Sie sind auf Seite 1von 15

ATELEKTASIS

A.
DEFINISI
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus )
atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
B.
ETIOLOGI
Penyebab dari atelektasis adalah :
1.
Obstruktif :
Sebab utama dari atelektasis adalah penyumbatan sebuah bronkus. Penyumbatan juga bisa terjadi pada saluran pernafasan yang lebih
kecil. Penyumbatan bisa disebabkan oleh adanya gumpalan lendir, tumor atau benda asing yang terhisap ke dalam bronkus. Atau
bronkus bisa tersumbat oleh sesuatu yang menekan dari luar, seperti tumor atau pembesaran kelenjar getah bening. Jika saluran
pernafasan tersumbat, udara di dalam alveoli akan terserap ke dalam aliran darah sehingga alveoli akan menciut dan memadat.
Jaringan paru-paru yang mengkerut biasanya terisi dengan sel darah, serum, lendir, dan kemudian akan mengalami infeksi.

Bronkus yang tersumbat, penyumbatan bias berasal di dalam bronkus seperti tumor bronkus, benda asing, cairan sekresi yang
massif. Dan penyumbatan bronkus akibat panekanan dari luar bronkus seperti tumor sekitar bronkus, kelenjar yang membesar.

Peradangan intraluminar airway menyebabkan penumpukan sekret yang berupa mukus.

Tekanan ekstra pulmonary, biasanya diakibatkan oleh pneumothorah, cairan pleura, peninggian diafragma, herniasi alat perut ke
dalam rongga thorak, tumor thorak seperti tumor mediastinum.

Paralisis atau paresis gerakan pernapasan, akan menyebabkan perkembangan paru yang tidak sempurna, misalkan pada kasus
poliomyelitis dan kelainan neurologis lainnya. Gerak napas yang terganggu akan mempengaruhi lelancaran pengeluaran sekret
bronkus dan ini akan menyebabkan penyumbatan bronkus yang berakhir dengan memperberat keadaan atelektasis.

Hambatan gerak pernapasan oleh kelainan pleura atau trauma thorak yang menahan rasa sakit, keadaan ini juga akan
menghambat pengeluaran sekret bronkus yang dapat memperberat terjadinya atelektasis
2. Non-obstruktif :

Pneumothoraks

Tumor

Pembesaran kelenjar getah bening.

Pembiusan (anestesia)/pembedahan

Tirah baring jangka panjang tanpa perubahan posisi

Pernafasan dangkal

Penyakit paru-paru
C.
MACAM-MACAM ATELEKTASIS
Berdasarkan Faktor yang Menimbulkan
1.
Atelektasis Neonatorum
Banyak terjadi pada bayi prematur, di mana pusat pernapasan dalam otak tidak matur dan gerakan pernapasan masih terbatas.Faktor
pencetus termasuk komplikasi persalinan yang menyebabkan hipoksia intrauter.
Pada autopsy, paru tampak kolaps, berwarna merah kebiruan, non crepitant, lembek dan alastis.Yang khas paru ini tidak mampu
mengembang di dalam air.Secara histologis, alveoli mempunyai paru bayi, dengan ruang alveoli kecil yang seragam, dilapisi
dindingin septa yang tebal yang tampak kisut.Epitel kubis yang prominem melaposi rongga alveoli dan sering terdapat edapan protein
granular bercampur dengan debris amnion dan rongga udara.Atelektasi neonatorum pada sistem, gawat napas, telah di bahas
disebelumnya.
2. Atelektasis Acquired atau Didapat
Atelektasis pada dewasa, termasuk gangguan intratoraks yang menyebabkan kolaps dari ruang udara, yang sebelumnya telah
berkembang.Jadi terbagi atas atelektasis absorpsi, kompresi, kontraksi dan bercak.Istilah ini banya menyangkut mechanisme dasar
yang menyebabkan paru kolaps atau pada distribusi dari perubahan tersebut.
Altelektasis absorpsi terjadi jika saluran pernapasan sama sekali tersumbat sehingga udara tidak dapat memasuki bagian
distal parenkim. Udara yang telah tersedia secara lambat laun memasuki aliran darah, disertai dengan kolapsnya alveoli.
Tergantung dari tingkat obstruksi saluran udara, seluruh paru, merupakan lobus yang lengkap, atau bercak segmen dapat
terlibat. Penyebab tersering dari kolaps absorbsi adalah abstruksi bronchus oleh suatu sumbatan mucus. Hal ini sering terjadi
pasca operasi. Asma bronchial, bronkiektasis dan bronchitis akut serta kronis, dapat pula menyebabkan obstruksi akut serta
kronis. Dapat pula menyebabkan obstruksi akut serta kronis, dapat pula menyebabkan obstruksi karena sumbatan bahan
mukopurulen. Kadang-kadang obstruksi disebabkan oleh aspirasi benda asing atau bekuan darah, terutama pada anak atau
selama operasi rongga mulut atau anestesi. Saluran udara dapat juga ter sumbat oleh tumor, terutama karsinoma bronkogenik
dengan pembesaran kelenjar getah bening (seperti pada tuberculosis, contohnya) dan oleh aneurisma pembuluh darah.
Atelektasis kompresi paling sering dihubungkan dengan penimbunan cairan darah atau udara dalam kavum pleura, yang
secara mekanis menyebabkan kolaps paru di sebelahnya. Ini adalah kejadian yang sering pada efusi pleura dari penyebab apa
pun, namun mungkin yang paling sering dihubungkan dengan hidrotoraks pada payah jantung kongesti. Pneumotoraks dapat
juga menyebabkan atelektasis kompresi pada penderita dengan tirah baring dan penderita denan asites, atelaktasis basal
menyebabkan posisi diafragma yang lebih tinggi.
Atelektasis kontraksi terjadi bila perubahan fibrosis pada paru dan pleura yang menghambat ekspensi dan meningkatkan
daya pegas pada ekspirasi.
Atelektasis bercak bearti adanya daeah kecil-kecil dari kolaps paru, sepeti terjadi pada obstruksi bronkioli yang multiple
karena sekresi atau eksudat pada kedua sindrom gawat napas orang dewasa dan bayi. Pada sebagian kecil kasus, atelektasis
terjadi karena patogenesis tertentu yang menyertai jelas pada dinding dada.
Atelektasis didapat (acquired) dapat akut atau kronis. Biasanya timbul karena sumbatan mucus yang relatif akut, yang menjadi
manifest karena mendadak timbul sesak napas. Memang peristiwa sesak napas akut dalam 48 jam setelah satu prosedur pembedahan,
hampir selalu didiagnosis sebagai atelektasis. Yang penting adalah atelektasis dapat didiagnosis dini dan terjadi reekspensi yang tepat

