Sie sind auf Seite 1von 9

1). Mengapa marginal cost harus sama dengan marginal revenue (MC=MR)?

Dalam ekonomi, profit maximization atau profit maksimum adalah proses


yang dilakukan perusahaan untuk menentukan harga dan level output yang
memberikan profit yang paling besar. Terdapat beberapa pendekatan untuk
masalah ini. Metode total revenue - total cost berdasarkan pada fakta bahwa profit
sama dengan pendapatan dikurangi beban, dan metode marginal revenue-marginal
cost didasarkan pada fakta bahwa total profit dalam sebuah pasar persaingan
sempurna adalah poin maksimum di mana marginal revenue sama dengan
marginal cost.
Setiap biaya yang terjadi pada perusahaan dapat dikategorikan ke dalam dua
kelompok: fixed cost dan variable cost. Fixed cost muncul dalam bisnis pada
setiap level dari output, termasuk saat output 0. Ini termasuk pemeliharaan
peralatan, sewa, gaji, dan pemeliharaan umum. Variable cost berubah seiring
dengan level dari output, bertambah dengan semakin banyaknya produk yang
dihasilkan. Bahan baku yang dikonsumsi selama produksi biasanya berdampak
paling besar pada kategori ini. Fixed cost dan variable cost, digabungkan, sama
dengan total cost.
Pendapatan adalah jumlah uang yang perusahaan terima dari aktivitas bisnis
normalnya, biasanya dari penjualan barang dan jasa (berlawanan dengan uang dari
penjualan saham seperti pembagian modal atau penerbitan surat utang).
Marginal cost dan marginal revenue, tergantung pada apakah dengan
pendekatan kalkulus atau tidak, didefinisikan dengan perubahan pada beban atau
pendapatan ketika setiap tambahan unit diproduksi, atau turunan dari beban atau
pendapatan yang bergantung pada jumlah output. Ini dapat pula didefinisikan
sebagai tambahan pada total cost atau revenue ketika output bertambah sebanyak
satu unit.
Untuk setiap unit yang terjual, marginal profit (M) sama dengan marginal
revenue (MR) dikurang marginal cost (MC). Sehingga, jika marginal revenue
lebih besar dari marginal cost, marginal profit hasilnya akan positif, dan jika
marginal revenue lebih kurang dari marginal cost, marginal profit hasilnya akan
negatif. Ketika marginal revenue sama dengan marginal cost, marginal profit nol.
Karena total profit bertambah ketika marginal profit positif dan total profit

berkurang ketika marginal profit negatif, profit akan mencapai maksimum ketika
marginal profit nol - atau ketika marginal cost sama dengan marginal revenue.
Ketika terjadi dua titik di mana hal ini terjadi, profit maksimum akan tercapai di
mana produsen telah mengumpulkan profit positif hingga titik perpotongan antara
MR dan MC (di mana profit nol didapatkan), tetapi tidak dapat melanjutkan
setelahnya, begitu pula sebaliknya, yang akan menampilkan profit minimum.

Titik perpotongan antara MR dan MC pada diagram di atas adalah di titik A.


Jika industrinya adalah persaingan sempurna (seperti diasumsikan dalam
diagram), perusahaan menghadapi sebuah kurva permintaan (D) yang identik
dengan kurva marginal revenue (MR). Kurva ini akan berbentuk garis horizontal
pada suatu titik harga yang ditentukan oleh permintaan dan penawaran industri.
Biaya total rata-rata direpresentasikan oleh kurva ATC. Total profit ekonomis
direpresentasikan oleh area PABC.
Jika perusahaan beroperasi pada pasar yang tidak kompetitif, sedikit
perubahan harus dilakukan pada diagram. Contohnya, marginal revenue
gradiennya harus negatif, karena kurva permintaan pasar secara keseluruhan.
Dalam sebuah lingkungan yang tidak kompetitif, solusi untuk profit maksimum
akan lebih rumit dengan menggunakan game theory.
Pada

beberapa

kasus,

kondisi

permintaan

dan

biaya

perusahaan

mengakibatkan marginal profit akan lebih besar dari nol pada semua level
produksi. Dalam kasus ini, aturan M = 0 harus dimodifikasi dan perusahaan
harus memaksimalkan pendapatan. Dengan kata lain, quantity dan price dari profit
maksimum dapat ditentukan dengan mengatur marginal revenue menjadi sama
dengan nol.

