Sie sind auf Seite 1von 18

LAPORAN KASUS II

MODUL ORGAN: SISTEM SARAF


SEORANG PRIA 25 TAHUN TERJATUH DARI ATAP RUMAH

KELOMPOK IV
030-10-140 Jeffrie Irtan

030-10-150 Kelly Khesya

030-10-141 Jeni Yuliana


030-10-142 Jesika Wulandari
030-10-143 Jimmy Nikolaus Tjean
030-10-144 Jordan David
030-10-145 Kalvika Vatangga G
030-10-147 Karaminah Maghfirah

030-10-151 Kezia Marsilina


030-10-152 Komang Ida W.R
030-10-155 Kumala Sari
030-10-156 Lana Novira Ys.

030-10-149 Kartika Hermawan

Jakarta
17 Januari 2012

Bab I Pendahuluan
Cedera sistem saraf pusat manusia sering diakibatkan oleh adanya trauma, yang dapat
mengakibatkan berbagai komplikasi seperti edema otak pasca trauma,

Bab II Laporan Kasus


Seorang laki-laki usia 25 tahun, dibawa temannya ke UGD karena terjatuh dari atap rumah dua
lantai setinggi sekitar 10 meter. Kepala dan punggungnya terasa sakit. Kedua tungkai terasa berat
dan baal.
Menurut temannya, saat terjatuh pasien sempat pingsan sekitar 5 menit lalu muntah-muntah, dan
mengeluh nyeri kepala dan nyeri pada punggung belakang.
Hasil pemeriksaan fisik :
Pemeriksaan
Tensi

Hasil
90/70

Nadi

60x/mnt

Pernapasan

28x/mnt

Suhu

360C

GCS

15

Status lokalis

Hematom
daerah
punggung dan belakang
kepala, luka lecet pada
lengan kanan dan kiri

Saraf kranial

Dalam batas normal

Kekuatan
tangan

motorik 5

Motorik kedua tungkai

Refleks fisiologis

BTR +/+, KPR -/-, APR


-/-

Refleks patologis

Negatif

Kedua tungkai terasa baal dan kesemutan, rasa baal dirasakan pasien sampai ke daerah perut dan
dada
Beberapa saat di UGD pasien mengeluh tidak bias BAK

Hasil pemeriksaan lab :

Pemeriksaan

Hasil

Hb

12.5

Eritrosit

4.45jt

Leukosit

8300

Trombosit

365.000

GDS

155

Ureum

29

Kreatinin

1.1

SGOT

38

SGPT

35

Foto polos kepala : dalam batas normal


Foto vertebra thorakal : gambaran fraktur kompresi pada corpus vertebra T4
Pasien tidak punya biaya untuk pemeriksaan CT scan kepala

Anamnesis
Identitas Pasien
Nama
: Tn. X
Usia
: 25 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan
: Pekerja Bangunan
II.
Keluhan Utama
: kepala dan punggungnya terasa sakit, kedua tungkai terasa berat
dan baal.
III.
Riwayat Penyakit Sekarang : terjatuh dari atap setinggi 10 meter, sempat pingsan
sekitar 5 menit lalu muntah-muntah, mengeluh nyeri kepala dan nyeri punggung
belakang. Rasa baal dirasakan sampai ke daerah perut dan dada. Pasien mengeluh tidak
bias BAK.
Riwayat Penyakit Dahulu
:Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat Kebiasaan
:Anamnesis tambahan :
Bagaimana posisi jatuh pasien?

I.

IV.
V.
VI.
VII.

Penanganan pertama apa yang diberikan pada pasien sebelum sampai ke UGD?

Bab III Pembahasan


A.

Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital
Pasien

Nilai Normal

Keterangan

Pernapasan

28x/mnt

16-20x/ment

tachypnoe

Nadi

60x/mnt

60-100x/mnt

normal

Tekanan Darah

90/70

<120/<80

normal

Suhu

360C

36.5-37.20C

rendah

Status Lokalis
Hematom di daerah punggung dan belakang kepala.
Luka lecet pada lengan kanan dan kiri.
Pemeriksaan Neurologis

Kesadaran : compos mentis (GCS = 15)


Pemeriksaan Nervi Kranialis : tidak ada kelainan, berarti bahwa fungsi sensorik maupun
motorik
syaraf
kranial
(nervus
optikus,
okulomotor, troklearis,abdusen,
trigeminus,fasialis,vestibulokoklearis,glosofaringeus,vagus,asesorius, dan hipoglosus)
normal.
Pemeriksaan Sensibilitas :
Paraplegia.
Rangsang raba dan nyeri (-) sampai ke daerah perut dan dada.
Interpretasi : Apabila patokan yang digunakan adalah papilla mammae, kemungkinan
daerah lesi medulla spinalis pasien ini adalah setinggi T4.