dari paru yang terkena, karena perenkim yang kolaps amit peka terhadap infeksi yang menunggagi.Atelektasis persisten segmen paru
mungkin merupakan bagian penting untuk terjadinya karsinoma bronkogenik yang diam-diam.
Berdasarkan luasnya atelektasis
1. Massive atelectase, mengenai satu paru
2. Satu lobus, percabangan main bronchus
Gambaran khas yaitu inverted S sign tumor ganas bronkus dengan atelectase lobus superior paru.
1. Satu segmen segmental atelectase
2. Platelike atelectase, berbentuk garis
Misal : Fleischner line oleh tumor paru
Bisa juga terjadi pada basal paru post operatif
Berdasarkan lokasi atelektasis
1. Atelektasis lobaris bawah: bila terjadi dilobaris bawah paru kiri, maka akan tersembunyi dibelakang bayangan jantung dan
pada foto thorak PA hamya memperlihatkan diafragma letak tinggi.
2. Atelektasis lobaris tengah kanan (right middle lobe). Sering disebabkan peradangan atau penekanan bronkus oleh kelenjar
getah bening yang membesar.
3. Atelektasis lobaris atas (upper lobe): memberikan bayangan densitas tinggi dengan tanda penarikan fissure interlobaris ke
atas dan trakea ke arah atelektasis.
4. Atelektasis segmental: kadang-kadang sulit dikenal pada foto thoraj PA, maka perlu pemotretan dengan posisi lain seperti
lateral, miring (obligue), yang memperlihatkan bagian uang terselubung dengan penarikan fissure interlobularis.
5. Atelektasis lobularis (plate like/atelektasis local). Bila penyumbatan terjadi pada bronkus kecil untuk sebagian segmen paru,
maka akan terjadi bayangan horizontal tipis, biasanya dilapangan paru bawah yang sering sulit dibedakan dengan proses
fibrosis. Karena hanya sebagian kecil paru terkena, maka biasanya tidak ada keluhan.
6. Atelektasis pada lobus atas paru kanan. Kolaps pada bagian ini meliputi bagian anterior, superior dan medial. Pada foto
thorak PA tergambarkan dengan fisura minor bagian superior dan mendial yang mengalami pergeseran. Pada foto lateral,
fisura mayor bergerak ke depan, sedangkan fisura minor dapat juga mengalamai pergeseran ke arah superior.
D.
PATOFISIOLOGI
Setelah penyumbatan bronchial yang terjadi secara mendadak sirkulasi darah perifer akan diserap oleh udara dari alveoli, yang akan
menyebabkan terjadinya kegagalan pernapasan dan penarikan kembali paru-paru dalam beberapa menit, hal ini tanpa desebabkan
adanya infeksi. Paru-paru akan menyusut secara komplek. Dalam tingkat awal, perfusi darah paru-paru akan kekurangan udara yang
menyebabkan hipoksemi arterial. Jika kapiler dan jaringan hipoksia mengakibatkan timbulnya transudat berupa gas dan cairan serta
udem paru.Pengeluaran transudat dari alveoli dan sel merupakan pencegahan komplit kolaps dari atelektasis paru. Daerah sekitar
paru-paru yang mengalami udem kompensata sebagian akan kehilangan volume. Bagaimanapun juga pada kasus kolaps yang luas
diafragma mengalami paninggian, dinding dada nyeri dan hal ini akan mempengaruhi perubahan letak hati dan mediastinum.
Sesak yang disebabkan merupakan variasi perubahan stimulus pusat respirasi dan kortek serebral.Stimulus berasal dari kemoreseptor
di mana terdapat daerah atelektasis yang luas yang menyebabkan tekanan O2 kurang atau berasal dari paru-paru dan otot pernapasan,
dimana paru-paru kekurangan oksigen tidak terpenuhi dan penambahan kerja pernapasan.Kiranya aliran darah pada daerah yang
mengalami atelektasis berkurang.Tekanan CO2 biasanya normal atau seharusnya turun sedikit dari sisa hiperventilasi parenkim paruparu yang normal.
E.
GEJALA KLINIS
Atelektasis dapat terjadi secara perlahan dan hanya menyebabkan sesak nafas yang ringan.
Gejalanya bisa berupa :
o gangguan pernafasan
o bunyi nafas berkurang
o nyeri dada
o batuk
o pucat
o cemas
o sianosis
o gelisah
o takikardia
Jika disertai infeksi, bisa terjadi demam dan peningkatan denyut jantung, kadang-kadang sampai terjadi syok (tekanan darah sangat
rendah).
F.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan fisik :
o Pada tahap dini sulit diketahui.
o Ronchi basah, kasar dan nyaring.
o Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi suara umforik.
o Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
o Bila mengenai Pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)
Pemeriksaan Radiologi :
o Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas.
o Pada kavitas bayangan berupa cincin.
o Pada Kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.
Laboratorium :
o Darah : leukosit meninggi, LED meningkat
o Sputum : pada kultur ditemukan BTA
o Test Tuberkulin : Mantoux test (indurasi lebih dari 10-15 mm)

Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan klinis dan gambaran radiologis yang jelas dari berkurangnya ukuran paru-paru
(digambarkan dengan adanya penarikan tulang iga, peninggian diafragma, penyimpangan dari trakea, jantung dan mediastinum dan
sela lobus kehilangan udara, di celah interlobus menjadi bergeser atau tidak pada tempatnya, dan densitas pada lobus menjadi lebih
opak, seperti pada bronkus, pembuluh darah kelenjar limfe menjadi tidak beraturan. Dan pemeriksaan khusus misalnya dengan
bronkoskopi dan bronkografi, dapat degan tepat menetukan cabang bronkus yang tersumbat.
G.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan Atelektasis meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut:
1) Medis
a.
Pemeriksaan bronkoskopi
b.
Pemberian oksigenasi
c.
Pemberian terapi simtomatis (anti sesak, bronkodilator, antibiotik dan kortikosteroid)
d.
Fisioterafi (masase atau latihan pernapasan)
e.
Pemeriksaan bakteriologis
2) Keperawatan
a.
Teknik batuk efektif
b.
Pegaturan posisi secara teratur
c.
Melakukan postural drainase dan perkusi dada
H.
PENGOBATAN
Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan dahak dari paru-paru dan kembali mengembangkan jaringan paru yang terkena.
Tindakan yang biasa dilakukan :
Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena kembali bisa mengembang
Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur lainnya
Latihan menarik nafas dalam ( spirometri insentif )
Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak
Postural drainase
Antibiotik diberikan untuk semua infeksi
Pengobatan tumor atau keadaan lainnya
Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang, menyulitkan atau menyebabkan perdarahan, maka biasanya
bagian paru-paru yang terkena mungkin perlu diangkat
Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-paru yang mengempis akan kembali mengembang, dengan atau
tanpa pembentukan jaringan parut ataupun kerusakan lainnya.
I.
PENCEGAHAN
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya atelektasis :
o Setelah menjalani pembedahan, penderita harus didorong untuk bernafas dalam, batuk teratur dan kembali melakukan aktivitas
secepat mungkin.
o Meskipun perokok memiliki resiko lebih besar, tetapi resiko ini bisa diturunkan dengan berhenti merokok dalam 6-8 minggu
sebelum pembedahan.
o Seseorang dengan kelainan dada atau keadaan neurologis yang menyebabkan pernafasan dangkal dalam jangka lama, mungkin
akan lebih baik bila menggunakan alat bantu mekanis untuk membantu pernafasannya. Mesin ini akan menghasilkan tekanan terusmenerus ke paru-paru, sehingga meskipun pada akhir dari suatu pernafasan, saluran pernafasan tidak dapat menciut.
v Kelainan-kelainan radiologik
Bilamana seluruh paru-paru mengempis, akan ada suatu bayangan homogen pada belah itu, dengan jantung dan trakhea beranjak ke
jurusan itu dan diafragma terangkat. Bilamana hanya satu lobus yang atelaktasis disebabkan oleh penyumbatan bronkhial, mungkin
kelihatan dua kelainan yang karakteristik. Kelainan pertama adalah suatu bayangan yang homogen daripada lobus yang kempis itu
sendiri, yang akan menempati ruangan yang lebih kecil daripada bilamana ia berkembang sama sekali.
Suatu lobus kanan atas yang kempis akan kelihatan sebagai suatu daerah yang opak pada puncak, dengan batas tegas yang bersifat
konkaf di bawahnya di dekat klavikula yaitu yang diakibatkan oleh fisura horizontalis yang terangkat.
Lobus kiri atas bilamana kempis biasanya mencakup lingula, dan bayangan yang diakibatkannya adalah lebih tidak tegas tanpa batas
bawah yang tegas. Akan tetapi pada proyeksi lateral akan kelihatan suatu bayangan berbentuk lidah dengan puncaknya dekat
diafragma; di sebelah anterior, ini mungkin sampai kepada sternum, atau mungkin dipisahkan oleh suatu daerah yang translusen yang
disebabkan oleh paru-paru kanan yang menyelip diantaranya dan sternum di sebelah posterior bayangan itu mempunyai batas yang
tegas dengan batas konkaf yang disebabkan oleh fisura besar yang terdesak ke depan.
Suatu lobus tengah akan menyebabkan suatu bayangan yang sangat tidak tegas pada proyeksi anterior, akan tetapi mungkin
mengaburkan batas daripada jantung kanan, pada proyeksi lateral ia akan kelihatan sebagai suatu bayangan berbentuk pita yang
membujur dari hilus ke angulus sterno-diafragmatikus. Batas atasnya yang tegas dibentuk oleh fisura horizontalis yang terdekat,
sedangkan batas belakangnya yang konkaf oleh fisura mayor yang terdesak ke depan.
Lobus bawah yang kempis menyebabkan suatu bayangan berbentuk segitiga, dengan batas lateral yang tegas yang membujur ke
bawah dan keluar dari daerah hilus ke diafragma. Oleh karena ia biasanya terletak di belakang bayangan jantung, ia hanya dapat
dilihat bilamana radiograf adalah baik. Pada proyeksi lateral bayangan mungkin kabur sekali, akan tetapi biasanya kehadirannya
memberikan tiga gambar; vertebrae torakalis di sebelah bawah akan kelihatan lebih berwarna abu-abu daripada hitam daripada
vertebrae di sebelah tengah; bagian posterior daripada bayangan diafragma kiri akan tidak dapat dilihat; dan akhirnya, daerah
vertebrae bawah di belakang bayangan jantung akan kurang hitam daripada daerah translusen di belakang sternum.
Gejala-gejala yang karakteristik lainnya adalah konsekuensi daripada bayangan-bayangan vaskuler menjadi kabur di dalam opasitas
umum daripada lobus yang tidak mengandung udara, sedangkan bayangan pembuluh-pembuluh darah di dalam lobus yang lain adalah
lebih memencar oleh karena ia mengisi suatu volume yang lebih besar. Pembuluh-pembuluh darah hilus pada sebelah yang terkena
penyakit akan menunjukkan suatu konveksitas lateral dan bukan suatu konkafitas seperti dalam keadaan normal pada tempat dimana
grup daripada lobus atas bertemu dengan arteria basalis di samping itu, hilus akan menjadi lebih kecil daripada di sebelah yang lain,
sedangkan pembuluh-pembuluh darah paru-paru akan lebih memencar sehingga per unit daerah akan kelihatan lebih sedikit daripada

I.

II.

di sebelah yang lain (normal). Hanya akan ada sedikit atau sama sekali tidak ada translusensi yang relatif, oleh karena aliran kapiler
bertambah besar, sedangkan pendesakan trakhea atau peninggian diafragma biasanya sedikit dan jantung beralih hanya sedikit ke
jurusan lobus yang kempis yaitu pada kolaps daripada lobus bawah, atau yang lebih sering sama sekali tidak pada kolaps daripada
lobus atas.

http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/01/11/atelektasis/
ATELEKTASIS
I.

PENDAHULUAN
Gangguan pada sistem pernapasan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Hal ini dapat disebabkan oleh karena
kelainan paru bawaan atau congenital, infeksi pada saluran pernapasan sering terjadi dibandingkan dengan infeksi pada sistem organ
tubuh lain. Meskipun atelektasis sebenarnya bukan merupakan penyakit, tetapi ada kaitannya dengan penyakit parenkim paru. 1
Istilah atelektasis berasal dari bahasa yunani, ateles dan ektasis, yang berarti pengembangan tidak sempurna. Atelektasis
merupakan suatu keadaan dimana sebagian atau seluruh paru tidak dapat berkembang secara sempurna, hal ini mengakibatkan udara
dalam alveoli akan berkurang atau menghilang sama sekali pada bagian yang tidak berkembang tersebut atau sering juga disebut
kolaps paru (lung collaps).2
Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru-paru yang tidak sempurna dan menerangkan arti bahwa alveolus pada
bagian paru-paru yang terserang tidak mengandung udara dan kolaps. Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru
akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal. 2
Atelektasis berkenaan dengan kolaps dari bagian paru. Kolaps ini dapat meliputi sub segmen paru atau seluruh paru. Atelektasis
dapat terjadi pada wanita atau pria dan dapat terjadi pada semua ras. Atelektasis lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda dari
pada anak yang lebih tua dan remaja. Stenosis dengan penyumbatan efektif dari suatu bronkus lobar mengakibatkan atelektasis
(kolaps) dari suatu lobus, dan radiograf akan menunjukkan suatu bayangan yang homogen dengan tanda pengempisan lobus. Secara
patologik, hampir selalu ada pula kelainan-kelainan lain di samping tidak adanya udara dari pada lobus dan posisi yang
disebabkannya dari pada dinding-dinding alveolar dan bronkhiolar. 3

DEFINISI
Atelektasis adalah keadaan ketika sebagian atau seluruh paru mengempis atau tidak mengandung udara. Tidak adanya udara
didalam paru terjadi karena seluruh pernafasan tersumbat sehingga udara dari bronkus tidak dapat masuk kedalam alveolus,
sedangkan udara yang sebelumnya berada di alveolus diserap habis oleh dinding alveolus yang banyak mengandung kapiler darah. 4

Gambar 1. Tampak perselubungan homogen pada lapangan paru sebelah kiri yang menutupi batas kiri jantung, diafragma,dan sinus disertai dengan shift midline ke kiri.

ETIOLOGI
Ateleksasis dapat disebabkan oleh berbagai macam kelainan disekitar paru, yaitu :2,5,6,7

1.

Penyumbatan/obstruksi pada bronkus


Penyumbatan dapat terjadi secara intrinsik (tumor pada bronkus, benda asing, cairan sekresi yang massif) ataupun
penyumbatan pada bronkus akibat penekanan dari luar bronkus (tumor di sekitar bronkus,ataupun pembesaran kelenjar limfe)

2.

