Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
R
DENGAN DIAGNOSA MEDIS HISCHPRUNG DISEASE TIPE
SHORT POST SOAVE PULL THROUGH H12
DI RUANG CENDANA 4
RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Anak II
Oleh Kelompok 15 :
Maizan Rahmatina
P07120112064
Putri Pamungkassari
P07120112071
P07120112080
Disusun Oleh :
Maizan Rahmatina
P07120112064
Putri Pamungkassari
P07120112071
P07120112080
Tingkat 3 Reguler B
Telah mendapatkan persetujuan pada tanggal
Oktober 2014
Oleh :
Pembimbing Lapangan,
Pembimbing Pendidikan,
(
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi
Megakolon Kongenital adalah pembesaran abnormal atau dilatasi
kolon karena tidak adanya sel-sel ganglion myenterik pada usus besar
segmen distal (aganglionosis). Sel-sel ganglion bertanggung jawab atas
kontraksi ritmik yang diperlukan untuk mencerna makanan yang masuk.
Hilangnya fungsi motorik dari segmen ini menyebabkan dilatasi
hypertropik massive kolon proximal yang normal sehingga terjadi kesulitan
defekasi dan feses terakumulasi menyebabkan megakolon. Kondisi ini
dapat segera terlihat setelah lahir, ditandai dengan dengan gagalnya
penundaan pasase awal dari mekonium sehingga terjadi distensi
abdominal, yang disertai dengan muntah dalam waktu 48 jam sampai 72
jam. Pada banyak kasus, segmen aganglionik terdapat pada rektum dan
kolon sigmoid. Ancaman terhadap hidup yang utama pada kelainan ini
adalah terjadinya enterocolitis, dengan gangguan cairan dan elektrolit serta
perforasi pada kolon yang membesar dan tegang atau pada apendiks
dengan peritonitis (Hidayat, 2009).
Hirschprung Disease adalah kelainan kongenital dimana tidak
dijumpainya pleksus Auerbach dan pleksus Meissner pada kolon.
Kemungkinan salah satu etiologi Hirschprung adalah adanya defek pada
migrasi sel neuroblast dalam jalurnya menuju usus bagian distal. Migrasi
neuroblast yang normal dapat terjadi dengan adanya kegagalan neuroblast
dalam
bertahan,
berpoliferase
atau
berdifferensiasi
pada
segmen
B. Epidemiologi
Insiden penyakit hirschprung adalah sekitar 1 diantara 4400 sampai
7000 kelahiran hidup. Rata-rata 1:5000. Dalam kepustakaan disebutkan
lelaki lebih banyak, dengan rasio lelaki 4:1 perempuan, di Jakarta
perbandingan ini adalah 3:1. Untuk penyakit hirschprung segmen panjang
rasio lelaki perempuan adalah 1:1. Tidak terdapat distribusi rasial untuk
penyakit ini. Penyakit ini jarang mengenai bayi dengan riwayat prematuritas
(Lee, 2009).
C. Faktor Resiko
Faktor-faktor resiko yang dapat menimbulkan terkenanya penyakit
hirschprung ialah riwayat keluarga terkena penyakit tersebut, lebih sering
pada pria dairpada wanita dan dapat berhubungan degan penyakit
kongenital lain (Lee, 2009).
D. Patogenesis
Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada distal
colon dan sphincter anus internal sehingga terjadi obstruksi. Maka dari itu
bagian yang abnormal akan mengalami kontraksi di segmen bagian distal
sehingga bagian yang normal akan
mengalami dilatasi di bagian proksimalnya. Bagian aganglionik selalu
terdapat di bagian distal rectum (Warner, 2004).
Dasar patofisiologi dari hirschprung adalah tidak adanya gelombang
propulsive dan abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter anus
internus
yang
disebabkan
aganglionosis,
hipoganglionosis
atau
1. Hipoganglionosis
Pada proximal segmen dari bagian aganglion terdapat area
hipoganglionosis. Area tersebut dapat juga merupakan terisolasi.
