Sie sind auf Seite 1von 65
Nil A ¢ / \ KONSENTRASI HUKUM KESEHATAN Ir lAjs|_fr Gedung THOMAS AQUINAS Lt4 SOEGIJAPRANATA | tituriaisiainsse Orcs aha acid hp wank ac 4 ep. email BERITA ACARA REVIEW Penelitian Dosen Magister Hukum Kesehatan Unika Soegijapranata Tahun : 036/Unika/MHKIR-QSR/X/O7 . tanggal .. Tahun .. .» telah dilakukan review terhadap penelitian dengan judul : “TANGGUNG JAWAB HUKUM RUMAH SAKIT SEBAGAI PROVIDER. PELAYANAN KESEHATAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT” Adapun hal-hal yang harus diperbaiki adalah : gf Prof. Dr. Wila Phandrewila S., $.H.,C.N. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ABSTRAK BABI PENDAHULUAN A B. Cc. D. Latar Belakang Penelitian Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Metode Penelitian BAB Il TINJAUAN PUSTAKA A. B. c. D. Rumah Sakit Pengawasan Akreditasi Rumah Sakit Audit Medis BABII HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengantar B. c. 1. Jumlah Obat dan Negara Asal 2. Mekanisme Peredaran Obat Tradisional Asing Pengaturan Pengawasan Rumah Sakit Melaui Akreditasi Pengaturan Pengawasan Rumah Sakit Melalui Audit Medis BABIV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA 13 16 22 48 52 LAPORAN PENELITIAN BYY.04| Medical tauyt ASPEK HUKUM PENGAWASAN MUTU RUMAH SAKIT MELALUI AUDIT MEDIS DAN AKREDITASI Q20/ (ag. ee fir OLEH: Yustina Endang Wahyati Y,SH.MH TELAH MNYERAHKAN LAPORAN PENELITIAN P£.DA TANGGAL 2 eC ‘2008 Kepalarerpustakaan. oie SH, SIP “NPP.95821987047 MAGISTER HUKUM KESEHATAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2008 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena akhirnya kami dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini menguraikan tentang Akreditasi Rumah Sakit dan Audit Medis dalam perspektif hukum. Banyak hal yang dapat dikaji melalui penelitian ini, Hal-hal yang biasanya hanya dilihat dari sisi teknis saja, sesungguhnya terdapat sisi yuridis. Meski kedua obyek penelitian ini secara teknis terkait dengan mutu pelayanan, namun dalam perspektif hukum sebetulnya disitu terdapat unsur-unsur pengawsan, dimana aktivitas dikendalikan dan diawasi untuk tercapainya perlindungau. Pada kesempatan ini perkenankan kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada : 1. Prof. Dr. Agnes Widanti, SH.,CN. selaku Ketua Program Studi Magister Hukum Kesehatan 2. Ibu Prof Dr Wila Chandrawila Supriadi, SH dan dr. Sofwan Dahlan, SpF (K), yang telah berkenan meluangkan waktu untuk mereview penelitian kami. 3. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penelitian ini. Kami menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu segala kritik dan saran selalu kami harapkan untuk penyempurnaan tulisan ini. Kami berharap semoga karya kecil ini dapat berguna untuk perkembangan IImu Hukum Kesehatan, dan berguna pula bagi penyelenggara pelayanan kesehatan. Semarang, September 2008 Penulis ABSTRAK Pelayanan Kesehatan yang bermutu merupakan salah satu kebutuhan dasar yang diperlukan setiap orang, Rumah sakit selain diharapkan dapat memberikan pelayanan yang bermutu dan professional, juga dapat memberikan perlindungan hukum kepada pasien dalam menerima pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Untuk menjamin mutu Rumah Sakit berbagai instrument diperlukan, diantaranya melalui akreditasi Rumah Sakit dan Audit Medis. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normative dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis, untuk mendapatkan gambaran tentang pengawasan Rumah Sakit melalui Akreditasi dan Audit Medis. Alzeditasi Rumah Sakit sebagai salah satu unsur pengawasan terhadap mutu pelayanan Rumah Sakit, dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penyimpangan maupun memberikan tindakan korektif terhadap Rumah Sakit. Tujuannya adalah agar Rumah Sakit dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan sebaik-baiknya dan selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pelayanan. Unsur akreditasi Rumah Sakit adalah pelayanan terstandar dan kendali mutu, dan dasar hukumnya adalah Peraturan Menteri Kesehatan ~Nomor 159.b/MENKES/Per/II/1988, Sedangkan Audit Medis adalah suatu sarana untuk mewujudkan mutu pelayanan Rumah Sakit menjadi lebih baik. Dasar hukum Audit Medis yaitu. KEPMENKES NO 496/MENKES/SK/IV/2005 tentang Audit Medis, Tujuan Audit Medis adalah tercapainya pelayanan medis prima di Rumah Sakit melalui evaluasi mutu pelayanan medis; penerapan siandar pelayanan medis sesuai kebutuhan pasien dan standar pelayanan medis dan perbaikan-perbaikan pelayanan medis. KATA KUNCI: Rumah Sakit, Mutu, Standar, Akreditasi, Audit Medis. ABSTRACT Health services quality is one of the necessary basic needs of each person, other than hospitals are expected to provide quality services and professional, can