Tekanan ekstra pulmoner


Biasa diakibatkan oleh karena pneumothoraks, adanya cairan pleura, peninggian diafragma, herniasi organ abdomen ke
rongga thoraks,dan tumor intra thoraks tapi ekstra-pulmoner (tumor mediastinum)

3.

Paralisis atau paresis gerakan pernafasan


Hal ini akan menyebabkan perkembangan paru yang tidak sempurna, misalnya pada kasus poliomyelitis, dan kelainan
neurologil kalinnya. Gerak napas yang terganggu akan mempengaruhi kelancaran pengeluaran sekret dalam bronkus dan akhirnya
akan memperberat keadaan atelektasis.
4.

Hambatan gerakan pernafasan oleh kelainan pleura atau trauma thoraks yang menahan rasa sakit. Keadaan ini juga akan

menghambat pengeluaran sekret bronkus yang dapat memperhebat terjadinya atelektasis.


5.
Adhesif atelektasis
Hal ini merujuk pada atelektasis non-obstruktif, dapat terjadi apabila permukaan luminal dinding alveoli melekat satu
dengan lain. Merupakan komponen penting pada khususnya respiratory distress syndrome pada bayi baru lahir (HMD), dan emboli
6.

paru, namun dapat pula terjadi akibat pneumoitis akibat radiasi.


Sikatriks atelektasis
Merupakan akibat utama dari fibrosis dan pembentukan jaringan parut (infiltrasi) di dalam ruang intraalveolar dan
intersisialis (pneumonitis intersisialis), umumnya berhubungan dengan tuberkulosis paru.

V.
1.

PATOFISIOLOGI
Atelektasis Obstruktif
Berhubungan dengan obstruksi bronkus, kapiler darah akan mengabsorbsi udara di sekitar alveolus, dan menyebabkan
retraksi paru dan akan terjadi kolaps dalam beberapa jam. Pada stadium awal, darah melakukan perfusi paru tanpa udara, hal ini
mengakibatkan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi sehingga arterial mengalami hipoksemia. Jaringan hipoksia hasil dari
transudasi cairan ke dalam alveoli menyebabkan edema paru, yang mencegah atelektasis komplit. Ketika paru paru kehilangan udara,

2.

bentuknya akan menjadi kaku dan mengakibatkan dyspnea, jika obstruksi berlanjut dapat mengakibatkan fibrosis dan bronkiektasis. 5,6
Atelektasis Non-Obstruktif
Penyebab utama yaitu oleh karena tidak adanya hubungan antara pleura viseralis dan pleura parietalis. Efusi pleura maupun
pneumothorax menyebabkan atelektasis pasif. Efusi pleura yang mengenai lobus bawah lebih sering dibanding dengan pneumothorax
yang sering menyebabkan kolaps pada lobus atas. Atelektasis adhesive lebih sering dihubungkan dengan kurangnya surfaktan.
Surfaktan mengandung phispolipid dipalmitoy phosphatidyicholine, yang mencegah kolaps paru dengan mengurangi tegangan
permukaan alveoli. Berkurang atau tidaknya produksi surfaktan biasanya terjadi pada ARDS, pneumonitis radiasi, ataupun akibat
trauma paru sehingga alveoli tidak stabil dan kolaps. Kerusakan parenkim paru pun dapat menyebabkan atelektasis sikatrik yang
membuat tarikan tarikan yang bila terlalu banyak membuat paru kolaps, sedangkan replacement atelektasis dapat disebabkan oleh

3.

tumor seperti bronchialveolar carcinoma.5,6


Platlike atelektasis (Focal atelectasis)
Disebut juga discoid atau subsegmental atelektasis, tipe ini sering ditemukan pada penderita obstruksi bronkus dan
didapatkan pada keadaan hipoventilasi, emboli paru, infeksi saluran pernafasan bagian bawah dengan horizontal atau platlike.

Atelektasis minimal dapat terjadi karena ventilasi regional yang tidak adekuat dan abnormalitas formasi surfaktan akibat hipoksia,
4.

iskemia, hiperoxia, dan ekspos berbagai toksin.5,6


Postoperative atelektasis
Atelektasis merupakan komplikasi yang umum terjadi pada pasien yang melakukan anastesi ataupun bedah dapat
mengakibatkan atelektasis karena disfungsi dari diafragma dan berkurangnya aktivitas surfaktan. Atelektasis ini biasanya pada bagian
basal (bawah) paru ataupun segmen tertentu.5

DIAGNOSIS
Gambaran Klinis
Sebagian besar berhubungan dengan kelainan yang mendasarinya, sebagian tampak seperti keadaan normal, namun pada sejumlah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
a.
1.
2.
3.
4.
b.
1.

kasus, terutama kasus akut dapat berupa :2,5,6,9


Batuk non produktif
Nyeri dada
Sianosis
Hipotensi
Takikardi
Demam
Syok
Pemeriksaan Fisik:5,10
Inspeksi : tampak cekungan atau bagian yang tertinggal pada daerah yang sakit
Palpasi : penurunan fremitus, trakea, dan jantung mengalami shift ke daerah yang sakit
Perkusi : suara lebih redup
Auskultasi : menghilangnya bunyi nafas.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologis ( foto thorax, CT-Scan, Bronchoscopy). Foto Thorax dilakukan dengan posisi PA/Lateral. Foto thorax posisi
lateral bertujuan untuk melihat letak atelektasis, apakah anterior ataukah posterior agar mempermudah mengetahui lobus paru bagian

I.

mana yang mengalami kolaps. Tanda tanda langsung atelektasis :5,11


Pergeseran dari fissure interlobar
Peningktan dentitas
Volume paru yang bersangkutan mengecil
PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan untuk mengeluarkan dahak dari paru-paru dankembali mengembangkan jaringan paru yang terkena.Tindakan
yang biasa dilakukan adalah :12

1.

Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena kembali bisa mengembang.

2.

Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur lainnya

3.

Latihan menarik nafas dalam( spirometri insentif )

4.

Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak

5.

Postural drainase

6.

Antibiotik diberikan untuk semua infeksi

7.

Pengobatan tumor atau keadaan lainnya.

8.

Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang,menyulitkan atau menyebabkan perdarahan, maka biasanya
bagian paru- paru yang terkena mungkin perlu diangkat.

9.

Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-paru yang mengempis akan kembali mengembang, dengan atau
tanpa pembentukan jaringan parut ataupun kerusakan lainnya.

PENCEGAHAN 12

II.

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya atelektasis :
1.

Setelah menjalani pembedahan, penderita harus didorong untuk bernafas dalam, batuk teratur dan kembali melakukan aktivitas
secepat mungkin. Meskipun perokok memiliki resiko lebih besar, tetapi resiko ini bisaditurunkan dengan berhenti merokok dalam 6-

2.

8 minggu sebelum pembedahan


Seseorang dengan kelainan dada atau keadaan neurologis yang menyebabkan pernafasan dangkal dalam jangka lama, mungkin
akan lebih baik bila menggunakan alat bantu mekanis untuk membantu pernafasan. Mesin ini akan menghasilkan tekanan terusmenerus ke paru-paru, sehingga meskipun pada akhir dari suatu pernafasan, saluran pernafasan tidak dapat menciut.