Hipoganglionosis adalah keadaan dimana jumlah sel ganglion kurang
dari 10 kali dari jumlah normal dan kerapatan sel berkurang 5 kali dari
jumlah normal. Pada colon inervasi jumlah plexus myentricus
berkurang 50% dari normal. Hipoganglionosis kadang mengenai
sebagian panjang colon namun ada pula yang mengenai seluruh
colon (Holschneider, 2000).
2. Imaturitas dari sel ganglion
Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali
dengan pemeriksaan LDH (laktat dehidrogenase). Sel saraf imatur
tidak memiliki sitoplasma yang dapat menghasilkan dehidrogenase.
Sehingga tidak terjadi diferensiasi menjadi sel Schwanns dan sel
saraf lainnya. Pematangan dari sel ganglion diketahui dipengaruhi
oleh reaksi succinyldehydrogenase (SDH). Aktivitas enzim ini rendah
pada minggu pertama kehidupan. Pematangan dari sel ganglion
ditentukan oleh reaksi SDH yang memerlukan waktu pematangan
penuh selama 2 sampai 4 tahun. Hipogenesis adalah hubungan
antara imaturitas dan hipoganglionosis (Holschneider, 2000).
3. Kerusakan sel ganglion
Aganglionosis dan hipoganglionosis yang didapatkan dapat
berasal dari vaskular atau nonvaskular. Yang termasuk penyebab
nonvaskular adalah infeksi Trypanosoma cruzi (penyakit Chagas),
defisiensi vitamin B1, infeksi kronis seperti Tuberculosis. Kerusakan
iskemik pada sel ganglion karena aliran darah yang inadekuat, aliran
darah pada segmen tersebut, akibat tindakan pull through secara
Swenson, Duhamel, atau Soave (Holschneider, 2000).
E. Prognosis
Secara umum prognosisnya baik jika gejala obstruksi segera diatasi,
90% pasien dengan penyakit hirschprung yang mendapat tindakan
pembedahan mengalami penyembuhan dan hanya sekitar 10% pasien
yang masih mempunyai masalah dengan saluran cernanya sehingga harus
dilakukan kolostomi permanen. Angka kematian akibat komplikasi dari
tindakan pembedahan pada bayi sekitar 20% (Hidayat, 2009).
F. Patofisiologi
Kongenital
aganglionik
megacolon
menggambarkan
adanya
G. Pathway
Obstruksi fungsional dengan kelainan patologi utama
konstipasi
Menekan
diafragm
a
Anoreksi
a
muntah
Ekspansi
paru me
Perubahan
nutrisi kurang
dari
kebutuhan
Obstruksi fungsional
nyeri
G3
pemenuhan
oksigen
Diare puradoxal
Keb.oksigen jar.men
Pengeluaran sodium,potasiumdan
cairan >>
sianosi
s
Perfusi jar.
menurun
hirschprun
g
Pembedahan
Sifat feses
asam
Iritasi
jar.sekitar
stoma
Tidak ada
waktu
absorbsi
Deficit
volum
e
cairan
Resiko
H. Penegakan Diagnosis
kerusakan
1. Anamnesis
integritas
kulit
Ada luka
( diskontinu
itas
jaringan
Resiko
perdaraha
n
Pertahanan
pertama terganggu
colostomi
nyeri
Kurang
pengetahuan
Resiko infeksi
mengalami
konstipasi
menetap,
mengalami
Bagaimanapun
hubungan
antara
penyakit
musin
dan
pertahanan
mukosa,
perubahan
sel
mengakibatkan
sepsis
dan
perforasi.
Hal
ini
harus
dapat
membantu
diagnosis
penyakit
hirschsprung,
gejala
yang
ditemukan
adalah
yang
aganglionik.
Metode
ini
biasanya
harus
menggunakan
I.
anestesi
umum
karena
contoh
yang
bagian
distal.