also provide legal protection to the patients to receive health care at the Hospital Hospital To ensure the quality of the various instruments required, including through the Hospitals accreditation and Medical Audit. The research method is the normative approach, with the descriptive analytical research, to get an overview of supervision through the Hospitals Accreditation and Medical Audit. Hospital accreditation as an element of control over the quality of hospital services, intended to prevent irregularities and provide correciive action against the Hospital. The aim is that hospitals can organize health services with the best and always strive to improve the quality of care. Hospial accreditation elements are standardized and quality control services, and’ its legal base on the Minister Health Regulation No.159.b/MENKES/Per/II/1988 of Hospital. While the Medical Audit is a means to realize the quality of hospital care for the better. The regulation for the Medical Audit is Minister Health Regulation No. 496/MENKES/SK/1V/2005 of Medical Audit. Medical Audit goal is the achievement of excellent medical care at the Hospital through evaluation of the quality of medical services; application of appropriate standards of medical care needs of patients and medical service standards and improvements in medical care KEY WORDS: Hospitals, Quality, Standards, Accreditation, Medical Audit. BABI PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung dengan pendekatan paradigma schat, yang memberikan prioritas pada upaya peningkatan keschatan, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan rehabilitasi sejak dalam kandungan sampai usia lanjut. Selain itu pembangunan bidang kesehatan juga diarahkan untuk meningkatkan dan memelihara mutu lembaga pelayanan kesehatan melalui pemberdayaan sumber daya manusia secara berkelanjutan, dan sarana prasarana dalam bidang medis termasuk rumah sakit. Demikian digariskan dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Tahun 2004 Konsep tentang mutu ini perlu pula dikembangkan dalam pelayanan kesehatan, yang salah satunya adalah pelayanan Rumah Sakit. Rumah sakit itu bukan hanya sebuah tempat, tetapi juga sebuah fasilitas, sebuah institusi, sebuah organisasi. Definisi yang paling klasik hanya menyatakan bahwa rumah sakit adalah institusi (atau fasilitas) yang menyediakan pelayanan pasien rawat inap, ditambah dengan penjelasan lain. Menurut American Hospital Association Rumah Sakit adalah suatu institusi yang fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan kepada pasien, dengan diagnostik dan terapeutik untuk berbagai. penyakit dan masalah Kesehatan, baik yang bersifat bedah maupun non bedah. Rumah sakit harus dibangun, dilengkapi dan dipelihara dengan baik untuk menjamin kesehatan dan keselamatan pasiennya dan harus menyediakan fasilitas yang lapang, tidak berdesak-desakan dan terjamin sanitasinya bagi kesembuhan pasien. Pelayanan kesehatan yang bermutu merupakan salah satu kebutuhan dasar yang diperlukan setiap orang, oleh karena itu dalam rangka meningkatkan dirinya baik secara institusi, profesionalitasnya rumah sakit senantiasa berusaha meningkatkan diri. Hal tersebut dapat terlihat dari upaya meningkatkan mangjerial kesehatan, profesinya, peralatan kesehatan serta sarana dan prasarana Rumah Sakit. Namun setiap rumah sakit memiliki pandangan yang berbeda dalam mencapai tujuan visi dan misinya di bidang peningkatan mutu pelayanan yang dimaksudkan. Setiap rumah sakit merupakan organisasi pelayanan kesehatan yang merupakan oiganisasi jasa pelayanan oleh karens itu sebagai, pelayan masyarakat perlu memiliki karakter mutu pelayanan prima yang sesuai dengan harapan pasien, namun masyarakat belum dapat mengukur secara pasti apakah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit benar - benar telah terjamin mutunya, karena pasien dan masyarakat hanya dapat menilai dari keindahan dan kenyamanan gedung, SDM serta harga yang ditetapkan oleh rumah sakit. Rumah sakit selain diharapkan dapat memberikan pelayanan yang bermutu dan professional, juga dapat memberikan perlindungan hukum kepada pasien dalam menerima pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, bagaimana masyarakat dapat merasa jaminan perlindungan hukum terhadap dirinya melalui pelayanan keschatan yang diterimanya benar — benar dapat diperoleh sebelum mencoba menjalani kasus hukum yang belum tentu hasilnya dapat berpihak kepada dirinya, kerena itulah jaminan perlindungan hukum ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan pasien yang berkunjung di rumah sakit tersebut. Rumah sakit merupakan tempat terjadinya banyak kepentingan. Rumah sakit adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan yang utama, di tempat ini dilayani berbagai