III.
1.

PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada penyebab, umur, komplikasi yang terjadi, dan managemen terhadap penyakit. Umumnya baik pada

2.

atelektasis post operasi dan buruk pada kanker tingkat lanjut.2,7


Pada orang dewasa, bila atelektasis terjadi pada sebagian kecil lapangan paru biasanya akan mengancam jiwa. Sebagai

3.
4.

kompensasi bagian paru yang masih dapat berfungsi dengan baik akan menyediakan oksigen yang cukup untuk seluruh tubuh.2,7
Atelektasis yang besar akan berbahaya, terutama pada bayi,anak kecil, atau pada mereka yang mempunyai penyakit paru.2
Biasanya terjadi perbaikan secara bertahap bila obstruksi telah dihilangkan. Bagaimana pun juga, pemulihan akan meninggalkan

X.
1.

2.

bekaas parut (fibrosis).2


KOMPLIKASI 5
Pnemonia
Bias diakibatkan oleh berkurangnya oksigen dan kemampuan paru untuk mengembang sehingga secret mudah tertinggal dalam
alveolus dan mempermudah menempelnya kuman dan mengakibatkan terjadinya peradangan pada paru.
Hypoxemia dan gagal napas
Bila keadaan atelektasis dimana paru tidak mengembang dalam waktu yang cukup lama dan tidak terjadi perfusi ke jaringan sekitar
yang cukup maka dapat terjadi hypoxemia hingga gagal napas. Bila paru yang masih sehat tidak dapat melakukan kompensasi dan

3.

keadaan hipoksia mudah terjadi pada obstruksi bronkus.


Sepsis
Hal ini dapat terjadi bila penyebab atelektasis itu sendiri adalah suatu proses infeksi, dan bila keadaan terus berlanjut tanoa diobati
maka mudah terjadi sepsis karena banyak pembuluh darah di paru, namun bila keadaa segera ditangani keadaan sepsis jarang

4.

terjadi.
Bronkiektasis
Ketika paru paru kehilangan udara, bentuknya akan menjadi kaku dan mengakibatkan dyspnea, jika obstruksi berlanjut dapat
mengakibatkan fibrosis dan bronkiektasis.
http://venasaphenamagna.blogspot.com/2012/03/atelektasis.html
Pneumonia lobaris (Referat Pulmology)

BAB I
PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi serta kerugian
produktivitas kerja 1. Dari hasil survei kesehatan rumah tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bagian bawah

menempati urutan ke dua sebagai penyebab kematian 3. ISNBA dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk
pneumonia. 1. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi
saluran napas akut termasuk pneumonia. Di Indonesia, dari buku SEAMIC Health statistic 2001, pneumonia merupakan penyebab
kematian nomor enam 3. Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Istilah pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh proses infeksi akut, sedangkan istilah pneumonitis sering dipakai untuk
proses non infeksi.1.
Pneumonia lobaris sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada sistem pernafasan, merupakan salah satu bentuk
pneumonia yang terjadi pada lobus paru.(2,) Pneumonia lobaris lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan
respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering pneumonia lobaris pada
dewasa dan anak besar adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae.(5, 6) Insidensi pneumonia lobaris di negaranegara yang sedang berkembang pada anak kurang dari 5 tahun diperkirakan sekitar 30% dengan angka mortalitas yang tinggi.
Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok walaupun ada berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di
atas disebabkan oleh munculnya organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotik. Adanya
organisme-organisme baru dan penyakit seperti AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang semakin memperluas spektrum
dan derajat kemungkinan terjadinya pneumonia lobaris.(2)
I. 2. Tujuan Penulisan
1.Untuk mengetahui dan memahami tentang pneumonia lobaris mengenai definisi, etiologi dan epidemiologi, patologi dan
patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis dan diagnosis banding, penatalaksanaan, pencegahan dan prognosisnya
2.Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Program Pendidikan Profesi di bagian Ilmu Penyakit Paru di RSUD dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
Pneumonia lobaris adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini menyerang lobus paru.(2,6) Pembagian atau
penggolongan pneumonia berdasarkan atas dasar anatomis kurang relevan dibanding pembagian pneumonia berdasar etiologinya.
Berdasar etiologinya, pneumonia dibagi : (1) bakteri (Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus, S.hemolyticus, S.aureus,
H.influenza,dll), (2) virus (RSV, influenza, adenovirus, CMV), (3) Mycoplasma pneumoniae, (4) Aspirasi (makanan, kerosen, cairan
amnion, benda asing), (5) Pneumonia hipostatik, (6) Sindrom Loeffler.(3,4,5 )

II.2. Etiologi
Pneumonia lobaris lebih sering ditimbulkan oleh invasi bakteri. Golongan bakteri yang sering menyebabkan ataupun didapatkan
pada kasus pneumonia lobaris adalah(,5):

1.Bakteri gram positif


a. Pneumococcus
b. Staphylococcus aureus
2.Bakteri gram negatif
a. Haemophilus influenzae
b.Klebsiella pneumonia
II.2.1. Bakteri gram positif
A. Pneumococcus
Merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada kasus pneumonia. Pneumokokus dengan serotipe 1 sampai 8
menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%, sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. Angka kejadian
tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu
disebabkan oleh pneumokokus, ditemukan pada dewasa dan anak besar.(3,5)
B. Patofisiologi
Organisme ini teraspirasi ke bagian tepi paru dari saluran nafas bagian atas atau nasofaring. Awalnya terjadi edema reaktif yang
mendukung multiplikasi organisme-organisme ini serta penyebarannya ke bagian paru lain yang berdekatan. Biasanya satu lobus atau
lebih, atau bagian-bagian dari lobus, tidak melibatkan sisa sistem bronkopulmonal. Namun, gambaran pneumonia lobar ini sering
tidak ada pada bayi, yang mungkin menderita penyakit yang tidak lebih sempurna dan difus yang menyertai distribusi bronkus dan
yang ditandai dengan banyak daerah konsolidasi teratas di sekeliling jalan nafas yang lebih kecil. Jarang didapatkan jejas yang
permanen.(5) Umumnya bakteri ini mencapai alveoli melalui percikan mukus atau saliva (droplet) dan tersering mengenai lobus
bagian bawah paru karena adanya efek gravitasi. Organisme ini setelah mencapai alveoli akan menimbulkan respon yang khas yang
terdiri dari 4 tahap yang berurutan, yaitu :