Tindakan
ini
dimaksudkan
untuk
direseksi
dan
punctum
rectum
anastomosis
Pada
langsung
prosedur
ini,
diluar
rongga
enterokolitis
b) Prosedure swenson II
Dilakukan pemotongan segmen kolon yang
aganglionik, puntung rektum ditinggalkan 2 cm
di b a g i a n a n t e r i o r d a n 0 , 5 c m d i b a g i a n
posterior
kemudian
langsung
dilakukan
mengurangi
komplikasi
enterokolitis
kesulitan
Swenson.
diseksi
Prinsip
dasar
pelvik
pada
prosedur
ini
anal
melalui
bagian
posterior
rektum
yang
memiliki beberapa
dan
pembentukan
fekaloma
di
dalam
dilakukan
Duhamel, diantaranya :
a) Modifikasi Grob
beberapa
modifikasi
prosedure
dipergunakan.
Stenosis
sirkuler
biasanya
disebabkan
K. Pengkajian
1. Identitas.
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup
bulan dan
sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak
pada anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997).
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama.
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias
yang sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih
dari 24 jam setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna
hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Hirschsprung.
h. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
i. Nutrisi.
3. Pemeriksaan fisik.
a. Sistem kardiovaskuler.
Tidak ada kelainan.
b. Sistem pernapasan.
Sesak napas, distres pernapasan.
c. Sistem pencernaan.
Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut
tegang,
muntah
berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik.
Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik
akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang
menyemprot.
d.
Sistem genitourinarius.
e. Sistem saraf.
Tidak ada kelainan.
f. Sistem muskuloskeletal.
Gangguan rasa nyaman.
g. Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
h. Sistem integumen.
Akral hangat.
i. Sistem pendengaran.
Tidak ada kelainan.
4. Pemeriksaan diagnostik dan hasil.
a. Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau
terdapat gambaran obstruksi usus rendah.
b. Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi,
gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian menyempit,
enterokolitis pada segmen yang melebar dan terdapat retensi
barium setelah 24-48 jam.
c. Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.
d. Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.
e. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat
peningkatan aktivitas enzim asetilkolin eseterase.
L. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan efek dari insisi.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya mikroorganisme yang
masuk melalui insisi daerah pembedahan atau kurang pengetahuan
pasien dalam penatalaksanaan terapeutik pasca pembedahan
3. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi dan
perbaikan bedah
Diagnosa
Nyeri
berhubung
an dengan
efek dari
insisi.
Tujuan
Tupan :
Klien
menunjukkan
rasa nyeri
berkurang atau
hilang
Tupen :
Klien akan
menunjukkan
perasaan
nyaman
Asuhan Keperawatan
Intervensi
Mandiri :
Observasi keluhan nyeri, perhatikan
lokasi, intensitas (skala 0-10) dan factor
pemberat atau penghilang
2.
Risiko
infeksi
berhubung
an dengan
adanya
mikroorgani
sme yang
masuk
Tupan :
Mengidentifikasi
perilaku untuk
mencegah risiko
infeksi.
Kolaborasi :
Berikan obat sesuai indikasi, misalnya :
analgesic, analgesi dikontrol pasien
(ADP)
Mandiri :
Observasi terhadap tanda/gejala
peritonitis
Tupen :
Rasional
3.
melalui
insisi
daerah
pembedah
an atau
kurang
pengetahu
an pasien
dalam
penatalaks
anaan
terapeutik
pasca
pembedah
an
Resiko
gangguan
integritas
kulit
berhubung
an dengan
kolostomi
dan
perbaikan
bedah
Meningkatkan
penyembuhan
pada waktunya.
(tidak ada tanda
infeksi local atau
sistemik)
Tupan :
Mempertahanka
n integritas kulit.
Tupen :
Meningkatkan
penyembuhan
luka tepat pada
waktu tanpa
komplikasi
Perawatan
kolostomi
Drainable :
terbuka
bawahnya,dibers
Mandiri :
ihkan dari
bawah,lebih
aman
Isi usus
kolostomi.sempa
t kena kulit
,mikroorganisme
menyebabkan
iritasi boo.iritan
dapat kena ..
Peristoma kulit
sekitar
stoma,pembersi
han darah
kolstomi
adekuat.
indikasi.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
I.