Pemeriksaan Sistem Motorik :


Kekuatan otot kedua lengan = 5. Dapat disimpulkan kedua lengan tidak ada kelumpuhan
(normal)
Kekuatan otot kedua tungkai = 1, artinya terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak
didapatkan gerakan pada persendian yang harus digerakan oleh otot tersebut.
Interpretasi : Dapat disimpulkan lesi medulla spinalis pada pasien ini tidak mencapai
daerah C5-C6 karena lesi pada C5-C6 akan bermanifestasi dengan berkurangnya
kekuatan motorik pada biceps.

Refleks fisiologis :
BTR (Biceps Tendon Reflex) +/+ (normal).
KPR (Knee Pess Reflex) -/- (tidak ada refleks sama sekali).
APR (Achilles Pess Reflex) -/- (tidak ada refleks sama sekali).
Interpretasi : Dapat disimpulkan lesi medulla spinalis pada pasien ini tidak mencapai
daerah C5-C6 karena lesi pada C5-C6 akan bermanifestasi dengan berkurangnya refleks
pada biceps (BTR). KPR negatif apabila terjadi lesi setinggi L2-L4. APR negatif apabila
terjadi lesi setinggi L5-S1.

Refleks Patologis (-)


Fungsi Otonom :
Retentio urin (+)
Retentio urin terjadi apabila terjadi lesi setinggi S3-S5 (daerah persarafan kandung
kemih)

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini berupa pemeriksaan laboratorium
dan foto rontgen. Dari hasil laboratorium didapatkan data sebagai berikut :

Normal

Didapat

Hasil

Leukosit

5.000-10.000/L

8.300/L

Normal

Eritrosit

4.7-6.4 juta/L

4.45 juta/ L

Menurun, hal ini


disebabkan karena
terjadi pendarahan

akibat terjatuh.
Hb

13-18g/dL

12,5 g/dL

Sedikit
menurun/normal

Trombosit

190.000-440.000/L

365.000/L

Normal

GDS

180 mg/dL

155 mg /dL

Normal

SGOT

5-40 u/L

20 u/L

Normal

SGPT

5-41 u/L

16 u/L

Normal

Ureum

19-43 mg/dL

29 mg/dL

Normal

Kreatinin

0,5-1,2 mg/dL

1,1 mg/dL

Normal

Foto polos kepala didapatkan dalam batas normal, meski hasil foto ini terlihat normal,
pada pasien ini didapatkan hematom pada daerah occipital, yang menunjukkan adanya
kemungkinan terjadi konkusio serebri (gegar otak), dimana konkusio serebri juga ditandai
dengan kehilangan kesadaran sejenak pasca trauma, namun tidak menimbulkan kelainan
anatomis.
Foto vertebra thorakal menunjukkan gambaran fraktur kompresi pada corpus vertebra T4,
dari foto tersebut didapatkan bahwa ketika terjatuh, posisi pasien jatuh terlentang karena
adanya hematom di punggung serta kepala bagian belakang, fraktur kompresi pada pasien
ini belum menyebabkan kompresi pada medula spinalis dimana gejala klinis cedera
medula spinalis tidak ditemukan.

C. HIPOTESIS
1) Syok Spinal1
Syok pada medula spinalis adalah suatu keadaan disorganisasi fungsi medula spinal yang
berlangsung secara fisiologis dan untuk sementara waktu, keadaan ini timbul segera
setelah cedera dan dapat berlangsung dari beberapa jam hingga beberapa minggu.
Syok spinal terjadi pada kerusakan mendadak sumsum tulang belakang karena hilangnya
rangsang yang berasal dari pusat. Peristiwa ini umumnya berlangsung selama satu
hingga enam minggu, kadang lebih lama .
Manifestasi Klinis Syok Spinal:

Paralisis flaksid di bawah tingkat cedera

Hilangnya refleks tendon dalam

Tak adanya sensasi kutan dan proprioseptif

Hipotensi dan bradikardi akibat syok neurogenik yang diakibatkan oleh gangguan
persarafan simpatis descendens ke pembuluh darah yang mendilatasi pembuluh darah.