Berjalannya mekanisme pasar dalam perekonomian pada dasarnya tidak


akan pernah lepas dari pengaruh-pengaruh permintaan dan penawaran. Sedangkan
permintaan dan penawaran tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor lainnya yang
juga mempengaruhi harga barang sebagaimana yang dibahas dalam konsep
elastisitas. Seperti yang telah kita ketahui, dalam ber-bisnis, setiap produsen pasti
selalu mengharapkan keuntungan (profit). Mengatur harga adalah suatu cara untuk
meningkatkan keuntungan (Mankiw, 2007). Maka dari itu, produsen selalu
menjual barang dengan harga yang lebih tinggi daripada harga bahan dasar yang
ia gunakan untuk membuat barang tersebut. Namun hal yang paling penting
dipertimbangkan dalam menentukan harga barang adalah produksi itu sendiri.
Semua nilai-nilai input harus dikalkulasi dengan baik. Mankiw (2007) juga
menjelaskan bahwa terdapat 3 jenis input inti atau bisa dikatakan tetap yang
digunakan dalam produksi yaitu; labor(tenaga kerja), capital (bangunan, kantor,
modal, dsb) dan land (tempat pelaksanaan produksi). Di sini perlu kita perhatikan
bahwa dalam berproduksi, selain input tetap terdapat input-input variasi lainnya.
Kali ini pembahasan akan terfokus pada The Law of Diminishing Marginal
yang merupakan hukum ekonomi yang menyatakan bahwa jika lebih banyak unit
input variabel yang digunakan bersama dengan sejumlah tertentu input tetap,
output keseluruhan mungkin tumbuh pada tingkat yang lebih cepat pada awalnya,
kemudian mencapai kestabilan, tetapi pada akhirnya akan mengalami penurunan.
Setiap produsen pasti memiliki batas tertentu bagi output yang dapat mereka
hasilkan. Keinginan untuk meningkatkan jumlah produksi juga tentu selalu ada.
Salah satu usaha untuk meningkatkan hasil output oleh produsen adalah dengan
cara menyesuaikan jumlah input. Secara berkala, suatu perusahaan bisa
melakukan peningkatan produksi dengan menambah beberapa input. Misalnya
dengan menambah tenaga kerja, suatu perusahaan dapat meningkatkan jumlah
produksinya. Namun, jika terus menerus ditambah bisa saja justru yang terjadi
adalah penurunan produksi karena adanya ketidak efektifan. Di samping itu,
pengusaha juga harus mempertimbangkan biaya produksi. Pemilik perusahaan
menginginkan agar perusahaan-nya dapat menghasilkan keuntungan setinggi
mungkin, dan biaya harus dikurangi biaya harus dikurangkan dari pendapatan
perusahaan untuk menentukan keuntungan (Mankiw,2007). Pengusaha harus

menentukan berapa biaya yang ia mau keluarkan demi mencapai output dengan
jumlah tertentu. Dalam hal ini, pengusaha dihadapkan pula dengan biaya total
produksi sebagai opportunity cost. Pengusaha juga perlu mengetahui dengan baik
cara pengukuran biaya. Jika ingin memperhitungkan jumlah biaya yang akan
dikeluarkan dalam jangka waktu tertentu, pengusaha harus menetapkan harga
tetap (fixed cost) untuk input tetap (fixed input). Dengan demikian, seberapa
banyakpun output yang akan diharapkan nantinya, fixed cost tidak boleh
mengalami perubahan agar perhitungan biaya tetap akurat. Tetapi, harga variasi
nantinya juga harus dipetimbangkan. Dari sini nantinya akan di temui biaya total
dengan menjumlahkan total fixed cost dan total variable cost. Selain itu, penting
pula bagi perusahaan memperhitungkan biaya rata-rata. Terdapat 3 jenis biaya
rata-rata dengan rumus yang berbeda. Pertama, rata-rata biaya tetap (Average
fixed cost) yang merupakan hasil pembagian total fixed cost dengan output.
Kedua, rata-rata biaya variabel (Average variable cost) yaitu hasil bagi total biaya
variable dengan jumlah output. Ketiga, rata-rata biaya total (Average total cost)
yaitu pembagian biaya total dengan jumlah output. Kemudian, untuk
memperhitungkan bagaimana biaya berubah ketika output berubah digunakan
rumus perhitungan marginal cost dengan membagi perubahan biaya total (TC)
dengan perubahan output (Q). Dengan melihat hasil marginal cost maka dapat
dipertimbangkan kenaikan biaya total saat menambahkan output. Untuk jangka
waktu yang panjang, tidak ada input tetap (fixed input) atau biaya tetap (fixed
cost); semua input dan semua biaya adalah berubah-ubah (variable) perusahaan
harus menentukan kombinasi input apa yang akan digunakan dalam memproduksi
output dalam tingkatan apa saja (Mankiw, 2007). Maka dari itu, rumusan yang
digunakan untuk perhitungan rata-rata biaya total jangka panjang (Long-Run
Average Total Cost) adalah biaya total jangka panjang dibagi dengan jumlah
output jangka panjang. Berkaitan dengan biaya, terdapat pula istilah sunk cost
yaitu situasi dimana perusahaan telah terlanjur atau harus mengeluarkan biaya
sejumlah tertentu tanpa mempertimbangkan keadaan kedepannya yang sudah
dipertimbangkan. Misalnya biaya produksi yang telah terlanjur dikeluarkan untuk
membuat pestisida adalah 500 juta rupiah. Namun ternyata setelah produksi,
pestisida tersebut terbukti tidak dapat mengusir hama dengan baik. Jadi, pestisida