PENGKAJIAN
Hari, tanggal
Pukul
Tempat
Metode
Sumber
Oleh
A. IDENTITAS
1. Klien
Nama
Umur
Tempat tanggal lahir
Jenis kelamin
Agama
Alamat
Tanggal masuk RS
No RM
Diagnosa medis
: An. R
: 10 bulan 10 hari
: Yogyakarta, 16 Desember 2013
: Laki-laki
: Islam
: Bumijo, Jetis, Yogyakarta
: 08 Oktober 2014
: 01.66.44.80
: Hirschprung disease tipe short post
B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Alasan masuk rumah sakit
Pasien adalah pasien hirschprung disease post sigmoidektomi usia 1
bulan. Pasien akan dilakukan tindakan operasi lanjutan di RSUP Dr.
Sardjito.
2. Keluhan utama
Ibu pasien mengatakan pasien sering rewel karena kesakitan.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien
Makan/minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
Ambulasi/ROM
Keterangan :
1 : Mandiri
3 : Dibantu orang lain dan alat
2 : Alat bantu
4 : Tergantung total
3 : Dibantu orang lain
d. Pola istirahat dan tidur
Pasien mengatakan sebelum masuk RS pasien tidur 9 jam dari
pukul 21.00 WIB hingga 06.00 WIB, dan sering tidur siang.
Sedangkan selama sakit, pasien tidur >9 jam.
e. Pola Kebersihan Diri
1) Kebersihan kulit
Ibu pasien mengatakan pasien setiap hari selalu dimandikan
dengan cara dilap dengan menggunakan air hangat setiap pagi
dan sore hari.
2) Rambut
Ibu pasien mengatakan sejak dirawat di RS pasien tidak
keramas. Rambut pasien hanya dilap dengan menggunakan
washlap dan air hangat.
3) Telinga
D. PEMERIKSAAN FISIK
1.Keadaan umum : Lemah
a.
Kesadaran
b.
Tanda-tanda vital
Suhu
Nadi
Respirasi
c.Status gizi
BB
TB
LP
LK
LILA
LD
BB/U
: Compos Mentis
: 37,5 C
: 130 x/menit
: 30 x/menit
: 8,5 kg
: 78 cm
: 49 cm
: 46 cm
: 16 cm
: 49 cm
: Gizi Baik
2.Pemeriksaan cephalokaudal
a. Kepala
Bentuk kepala mesochepal. Pasien terlihat menangis dan rewel.
Pasien tampak tidak rileks
b. Mata
Tidak ada gangguan penglihatan. Konjungtiva tidak terlihat anemis.
c. Telinga
Bentuk telinga simetris, tidak ada cairan keluar dari telinga, tidak ada
gangguan pendengaran.
d. Hidung
Tidak ada cairan yang keluar dari hidung. Tidak terlihat pernapasan
cuping hidung.
e. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak terlihat benjolan.
f. Dada
Paru :
1) Inspeksi :
simetris,
anteriorposterior dan
tidak
terdapat
retraksi.
Perbandingan
Hasil
Satuan
Nilai Normal
2,4
g/dL
3,4-5
Diabetes
GDS
Elektrolit
Natrium
Kalium
Klorida
73
mg/dL
74-140
137
6,2
103
mmol/l
mmol/l
mmol/l
136-145
3,5-5,1
98-107
II.
ANALISA DATA
DATA
DS :
-Keluarga pasien menyatakan pasien rewel karena
MASALAH
Nyeri akut
PENYEBAB
Luka post op.
SOAVE pull
kesakitan
-Ibu pasien mengatakan pasien perutnya kembung
through
DO :
-Pasien menangis (gelisah) saat disentuh pada area luka
post op.
-Pasien tampak tidak rileks
-Pasien terlihat menangis dan rewel
-Terlihat luka jahitan sepanjang 15 cm di abdomen kuadran
kiri bawah
-Terlihat distensi abdomen
-Tanda-tanda vital
Suhu : 37,5 C
Nadi : 130 x/menit
Respirasi : 30 x/menit
DS : DO :
Risiko
Prosedur
infeksi
invasif dan
post op.
SOAVE pull
through
Kerusakan
Kerusakan
integritas
permukaan
kulit
kulit : post
perdarahan
op. SOAVE
pull through
III.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif dan post op.
