentukan diri sendiri. Kata
ini juga dapat berarti tindakan yang dilakukan diri sendiri. Istilah Otogenik secara
spesifik menyiratkan bahwa kita memiliki kemampuan untuk mengendalikan beragam
fungsi tubuh seperti, fungsi jantung, aliran darah dan tekanan darah. Ini merupakan
konsep yang baru karena seama berabad-abad, fungsi-fungsi tubuh yang spesifik
dianggap berjalan secara terpisah dari pikiran yang tertuju pada diri sendiri. Akan tetapi
riset yang di lakukan selama lebih dari dua dekade belakangan ini membuktikan hal yang
berbeda. Dengan mengalihkan respon tubuh secara sadar berdasarkan perintah kita
sendiri kita dapat membantu melawan efek akibat stres yang berbahaya (Saunders,2002).
Ide dasar dari relaksasi autogenik ini adalah untuk mempelajari cara mengalihkan
pemikiran berdasarkan anjuran sehingga dapat menyingkirkan respon stres yang
menggangu pikiran. Tujuan relaksasi autogenik ini adalah untuk memberikan perasaan
nyaman, mengurangi stres, memberikan ketenangan dan mengurangi ketegangan
(National Safety Council,2004).

2.5.2 Kontraindikasi
Relaksasi Otogenik tidak dianjurkan untuk anak dibawah 5 tahun, individu yang kurang
motivasi atau individu yang memiliki masalah mental dan emosional berat. Jika merasa
cemas atau gelisah selama atau sesudah latihan, atau mengalami efek samping tidak bisa
diam,maka latihan harus dihentikan (Saunders,2002).

21

2.5.3 Langkah-langkah Relaksasi Otogenik


Latihan Otogenik dibagi dalam tiga macam latihan utama yaitu latihan standar yang
berpusat pada tubuh, latihan meditasi berfokus pada pikiran dan latihan khusus yang
dirancang untuk menyelesaikan masalah khusus (Davis,et al,1995).

2.5.3.1 Posisi tubuh


Menurut Greenberg (2002) dalam bukunya Stress Management, ada tiga posisi dasar
untuk melakukan latihan relaksasi otogenik sama yang dikemukakan oleh Davis,et al,
(1995) yaitu posisi berbaring dan dua macam posisi duduk. Pada posisi duduk
memiliki dua keuntungan yaitu dapat dilakukan dimana saja dan meminimalkan
respon mengantuk. Namun,dalam posisi duduk otot tidak serileks posisi berbaring.
Pada posisi duduk pertama, kursi yang mendukung posisi rileks adalah kursi yang
dapat menopang torso dan lengan serta kepala. Dalam posisi duduk, kepala
disandarkan pada punggung kursi. Posisi duduk yang kedua adalah dengan
menggunakan kursi tanpa topangan torso, kepala dan lengan dengan posisi duduk
dengan tubuh condong kedepan dan lengan menopang pada paha,tangan, dan jarijari,posisi kepala menggantung dan dagu mengarah ke dada (Greenberg,2002).
Selain itu sebelum melakukan terapi ini dianjukan untuk menghindari makan terlalu
kenyang sebab makanan dalam lambung akan membuat teknik ini kurang efektif
(National Safety Council,2004).

22

2.5.3.2 Konsentrasi dan kewaspadaan


Konsentrasi dalam latihan ini adalah hanya disini dan untuk saat ini, terutama dalam
keadaan tubuh saat itu. Jika pada awalnya menemukan pikiran lain yang berusaha
mengalihkan perhatian, perlahan kenali pikiran tersebut,kemudian fokuskan kembali
pikiran pada kewaspadaaan tubuh. Dengan latihan yang teratur, maka akan semakin
menguasai keterampilan berkonsentrasi pada latihan relaksasi ini. Hal yang
mempengaruhi kesuksesan latihan adalah kerja sama, motivasi tinggi, self direction,
self control dapat menjaga posisi tubuh yang kondusif untuk latihan,dapat
meminimalkan stimuli eksternal dan dapat memfokuskan mental pada proses serta
konsentrasi pada sensasi tubuh (National Safety Council,2004).