permasalahan dari pasien, Berbagai jenis pelayanan medik yang dilakukan di rumah sakit serta banyaknya jumlah pasien yang membutuhkan perawatan di rumah sakit dapat menyebabkan beberapa pasien tidak dapat terlayani kebutuhannya dengan baik. Sehingga KTD sangat mungkin terjadi di rumah sakit, Untuk itu diperlukan suatu sistem untuk w mengatasi berbagai permasalahan yang mungkin dapat terjadi di rumah sakit yang dapat mengganggu keselamatan pasien. Untuk menjamin mutu Rumah Sakit berbagai instrument diperlukan, diantaranya melalui akreditasi Rumah Sakit dan Audit Medis. Pengembangan upaya peningkatan mutu pelayanan pada saat ini mengarah kepada kualitas pelayanan untuk mewjudkan keselamatan Pasien (patient safety). Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka perlu untuk dilakukan kajian tentang “Aspek Hukum Pengawasan Rumah Sakit Melalui Akreditasi dan Audit Medis” B. PERUMUSAN MASALAH PENELITIAN Untuk dapat melakukan penelitian, perlu dirumuskan masalah penelitian, yang dalam penelitian ini berbunyi : 1. Bagaimanakah pengaturan pengawasan Rumah Sakit melalui akreditasi ? 2. Bagaimana pengaturan ketentuan hukum pengawasan Rumah Sakit melalui audit medis? C. TUJUAN PENELITIAN 1, Untuk mendapatkan gambaran tentang pengaturan tentang pengawasan Rumah Sakit melalui akreditasi. 2. Untuk mendapatkan gambaran tentang pengaturan pengawasan Rumah Sakit melalui audit medis. D, METODE PENELITIAN 1, Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian tesis ini yaitu yuridis normatif atau sering pula dikenal dengan metode penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Metode penelitian hukum normatif adalah yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder saja. Penelitian hukum normatif atau kepustakaan mencakup :! Penelitian terhadap asas-asas hukum Penelitian terhadap sistematik hukum Penelitian terhadap sinkronisasi vertikal dan herizontal Perbandingan hukum Sejarah hukum passe 2. Spesifikasi Penelitian Dalam penelitian ini, spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis. Penelitian deskriptif analitis yaitu membuat deskripsi atau gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta, sifat dan hubungan antara fenomena atau gejala yang diteliti sambil menganalisanya, yaitu mencari sebab akibat dari suatu hal dan menguraikannya secara konsisten dan sistematis serta logis Penelitian deskriptif analitis ini digunakan untuk menganalisis, yaitu mencari hubungan sebab akibat dari permasalahan yang terdapat pada perumusan masalah dan menguraikannya secara konsisten, sistematis dan logis. Sehingga dalam penelitian ini akan dianalisa Hubungan Antara Penerapan Standar Keselamatan Pasien di Rumah Sakit dengan ‘Asas Manfaat bagi Pasien, 3. Metode Pengumpulan Data Mengingat penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normative, maka dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan untuk memperoleh data sekunder. Data sekunder adalah bahan-bahan pustaka. Dalam penelitian ini data sekunder meliputi: a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari : * Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2002, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta Raja Grafindo Persada, him.14. 1) Undang-undang Dasar 1945. 2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan 3) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran 4) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159b/ 1998 Tentang Rumah Sakit. 5) Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1165A/Menkes/SK/X/2004 tentang Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) 6) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 496/MENKES/ SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis Rumah Sakit. b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti, rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitan, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya. c. Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; contohnya kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya. 4, Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif nonnatif. Metode kuelitatif nommatif ini digunakan Karena penelitian ini tidak menggmalcan konsep-konsep yang diukur/dinyatakan dengan angka atau rumusan statistik. Dalam menganalisis data sekunder tersebut, dilakukan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti, membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut, untuk memudahkan pekerjaan analisa dan konstruksi. Data sekunder tersebut akan disajikan dalam bentuk kalimat yang konsisten, logis dan efektif serta sistematis schingga memudahkan untuk interpretasi data dan konstruksi data serta pemahaman akan analisis yang dibasilkan, yaitu mengidentifikasi serta menguraikannya Ss Secara konsisten, sistematis dan logis tentang aspek hukum pengawasan Rumah Sakit Melalui Akreditasi dan Audit Medis. BABI TINJAUAN PUSTAKA A. RUMAH SAKIT Pengertian Rumah Sakit yang dikemukakan dalam beberapa referensi umumnya menyebutkan bahwa disebut Rumah Sakit, jika mengandung unsur antara Jain: adanya “tempat” (bangunan Fisik) dan sarana prasarana lainnya; adanya pasien dan dokter; adanya bentuk-bentuk pelayanan; adanya keadaan orang sakit, adanya tindakan perawatan dan tindakan medik dalam bentuk praktik profesional. Seperti pendapat Croford Morris dan Alan Moritz berikut ini: "Hospital is: a. “A place in which a patient may receive food, shelter, and nursing care while receiving medicalor surgical treatment. 