SOAVE pull through ditandai dengan :
DS :
- Keluarga pasien menyatakan pasien rewel karena kesakitan
- Ibu pasien mengatakan pasien perutnya kembung
DO :
-
Pasien menangis (gelisah) saat disentuh pada area luka post op.
Pasien tampak tidak rileks
Pasien terlihat menangis dan rewel
Terlihat luka jahitan sepanjang 15 cm di abdomen kuadran kiri
bawah
Terlihat distensi abdomen
Tanda-tanda vital
Suhu : 37,5 C
Nadi : 130 x/menit
Respirasi : 30 x/menit
2. Nyeri akut berhubungan dengan luka post op. SOAVE pull through
-
ditandai dengan :
DS : DO :
-
dengan
kerusakan
IV.
PERENCANAAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Risiko infeksi
TUJUAN
Senin, 27 Oktober 2014
PERENCANAAN
INTERVENSI
Senin, 27 Oktober 2014
berhubungan
11.00 WIB
11.00 WIB
dengan prosedur
through
RASIONAL
Senin, 27 Oktober 2014
11.00 WIB
bagi pasien
3.Luka yang bersih mencegah terjadinya
infeksi
4.Keikutsertaan keluarga dapat membantu
dalam penyembuhan pasien
5.Angka leukosit yang tinggi merupakan
indikator terjadinya infeksi
6.Antibiotik membunuh mikroorganisme
penyebab infeksi
Maizan
Maizan
Nyeri akut
berhubungan
11.00 WIB
11.00 WIB
11.00 WIB
SOAVE pull
through
terhadap nyeri
3. Atur posisi pasien senyaman mungkin
4. Lakukan manajemen nyeri : teknik
distraksi
5. Ajarkan ibu pasien memberikan tindakan
kenyamanan pada pasien :
Putri
farmakologik
Putri
Kerusakan
integritas kulit
11.00 WIB
11.00 WIB
11.00 WIB
berhubungan
dengan
kerusakan
through
2. Menunjukkan terjadinya
proses penyembuhan luka
3. Keluarga pasien mampu
penyembuhan luka
4.Melembabkan kulit pasien, meningkatkan
kenyamanan, memperlancar peredaran
darah
dengan diusap
5.Meningkatkan albumin, mempercepat
mempertahankan kelembaban 5. Anjurkan pasien diet TKTP : ekstra putih
penyembuhan luka pasien
kulit pasien
telur
6.Menambah pengetahuan keluarga untuk
Vinda 6. Ajarkan keluarga pasien tentang
membantu penyembuhan luka
perawatan luka
7.Terapi topikal mencegah perluasan luka dan
7. Kelola terapi topikal (Sufratul)
Vinda
mempercepat penyembuhan luka
Vinda
V.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Risiko infeksi
berhubungan
dengan prosedur
invasif dan post
op. SOAVE pull
through
IMPLEMENTASI
EVALUASI
8.30 WIB
1. Mengelola pemberian terapi injeksi
antibiotik cefotaxim 500 mg dan
metronidazole drip 75 mg
2. Memonitor tanda dan gejala infeksi
Putri
08.45 WIB
S:O : Pasien menangis, injeksi cefotaxim 500 mg dan metronidazole 75 mg masuk rute
IV, terpasang infus di tangan kiri kondisi bersih tidak telrihat tanda flebitis maupun
iinfeksi
integritas kulit
09.30 WIB
09.45 WIB
berhubungan
dengan
S:-
O : Darah (-), kemerahan (-), bengkak (-), pus (-), nekrotik (-) luka jahitan sepanjang
pull through
Risiko infeksi
berhubungan
11.00 WIB
11.10 WIB
S:-
through
dan rembesan
Risiko infeksi
berhubungan
08.30 WIB
08.45 WIB
S : Pasien menangis
O : Pasien menangis kesakitan ketika di injeksi obat, injeksi cefotaxim 500 mg dan
metronidazole 75 mg masuk per IV, tidak terjadi hipo, terpasang IVFD threeway 2
jalur, kaen 1B dan NaCl 0,9% di tangan kiri pasien, tidak terlihat plebitis dan rembesan
A : Masalah risiko infeksi teratasi sebagian
Tina
Nyeri akut
berhubungan
08.30 WIB
08.45 WIB
S : Ibu pasien mengatakan tadi malam pasien tidur dengan nyenyak karena kesakitan
SOAVE pull
Paracetamol 150 mg IV
2. Mengobservasi reaksi non verbal