itu hanya akan laku bila dijual dengan harga 300 juta rupiah. Maka disini
perusahaan mengalami sunk cost sejumlah 500 juta rupiah. Namun, meskipun
mengalami kerugian, perusahaan bisa saja memilih untuk tetap melakukan
penjualan agar pendapatan (revenue) tahunan tetap berjalan. Sunk cost ini
menunjukkan salah satu pengaruh penjualan dengan pendapatan.
Secara umum untuk memaksimalkan keuntungan, biasanya akan
diusahakan agar mengarahkan perusahaan dalam berproduksi agar
marginal cost setara dengan marginal revenue. Pada paragraf sebelumnya telah
diperkenalkan marginal cost. Sedangkan marginal revenue adalah pendapatan
tambahan yang diperoleh perusahaan dari penjualan tiap unit (Guell, 2008). Hal
ini terkait dengan pesaing yang dihadapi oleh perusaan. Apabila perusahaan
memiliki banyak pesaing, marginal revenue yang didapat cenderung tetap
meskipun mereka meningkatkan penjualan. Hal ini terjadi karena adanya
marginal cost yang tercipta dalam pasar. Produsen tidak dapat mengubah harga
jual dengan sepihak. Mereka harus selalu mengikuti harga pasar agar konsumen
tidak beralih kepada pesaingnya. Sedangkan bagi perusahaan yang tidak memiliki
pesaing akan mendapat pengurangan marginal revenue setiap ia menaikkan
penjualannya walaupun di sini mereka bergerak sebagai pengendali harga. Jika
mereka

menginginkan

adanya

peningkatan

penjualan

otomatis

mereka

membutuhkan permintaan lebih. Jadi, tidak ada jalan lain selain menurunkan
harga jual agar permintaan naik. total pendapatan adalah harga dikalikan dengan
kuantitas, tetapi karena harga tidak tetap sama, marginal revenue jatuh (Guell,
2008).
Ketika marginal revenue sama dengan marginal cost, maka akan diperoleh
keuntungan yang maksimal. Setiap pengusaha harus berjuang untuk mencapai
titik dimana marginal revenue sama dengan marginal cost untuk mendapatkan
hasil maksimal dari biaya produksi mereka dan peningkatan penjualan. Ketika
marginal revenue lebih besar daripada marginal cost, maka akan dihasilkan
keuntungan yang lebih besar, namun keuntungan tersebut akan diredam dengan
tingkat produksi yang lebih tinggi. Akibatnya yang diperoleh adalah setiap jumlah
tambahan output menghasilkan pengembalian tambah semakin kecil. Ketika
marginal revenue sama dengan jumlah yang lebih rendah dari marginal cost,

bisnis memiliki potensi keuntungan yang belum direalisasi dalam output yang
ditambahkan.
2). Sebutkan contoh eksternalitas pelaku ekonomi konsumen terhadap
produsen?
Dalam suatu perekonomian modern, setiap aktivitas mempunyai keterkaitan
dengan aktivitas lainnya. Apabila semua keterkaitan antara suatu kegiatan dengan
kegiatan lainnya dilaksanakan melalui mekanisme pasar atau melalui suatu sistem,
maka keterkaitan antar berbagai aktivitas tersebut tidak menimbulkan masalah.
Akan tetapi banyak pula keterkaitan antar kegiatan yang tidak melalui mekanisme
pasar sehingga timbul berbagai macam masalah. Keterkaitan suatu kegiatan
dengan kegiatan lain yang tidak melalui mekanisme pasar adalah apa yang disebut
dengan eksternalitas.
Secara umum dapat dikatakan bahwa eksternalitas adalah suatu efek
samping dari suatu tindakan pihak tertentu terhadap pihak lain, baik dampak yang
menguntungkan maupun yang merugikan.Dalam literatur asing, efek samping
mempunyai istilah seperti : external effects, externalities, neighboorhood effects,
side effects, spillover effects (Mishan, 1990). Efek samping dari suatu kegiatan
atau transaksi ekonomi bisa positif (positive external effects, external economic)
maupun negatif (negative external effects, external diseconomic).