6. An institution for the reception, care and medical treatment of the sick or wounded also the building used for that purpose. c. A place where medicine is practiced by physician. "” Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) memberikan pengertian yang sangat singkat mengenai Rumah-Sakit, yaitu "sarana pelayanan. kesehatan yang memiliki sarana rawat inap.” Sementara Picard, mendefinisikan Rumah Sakit adalah: “The hospital, in former times a place where the impoverished ill were deposited or medical attendence has evolved to an institution where the doctor can treat his patient with the assistence of highly skilled and well-organized medical and nonmedical personnel with sophisticated equipment in modern facilities. Just as the function of the hospital has expended, so is its responsibility to the patient. These responsibilities may be characterized as non-delegable duties owed to the patient and failure to discharge them properly may result in an action against the hospital for breach to contract or negligence." Definisi yang dikemukakan Picard tersebut agak sedikit berbeda, meski unsur-unsur yang dikemukakan sebenarnya sama, yakni pengertiannya didasarkan pada sejarah 2 Moris R, Croford dan Alan R Moritz, 1982, Doctor and The Patient and The Law, Mosby Company, St-Louis, , him. 56. > Lihat Konsil Kedokteran Indonesia. 2006, Kemitraan Dalam Hubungan Dokter-Pasien, KKI, Jakarta, him. al. * Piccard, Ellen, 1984, 1984, Legal Lilability of Doctor and Hospital in Canada, Carswell Legal Publication, Toronto, him.151. penyelenggaraan Rumah Sakit. Sedangkan Hematram Yadav dalam bukunya “Hospital Management” memberikan pengertian tentang Rumah Sakit sebagai berikut: "Hospital means different things to different people. To the patient it is place to receive medical care, to the physician it may be workplace to practice the profession, and to the medical or nursing student it may seem to be an educational institution.” * Pengertian Rumah Sakit menurut Meijer adalah: “Het ziekenhuis is cen onderneming met een eigen karakter: het is gericht op medisch onderzoek en medische behandeling van opgenomen patienten. Het ziekenhuis is geen onderneming in de zin van een bedrijf dat is gericht op het maken van winst of enig vermogensrechtelijke voordeel.”® Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tersebut pada hakikatnya unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian Rumah Sakit pada umumnya sama yakni: sebagai suatu lembaga, suatu organisasi, suatu tempat, dan sebagai suatu sistem. Lebih jelasnya dapat disimpulkan bahwa Rumah Sakit adalah: sebagai sebuah institusi besar, sebuah lembaga yang rumit, lembaga yang membutuhkan sarana-prasarana dan dana yang besar; tempat (fisik), untuk melakukan kegiatan yang menggunakan peralatan berteknologi canggih, di mana orang sakit mendapatkan perawatan; sebagai tempat bertemunya para profesional yang melakukan praktik profesi, pendidikan dan pelatihan para calon tenaga medis dan tenaga kesehatan; juga merupakan tempat penelitian dan kegiatan pengembangan ilmiah di bidang kesehatan; sebagai organisasi yang kompleks; membutuhkan SDM yang banyak, memiliki misi sosial dan kemanusiaan, diatur dalam seperangkat perundang- undangan dilengkapi regulasi pelaksanaan; sebagai sebuah sistem yang dinamis dan adaptif, karena harus berinteraksi terus-menerus dengan lingkungan eksternal, sosial dan Jingkungan organisasi. Atas dasar beberapa pendapat itu pula dapat dikemukakan bahwa memberi 5 Yadav, Hematram, 2006,Hospital Management, University Malaya Press, Kuala Lumpur, him. 224. © Soerjono Soekanto dan Herkutanto, 1987, Pengantar Hukum Kesehatan, Remadja Karya, Bandung, , him. 129 pengertian Rumah Sakit sebenamya sangat bergantung dari sisi kepentingannya, tidaklah salah. Karena kenyataannya Rumah Sakit memiliki banyak fungsi, maka pengertiannya terkait erat dengan fungsinya. Pengertian rumah sakit menurut WHO (Worl Health Organization) adalah: " Suaru usaha yang menyediakan pemondokan yang memberikan jasa pelayanan medik jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri atas tindakan observasi, diagnostik, terapeutik dan rehabilitatif untuk orang-orang yang menderita sakit, terluka dan untuk mereka yang akan melahirkan. Bisa juga disamping itu menyediakan atau tidak menyediakan pelayanan atas dasar berobat jalan kepada pasien-pasien yang langsung pulang” Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 159b/Menkes/ Per/I I 1x988 tentang rumah sakit pada pasal 1 sub 1:"Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyvlenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian." Rumah sakit adalah tempat pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar dan spesialistik, pelayanan penunjang medik, pelayanan instalasi dan pelayanan perawatan rawat jalan dan rawat inap. Pada hakikatnya Rumah Sakit memiliki fungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan pemulihan keschatan dalam hubungannya dengan pasien. Fungsi yang dimaksud memiliki implikasi berupa tanggung jawab hukum Rumah Sakit atas pelayanannya kepada pasien. Sebagaimana diketahui bahwa dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan, di samping yang bertindak atau pelakunya adalah administrasi negara atau pemerintah sendiri, dilakukan juga oleh pihak-pihak yang diberi ijin atau diberi wewenang oleh pemerintah. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan oleh pemerintah diantaranya dalam bentuk penyelenggaraan Rumah Sakit publik (Pemerintah), Sedangkan yang dilakukan oleh masyarakat adalah dalam bentuk Rumah Sakit privat (Swasta). Oleh karena itu, agar pelaksanaan tugas penyelenggaraan Rumah Sakit, baik oleh pemerintah maupun oleh swasta, dapat berjalan dengan sebaik-baiknya dan memenuhi tyjuan pokok yaitu pelayanan kesehatan yang bermutv, maka ditetapkanlah berbagai ketentuan hukum yang mengatur mengenai penyelenggaraan Rumah Sakit. Pengaturan hukum penyelenggaraan Rumah Sakit sangat diperlukan agar pelayanan kesehatan di Rumah Sakit dapat sesuai dengan tujuan utamanya, yaitu mewujudkan derajat kesehatan setinggi-tingginya schingga terwujud pula kesejahteraan masyarakat, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus. Ketentuan tersebut berbentuk peraturan perundang-undangan maupun peraturan pelaksanaannya, dilengkapi pula instrumen hukum baik yang berupa peraturan teknis maupun bentuk-bentuk pengaturan lain, seperti pedoman pelaksanaan dan lain sebagainya. Rumah sakit sebagai salah satu saran kesehatan dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis. a. Berdasarkan pada Pemilik dan Penyelenggara Menurut ketentuan Pasal 3 Permenkes 159b/1988, berdasarkan pemilik dan penyelenggaranya, rumah sakit dibedakan menjadi rumah sakit pemerintah dan tumah sakit swasta. Rumah sakit pemerintah dimiliki dan diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan, Pemerintah Daerah, ABRI, dan BUMN. Rumah sakit swasra dimiliki dan diselenggarakan olch yayasan yang sudah disahkan sebagai badan hukum dan badan lain yang bersifat sosial. b. Berdasarkan pada Jenis Pelayanan Menurut ketentuan Pasal 4 Permenkes 159b/1988, berdasarkan bentuk pelayanannya rumah sakit dibedakan menjadi rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan untuk semua jenis penyakit dari yang bersifat dasar sampai dengan subspesialistik. Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan berdasarkan jenis penyakit tertentu ,Misalnya, rumah sakit Paru-paru, Rumah sakit Jantung dan sebagainya. c. Berdasarkan pada Klasifikasi Berdasarkan pada kemampuan pelayanan, ketenagaan, fisik, dan peralatan yang dapat tersedia, rumah sakit umum pemerintah dan daerah diklasifikasikan sebagai berikut. 1) RSU Kelas A mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan subspesialistik luas. 2) RSU Kelas B mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya sebelas _spesialistik dan subspesialistik terbatas. 3) RSU Kelas C mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik dasar. 4) RSU Kelas D mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis dasar. Adapun Tugas rumah sakit menurut Permenkes No. 159b/MENKES/I /PER/ 1988, yaitu : " ... melaksanakan pelayanan kesehatan dengan mengutamakan kegiatan penyembuhan penderita dan pemulihan keadaan cacat badan dan jiwa yang dilaksanakan secara terpadu dengan upaya peningkatan (promotif) dan pencegahan (preventif) serta melaksanakan upaya rujukan" Berdasarkan ketentuan Pasal $ Kepmenkes 983/1992 rumah sakit mempunyai fungsi: a. Menyelenggarakan pelayanan medis. Keoutusan Menteri © Kesehatan = Republik = Indonesia. © Nomor 983/MENKES/SK/X1/1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit. b. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan non medis. c. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan. d. Menyelenggarakan pelayanan rujukan. e. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan f, Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan. Selanjutnya Peraturan Menteri Kesehatan No, 159b/MENKES/PER/IV 1988, juga merumuskan fungsi rumah sakit adalah sebagai berikut: a. Menyediakan © dan = menyelenggarakan —_pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, pelayanan perawatan, pelayanan rehabilitasi, pencegahan dan peningkatan kesehatan, b. Sebagai tempat pendidikan dan atau latihan tenaga medik ¢. Sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi bidang kesehatan. Adapun dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 983/MENKES/SK/X1/1992, tentang pedoman organisasi rumah sakit umum menyebutkan hal-hal sebagai berikut: a. Menyelenggarakan pelayanan medik b.Menyelenggarakan pelayanan penunjang medik dan nonmedik. c. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan 4a d. Menyelenggarakan pelayanan rujukan e. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan. f Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan. g. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan Penyelenggaraan Rumah Sakit di Indonesia dewasa ini dirumuskan organisasinya terdiri dari: a. Manajemen rumah sakit sebagai organisasi yang dimiliki ‘badan hukum (Pemerintah, Yayasan, PT, Perkumpulan) yang pada instansi pertama diwakili oleh kepala RS/Direktur/CEO. b. Para dokter yang bekerja di rumah sakit c. Para perawat 4. Para tenaga kesehatan Jainnya dan tenaga administratif. Dengan demikian berdasarkan struktur tersebut, maka secara yuridis yang bertanggung jawab adalah badan hukum itu sendiri dan bukan rumah sakitnya, Akan tetapi rumah sakit mempunyai tanggung jawab terhadap segala sesuatu yang terjadi di dalam rumah sakit. B. PENGAWASAN Pengawasan pada dasamya meliputi rangkaian kegiatan yang terdiri dari: pengelolaan, penanganan atau mengawasi, yang dapat dilakukan terhadap person maupun suatu proyek. Pengawasan atau biasa disebut dengan istilah controlling, dalam perspektif Hukum Administrasi Negara, pada umumnya diartikan sebagai suatu kegiatan yang dityjukan 43 untuk menjamin agar penyelenggaraan kegiatan sesuai dengan rencana. Beberapa ahli mengemukanan tentang pengertian pengawasan yang sekaligus memberi pula gambaran tentang fungsi pengawasan, sebagaimana disarikan oleh Moechsan berikut ini : (a) “Menurut George R Terry: "control is to determine what is accomplished evaluate it, and apply corrective measures, if neded to insure result in keeping with the plan.” (b) Sementara itu Henry Fayol menyebutkan: “Control consist in verivying wether everything accur in conformity with the plan adopted, the instruction issued and principles established. It has for object to point out weaknesses and errors in order to rectivy then and privent recurrence” (©) Newman berpendapat bahwa “control is assurance that the performance conform to plan”. (@) Siagian memberikan definisi tentang pengawasan sebagai berikut: “Proses pengamatan dari pada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan; (e) Rumusan tentang pengawasan yang cukup menarik diberikan oleh Suyamto sebagai berikut: “Pengawasan adaiah segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau kegiatan, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak.” 7 Pengawasan, berdasarkan kutipan tersebut di atas, diberikan pengertian umum hampir sama oleh para abli, yakni merupakan proses penilaian (evaluasi) terhadap suatu kegiatan dengan maksud menjamin agar pelaksanaannya sesuai dengan yang direncanakan. Namun demikian para ahli memberikan pengertian yang berbeda tentang ruang lingkup pengawasan, Ada yang beranggapan bahwa pengawasan dilakukan setelah suatu kegiatan dilaksanakan; namun ada pula yang menganggap bahwa ruang lingkup pengawasan meliputi tahap perencanaan dan pelaksanaan; bahkan ada yang mengartikan bahwa ruang Ingkupnya sampai pada tindakan korektif atas temuan-temuan selama pengawasan. Namun demikian dari beberapa pengertian tersebut di atas, setidaknya dapat diketahui bahwa pengawasan 7Moechsan, 2000, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah Dan Peradilan Tata Usaha Negara Di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, him. 36-38. merupakan suatu rangkaian kegiatan yang bentuknya penilaian (kegiatan evaluatif), untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Perkembangan praktik penyelenggaraan pemerintahan menurut konsep negara kesejahteraan, berpengaruh terhadap kewenangan pemerintah yang semakin luas. Luasnya kewenangan inilah yang menyebabkan pemerintah dapat mencampur tangani kehidupan warga masyarakat sampai hal yang paling pribadi. Campur tangan pemerintah, diibaratkan dimulai sejak manusia lahir sampai dengan manusia mati (from the cradle to the grave). Ekses dari luasnya kekuasaan pemerintah untuk menjalankan