O : Obat injeksi Paracetamol 150 mg IV sudah masuk, pasien menangis, pasien posisi
through
berhubungan
20.00 WIB
20.15 WIB
S : Pasien menangis
O : Pasien menangis kesakitan ketika di injeksi obat, injeksi cefotaxim 500 mg dan
Metronidazole 75 mg
2. Memonitor tanda dan gejala infeksi
through
Vinda
metronidazole drip 75 mg masuk per IV, pasien menangis kesakitan, terpasang IVFD
threeway 2 jalur, kaen 1B dan NaCl 0,9% di tangan kiri pasien, tidak terlihat plebitis
dan rembesan
A : Masalah risiko infeksi teratasi sebagian
P : Kelola pemberian terapi injeksi antibiotik cefotaxim 2x500 mg dan metronodazole
3x75 mg
Vinda
Nyeri akut
berhubungan
20.00 WIB
20.15 WIB
S : Pasien menangis
SOAVE pull
mungkin
2. Melakukan manajemen nyeri :
O : Paracetamol drip 150 mg masuk per IV sudah masuk, pasien terlihat menangis
through
Vinda
Vinda
Risiko infeksi
berhubungan
05.00 WIB
05.30 WIB
S : ibu pasien mengatakan sudah paham mengenai tanda dan gejala infeksi
O : : Suhu : 37,5 C, Nadi : 130 x/menit, Respirasi : 30 x/menit, ibu pasien mampu
N, R, S
2. Memonitor tanda dan gejala infeks
3. Mengajarkan keluarga pasien
mengenai tanda dan gejala infeksi
Tina
mengulangi mengenai penjelasan tentang tanda dan gejala infeksi, tidak terlihat
kemerahan di sekitar balutan.
A : Masalah risiko infeksi teratasi
P : Observasi tanda-tanda vital
Tina
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari kasus asuhan keperawatan pada An.R dengan diagnosa medis
Hirschsprung disease tipe short post SOAVE pull through H12 di bangsal
Cendana 4 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dapat diangkat 3 diagnosa
keperawatan yaitu:
1. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif dan post op. SOAVE
pull through
2. Nyeri akut berhubungan dengan luka post op. SOAVE pull through
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan
kulit : post op. SOAVE pull through
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diagnosa yang
teratasi ada 2 diagnosa dan yang sebagian teratasi ada 1. Diagnosa
keperawatan yang dapat teratasi adalah:
1. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif dan post op. SOAVE
pull through
Sedangkan diagnosa keperawatan yang teratasi sebagian adalah
1. Nyeri akut berhubungan dengan luka post op. SOAVE pull through, hal ini
dikarenakan pasien masih sering rewel dan tidak rileks, pasien juga masih
dianjurkan untuk kontrol luka post op di poliklinik RSUP Dr. Sardjito.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan
kulit : post op. SOAVE pull through, dikarenakan masih terdapat luka post
operasi yang belum sembuh total. Pasien juga masih dianjurkan untuk
kontrol luka post op di poliklinik RSUP Dr. Sardjito.
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik (Mosby's Pediatric.
Nursing Reference). Edisi 3. Jakarta: EGC
Steven
L.
2005.
Hirschprung
Disease.
http://emedicine.medscape.com/article/178493-overview.
Available
at:
Leonidas J.C., Singh S.P., Slovis T.L. 2004. Chapter 4 Congenital Anomalies of
The Gastrointestinal Tract In: Caffeys Pediatric Diagnostic Imaging 10th
edition. Elsevier-Mosby: Philadelphia.
Swenson O, Raffensperger JG. 1990. Hirschsprungs disease. In: Raffensperger
JG, editor. Swensonspediatric surgery. 5th ed. Connecticut: Appleton &
Lange
Swenson O, Raffensperger JG. 2002.
Pediatric