Tak adanya aktivitas refleks di bawah tingkat cedera; ini dapat menyebabkan retensi
urine, paralisis usus dan ileus

Kehilangan kontrol suhu;


vasodilatasi dan ketidakmampuan untuk menggigil membuat ini sulit bagi pasien untuk
mengubah panas dalam lingkungan dingin, dan ketidakmampuan untuk berkeringat
mencegah pendinginan normal pada lingkungan panas

Penampakan ulang refleks yang telah ditekan setelah cedera adalah tanda bahwa syok
spinal membaik

2) Komosio Medula Spinalis2


Komosio medula spinalis adalah suatu keadaan dimana fungsi medula spinalis hilang
sementara akibat suatu trauma dengan atau tanpa disertai fraktur atau dislokasi. Sembuh
sempurna akan terjadi dalam waktu beberapa menit hingga beberapa jam / hari tanpa
meninggalkan gejala sisa.
Kerusakan reversibel yang medasari komosio medula spinalis berupa edema, perdarahan
perivaskuler kecil-kecil dan infark disekitar pembuluh darah. Pada inspeksi makroskopik
medula spinalis tetap utuh. Bila paralisis total dan hilangnya sensibilitas menetap lebih
dari 48 jam maka kemungkinan sembuh sempurna menipis dan perubahan pada medula
spinalis lebih mengarah ke perubahan anatomik daripada fisiologik

3) Cedera Medula spinalis3


Cidera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh
benturan pada daerah medulla spinalis.

Vertebra yang seringkali terkena dalam cedera medulla spinalis adalah servikal ke-5, ke6, torakal ke-12, dan lumbal ke-1. Vertebra ini lebih mudah terserang karena terdapat
rentang mobilitas yang lebih besar dalam kolumna vertebra dalam area tersebut.
Manifestasi klinis:
-

nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena
paraplegia
paralisis sensorik motorik total
kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih)
penurunan keringat dan tonus vasomotor
penurunan fungsi pernafasan
gagal nafas

D. DIAGNOSIS

E. PENATALAKSANAAN
F. KOMPLIKASI

Komplikasi fraktur kompresi vertebra dapat dikategorikan sebagai biomekanik,


fungsional, dan psikologis5.
1.

Biomekanik
Nyeri tulang belakang persisten dalam kaitannya dengan faktor-faktor mekanik dan
kelemahan otot akibat terjadinya kiphosis. Gejala-gejala pada abdomen, kiphosis
progresif, terutama dengan fraktur kompresi multiple, menyebabkan pemendekan tulang
belakang thorak sehingga menyebabkan penekanan pada abdomen, dimana dapat
menyebabkan gejala gastrointestinal seperti rasa cepat kenyang dan tekanan abdomen.
Pada beberapa pasien yang mengalami pemendekan segmen torakolumbal yang
signifikan, costa bagian terbawah akan bersandar pada pevis, menyebabkan terjadinya
abdominal discomfort. Gejala-gejala pada gangguan abdomen dapat berupa anoreksia
yang dapat mengikibatkan penurunan berat badan, terutama pada pasien yang berusia
lanjut. Konsekuensi pada paru akibat adanya fraktur kompresi pada vertebra dan kyposis
umumnya ditandai dengan penyakit paru restriktif dengan penurunan kapasitas vital paru.
Dalam persamaan, setiap fraktur menurunkan kapasitas vital 9%. Meningkatkan resiko
terjadinya fraktur. Karena terjadinya kyposis, maka beban berlebih akan ditopang oleh
tulang disekitarnya, ditambah lagi dengan adanya osteoporosis semakin meningkatkan
resiko terjadinya fraktur. Adanya satu atau lebih vertebra mengalami fraktur kompresi
semakin meningkatkan adanya fraktur tambahan lima kali lipat dalam satu tahun.

