Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Fakultas Kedokteran
Refarat
Oktober 2014
KONJUNTIVITIS ALERGI
Oleh
Muhammad Hasbul
K1A109047
PEMBIMBING
dr. Ilyas Raupong sp.M
BAB I
PENDAHULUAN
Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata
dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai
macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis disebabkan oleh berbagai
hal diantaranya disebabkan oleh alergi.1
Konjungtivitis alergi merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi
terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasanya dan reaksi lambat
sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri dan toksik. Di
negara-negara maju, 20-30% populasi mempunyai riwayat alergi, dan 50% individual
tersebut mengidap konjungtivitis alergi.
peradangan ringan seperti konjungtivitis alergi musiman atau bentuk kronik yang berat
seperti keratokonjungtivitis alergi.2,3
Komplikasi sangat jarang ditemukan pada konjungtivitis alergi. Penyulit yang bisa
terjadi adalah keratokonus dan tukak kornea. Konjungtivitis alergi jarang menyebabkan
kehilangan penglihatan. Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus
dapat sembuh spontan (self-limited disease), namun dapat pula prognosis penyakit ini
menjadi buruk bila terjadi komplikasi yang diakibatkan oleh penanganan yang kurang baik.4
Oleh karena itu, penulisan ini akan membahas secara umum tentang konjungtivitis
alergi itu sendiri dan bagaimana penanganan yang baik untuk konjungtivitis tersebut
sehingga tidak terjadi komplikasinya dan mendapatkan prognosis yang baik ke depannya.
2 | Page
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi dan fisiologi konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan
kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea limbus.2
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet.
Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
a) Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari
tarsus.
b) Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di
bawahnya.
c) Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan
konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan
jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.1
3 | Page
\
Gambar 1. Anatomi Konjungtiva
Secara histologis, konjungtiva terdiri atas lapisan :
a)
Lapisan epitel konjungtiva, terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder
bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas
karankula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari
sel-sel epitel skuamosa.
b)
Sel-sel epitel supercial, mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi
mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi
lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna
lebih pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat limbus dapat mengandung
pigmen.
c)
4 | Page
d)
Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan
fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar
krause berada di forniks atas, dan sedikit ada di forniks bawah. Kelenjar wolfring
terletak ditepi atas tarsus atas.2
Sitokin
Dihasilkan oleh sel-sel fagosit di lokasi inflamasi pirogen endogen yang memicu
demam melalui hipotalamus, memicu produksi protein fase akut oleh hati, memicu
peningkatan hematopoiesis oleh sumsum tulang leukositosis beberapa macam
sitokin yaitu: IL-1 (interleukin-1), IL-6 (interleukin-6), TNF-a (tumor necrosis factor
alpha).
g. Mediator lain (dihasilkan akibat proses fagositosis).
Beberapa mediator lain: nitrat oksida, peroksida dan oksigen radikal. Oksigen dan
nitrogen merupakan intermediat yang sangat toksik untuk mikroorganisme.
