Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas pelaksanaan asuhan
keperawatan pada Sdr. E di RSJD Dr. Amino Gondohutomo semarang yang
dihubungkan dengan teori atau konsep teori yang telah ada.
A. Pengkajian.
Pengkajian dilakukan pada tanggal 14 juni 2006, di ruang VIII
RSJD Dr. Amino gondohutomo Semarang. Pada Sdr. E dilakukan pengkajian
menurut keliat (1998) yaitu mengkaji identitas klien, alasan masuk, faktor
predisposisi, faktor presipitasi, pemeriksaan fisik klien, psikososial klien serta
paling penting dalam mengelola pasien dengan gangguan jiwa adalah
mengkaji status mental klien, serta kebutuhan persiapan pulang. Sedangkan
menurut Beck ( 1993 ) pengkajian pada pasien dengan gangguan jiwa meliputi
aspek fisik yang menunjukkan gejala klinis marah maupun gejala fisik yang
menyebabkan marah, aspek emosional yaitu rasa jengkel yang tampak pada
klien, aspek intelektual yang dapat berubah saat marah muncul, aspek sosial
yang menjadi pemicu marah, dan aspek spiritual yang berkaitan dengan marah
klien.
Didapatkan data yang menjadi faktor predisposisi yaitu klien
pernah mengalami gangguan jiwa dan pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa Dr.
Amino gondohutomo Semarang. Klien sering cekcok dengan istrinya dalam
rumahtangga. Riwayat masa lalu klien penting untuk dikaji karena merupakan
faktor predisposisi serta berpotensi menyebabkan gangguan jiwa. (boyd &
Nihart, 1998). Faktor predisposisi yang terdapat pada klien dengan perilaku
kekerasan adalah faktor biologis, sosiokultural, dan faktor neurobiologis.
Faktor neuro biologis yang terjadi pada klien adalah skizofrenia paranoid.
Menurut Tomb (2000) perilaku kekerasan terjadi pada sebagian pasien dengan
skizofrenia paranoid. Teori psikososial Bowen (1978) dikutip oleh Towsend
(1998) menggambarkan bahwa perkembangan skizofrenia sebagai suatu
disfungsi keluarga. Konflik yang terjadi dalam keluarga terutama pada suami
istri dapat mempengaruhi anak. Penanaman hal ini pada anak akan
menghasilkan keluarga yang selalu berfokus pada ansietas, dan suatu kondisi
yang lebih stabil mengakibatkan timbulnya hubungan saling mempengaruhi
yang berkembang antara orang tua dan anak.
Data yang menjadi faktor presipitasi adalah klien di tinggaloleh
istrinya kerumah orang tuanya dengan membawa semua uang klien. Etiologi
yang muncul pada faktor presipitasi adalah pemicu gejala berhubungan
dengan lingkungan dan gangguan interpersonal (Stuart & Sundeen ; 1998).
Menurut teori faktor presipitasi (Stuart & Sundeen; 1998) pemicu merupakan
precursor dan stimuli yang menimbulkan episode baru suatu penyakit.
Berdasarkan etiologi diatas, klien mengalami stres karena
keinginannya selalu tidak dipenuhi, klien juga ditinggal oleh suaminya disaat
usianya sudah mulai tua. Stuart and Sundeen (1998) mengungkapkan
peristiwa besar dalam kehidupan manusia merupakan situasi krisis yang dapat
menimbulkan stress. Pengkajian pada klien dengan perilaku kekerasan
dipusatkan pada tanda-tanda fisik yang terlihat seperti : muka merah,
pandangan tajam, bicara cepat dan keras, serta kondisi lain yang menjadi
sumber kemarahan klien (Beck, 1993).
Saat dilakukan pengkajian, klien dalam keadaan tenang, tidak
marah. Walaupun begitu, tetap waspadai adanya tanda-tanda peringatan
misalnya gelisah dan sikap menuntut. Stuart dan Sundeen (1998)
mengungkapkan, klien dalam keadaan tenang atau kondisi cemas tingkat
rendahpun perlu dieaspadai karena dapat meningkat suatu waktu dan
melakukan kekerasan.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa data yang didapatkan
aktual
pada
klien,
penulis
merumuskan
diagnosa
keperawatan
1. Resiko
mencederai
diri
sendiri,
orang
lain,
dan
lingkungan
emosi
juga
dipengaruhi
oleh,
kemarahan
seseorang
yang
144). Masalah tersebut akan menyebabkan yang lebih tinggi jika tidak segera
diatasi. Breakwell (1998) berpendapat, masalah perilaku kekersan yang tidak
segera datasi akan menyebabkan perilaku individu yang menyimpang ini akan
semakin nyata dan sulit dialihkan. Pernyataan ini sesuai dengan perilaku klien
yang suka membanting gelas dan mengamuk saat marah.
Implementasi keperawatan yang dilakukan selama tiga hari
berhasil mencapai tuk satu sampai tuk tuju. Membina hubungan saling
percaya dengan klien (Tuk satu) dapat dilakukan dengan mudah, karena klien
kooperatif. Hubungan saling percaya merupakan landasan utama pada
hubungan selanjutnya. Hubungan saling percaya yang telah terbina akan
memudahkan dalam mengeksplorasi perasaan klien sehinga dapat dilakukan
tindakan yang tepat. Hubugan saling percaya adalah dasar yang diperlukan
dalam pengelolaan klien dan kemampuan klien dalam mengikuti anjuran dan
saran perawat didasarkan atas kualitas hubungan ini (Stuart & Sundeen, 1998).
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Schulzt dan Videbeck (1998)
membina hubungan salig percaya dengan klien segera setelah memungkinkan
atau dalam kondisi tenang akan mengurangi kekhawatiran yang dirasakan
klien. Saat dilakukan interaksi ini, klien tampak tenang, sehingga tidak
memerlukan kondisi khusus dalam melaksanakannya.
Mengkaji penyebab rasa marah klien (tuk dua) dilakukan agar
dapat mengurangi tekanan yang dirasakan oleh klien. Schultz and Videbeck
(1998) mengatakan bahwa mengkaji dan mendiskusikan penyebab marah
dapat membantu klien mengekspresikan perasaan marahnya secar konstruktif.
Mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan ( Tuk ketiga ) dapat
digunakan untuk menarik kesimpulan bersama klien agar klien mengetahui
secara garis besar tanda-tanda marah yang dialaminya. Pasien-pasien dengan
resiko tinggi untuk melakukan pelanggaran memerlukan pengamatan yang
seksama untuk mencegah tindakan yang membahayakan bagi diri sendiri, atau
orang lain ( Towsend, 1998). Beck (1993) mengatakan bahwa manifestasi
klinis perrilaku kekerasan dapat dikaji dari aspek emosi, fisik, intelektual,
spiritual, dan sosial.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
2.
3.
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka saran dari penulis adalah :
1.
2.
3.