kewenangannya yang didukung dengan kebebasan bertindak tersebut adalah kemungkinan terjadinya penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir). Oleh karenanya dibutuhkan sarana untuk menghindari maupun mengatasi hal itu. Di sinilah arti pentingnya pengawasan, di samping untuk mencegah terjadinya penyimpangan adalah untuk melakukan tindakan koreksi, dengan tujuan terlaksananya kegiatan pemerintahan sesuai dengan yang seharusnya. Maksud pengawasan dalam pengertian umium adalah untuk menilai dan mengarahkan agar suatu kegiatan berjalan dengan sebaik-baiknya dan menghasilkan sesuatu yang baik pula, Pengawasan dalam perspektif Hukum Administrasi Negara, adalah salah satu jenis perbuatan pemerintah yang dapat dilakukan baik dalam bentuk perbuatan hukum maupun dalam bentuk perbuatan nyata. Tujuan pengawasan antara lain: pertama, untuk merumuskan arah pelaksanaan tugas pemerintahan yang baik; kedua, untuk mengevaluasi pelaksanaan tugas tersebut sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku; ketiga, adalah memberikan pembinaan terhadap kegiatan yang dimaksud, agar tercapai tujuan akhir yakni mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan tugas pelayanan kepentingan umum, salah satu bentuknya adalah dengan menyelenggarakan Rumah Sakit. Rumah Sakit diselenggarakan sendiri oleh Pemerintah maupun oleh swasta. Tugas pelayanan kegiatan Rumah Sakit sangatlah komplek maka dibuatlah ketentuan hukum baik dalam bentuk peraturan perundang-undangan mupun regulasi pelaksanaannya. Tugas pelayanan publik ini salah satunya dengan memberikan kewenangan kepada penyelenggara Rumah Sakit (provider) untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Tujuan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit adalah terpenuhinya hak masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, dengan sasaran akhir tercapainya kesejahteraan masyarakat. Agar pelaksanaannya sesuai dengan yang seharusnya maka perlu dilakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Rumah Sakit. Pengawasan terdin dari bermacam-macam bentuk, sifat maupun lembaganya. Ada bebérapa lembaga pengawas Rumah Sakit, yang memiliki kewenangan melakukan pengawasan berdasarkan tuang lingkup serta sifat maupun bentuk pengawasan sesuai dengan tugas dan fungsi masing- masing, Lembaga pengawas Rumah Sakit tersebut memiliki kewenangan melakukan pengawasan yang meliputi unsur-unsur: pengawascn perijinan; audit medis dan audit kinerja Rumah Sakit, baik secara intemal dengan membentuk Satuan Pengawas Internal (SPI) maupun secara eksternal; pengawasan non teknis (melalui pembentukan Dewan Pengawas Rumah Sakit/DPRS dan Badan Pengawas Rumah Sakit/BPRS); serta pengawasan terhadap mutu pelayanan (akreditasi Rumah Sakit). Pemerintah bertanggung jawab untuk membina dan mengawasi kegiatan pelayanan publik ini sebagai konsekwensi kewenangan atributif yang dimilikinya yaitu sebagai pengatur, karena penyelenggaraan pelayanan kesehatan oleh Rumah Sakit adalah dalam rangka memenuhi hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal. Terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan Rumah Sakit, oleh karena itu secara umum harus dilandasi asas pelayanan publik dan secara khusus harus dilandasi asas pelayanan keschatan yang optimal. C. AKREDITASI RUMAH SAKIT Akreditasi Rumah Sakit oleh banyak ahli, umumnya didefinisikan sebagai pengertian umum sama halnya dengan pengertian akreditasi untuk kegiatan lainnya. Berikut ini pengertian akreditasi yang disarikan dari beberapa kepustakaan oleh Tim Penyusun Pedoman Akreditasi Depkes RI yang antara lain sebagai berikut: a) “menurut Webster, Akreditasi berarti “consideration or recognition as outstanding” 4) Menurut Homby, akreditasi berarti “officially recognized and generally accepted” c) Definisi lain menyebutkan bahwa akreditasi berarti " Recognition given to that meets certain standards" d) Sedangkan menurut Ensiklopedia Nasional Indonesia, akreditasi berarti suatu bentuk pengakuan yang diberikan oleh pemerintah untuk suatu lembaga/institusi”. e) MBA Dictionary: “evaluates and recognizes an institution as meeting predetermined standards." © Akreditasi dengan demikian, dimaksudkan sebagai suatu pertimbangan atau penegasan atas pengakuan; akreditasi berlaku secara umum; pengakuan diberikan karena sesuai dengan standar; suatu evaluasi dan pengakuan kepada suatu lembaga yang pemberiannya ditentukan atas dasar standar. Pendapat yang lebih. lengkap dikemukakan oleh Ovreitveit, yang mendefinisikan akseditasi ditekankan pada lembaganya dan ditujuka untuk memberikan penilaian, hasilnya adalah berupa penghargaan, dengan syarat bila kriteria akreditasi dipenuhi. Secara lengkap definisi yang dikemukakan adalah seperti berikut: “ Accreditation is similar to licensing