1)Kongesti (4 s/d 12 jam pertama) Eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor. Serta
didapatkan eksudat yang jernih, bakeri dalam jumlah yang banyak, neutrofil, dan makrofag dalam alveolus.
2)Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) Paru-paru tampak merah dan bergranula karena sel-sel darah merah, fibrin dan lekosit
polimorfonuklear mengisi alveoli. Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar. Stadium ini berlangsung sangat singkat.
3)Hepatisasi kelabu (3 s/d 8 hari) Lobus paru masih tetap padat dan warna merah menjadi tampak kelabu karena lekosit dan fibrin
mengalami konsolidasi di dalam alveoli dan permukaan pleura yang terserang melakukan fagositosis terhadap pneumococcus. Kapiler
tidak lagi mengalami kongesti.
4)Resolusi (7 s/d 11 hari) Eksudat mengalami lisis dan direabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada strukturnya
semula.(2,5) Bercak-bercak infiltrat yang terbentuk pada pneumonia lobaris adalah bercak-bercak yang tidak teratur, berbeda dengan
bronkopneumonia dimana penyebaran bercaknya mengikuti pembagian dan penyebaran bronkus dan ditandai dengan adanya daerahdaerah konsolidasi terbatas yang mengelilingi saluran-saluran nafas yang lebih kecil.(2,
C. Gambaran Klinis Biasanya didahului dengan adanya infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Pada bayi bisa disertai
dengan hidung tersumbat, rewel serta nafsu makan yang menurun. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39C atau lebih. Anak
sangat gelisah, dispneu. Kesukaran bernafas yang disertai adanya sianosis di sekitar mulut dan hidung. Tanda kesukaran bernafas ini

dapat berupa bentuk nafas berbunyi (ronki dan friction rub di atas jaringan yang terserang), pernafasan cuping hidung, retraksiretraksi pada daerah supraklavikuler, interkostal dan subkostal. Pada awalnya batuk jarang ditemukan, tapi dapat dijumpai pada
perjalanan penyakit lebih lanjut serta sputum yang berwarna seperti karat (dahak berdarah). Lebih lanjut lagi bisa terjadi efusi pleura
dan empiema, dimana keadaan ini dapat menyebabkan ketinggalan gerak pada sisi yang terkena pada saat respirasi yang dapat dilihat
dengan gerakan berlebihan pada sisi yang berlawanan. Biasanya perkusi redup pada daerah efusi dengan pengurangan fremitus dan
suara pernafasan. Suara bronkial sering ditemukan tepat di atas batas cairan dan pada sisi yang tidak terkena. Hasil pemeriksaan fisik
tergantung dari luas daerah yang terkena. Tanda- tanda klasik konsolidasi ditemukan pada hari kedua dan ketiga penyakit. Pada
perkusi bisa ditemukan adanya suara redup, fremitus yang bertambah. Pada auskultasi mungkin ditemukan adanya suara bronkial,
ronki basah halus.(,5)
D. Diagnosis
Biasanya jumlah lekosit meningkat mencapai 15.000 40.000/mmk dengan jumlah sel polimorfonuklear terbanyak, sedangkan bila
didapatkan jumlah lekosit kurang dari 5.000/mmk sering berhubungan dengan prognosis penyakit yang buruk. Nilai hemoglobin bisa
normal atau sedikit menurun. (,5)
Pemeriksaan sputum harus didapatkan dari sekresi batuk dalam dan aspirasi trakea yang dilakukan dengan hati-hati. Pada kebanyakan
pasien, pneumokokus dapat diisolasi dari sekresi nasofaring, tapi penemuan ini tidak dapat dipandang sebagai hubungan sebab-akibat,
karena 10-15% populasi mungkin merupakan pengidap S.pneumoniae yang tidak terinfeksi. Namun, isolasi bakteri dari darah pada
cairan pleura adalah diagnosa infeksi. Bakteremia ditemukan pada sekitar 30% penderita yang menderita pneumonia pneumokokus.
Jenis pemeriksaan berupa pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan biakan.(5) Gambaran radiologis dapat berupa konsolidasi pada
satu atau beberapa lobus. Konsolidasi dapat diperagakan dengan roentgenografi sebelum konsolidasi ini dapat diketahui dari
pemeriksaan fisik. Konsolidasi lobus pada anak yang lebih tua tidak sesering pada bayti dan anak muda. Foto Roentgen dapat juga
menunjukkan adanya komplikasi seperti pneumotorak, atelektasis, abses paru, pneumatokel, pneumotoraks, pneumomediastinum,
atau perikarditis.(,5)

E. Diagnosa banding
Pneumonia pnemokokus tidak dapat dibedakan dari pneumonia bakteri lain atau virus tanpa pemeriksaan mikrobiologi yang tepat.
Keadaan-keadaan yang mungkin merancukan antara lain bronkiolitis, bronkitis alergika, gagal jantung kongestif, aspirasi benda asing,
atelektasis, abses paru dan tuberkulosis.(,5)
F. Komplikasi
Dengan penggunaan antibiotika, komplikasi pneumonia bakteria menjadi tidak lazim, walaupun infeksinya terjadi bersamaan dengan
infeksi oleh mikroorganisme lain pada temapat yang sama. Komplikasi yang sering terjadi ialah empiema, yang terjadi sebagai akibat
dari perluasan infeksi pada permukaan flora. Empiema lebih sering terjadi pada bayi dibanding pada anak yang lebih tua.(,5
G. Penatalaksanaan
Penisilin merupakan terapi yang spesifik karena kebanyakan pneumococcus sangat peka terhadap obat tersebut. Pada bayi dan anakanak, pengobatan awal dimulai dengan pemberian penisilin G dengan dosis 50.000 unit/kgBB/hari secara intramuskular dan ditambah
dengan kloramfenikol 50- 75 mg/kgBB/hari atau diberikan antibiotika yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Terapi ini
dilanjutkan sampai 10 hari atau paling tidak sampai 2 hari setelah suhu badan pasien normal. Bila didapatkan penderita alergi penisilin