Biasanya penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya (self limiting disease),
hal ini disebabkan oleh faktor-faktor :
a) Konjungtiva selalu dilapisi oleh tears film yang mengandung zat-zat anti
mikrobial
b) Stroma konjungtiva pada lapisan adenoid mengandung banyak kelenjar limfoid
c) Epitel konjungtiva terus menerus diganti
d) Temperatur yang relatif rendah karena penguapan air mata, sehingga
perkembangbiakan mikroorganisme terhambat
e) Penggelontoran mikroorganisme oleh aliran air mata
f) Mikroorganisme tertangkap oleh mukous konjungtiva hasil sekresi sel-sel
goblet kemudian akan digelontor oleh aliran air mata
7 | Page
berikatan dengan reseptor H1 pada ujung saraf dan menyebabkan gejala pada mata
berupa gatal. Histamin juga akan akan berikatan dengan reseptor H1 dan H2 pada
pembuluh darah konjungtiva dan menyebabkan vasodlatasi. Sitokin yang dipicu oleh
sel mast seperti chemokin, interleukin IL-8 terlibat dalam memicu netrofil.Sitokin
TH2 seperti IL-5 akan memicu eosinofil dan IL-4, IL-6,IL-13 yang akan memicu
peningkatan sensitivitas.5
6. Manifestasi klinik dan pemeriksaan penunjang konjungtivitis alergi secara
umum
Gejala utama penyakit alergi ini adalah radang (merah, sakit, bengkak, dan
panas), gatal, silau berulang dan menahun. Tanda karakteristik lainnya adalah
terdapatnya papil besar pada konjungtiva, injeksi konjungtiva, datang bermusim, yang
dapat mengganggu penglihatan. Walaupun penyaki alergi konjungtiva sering sembuh
sendiri akan tetapi dapat memberikan keluhan yang memerlukan pengobatan. Pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan sel eosinofil, sel plasma, limfosit, dan basofil
yang meningkat. Dapat juga dilakukan pemeriksaan tes alergi untuk mengetahui
penyebab dari alerginya itu sendiri.1,2
8 | Page
terjadinya yakni konjungtivitis yang bersifat akut yakni konjungtivitis alergi musiman
dan konjungtivitis parennial sedangkan konjungtivitis kronis yakni keratokonjungtivitis
vernal dan keratokonjungtivitis atopik.1
a. Konjungtivitis hay fever (konjungtivitis demam jerami/konjungtivitis simpleks)
Konjungtiva adalah permukaan mukosa yang sama dengan mukosa nasal. Oleh
karena itu, allergen yang bisa mencetuskan rhinitis allergi juga dapat menyebabkan
konjuntivitis alergi. Alergen airborne seperti serbuk sari, rumput, bulu hewan dan
lain-lain dapat memprovokasi terjadinya gejala pada serangan akut konjuntivitis
alergi.
Perbedaan konjungtivitis alergi sesonal dan perennial adalah waktu timbulnya
gejala. Gejala pada individu dengan konjungtivitis alergi seasonal timbul pada waktu
tertentu seperti pada musim bunga di mana serbuk sari merupakan allergen utama.
Pada musim panas, allergen yang dominan adalah rumput dan pada musim dingin
tidak ada gejala karena menurunnya tranmisi allergen airborne. Sedangkan individu
dengan konjungtivitis alergi perennial akan menunjukkan gejala sepanjang tahun.
Alergen utama yang berperan adalah debu rumah, asap rokok, dan bulu hewan.
Gambaran patologi pada konjunktivitis hay fever berupa:
1)
2)
3)
b. Konjungtivitis vernal
Konjungtivitis vernal adalah peradangan konjungtiva bilateral dan berulang
(recurrence) yang khas, dan merupakan suatu reaksi alergi. Penyakit ini juga dikenal
9 | Page
papil
serta
ini berhubungan dengan infiltrasi stroma oleh sel-sel PMN, eosinofil, basofil, dan
sel mast. Hasil penelitian histopatologik terhadap 675 konjungtivitis vernalis mata
yang dilakukan oleh Wang dan Yang menunjukkan infiltrasi limfosit dan sel
plasma pada konjungtiva. Prolifertasi limfosit akan membentuk beberapa nodul
limfoid. Sementara itu, beberapa granula eosinofilik dilepaskan dari sel eosinofil,
menghasilkan bahan sitotoksik yang berperan dalam kekambuhan konjungtivitis.
Dalam penelitian tersebut juga ditemukan adanya reaksi hipersensitivitas.
Tidak hanya di konjungtiva bulbi dan tarsal, tetapi juga di fornix, serta pada
beberapa kasus melibatkan reaksi radang pada iris dan badan siliar. Fase vaskular
dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen, hialuronidase,
peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel radang secara
keseluruhan. Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler mengakibatkan
12 | P a g e
Bentuk limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk
jaringan hiperplastik gelatin (nodul mukoid), dengan Trantas dot yang
merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea,
terbentuknya pannus, dengan sedikit eosinofil.1,2
bentuk
limbal
terdapat
perubahan
yang
sama,
yaitu:
yang hebat meluas, bahkan dapat terbentuk 30-40 lapis sel (acanthosis). HornerTrantas dots yang terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri atas eosinofil, debris
selular yang terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan limfosit.
Pemeriksaan Penunjang
Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak
eosinofil dan granula eosinofilik bebas. Pada pemeriksaan darah ditemukan
eosinofilia dan peningkatan kadar serum IgE.