2.5.3.3 Fase dalam latihan otogenik


Menurut Greenberg (2002) fase latihan otogenik ini ada enam dengan prinsip yang
sama dengan yang dituliskan National Safety Council (2004) yaitu :
a) Fase 1 fokus pada sensasi berat melalui tangan dan kaki dimulai dari tangan
dan kaki yang dominan dengan kata kata instruksi untuk masing-masing
ekstremitas cukup 1 kali.
b) Fase 2 fokus pada sensasi hangat tangan dan kaki dimulai dari tangan dan kaki
yang dominan dengan kata-kata instruksi untuk masing-masing ekstresmitas
cukup 1 kali.

23
c) Fase 3 fokus pada sensasi hangat dan berat area jantung dengan kata-kata
instruksi diulang 4 hingga 5 kali.
d) Fase 4 fokus pada pernapasan dengan kata-kata instruksi diulang 4 hingga 5
kali.
e) Fase 5 fokus pada sensasi hangat abdomen dengan kata-kata instruksi diulang 4
hingga 5 kali.
f) Fase 6 fokus pada sensasi dingin kepala dengan kata-kata instruksi diulang 5
hingga 5 kali.

2.5.3.4 Evaluasi Relaksasi Otogenik


Menurut National Safety Council (2004), evaluasi hasil latihan dapat diobsevasi dari 2
hal yaitu :
a) Respon verbal
Latihan relaksasi otogenik ini harus dilakukan secara terus menerus, minimal
15 menit dalam sehari sampai didapatkan perasaan rileks, sehingga secara
verbal dapat didengarkan perkataan pada fase terakhir yaitu keseluruhan
tubuhku tenang dan rileks.
b) Respon non verbal
Respon non verbal dapat di amati melalui menghitung frekuensi napas,
jantung, dan mengukur tekanan darah segera setelah selesai melakukan.bila
berhasil dan terampil dalam melakukan teknik ini, maka napas akan tenang,
jantung tenang,dan tekanan darah dalam batas fisiologis.

24
2.6

Relaksasi Otogenik dan Stres


Stres berkaitan dengan hipertensi. Prasetyorini (2012) menyatakan bahwa adanya
pengaruh yang signifikan antara tingkat stres terhadap komplikasi pada penderita
hipertensi. Beberapa faktor dapat menyebabkan terjadinya hipertensi yaitu gaya hidup
dengan pola makan yang salah, jenis kelamin, latihan fisik, makanan, stimulan atau zatzat yang mempercepat fungsi tubuh serta stres (Jono, 2009).
Stres merupakan suatu tekanan fisik maupun psikis yang dapat merangsang anak ginjal
dan melepaskan hormone adrenalin (Gunawan, 2001). Menurut Kozier (2010) stres akan
menstimulasi sistem saraf simpatis yang meningkatkan curah jantung dan vasokontriksi
arteriol, yang kemudian meningkatkan tekanan darah.
Strategi menghadapi stres antara lain dengan mempersiapkan diri menghadapi stesor
dengan cara melakukan perbaikan diri secara pisikis atau mental, fisik dan sosial.
Perbaikan secara psikis atau mental yaitu dengan pengenalan diri lebih lanjut,
penetepatan tujuan hidup yang lebih jelas, pengaturan waktu yang baik. Perbaikan diri
secara fisik dengan menjaga tubuh tetap sehat yaitu dengan memenuhi asupan gizi yang
baik, olahraga teratur, istirahat yang cukup. Perbaikan diri secara sosial dengan
melibatkan diri dalam suatu kegiatan, acara, organisasi dan kelompok sosial. Mengelola
stres merupakan usaha untuk mengurangi atau meniadakan dampak negatif stresor.
Dalam mengelola stres dapat dilakukan beberapa pendekatan antara lain:
a.

Pendekatan farmakologi; menggunakan obat obatan yang berkhasiat


memulihkan fungsi gangguan neurotransmiter disusun saraf pusat otak (sistem
limbik). Sebagaimana diketahui sistem limbik merupakan bagian otak yang

25
mengatur alam pikiran, alam perasaan dan perilaku seseorang. Obat yang sering
b.

dipakai adalah obat anti cemas (axiolutic) dan anti depresi (anti depressant).
Pendekatan perilaku; mengubah perilaku yang menimbulkan stres, toleransi/
adaptabilitas terhadap stres, menyimbangkan antara aktivitas fisik dan nutrisi,

c.

serta manajemen perencanaan, organisasi dan waktu.


Pendekatan kognitif; mengubah pola pikir individu berpikir positif dan sikap
positif, membekali diri dengan pengetahuan tetntang stres, menyimbangkan
aktivitas otak kiri dan otak kanan, serta hipnoterapi.