maka diberikan sefalosporin dengan dosis 50 mg/kgBB/hari. . (5)Asupan cairan per oral secara bebas dan pemberian aspirin untuk
mengatasi demam tinggi, merupakan tambahan utama untuk pengobatan penyakit ini. Jenis cairan yang digunakan ialah campuran
glkukose 5% dan NaCl 0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambah dengan larutan KCl 10mEq/500 ml botol infus. Pemberian oksigen
segera untuk penderita dengan kesukaran bernafas sebelum menjadi sianosis.(5
H. Prognosis
Dengan pemberian antibiotika yang memadai dan dimulai secara dini pada perjalanan penyakit tersebut, maka mortalitas pneumonia
lobaris akibat bakteri pneumokokus selama masa bayi dan masa kanak-kanak sekarang menjadi kurang dari 1% dan selanjutnya
morbiditas yang berlangsung lama juga menjadi rendah.(5)
2. Staphylococcus aureus
A. Infeksi yang disebabkan oleh organisme ini merupakan infeksi berat yang cepat menjadi progresif dan resisten terhadap
pengobatan, serta bila tidak segera diobati dengan semestinya akan berhubungan dengan kesakitan yang berkepanjangan dan
mempunyai angka mortalitas tinggi. Penyakit bronkopneumonia akibat organisme ini jarang ditemukan.(4) Seperti pada infeksi
pneumokokus, infeksi stafilokokus ini sering didahului dengan infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas. Pada umumnya
terjadi pada setiap umur, 30% dari semua penderita berumur di bawah 3 bulan dan 70% berumur di bawah 1 tahun. Epidemi penyakit
ini terjadi di dalam ruang perawatan bayi, biasanya berhubungan dengan strain- strain organisme patologis spesifik, yang biasanya
resisten terhadap berbagai antibiotika. Bayi akan memperlihatkan penyakit dalam beberapa hari setelah dikolonisasi atau setelah
beberapa minggu kemudian. Infeksi virus pada saluran pernafasan memegang peranan penting dalam memajukan penyebaran
stafilokokus, di antara bayi-bayi dan dalam mengubah kolonisasi menjadi penyakit.(5)
B. Patofisiologi
Stafilokokus menghasilkan bermacam-macam toksin dan enzim misalnya hemolisin, lekosidin, stafilokinase dan koagulase.
Permukaan pleura biasanya diselubungi oleh lapisan eksudat fibropurulen tebal, sehingga menimbulkan abses yang mengandung
koloni stafilokokus, lekosit, eritrosit dan debris nekrosis. Bila abses ini pecah maka dapat terbentuk trombus-trombus sepsis pada
daerah-daerah yang mengalami kerusakan dan peradangan luas.(5
C. Gambaran Klinis
Adanya riwayat lesi-lesi kulit penderita atau anggota keluarga lain yang disebabkan oleh staphylococcus disertai gejala-gejala infeksi
saluran pernafasan bagian atas atau bawah selama beberapa hari sampai 1 minggu. Penderita mengalami demam bersuhu tinggi, batuk
dan tanda kesukaran pernafasan seperti takipneu, suara pernafasan yang meningkat, retraksi dada dan subkostal, nafas cuping hidung,
sianosis dan kecemasan. Pada beberapa penderita dapat mengalami gangguan saluran cerna yang ditandai dengan muntah-muntah,
anoreksia, diare serta distensi abdomen.(5) Pemeriksaan fisik pada awal perjalanan penyakit, suara-suara pernafasan yang menurun,
ronkhi yang tersebar dan suara-suara pernafasan bronkhial. Bila terjadi efusi atau empiema, pada perkusi didapatkan suara redup serta
getaran-getaran suara yang berkurang pada auskultasi.(5)

D. Diagnosis

Didapatkan adanya lekositosis (AL>20.000/mmk) terutama sel-sel polimorfonuklear, pada bayi muda angka leukosit dapat tetap
dalam kisaran normal. Bila didapatkan lekopeni maka prognosisnya buruk, sering ditemukan adanya anemia ringan sampi sedang.
Biakan didapatkan dari aspirasi trakea atau pungsi pleura, dengan pewarnaan Gram didapatkan gambaran kokus gram positif dalam
kelompok. Penemuan kuman stafilokokus dalam nasofaring tidak bernilai diagnostik, tetapi biakan darah mungkin positif. Pada cairan
pleura menunjukkan adanya eksudat dengan jumlah se-sel polimorfonuklear berkisar dari 300 100.000/mmk, protein di atas 2,5 g/dl
dan kadar glukosa rendah yang relatif sama dengan kadar glukosa dalam darah. Gambaran radiologis berupa infiltrat yang menyatu
dan biasanya terbatas, atau dipadatkan dan homogen dan melibatkan seluruh lobus paru atau hemitoraks.(5)
E. Diagnosis banding
Mengenali pneumonia stafilokokus awal pada bayi sering sukar dilakukan. Mulainya yang mendadak dan penjelekan gejala yang
cepat harus dipertimbangkan disebabkan oleh stafilokokus sampai terbukti lain. Riwayat furunkulosis, baru masuk rumah sakit, abses
payudara ibu harus dipertimbangkan kemungkinan diagnosa ini. Pneumonia bakteri lain yang menyebabkan empiema atau
pneumatokel dapat merancukan diagnosa, termasuk pneumonia streptokokus, klebsiella, H. influenza, pneumonia pneumokokus dan
tuberkulosis dengan kaverna. Kadang-kadang aspirasi benda asing yang tidak radioopak dapat memberikan gambaran klinis dan
radiologis yang sama.(5)
F. Komplikasi
Karena empiema, piopneumotoraks dan pneumatokel begitu sering ditemukan bersama pneumonia ini, sehingga mereka dianggap
bagian dari perjalanan alamiah penyakit dan bukan sebagai komplikasi. Lesi septik di luar saluran pernafasan jarang terjadi, kecuali
pada bayi muda, yang padanya dapat terjadi perikarditis, meningitis, osteomielitis, dan abses metastasis multipel stafilokokus pada
jaringan lunak.(5)
G. Penatalaksanaan
Terapi terdiri atas pemberian antibiotik yang tepat, drainase kumpulan nanah, pemberian oksigen, hidrasi dan pemberian nutrisi secara
intravena. Kadang-kadang dapat diperlukanbantuan ventilasi.(5)
H. Terapi
Pilihan yaitu dengan pemberian penisilin semi sintetik, resisten penisilase (misal : nafsilin) 200 mg/kgBB/hari secara intra vena atau
seftriakson 100-150 mg/kgBB/hari secara intra vena atau dengan ampicilin 100 mg/kgBB/hari secara intra vena selama 14 hari, pada
neonatus. Pada bayi dan anak-anak antibiotika yang diberikan ialah sefuroksim 80-160 mg/kgBB/hari secara intra vena dengan lama
pemberian selama 10 hari. Uji resistensi pada pneumonia stafilokokus sangatlah penting karena telah banyak yang resisten terhadap
beberapa antibiotika, namun mengingat cepatnya perjalanan penyakit maka dianjurkan untuk memberikan antibiotika spektrum luas
yang kiranya belum resisten. Untuk infeksi stafilokokus yang membuat penisilinase dapat diberikan linkomisin 10-20 mg/kgBB/hari
secara intra vena.(5,9) Selain itu bisa pula dilakukan drainase pus yang terkumpul, pemberian oksigen disertai posisi penderita
setengah miring untuk mengurangi sianosis dan kecemasan. Bila paru sudah mulai mengembang, maka pipa- pipa drainase bisa
dilepaskan. Hal ini dikarenakan pipa-pipa tersebut tidak boleh berada di dalam rongga toraks lebih dari 5 7 hari.(5
I. Prognosis
Angka kesembuhan penderita mengalami kemajuan besar dengan penatalaksanaan sekarang, angka mortalitas berkisar dari 10 30%
dan bervariasi dengan lamanya sakit yang dialami sebelum penderita dirawat, umur penderita, pengobatan yang memadai serta adanya
penyakit yang menyertai. Semua penderita dengan hasil biakan staphylococcus yang positif sebaiknya harus diuji terhadap
kemungkinan fibrosis kistik dan terhadap penyakit defisiensi imunologis.(5
II.2.2. Bakteri gram negatif
1.