Pada konjungtivitis vernal, terdapat sebagian besar sel yang secara rutin
tampak dalam jaringan epitel. Pengawetan yang lebih baik adalah menggunakan
glutaraldehyde, lapisan plastik, dan ditampilkan pada media sehingga dapat
memungkinkan untuk menghitung
lokasinya. Jumlah rata-rata sel per kubik milimeter tidak melampaui jumlah normal.
Diperkirakan bahwa peradangan sel secara maksimum seringkali berada dalam
kondisi konjungtiva normal. Jadi, untuk mengakomodasi lebih banyak sel dalam
proses peradangan konjungtivitis vernal, maka jaringan akan membesar dengan cara
peningkatan jumlah kolagen dan pembuluh darah.
Jaringan tarsal atas yang abnormal ditemukan dari empat pasien
konjungtivitis vernal yang terkontaminasi dengan zat imun, yaitu: dua dari empat
pasien mengandung spesimen IgA-, IgG-, dan IgE- secara berlebih yang akhirnya
membentuk sel plasma. Sel-sel tersebut tidak ditemukan pada konjungtiva normal
dari dua pasien lainnya.
Kandungan IgE pada air mata yang diambil dari sampel serum 11 pasien
konjungtivitis vernal dan 10 subjek kontrol telah menemukan bahwa terdapat
korelasi yang signifikan antara air mata dengan level kandungan serum pada kedua
mata. Kandungan IgE pada air mata diperkirakan muncul dari serum kedua mata,
kandungan IgE dalam serum (1031ng/ml) dan pada air mata (130ng/ml) dari pasien
konjungtivitis vernal melebihi kandungan IgE dalam serum (201ng/ml) dan pada air
mata (61ng/ml) dari orang normal. Butiran antibodi IgE secara spesifik ditemukan
pada air mata lebih banyak daripada butiran antibodi pada serum. Selain itu, terdapat
18 dari 30 pasien yang memiliki level antibodi IgG yang signifikan yang menjadi
butiran pada air matanya. Orang normal tidak memiliki jenis antibodi ini pada air
matanya maupun serumnya. Hasil pengamatan ini menyimpulkan bahwa baik IgEdan IgG- akan menjadi perantara mekanisme imun yang terlibat dalam patogenesis
14 | P a g e
konjungtivitis vernal, dimana sistesis lokal antibodi terjadi pada jaringan permukaan
mata. Kondisi ini ditemukan negatif pada orang-orang yang memiliki alergi udara,
tetapi pada penderita konjungtivitis vernal lebih banyak berhubungan dengan
antibodi IgG dan mekanisme lainnya daripada antibodi IgE.
Kandungan histamin pada air mata dari sembilan pasien konjungtivitis vernal
(38ng/ml) secara signifikan lebih tinggi daripada kandungan histamin air mata pada
13 orang normal (10ng/ml, P<0.05). Hal ini sejalan dengan pengamatan
menggunakan mikroskopi elektron yang diperkirakan menemukan tujuh kali lipat
lebih banyak sel mastosit dalam substantia propia daripada dengan pengamatan yang
menggunakan mikroskopi cahaya. Sejumlah besar sel mastosit ini terdapat pada air
mata dengan level histamin yang lebih tinggi.
Kikisan konjungtiva pada daerah-daerah yang terinfeksi menunjukkan adanya
banyak eosinofil dan butiran eosinofilik. Ditemukan lebih dari dua eosinofil tiap
pembesaran 25x dengan sifat khas penyakit (pathognomonic) konjungtivitis vernal.
Tidak ditemukan adanya akumulasi eosinofil pada daerah permukaan lain pada level
ini.5,7
3)
Konjungtivitis atopi
Konjungtivitis atopi
gejalanya berupa sensasi terbakar, kotoran mata berlendir, merah dan fotofobia.
Terdapat papil halus tetapi papil raksasa tidak ditemukan seperti pada konjungtivitis
vernal. Kerokan konjungtiva menampakan eosinofil meski tidak sebanyak terlihat
pada keratokonjungtivitis vernal.1
4)
konjungtivitis vernal dapat timbul pada pasien yang menggunakan mata buatan dari
plastik atau lensa kontak terutama jika memakainya melewati waktunya.