Relaksasi adalah salah satu teknik didalam terapi perilaku yang pertama kali dikenalkan
oleh Jacobson, seorang psikolog dari Chicago yang mengembangkan metode fisiologis
melawan ketegangan dan kecemasan. (Snyder & Lindquist,2002). Menurut Potter &
Perry (2002), relaksasi adalah terapi perilaku kognitif pada intervensi non farmakologis
yang dapat mengubah persepsi klien.
Relaksasi adalah upaya untuk melepas ketegangan. Ada 3 macam relaksasi yaitu relaksasi
otot, relaksasi kesadaran indera dan relaksasi melalui yoga, meditasi maupun
transendensi atau keagamaan (Chomaria,2009).
Teknik relaksasi dengan gerakan dan instruksi yang lebih sederhana dengan waktu yang
efisien daripada teknik relaksasi lainnya adalah teknik relaksasi otogenik dimana hanya
memerlukan waktu 15-20 menit yang biasanya nyaman dilakukan pada pagi atau sore
hari. Relaksasi otogenik merupakan salah satu relaksasi yang dapat mengalihkan respon
tubuh kita secara sadar berdasarkan perintah dari diri-sendiri,maka dapat membantu
melawan efek akibat stres yang berbahaya. Relaksasi ini akan memberikan hasil setelah
dilakukan sebanyak tiga kali (Greenberg,2002).

26
Relaksasi autogenik dapat menstimulasi respon relaksasi dari seluruh ketegangan otot,
mental, menurunkan intensitas nyeri, dan dapat mengendalikan fungsi tubuh seperti
(tekanan darah, frekuensi jantung, dan aliran darah), dan dengan adanya latihan dapat
meningkatkan pelepasan hormon kebahagiaan yang menciptakan perasaan sejahtera dan
mengeluarkan senyawa-senyawa baik seperti endorfin yang dapat meningkatkan energi,
mood dan dapat mengendalikan fungsi tubuh (Shigeo,2011).
Penelitian yang dilakukan Andina (2010), menyatakan bahwa teknik relaksasi otogenik
dapat menurunkan tekanan darah dan kadar gula darah pada pasien hipertensi dan
hiperglikemia yang dilakukan selama tiga kali pertemuan selama 15-20 menit pada sore
hari. Keuntungan terapi otogenik berdasarkan penelitian yang dilakukan Wright, et al
(2002) yaitu dapat menurunkan tingkat kecemasan, menurunkan tingkat stres,
meningkatkan motivasi, meningkatkan adaptasi koping dan meningkatkan pola tidur pada
klien kanker.

BAB III
KERANGKA KONSEP

3.1

Kerangka Konsep Penelitian


Kerangka konsep adalah suatu hubungan antar konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari
masalah yang ingin diteliti dan digunakan untuk menghubungkan atau menjelaskan tentang suatu
topik yang akan dibahas (Setiadi,2007). Kerangka konsep merupakan model konseptual tentang
bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah
yang penting. Adapun kerangka konsep penelitian ini adalah seperti gambar 3.1 berikut:

Faktor yang mempengaruhi :


Biologis
-

Penurunan fungsi organ


atau kesehatan fisik secara
umum
- Gangguan panca indera dan
penyakit penyerta
Psikologis
- Kehilangan teman atau
relasi
- Perubahan cara hidup
- Kehilangan status
Sosial-budaya
- Kehilangan pekerjaan atau
kegiatan
- Kurang harmonisnya
hubungan dengan
lingkungan
- Kurang adanya dukungan
dari keluarga

Penalaksanaan :
Farmakologis :
-

obat-obatan anti depressant

Nonfarmakologis :
-

asupan nutrisi

olahraga teratur

manajemen waktu

Latihan relaksasi (relaksasi


otogenik)
Hasil tindakan :

Stres pada lansia dengan hipertensi

Perasaan rileks

Pola napas
tenang

Tekanan darah
dalam batas
fisiologis

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Pengaruh Teknik Relaksasi Otogenik terhadap Tingkat Stres Lansia
dengan Hipertensi di Banjar Canggu Desa Tibubeneng Kecamatan Kuta Utara Kabupaten Badung

32

33
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.2.1 Variabel independent (bebas)
Adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya
variabel dependent (Sugiyono,2013). Pada penelitian ini yang merupakan variabel bebas adalah
Teknik Relaksasi Otogenik.