2.

Fungsional
Pasien yang mengalami fraktur kompresi memiliki level yang lebih rendah dalam
performa fungsional dibandingkan dengan control, lebih banyak membutuhkan
pembantu, pengalaman lebih sering mengalami sakit saat bekerja, dan mengalami
kesulitan dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Penelitian terbaru pada pasien-pasien ini
memiliki nilai yang rendah pada indeks kulalitas hidup yang berhubungan dengan
kesehatan berdasarkan fungi fisik, status emosi, gejala klinis dan keseluruhan performa
fungsional. Oleh karena itu, banyak pasien yang mengalami fraktur kompresi vertebra
akan menjadi tidak aktif, dengan berbagai alasan antara lain rasa nyeri akan berkurang
dengan terlentang, takut jatuh sehingga terjadi patah tulang lagi. Sehingga kurang aktif
atau malas bergerak pada akhirnya akan mengakibatkan semakin buruknya kemampuan
dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

3.

Psikologis
Kejadian depresi meningkat sampai 4-0% pada pasien yang menderita fraktur kompresi
vertebra, akibat nyeri kronis, perubahan bentuk tubuh, detorientasi dalam kemampuan
untuk merawat diri sendiri, dan akibat bedrest yang lama. Pasien yang mengalami depresi
biasanya yang mengalami lebih dari satu fraktur dan akan menjadi cepat tua dan terisolasi
secara sosial.

G. PROGNOSIS
Ad Vitam : Bonam. Pada pasien ini, penanganan yang adekuat dan pemantauan status
neurologik dibutuhkan bukan hanya demi mempertahankan hidup pasien, tapi juga demi
kualitas kehidupannya.
Ad Functionam :
Ad Sanationam : Bonam, dengan melakukan pencegahan terhadap berulangnya trauma.

H. KESIMPULAN

Bab IV TINJAUAN PUSTAKA


Cedera Sistem Saraf Pusat
Sistem saraf pusat manusia terdiri dari otak dan medula spinalis. Otak dibagi
menjadi otak depan, otak tengah dan otak belakang berdasarkan perkembangan
embriologik. Otak tengah, medula oblongata serta pons bersama-sama dinamakan batang
otak.
Medulla spinalis merupakan struktur yang berbentuk silinder, berwarna putih
keabu-abuan, yang mulai di atas setinggi foramen magnum sebagai lanjutan dari medulla
oblongata. Pada oranag dewasa medulla spinalis berakhir setinggi pinggir bawah vertebra
L2. Pada anak kecil, medulla spinalis relative lebih panjang dan berakhir setinggi pinggir
atas vertebra L3. Medulla spinalis di daerah servikal tempat asal plexus brachialis, dan di
thoracica bawah dan lumbal tempat asal plexus lumbosakralis terdapat pelebaran
fusiformis yang disebut intumescentia cervicalis dan lumbalis. Di inferior, medulla
spinalis meruncing menjadi conus medularis. Dari puncak conus ini berjalan turun
lanjutan piamater, yaitu filum terminale, yang kemudian melekat pada bagian belakang os
coccygis. Di garis tengah anterior medulla spinalis mempunyai sebuah fisura
longitudinalis yang dalam, yaitu fisura mediana anterior dan pada permukaan posterior
terdapat alur yang dangkal yaitu sulcus mediana posterior.
Disepanjang medulla spinalis melekat 31 pasang nervus spinalis melalui radix
anterior atau motorik dan radix posterior atau sensorik. Masing-masing radix melekat
pada medulla spinalis melalui sederetan radices (radix kecil), yang terdapat di sepanjang