Konjungtivitis Giant Papillarry diperantarai reaksi imun yang mengenai konjungtiva
tarsalis superior. Konjungtivitis ini mungkin merupakan reaksi hipersensitivitas tipe
15 | P a g e
lambat kaya basofil dan mungkin dimediasi oleh IgE. Keluhan berupa mata gatal dan
berair. Pada pemeriksaan fisik ditemukan hipertrofi papil. Pada awal penyakit,
papilnya kecil (sekitar 0,3 mm diameter). Bila iritasi terus berlangsung, papil kecil
akan menjadi besar ( giant) yaitu sekitar 1 mm diameter.1
5)
Konjungtivitis flikten
Konjungtivitis flikten disebabkan oleh karena alergi (hipersensitivitas tipe IV)
16 | P a g e
b)
dibandingkan
levocabastine dalam mengurangi chemosis, kelopak mata bengkak,dan tandatanda dan gejala yang berhubungan dengan konjungtivitis alergi musiman pada
pasien dewasa dan anak.
c)
d)
Stabilisator sel mast topikal. Agen ini menghambat degranulasi sel mast,
sehingga membatasi pelepasan inflamasi mediator, termasuk histamin, neutrofil
dan eosinofil faktor chemotactic, dan platelet-activating factor.
e)
f)
17 | P a g e
9. Komplikasi
Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan
infeksi sekunder. Sedangkan, komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan
jaringan sikratik dapat mengganggu penglihatan.8
10. Prognosis
Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh
spontan (self-limited disease), namun komplikasi juga dapat terjadi apabila tidak
ditangani dengan baik.2,6
BAB III
PENUTUP
Konjungtiva merupakan membran yang tipis dan transparan yang melapisi bagian
anterior dari bola mata (konjungtiva bulbi), serta melapisi bagian posterior dari palpebra
(konjungtiva palpebrae). Oleh karena letaknya yang paling luar itulah sehingga konjungtiva
18 | P a g e
sering terpapar terhadap banyak mikroorganisme dan faktor lingkungan lain yang
mengganggu. Salah satu penyakit konjungtiva yang paling sering adalah konjungtivitis.
Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata
dan bagian dalam kelopak mata. Adapun, salah satu penyebab dari konjungtivitis adalah
alergi. Konjungtivitis alergi itu sendiri juga dibagi dalam klasifikasi dan salah satunya
termasuk konjungtivitis vernal.
Penanganan yang diberikan berupa steroid dan antihistamin topikal serta yang
sistemik. Biasanya konjungtivitis alergi dapat sembuh sendiri, namun bila terlalu berat perlu
diberi pengobatan secara benar. Jika penanganan tidak baik, maka akan timbul suatu
komplikasi. Oleh karena itu, perlu pencegahan sebelum terjadi konjungtivitis alergi berupa
hindari dari penyebab alergen tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ilyas S. Mata merah dengan penglihatan normal. Ilyas S, editor. Dalam: Ilmu Penyakit
Mata Edisi ke-3. Jakarta: FKUI; 2009. h116-46.
2.
Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Ofthalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika ; 2000. h. 5-6, 115
19 | P a g e
3.
Scott,
IU.
Alergy
Conjunctivitis.
2011.
Diunduh
dari
Greg M., Peter M. Classifying and Managing Allergic Conjunctivitis. Medicine Today.
Volume 8, Number 11. November 2011.
5.
Khurana AK. Diseases of the conjunctiva. Dalam : Khurana AK, editor. Comprehensive
Ophtalmology. Ed. 4. New Delhi: New Age ; 2010. h. 51-88.
6.
Ventocillia
M,
Roy
H.
Allergic
Conjunctivitis.
2012.
Diunduh
7.
dari
12
oktober 2014.
8.
Konjungtivitis.
2010.
Diunduh
dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31458/4/Chapter%20II.pdf. 12 oktober
2014.
9.
10. Khurana AK. Diseases of the conjunctiva. Dalam : Khurana AK, editor. Comprehensive
Ophtalmology Fourth Edition. New Delhi: New Age; h51-88.
20 | P a g e