3.2.2 Variabel dependent (terikat)


Adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas
(Sugiyono,2013). Pada penelitian ini variabel terikat adalah Tingkat Stres pada Lansia dengan
Hipertensi.
3.2.3 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang akan digunakan
dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya mempermudah pembaca dalam
mengartikan makna penelitian (Setiadi,2007). Adapun definisi operasional pada penelitian ini
dapat dilihat pada tabel 3.2.

Tabel 3 Tabel definisi operasional variabel


Variabel
Penelitian

Definisi
Operasional

Cara Ukur

Hasil Ukur

Skala

34

Variabel bebas
(independent
variable): Teknik
relaksasi
Otogenik

Variabel terikat
(dependent variable):
Tingkat Stres

3.3

Tindakan teknik
relaksasi yang
dilakukan dengan
perpaduan teknik
nafas dalam dan
autosugesti/pikiran
positif dalam
kondisi sadar
dengan posisi
nyaman (duduk)
yang dipandu oleh
terapis selama 1520 menit yang
dilakukan selama
tiga hari dengan
panduan dari
peneliti/asisten
peneliti.

Observasi

Merupakan sebuah
hasil penilaian
terhadap ringan,
sedang, beratnya
stres yang dialami
individu.

Angket/ Kuisioner
yang berisi 10 item
pertanyaan dengan
pilihan (0) Tidak
ada/tidak pernah,
(1) Kadangkadang (2)
Sering (3)
hampir setiap
saat.

Ya (1) jika
responden
melakukan 6
langkah teknik
relaksasi secara
lengkap.

Nominal

Tidak (0) jika ada


langkah yang
tidak diikuti oleh
responden.

Nilai tertinggi 21 Ordinal


dan terendah
0.Dikelompokkan:
1= sangat berat
skor 21, 2= berat
skor 14-20, 3=
sedang skor 1113, 4= ringan skor
9-10, 5= normal
skor 0-8.

Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban atau dugaan yang bersifat sementara terhadap permasalahan

35
penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto,2002).
3.3.1 Hipotesis Penelitian
Mengacu pada kerangka konseptual diatas, maka hipotesis yang diajukan adalah : ada pengaruh
Teknik Relaksasi Otogenik terhadap Tingkat Stres pada Lansia dengan Hipertensi di Banjar
Canggu Desa Tibubeneng Kecamatan Kuta Utara Kabupaten Badung.

BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Rancangan (design) penelitian adalah model atau metode yang digunakan peneliti untuk
melakukan suatu penelitian yang memberikan arah terhadap jalannya penelitian.(Dharma,
2011). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, desain penelitian menggunakan
metode eksprimen semu atau quasi experiment dengan menggunakan desain prestest and
posttest with control group. Rancangan ini melibatkan dua kelompok, satu kelompok kontrol
dan satu kelompok perlakuan yang dipilih secara random. Kelompok perlakuan dalam
penelitian ini adalah relaksasi otogenik, sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan
intervensi. Pada kedua kelompok diawali dengan pre-test dan setelah pemberian perlakuan
diadakan post-test untuk mengetahui adakah perbedaan antara kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol . Adapun skema desain penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :
(Sugiyono, 2013: 76)

Tabel 4 Skema rancangan penelitian pre dan post tes dengan menggunakan kelompok kontrol

Subjek
R
R

Pre Test
O1
O3

Perlakuan
X
-

Post Test
O2
O4

Keterangan :
R
: Subjek yang dipilih secara random
X
: Perlakuan relaksasi otogenik
O1
: Nilai pre-tes sebelum diberikan relaksasi otogenik pada kelompok perlakuan
O3
: Nilai pre-tes sebelum diberikan relaksasi otogenik pada kelompok kontrol
O2
: Nilai post tes setelah diberikan relaksasi otogenik pada kelompok perlakuan
O4
: Nilai post tes setelah diberikan relaksasi otogenik pada kelompok kontrol
4.2 Kerangka Kerja
36

37

Populasi :
Lansia laki-laki dan perempuan yang berada di wilayah Banjar Canggu Desa Tibubeneng Kecamatan
Kuta utara Kabupaten Badung (51 orang)
Sampling :
Non Probability Sampling dengan teknik purposive sampling
Sampel :
Lansia laki laki dan perempuan dengan jumlah sampel 30 orang sesuai dengan
kriteria inklusi