segmen medulla spinalis yang sesuai. Setiap radix mempunyai sebuah gangliom radix
posterior, yang axon sel-selnya memberikan serabut-serabut saraf perfier dan pusat.
Radix nervus spinalis berjalan dari masing-masing segmen medulla spinalis ke
foramen intervertebralis yang sesuai, tempat keduanya menyatu membentuk nervus
spinalis. Di sini serabut-serabut motorik dan sensorik bercampur, sehingga setiap saraf
spinal terdiri atas campuran serabut motorik dan sensorik. Karena pertumbuhan
memanjang columna vertebralis tidak sebanding dengan dengan pertumbuhan medulla
spinalis, panjang radix n.spinalis bertambah panjang dari atas ke bawah. Di daerah
cervical atas, radix nervus spinalis pendek dan berjalan hampir horizontal, tetapi di
bawah ujung medulla membentuk berkas saraf vertical di sekitar filum terminale. Berkas
saraf vertical ini disebut cauda equine. Setelah keluar dari foramen intervertebrale,
masing-masing nervus spinalis segera bercabang dua menjadi ramus anterior yang besar
dan ramus posterior yang lebih kecil, yang keduanya mengandung serabut-serabut
motorik dan sensorik.
Medulla spinalis diliputi oleh tiga lapis meningen duramater, arachnoidea mater,
dan piamater. Duramater adalah membrane paling luar dan merupakan lapisan fibrosa
padat dan kuat, yang membungkus medulla spinalis dan cauda equine. Membrane ini
dilanjutkan ke atas melalui foramen magnum sebagai lapisan meningeal duramater yang
membungkus otak. Di bawah, duramater berakhir pada filum terminale setinggi pinggir
bawah vertebra S2. Selubung duramater terletak longgar di kanalis vertebralis dan
dipisahkan dari dinding canalis oleh spatium extradural. Spatium ini berisi jaringan ikat
jarang dan plexus venosus vertebralis internus. Duramater meluas menikuti setiap radix
saraf dan menyatu dengan jaringan ikat di setiap nervus spinalis (epineurium) di foramen
intervertebrale. Permukaan dalam duramater dipisahkan dari arachnoidea mater oleh
ruangan potensial, disebut spatium subdural. Arachnoidea mater adalah membrane halus
kedap air yang menutupi medulla spinalis dan terletak diantara piamater di sebelah dalam
dan durmater disebelah luar. Membrane ini dipisahkn dari dura oleh spatium subdural
yang berisi selapis tipis cairan jaringan. Atachoidea mater dipisahkan dari piamater oleh
ruang yang luas, spatium subarachnoidea, yang berisi liquor cerebrospinalis. Ke atas
arachnoideamater berhubungan melalui foramen magnum dengan arachnoidea mater
yangmenutupi cerebrum. Ke bawah, membrane ini berakhir pada ilum terminale setinggi
pinggir bawah vertebra S2. Di antara conus medularis dan ujung saraf cauda equine yang
dibasahi oleh liquor cerebrospinalis. Arachnoidea mater berlanjut sepanjang radix nervus
spinalis, membentuk pelebaran lateral spatium subarachnoidea. Piamater adalah
membrane vascular yang menutup medulla spinalis dengan rapat. Ke atas, melalui
foramen magnum berhubungan dengan piamater menebal pada kedua sisinya diantara
radix-radix saraf untuk membentuk ligamentum denticulatum, yang berjalan ke lateram
menuju tempa perlekatannya pada duramater. Dengan cara ini medulla spinalis terletak di

tengah selubung duramater. Piamater meluas sepanjang masing-msing radix dan


menyatu dengan jaringan ikat yang mengelilingi setiap nervus spinalis.

TRAUMA TULANG BELAKANG6


Efek trauma pada tulang belakang dapat berupa langsung (direk) atau tidak langsung
(indirek). Efek langsung trauma tulang belakang yaitu fraktur dan dislokasi. Sedangkan
efek tidak langsung trauma tulang belakang yaitu berupa lesi medulla spinalis.
Efek langsung
1. Fraktur
Pada fraktur, yang patah bisa berupa lamina, pedikel, prosesus transversus, diskus
intervertebralis bahkan korpus vertebralnya. Bersama-sama dengan fraktur tulang
belakang, ligamentum longitudinal posterior dan dura bisa terobek, bahkan kepingan
tulang belakang bisa menusuk kedalam kanalis vertebralis. Arteri serta vena-vena yang
mengiringi medulla spinalis bisa terputus.
Perlu diingat, fraktur tulang belakang sering kali ditemukan berupa fraktur kompresi.
Fraktur kompesi terjadi karena trauma yang tidak berarti (tidak parah), namun keadaan
tulang sudah osteoporotik. Kompresi terjadi pada tulang belakang tanpa ikut
mengkompresi medulla spinalis.
2. Dislokasi
Pada dislokasi tulang belakang, kanalis vertebralis pada tempat dislokasi menjadi sempit.
Pembuluh darah dan radiks dorsalis/ventralis bisa ikut tertarik atau tertekan.
Efek tidak langsung
Seperti yang telah dinyatakan di atas, efek tidak langsung trauma tulang belakang berupa
lesi pada medulla spinalis. Kerusakan yang dialami medulla spinalis dapat bersifat
sementara (reversible) atau menetap (irreversible).
Lesi medulla spinalis sementara disebut komosio medulla spinalis. Pada komosio medulla
spinalis fungsi medulla spinalis hilang sesaat atau sementara waktu oleh karena trauma
tanpa ada fraktur ataupun dislokasi. Dapat ditemukan flaksid paralisis dan kembali
normal dalam beberapa menit, jam, atau hari. Kerusakan reversible yang mendasari