Dalam

kenyataannya, baik dampak negatif maupun efek positif bisa terjadi secara
bersamaan dan simultan.
Eksternalitas hanyalah apabila tindakan seseorang mempunyai dampak
terhadap orang lain atau segolongan orang lain tanpa adanya kompensasi apapun
juga sehingga timbul inefisiensi dalam alokasi faktor produksi.
Eksternalitas itu dapat terjadi dari empat interaksi ekonomi berikut ini :
a) Efek atau dampak satu produsen terhadap produsen lain (effects of producers
on other producers).
b) Efek atau dampak samping kegiatan produsen terhadap konsumen (effects of
producers on consumers)
c) Efek atau dampak dari suatu konsumen terhadap konsumen lain (effects of
consumers on consumers)

d) Efek akan dampak dari suatu konsumen terhadap produsen (effects of


consumers on producers)
Yang akan saya bahas lebih dalam pada kesempatan ini adalah Efek akan
dampak dari suatu konsumen terhadap produsen (effects of consumers on
producers)
Dampak Konsumen Terhadap Produsen
Dampak konsumen terhadap produsen terjadi jika aktivitas konsumen
mengganggu fungsi produksi suatu produsen atau kelompok produsen tertentu.
Dampak jenis ini misalnya terjadi ketika limbah rumah tangga terbuang ke aliran
sungai dan mencemarinya sehingga mengganggu perusahaan tertentu yang
memanfaatkan air baik oleh ikan (nelayan) atau perusahaan yang memanfaatkan
air bersih.
Contoh kasus yang saya ambil adalah kasus pencemaran Sungai Citarum
yang mengganggu produktifitas PLTA-PLTA yang ada di sekitarnya.
KASUS

PENCEMARAN

SUNGAI

CITARUM

TERHADAP

PRODUKTIFITAS PLTA-PLTA YANG DI SEKITARNYA


Ci Tarum adalah sungai terpanjang dan terbesar di provinsi Jawa Barat,
Indonesia. Sungai ini bermuara di Ujung Karawang. Karena banyaknya debit air
yang dialirkan oleh sungai ini, maka pemerintah membuat tiga bendungan dan
Pembangkit Listrik Tenaga Air(PLTA) di sungai ini:
1.

PLTA Saguling

2.

PLTA Cirata

3.

PLTA Ir. H. Djuanda atau yang dikenal dengan PLTA Jatiluhur


Keadaan lingkungan sekitar Citarum telah banyak berubah sejak puluhan
tahun yang lalu. Kondisi adalah akibat dari ulah manusia yang tidak menyadari
pentingnya menjaga dan melestarikan ekosistem lingkungan sungai. Dengan
perilaku asal buang menjadikan kondisi air di sungai Citarum tercemar oleh

berbagai jenis limbah yang telah mengontaminasi kualitas air. Sekitar 60% dari
total semua limbah di sungai Citarum berasal dari limbah domestik rumah
tangga .Akibat dari pencemaran ini, kondisi air bersih di sekitar warga sungai
Citarum terancam berbagai masalah.
Daya tampung sungai Citarum dicerminkan oleh debit sungai Citarum.
Sementara beban polutan ditentukan dari sumber limbah industri, pertanian, dan
domestik (rumah tangga) dengan parameter BOD, COD, N Total dan P Total.
Perhitungan total beban polutan dilakukan dengan analisis secara spasial
menggunakan perangkat lunak MapInfo 8.0. Selanjutnya total beban polutan
dibagi dengan debit sungai di titik Nanjung akan menghasilkan nilai konsentrasi
polutan. Konsentrasi polutan tersebut kemudian dibandingkan dengan standar
baku mutu yang ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya tampung sungai
Citarum (tahun 2001 maupun 2004) sudah terlampaui. Daya tampung yang sudah
melampaui batas menyebabkan menurunnya daya dukung sungai Citarum. Selain
meningkatnya jumlah polutan, kapasitas debit sungai sangat menentukan tingkat
daya tampung dan daya dukung sungai Citarum. Hal ini mengakibatkan keadaan
sungai menjadi sempit dan dangkal, sampah dimana mana, warna airpun hitam
pekat. Penurunan debit/kuantitas maupun kualitas air ini telah mengganggu
produktifitas dari PLTA, terutama PLTA Jatiluhur. Yakni membuat putaran turbin
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Jatiluhur melemah.
Hitung-hitungan yang didapat dari 3 PLTA yang ada di aliran sungai citarum
ternyata menghasilkan energi setara bahan bakar minyak sebanyak 16 Juta
ton/tahun. Namun ada sekitar 4 juta meter kubik lumpur masuk ke dalam waduk
Saguling. Kemudian, rata-rata tahunan sampah yang disaring oleh UBP Saguling
mencapai 250.000 m3/ tahun. Sejumlah sampah tersebut disaring agar tidak masuk
ke dalam turbin pembangkit listrik. Tentunya proses penyaringannya sendiri
memakan biaya yang tidak sedikit.Hal ini mengakibatkan kerugian bagi pihak
PLTA

Das könnte Ihnen auch gefallen