Pre test :
Pengukuran tingkat stres sebelum
perlakuan pada kelompok perlakuan (15
orang)

Pre test :
Pengukuran tingkat stres pada kelompok
kontrol (15 orang)

Perlakuan :
Relaksasi Otogenik

Tanpa perlakuan
Komunikasi terapeutik (bercerita)

Post test :
Pengukuran tingkat stres setelah perlakuan
pada kelompok perlakuan (15 orang)

Post test :
Pengukuran tingkat stres pada kelompok
kontrol (15 orang)

Analisa data :
Uji hipotesis yang digunakan untuk melihat perbedaan tingkat stres pre test dan post test dengan menggunakan uji beda
dua sampel berpasangan (Wilcoxon) dengan tingkat kepercayaan 95% p0,05 menggunakan bantuan komputer.
2. Uji hipotesis yang digunakan dengan uji beda dua sampel tidak berpasangan (Man Whitney U Test)
dengan tingkat kepercayaan 95%,p0,05, menggunakan bantuan komputer.

Penyajian Hasil Penelitian


Gambar 4.2 Kerangka Kerja Pengaruh Teknik Relaksasi Otogenik terhadap Tingkat Stres pada Lansia
dengan Hipertensi

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian


4.3.1 Tempat Penelitian

38
Tempat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Banjar Canggu Desa Tibubeneng
Kecamatan Kuta Utara Kabupaten Badung.
4.3.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan yaitu pada bulan April sampai Mei 2015.
4.4 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling
4.4.1 Populasi Penelitian
Menurut Sugiyono (2013), populasi merupakan wilayah keseluruhan yang terdiri atas
obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam
penelitian ini adalah semua lansia laki laki maupun perempuan yang berada dalam
wilayah Banjar Canggu Desa Tibubeneng Kecamatan Kuta utara Kabupaten Badung.
4.4.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
(Sugiyono,2013). Sampel dari penelitian ini diambil dari populasi yang memenuhi
kriteria inklusi. Kriteria inklusi merupakan karakteristik umum subjek penelitian dari
suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam,2003). Jumlah sampel
yang sesuai dengan kriteria inklusi yang ditemukan oleh peneliti adalah 30 orang lansia.
Adapun sampel yang diambil harus memenuhi kriteria sampel yaitu kriteria inklusi dan
eksklusi.
a.

Kriteria Sampel

39
Penetapan kriteria sampel (inklusi dan eksklusi) diperlukan dalam upaya untuk
mengendalikan variabel penelitian yang tidak di teliti, tetapi ternyata berpengaruh
terhadap variabel dependen (Nursalam, 2008).
1)

Kriteria Inklusi
a) Lansia laki-laki dan perempuan yang berusia 60 tahun keatas yang
berada di wilayah Banjar Canggu Desa Tibubeneng Kecamatan Kuta

2)

Utara Kabupaten Badung.


b) Lansia yang mengalami hipertensi.
Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek yang
memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam,
2008).
a) Lanjut usia yang tidak bersedia menjadi responden.
b) Lanjut usia yang tidak mengikuti teknik relaksasi otogenik sampai
selesai.

4.4.3 Teknik Sampling


Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel. Teknik sampling yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Non Probability Sampling dengan teknik
purposive sampling yaitu peneliti memilih responden sesuai dengan kriteria inklusi.
Menurut Notoatmodjo (2010), Purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang
didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti, berdasarkan ciri
atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.
4.5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data
4.5.1 Jenis Data yang dikumpulkan