komosio medulla spinalis berupa edema, perdarahan perivaskular kecil-kecil, dan infark
disekitar pembuluh darah. Pada inspeksi makroskopik medulla spinalis tampak utuh.
Pada kerusakan medulla spinalis yang menetap (irreversible), secara makroskopik pun
kelainannya sudah dapat dikenal. Lesi kontusio, laserasio, dan pembengkakan daerah
tertentu di medulla spinalis sudah dapat ditemukan di pemeriksaan makroskopik. Pada
pemeriksaan mikroskopik lesi tersebut dapat memotong seluruh segmen (transversa),
separuh

segmen

(hemitransversa),

ataupun

sebagian

dari

segmen

saja

(kwadrantransversa).

CEDERA MEDULLA SPINALIS7


Cedera medulla spinalis adalah kerusakan pada medulla spinalis yang dapat diakibatkan
oleh injuri pada medulla spinalis itu sendiri maupun dari kerusakan bangunan di
sekitarnya.
Gejala klinis cedera medulla spinalis bervariasi berdasarkan lokasi terkena cedera. Gejala
klinis untuk cedera daerah leher dapat berakibat pada lengan dan tungkai bawah, cedera
pada daerah lombo-sacral dapat berakibat pada tungkai bawah, dan gejala klinis untuk
cedera medulla spinalis daerah thorakal dapat berefek pada tubuh bagian bawah (tungkai
bawah). Gejalanya diantaranya:

Kesulitan bernapas
Kelainan kontrol bladder and bowel (konstipasi, incontinensia)
Baal
Spastisitas
Tekanan darah dan suhu abnormal

SYOK MEDULA SPINALIS


Syok pada medula spinalis adalah suatu keadaan disorganisasi fungsi medulla
spinalis yang fisiologis dan berlangsung untuk sementara waktu, keadaan ini timbul
segera setelah cedera dan dapat berlangsung dari beberapa jam hingga beberapa minggu.