Haemophilus influenzae

A. Infeksi yang serius akibat bakteri patogen ini lebih banyak ditemukan pada bayi dan anak-anak, teriutama yang belum
mendapatkan vaksinasi hemofilus dan sangat berhubungan dengan adanya riwayat meningitis, otitis media, infeksi traktus
respiratorius dan epiglotitis.(5)
B. Patofisiologi
Pneumonia H. influenza penyebarannya biasanya lobar, tetapi tidak ada tanda roentgenogram dada yang khas. Terjadi infiltrat
segmental, keterlibatan lobus tunggal atau multipel, efusi pleura dan pneumatokel. Penyebaran dari infeksi di tempat lain adalah

secara hematogen. Daerah yang terinfeksi memperlihatkan adanya reaksi peradangan dengan sel-sel lekosit polimorfonuklear ataupun
sel-sel limfosit disertai dengan penghancuran sel-sel epitel bronkiolus secara meluas. Peradangan ini selanjutnya menimbulkan edema
yang disertai dengan perdarahan.(5,6)
C. Gambaran Klinis
Gejala klinis yang ditimbulkan tidak jauh berbeda dengan gambaran klinis yang diakibatkan oleh pneumokokus, pneumonia H.
influenza lebih sering mulai secara tersembunyi dan biasanya perjalanannya lama selama beberapa minggu. Batuk hampir selalu
dijumpai tapi mungkin tidak produktif. Pada penderita di sini juga dijumpai adanya demam serta tanda kesukaran bernafas, takipnea
dan pernafasan cuping hidung.(5) Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan suara redup yang terlokalisasi saat perkusi serta adanya
suara pernafasan bronkial; cairan pleural sering ada pada roentgen dada pada bayi muda.(5,6,
D. Diagnosis
Adanya biakan bakteri ini yang memberikan arti positif. Kultur didapatkan dari darah, cairan pleura maupun dari aspirasi paru yang
memperlihatkan adanya lekositosis sedang disertai dengan limfopenia relatif. Bila tidak ada biakan positif, uji aglutinasi lateks urin
yang positif dapat dipakai untuk mendukung diagnosis ini. Selain itu bisa pula dengan pemeriksaan elektroforesis imunologis
berlawanan (counter immunoelectrophoresis) pada sekresi-sekresi trakea, darah, air kemih dancairan pleura untuk menegakkan
diagnosis lebih dini. Bila ditemukan adanya atelektasis, bronkoskopi mungkin terindikasi untuk mengesampingkan adanya benda
asing.(5,6,
E. Komplikasi
Sering dijumpai adanya komplikasi, terutama pada bayi muda, dan termasuk bakteremia, perikarditis, selulitis, empiema, meningitis
dan piartrosis. Meningitis terjadi pada 15% penderita yang lebih muda pada satu penelitian.(5)
F. Penatalaksanaan
Terapi simtomatik dan suportif sama dengan terapi pada pneumonia pneumokokus dan stafilokokus. Obat antibiotika pilihan adalah
kloramfenikol dengan dosis 100 mg/kgBB/hari dan ampisilin 100 mg/kgBB/hari atau seftriakson 100 mg/kgBB/hari secara intra vena
harus dimasukkan sebagai terapi antibiotika inisial sampai diketahui apakah organisme penghasil penisilinase; jika strain tersebut
sensitif, cukup diberikan ampisilin 100 mg/kgBB/hari saja. Uji kepekaan dan resistensi sangat penting.(5) Tindakan drainase
diindikasikan bila terdapat efusi pleura dan piartrosis.(5)
2.

Klebsiella pneumoniae

A. Organisme ini termasuk gram negatif yang ditemukan pada traktus respiratorius dan traktus gastrointestinal pada beberapa anak
sehat. Organisme ini jarang menimbulkan infeksi pada anak-anak. Infeksi akibat Klebsiella pneumoniae ini bisa timbul sebagai kasus
sporadis pada neonatus. Banyak bayi mengandung organisme ini dalam nasofaring mereka tanpa memperlihatkan adanya tanda-tanda
sakit klinis hanya sesekali saja seorang bayi mengalami sakit berat. Bahan-bahan yang menyebarkan infeksi sehingga menularkan
adalah peralatan yang dipakai di dalam ruang pemeliharaan bayi dan alat pelembab udara sebagai sumber-sumber utama infeksi
nosokomial dengan organisme tersebut.(
B. Patofisiologi
Infeksi nosokomial yang timbul dari aspirasi orofaringeal. Bakteri ini memasuki alveoli melalui peralatan yang dipakai dengan
kecenderungan merusak dinding alveolar. Daerah yang terinfeksi benar-benar mengalami nekrosis disertai dengan adanya sejumlah
pus yang banyak dan bahkan jaringan setempat sudah fibrosis.(7)
E. Penatalaksanaan
Penggunaan antibiotik baru berupa sefalosporin generasi ketiga sangat dianjurkan karena obat ini terbukti efektif dalam melawan
bakteri ini. Kanamisin merupakan obat pilihan yang digunakan pada neonatus. Dosis yang digunakan 1520 mg/kgBB/hari secara
intramuskuler setiap 8 jam selama minimal 10 14 hari atau dengan gentamisin 5-7,5 mg/kgBB/hari secara iv/im. Terapi yang
diperpanjang diindikasikan untuk penyebaran infeksi pada kavitas paru. Bila sudah terdapat empiema, drainase perlu dilakukan untuk
fungsi pengembangan parunya.
F. Prognosis
Adanya penyakit penyerta seperti bakteremia, empiema dan kerusakan parenkim sisa bisa memperburuk keadaan dan meningkatkan
angka kematian.

DAFTAR PUSTAKA
1. Dahlan, Z. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
2. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 2: Penerbit EGC. Jakarta.
3. Soedarsono. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR. Surabaya
5.Behrman RE, Vaughan VC, Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian II, Edisi 12, Penerbit EGC, Jakarta, 1992, hal: 617-628.
6.Kumala P, dkk (ed), Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 25, Penerbit EGC, Jakarta, 1998, hal: 167.
10. Isselbacher, et al, Harrison, Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 13, Vol. 2, Penerbit EGC, Jakarta, 1995, hal. 906-909.
http://iklasiryadiiklasberbagi.blogspot.com/2011/08/pneumonia-lobaris-referat-pulmology.html
Klebsiella pneumonia
Imaging Findings
Radiography
Usually involves one of the upper lobes; however involvement of lower lobes is not uncommon (Fig. G).
Homogeneous, nonsegmental, lobar consolidation (Figs. A and B).
Lobar expansion; bulging fissure sign (Figs. B and Fig. G).
Lung abscess (es); occur in up to 50% cases (Fig. G).
Pulmonary gangrene
o Begins as a lobar consolidation; usually in the upper lobes.
o Coalescence of intrinsic lucencies to form a large cavity.
o Mass within a mass or air crescent signs secondary to sloughed lung parenchyma or lung necrosis.
o Pleural effusion (70%) and/or empyema.
CT
Necrotizing pneumonia
o Enhancing consolidations and poorly marginated low-attenuation areas with or without small air-containing cavities
(Figs. C-F).
o Scattered enhancing linear branching structures representing pulmonary vessels in atelectatic or consolidated lung
(e.g., CT angiogram sign) (Figs. C-F).
o Centripetal resolution from the periphery to the center with residual fibrosis.
Pulmonary gangrene
o Coalescence of multiple small abscesses into a large cavity containing sloughed or necrotic lung.
o Narrowed or obliterated feeding bronchus impeding drainage of necrotic and infected lung.
o Large-vessel thrombosis.
o Pleural effusion and/or empyema.

http://www.vcuthoracicimaging.com/Historyanswer.aspx?qid=13&fid=1

Das könnte Ihnen auch gefallen