40
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah sumber primer, yang merupakan
sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono,2013)
melalui kuisioner yang telah ditentukan mengenai tingkat stres yang sedang dialami.
4.5.2 Cara Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuisioner. Menurut Sugiyono (2013),
kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis yang bersifat tertutup atau terbuka
kepada responden untuk dijawabnya, efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel
yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Adapun tahapan
dalam mengumpulkan data yaitu :
a. Peneliti membawa surat ijin penelitian yang telah dipersiapkan oleh institusi dan
meminta ijin penelitian di Kesbang Pol LinMas Provinsi Bali kemudian surat
balasannya diserahkan ke Kesbang Pol LinMas Kabupaten Badung.
b. Setelah mendapatkan surat ijin yang di serahkan oleh Kesbang Pol LinMas
Kabupaten Badung, peneliti memberikan surat tembusan kepada Puskesmas
Kecamatan Kuta Utara Kabupaten Badung, perbekel desa Tibubeneng serta kepala
lingkungan wilayah banjar Canggu.
c. Memberikan kuisioner kepada responden yang sesuai dengan kriteria inklusi yang
berada di wilayah Banjar Canggu Desa Tibubeneng Kecamatan Kuta utara
Kabupaten Badung untuk mengetahui tingkat stres (pre test). Kemudian subjek
dibagi kedalam dua kelompok. Kelompok perlakuan berjumlah 15 orang yang akan
diberikan latihan relaksasi otogenik dan kelompok kontrol berjumlah 15 orang yang
tidak diberi latihan relaksasi otogenik.

41
d. Kelompok perlakuan diberikan latihan relaksasi otogenik selama 15 menit yang
dilakukan selama tiga hari pada sore hari. Rangkaian gerakan relaksasi dilakukan
pada posisi yang nyaman (duduk) pada lingkungan yang nyaman.
e. Setelah diberikan latihan relaksasi otogenik selama tiga hari pada kelompok
perlakuan, subjek kembali mengisi kuisioner untuk mengetahui tingkat stres yang
dirasakan (post test). Hal yang sama dilakukan kelompok kontrol yang diberi
komunikasi terapeutik (bercerita) untuk mengetahui tingkat stres yang dirasakan
setelah tiga hari (post test).
f. Data yang telah terkumpul akan ditabulasi, kemudian dilakukan analisa data.

4.6 Instrumen Pengumpulan Data


Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data adalah Depression, Anxiety, and Stres
Scales (DASS-42) untuk mengukur tingkat stress sebanyak 14 item pernyataan. Dari 14 item
pernyataan yang mengukur tingkat stres, didapatkan 10 item pernyataan yang dinyatakan
valid dengan nilai r hitung lebih besar dari r tabel (0,423) yaitu item 1, 6, 11, 12, 14, 27,
32, 33, 35, dan 39. Nilai Cronbach's Alpha sebesar 0,897 lebih besar dari nilai konstanta 0,6
sehingga instrumen dinyatakan reliabel (Devi, 2012). Masing-masing item pernyataan
diberikan skor 0-3. Nilai 0 =tidak sesuai dengan yang dialami atau tidak pernah, nilai 1 =
sesuai dengan yang pernah dialami tapi kadang-kadang, nilai 2 = sesuai dengan yang
dialami dan lumayan sering, nilai 3 = sering sekali dialami. Kemudian hasilnya dijumlahkan
untuk menentukan tingkat stres yang dialami lanjut usia sebagai berikut:
Normal

: 0-8

Ringan

: 9-10

42
Sedang

: 11-13

Berat

: 14-20

Sangat Berat

: 21

4.7 Etika Penelitian


Hal-hal diatas dilakukan dengan menekankan pada etika penelitian yaitu:
a. Lembar Persetujuan (Informed concent)
Lembar persetujuan diberikan pada subyek yang diteliti, tujuannya adalah agar
subyek mengetahui maksud dan tujuan peneliti serta dampaknya selama
pengumpulan data. Dalam penelitian ini lembar persetujuan diberikan kepada
lanjut usia yang memenuhi kriteria inklusi yang telah ditetapkan.
b. Tanpa Nama (Anonim)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas subyek, peneliti tidak mencantumkan nama
subyek pada lembar instrumen, tetapi lembar tersebut diberi kode atau inisial
tertentu.
c. Kerahasiaan (Confidentiality)
Semua informasi yang telah didapatkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti,
hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan dalam hasil penelitian.

d. Petugas yang Terlibat Dalam Relaksasi Otogenik


Petugas yang terlibat dalam pelaksanaan relaksasi otogenik ini adalah sebanyak
tiga orang yaitu peneliti sendiri, kader posyandu lansia banjar Canggu Permai dan

43
satu orang sukarelawan. Satu orang bertugas sebagai pemandu pelaksanaan terapi
dan dua orang lainnya bertugas sebagai asisten dalam pelaksanaan relaksasi
otogenik.