Pada stadium akut, aktivitas reflex dibawah cedera medulla spinalis hilang sebagian atau
seluruhnya. Paralisis flaccid, hilangnya reflex tendon dalam, hilangnya control suhu dan
tonus vasomotor, serta paralisis usus dan kandung kemih yang menyebabkan retensi urine
dan ileus paralitikus.
Transeksi medulla spinalis menyebabkan perubahan yang luas pada fungsi
visceral. Segera setelah transeksu medulla spinalis, terjadi atoni lengkap pada otot polos
dinding kandung kemih. Pada waktu yang sama, tonus konstriktor otot sfingter
meningkat. Dengan pulihnya reflex somatic, yang dapat terjadi dalam 25 hingga 30 hari
setelah bagian medulla, tonus kembali ke otot kandung kemih dan terjadi reflex
pengosongan kandung kemih. Proses ini dihasilkan oleh kontraksi simultan pada dinding
otot polos dan pada keadaan tertentu terjadi relaksasi tonus sfingter. Setelah reflex
pengosongan kandung kemih, terdapat banyak volume residual yang tertinggal.
Rangsangan kulit ke abdomen, perineum, atau ekstremitas bagian bawah sangat
mempermudah reflex pengosongan.
Pada saluran cerna, proses digesti dan absorbs seolah-olah normal. Kesulitan
besar adalah mengatasi pengosongan feces dari usus bagian bawah dan rectum. Secara
normal, adanya bahan fekal dalam usus bagian bawah dan rectum menyebabkan
terjadinya kontraksi aktif dan peristaltic, hal ini dikombinasikan dengan relaksasi sfingter
sehingga terjadi defekasi. Mekanisme ini ditekan selama syok spinal. Otot sfingter ani
hanya berelaksasi ringan sebagai respons terhadap dilatasi pasif, olehkarna itu terjadi
retensi bahan fekal. Dengan pulihnya reflex eksitabilitas, terjadi reflex pengosongan pada
usus, yang dipermudah oleh rangsangan taktil daerah kulit segmen sacral dan oleh dilatasi
manual otot sfingter ani.
Kerja reflex pembuluh darah perifer dan organ organ yang dipersarafi oleh
susunan otoniom sangat dipengaruhi oleh syok spinal. Transeksi medulla spinalis
menyebabkan penurunan segera dan nyata pada tekanan arterial.penurunan ini terjadi
akibat hilangnya mekanisme vasokonstriktor bulbaris, bila saraf spinal terputus dari
pusat-pusat di medulla spinalis, maka hilang pula koordinasi penting antara keadaan
pembuluh darah dan pusat-pusat tambahan di medulla spinalis.
Pengobatan syokspinal berkisar pada mempertahankan parameter hemodinamik
normal dengan penggantian cairan yang agresif, vasopresor, dan tindakan untuk
mempertahankan denyut jantung lebih atau samadengan 60 kali/menit. Harus dilakukan
pemantauan ketat keluaran urine, tekanan arteria paru atau atrium kanan, hemoglobin,
dan hematorit. Dalam beberapa minggu, fungsi reflex mulai kembali dengan timbulnya
reflex tendon cepat, selain itu kandung kemih dan usus memperoleh kembali beberapa
fungsi reflex.

PERBEDAAN SYOK SPINAL DAN CEDERA MEDULLA SPINALIS 8


Cedera medulla spinalis dan syok spinal acap kali sulit dibedakan karena gejala klinis
yang hampir serupa. Namun kedua hal ini dapat berbeda pada beberapa hal seperti data
pada tabel dibawah ini:
Cedera Medulla Spinalis
Lesi medulla spinalis
UMN sydrome
Paralisis spastik
Refleks patologis (+)
Bersifat ireversibel

Syok Spinal
Tidak ada lesi medulla spinalis
LMN syndrome
Paralisis flaksid
Refleks patologis (-)
Bersifat reversibel

BAB V DAFTAR PUSTAKA

1. Wilson LM. Gangguan sistem neurologik: Cedera Sistem Saraf Pusat. Price SA, Wilson LM,
editors. Patofisisologi. 6th ed. Jakarta: EGC; 2006; p. 1178.

2. Wilson LM. Gangguan sistem neurologik: Cedera otak akibat Trauma Ringan (Konkusio).
Price SA, Wilson LM, editors. Patofisisologi. 6th ed. Jakarta: EGC; 2006; p. 1177.
3.Wilson LM. Gangguan sistem neurologik: Cedera Sistem Saraf Pusat. Price
SA, Wilson LM, editors. Patofisisologi. 6th ed. Jakarta: EGC; 2006; p. 1177.

5. Mazanec Daniel J, et. Al, 2003. Vertebral Compression Fracture : Manage aggressively to
Prevent sequel. Cleveland clinic Journal of Medicine. Available at:
http://www.ccjm.org/content/70/2/147.full.pdf. Accesed on Januari 12, 2012.
6.Mrdjono M, Sidharta P. Trauma Medulla Spinalis. In: Neurologi Klinis Dasar. 5th ed.
Jakarta:Dian Rakyat;2009.p.260-2,424
7. Wilson LM. Gangguan sistem neurologik: Cedera Sistem Saraf Pusat. Price
SA, Wilson LM, editors. Patofisisologi. 6th ed. Jakarta: EGC; 2006; p. 1177-8.
8. Price SA, Wilson LM.Cedera Sistem Saraf Pusat. In: Patofisiologi: Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Vol 2. 6th ed. Jakarta:EGC;2006.p.1178-9

Das könnte Ihnen auch gefallen