4.8 Pengolahan dan Analisa Data


4.8.1 Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data adalah salah satu usaha untuk menyiapkan data sedemikian rupa agar
dapat dianalisis lebih lanjut dan mendapatkan data siap untuk disajikan. Menurut Setiadi
(2007), langkah-langkah pengolahan data :
a) Melakukan editing yaitu pada tahapan ini peneliti melakukan pengecekan dan
perbaikan terhadap data yang telah dikumpulkan (Notoatmodjo, 2010).
Seluruh data yang tercantum dalam instrumen Depression, Anxiety, and Stres
Scales (DASS-42) diperiksa kembali untuk mencegah adanya kesalahan
pemasukan data.
b) Coding adalah mengubah data yang berbentuk kalimat atau huruf menjadi
data angka atau bilangan (Notoatmodjo, 2010:177). Data jenis kelamin
responden diberikan kode, yaitu kode 1 untuk laki-laki dan kode 2 untuk
perempuan. Umur juga diberi kode, yaitu kode 1 untuk kelompok umur
elderly (64-74 tahun), kode 2 untuk kelompok umur old (75-90 tahun) dan
kode 3 untuk kelompok umur very old (>90 tahun). Data tingkat stres juga
diberi kode, yaitu kode 1 untuk tidak stres, kode 2 untuk tingkat stres ringan,
kode 3 untuk tingkat stres sedang, dan kode 4 untuk tingkat stres berat.

44
c) Entry data dimana pada tahap ini peneliti memasukkan data dari hasil
penelitian berupa inisial lanjut usia, umur, hasil pre test dan hasil post test
yang menggunakan instrumen Depression, Anxiety, and Stres Scales (DASS42) yang telah terkumpul serta dimasukkan pada master tabel.
d) Tabulasi yaitu menyajikan data dalam bentuk angka yang disusun dalam
kolom dan baris serta grafik dengan tujuan menunjukkan frekuensi kejadian
dalam kategori.

4.9 Teknik Analisa Data


4.9.1 Analisis Univariat
Analisis ini bertujuan untuk mendeskripsikan setiap variabel yang diteliti secara terpisah
yang menghasilkan distribusi frekuensi dari masing-masing variabel (Nototmodjo, 2010).
Data tingkat stres pada lanjut usia sebelum dan sesudah diberikan relaksasi otogenik
dianalisis dengan statistik deskriptif kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
4.9.2 Analisis Bivariat
Jenis analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah non parametric. Teknik
analisa yang digunakan yaitu Uji Wilcoxon, bertugas menguji hipotesis komparatif dua
sampel berpasangan dengan data berskala ordinal (Sugiyono, 2011). Data yang telah
diperoleh diolah dengan menggunakan program komputer. Ada atau tidaknya perbedaan
yang bermakna sebelum dan setelah dilakukannya perlakuan dapat diketahui dengan
melihat nilai p 0,01 = sangat signifikan, p 0,05 = signifikan dan p > 0,05 =
nirsignifikan. Selain itu juga dapat dilihat dari perbandingan rata-rata () sebelum dan
sesudah diberikannya relaksasi otogenik.

45

DAFTAR PUSTAKA

Ferry Efendi. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori Dan Praktek Dalam
Keperawatan. Jilid 1. Jakarta : Salemba Medika.
Dinas Kesehatan Bali, 2013, Profil Kesehatan Propinsi Bali 2013. Bali.
Marliani,

2007.

Epidemiologi,

Hipertensi

dan

Faktor

Risikonya

dalam

Kajian

\Http://ridwanamiruddin.wordpress.hipertensi-dan-faktorrisikonya-

dalam-kajian
epidemiologi , di akses : 20 oktober 2014
Suyono, Slamet. (2004). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: EGC
Apriana Kurniati, A. U. (2012). Gambaran Kebiasaan Merokok Dengan Profil Tekanan Darah
Pada Mahasiswa Perokok Laki-laki Usia 18-22 tahun. Jurnal Kesehatan Masyarakat,251.
261.
Widyastuti, P. (2004). Manajemen stres. Jakarta : EGC
Goldbert, Bruce. (2007). Self hypnosis bebas masalah dengan hypnosis. Yogyakarta : B-First.
Girsang, D. (2013). Hipertensi. http://kardioipdrscm.com/5891/berita-dan-informasi/harikesehatan-dunia-2013-kampanye-papdi-melawan-hipertensi/, akses tanggal : 13 Oktober
2014
Hawari, Dadang. 2008. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta : Balai Penerbit.FKUI.

46

Das könnte Ihnen auch gefallen