or registration, but is usually voluntary. It is the recognition by an accrediting agency that an individual or organization meets certain criteria set by that agency. The term is used to describe both the process used by the agency to make the assessment, and outcome of the assessment, where the individual or organization is recognized by an accreditation award to have met the criteria.” Definisi akreditasi yang cocok lebih sesuai dengan pelaksanaan akreditesi Rumah Sakit di Indonesia, menurut pendapat penulis adalah yang dikemukakan oleh Charles D Shaw, seperti berikut ini: “Accreditation is usually @ voluntary program, sponsored by, non govermental ©) KKi, Padoman Akreditasi Rumah Sakit Indonesia 2007. Depkes Rl, Jakarta, 2007, him.13. © tbid., him.117. agency (NGO), in which trained external peer reviewers evaluate a health care organization”s compliance with pre-established performance _ standards. ‘Accreditation addresses organizational, rather than individual practitioner, capability, or performance. Unlike lisence, accreditation focuses on continuous improvement strategic and achievment of optimal quality standart, rather than adherence to minimal standards intended to assure public safety.” “ Namun demikian pendapat tersebut di atas tampaknya masih relevan saat akreditasi Rumah Sakit, belum dijadikan prasyarat perijinan bagi penyelenggaraan Rumah Sakit, bahkan juga saat sudah dijadikan prasayarat perijinan. Karena sebelum keluarnya UU Rumah Sakit, ketentuannya tidak jelas sehingga penegakan peraturan akreditasi menjadi lemah. Terlebih dari sudut pandang hukum administrasi negara, bentuk pengaturan yang ada sebelumnya merupakan peraturan kebijaksanaan berupa “pedoman”, schingga tidak mengikat secara hukum, maka sulit pula untuk penegakan peraturan kategori semacam ini. Sementara itu Departemen Kesehatan Republik Indonesia memberikan definisi akreditasi sebagai berikut: “Akreditasi Rumah Sakit adalah suatu pengakuan yang diberikan oleh pemerintah pada Rumah Sakit karena telah memenuhi standar yang ditentukan.” Sedangkan definisi yang ditetapkan oleh ISQua (Intenational Society for Quality in Health Care) : "Accreditation is a public recognition by a national healthcare accreditation body of the achievement of its accreditation standards by a healthcare organisation, demonstrated through an independent external peer assessment of that organisation's level of performance in relation to the standards.” cD Pengertian akreditasi yang hampir sama ditetapkan ALPHA (Agenda for Leadership in Programs for Healthcare Accreditation), bahwa: “Accreditation is public recognition of achievement, by a health care organisation, of requirements of national health care standards: a_ is generally available to public and private sectors; covers a range of health care environments in, example: community-based care through to tertiary level providers and health care systems; © may have specialised health care services as a particular focus; d. is awarded based on achievement of quality standards and the independent (09) shaw, Charles D, Toolkit for Acreditation Programs, ISQua, Melbourne, 2004, him. 27. ©” Tbid.., him. 29. external survey by peers of an organisation's level of performance in relation to the standards.” Akreditasi rumah sakit adalah pengakuan formal terhadap unit/ lembaga untuk melakukan kegiatan standarisasi tertentu, sesuai dengan persyaratan dan kriteria yang ditetapkan oleh dewan. Akreditasi sendiri bersifat suka rela dari organisasi kesehatan, lebih dari persyaratan yang ada di lisensi, dengan tujuan mengarahkan organisasi menuju optimasi daripada hanya sekedar pencapaian minimum, dan dalam pelaksanaannya mencapai secara maksimal standar maksimal yang telah ditentukan.”® Berbagai definisi yang dikemukakan di atas memberi gambaran pula tentang batasan dan ruang lingkup akreditasi, serta maksud dan tujuan akreditasi Rumah Sakit. Intinya bahwa akreditasi merupakan tindakan evaluatif, terhadap suatu proses. kegiatan Rumah Sakit dengan tujuan agar Rumah Sakit dapat memenuhi standar pelayanan, sehingga kepentingan pasien dapat terlindungi. Adapun dalam pengertian ini diketahui pula bahwa penilaian yang dilakukan dalam akreditasi melibatkan suatu lembaga publik yang bersifat independen, dengan demikian akan diperoleh penilaian yang obyektif yang kemudian menghasilkan suatu penetapan predikat atas hasil pencapaian yang telah dilakukan oleh Rumah Sakit. Namun yang perlu diketahui pula bahwa di dalam rangkaian proses akreditasi dilakukan pula tindakan korektif (tindakan administratif), bahkan sampai dalam bentuk tindakan penalti, atau pemberian sanksi (tindakan yuridis), yakni tidak diberikan ijin kepada Rumah Sakit yang tidak terakreditasi. Akreditasi sebagai salah satu sarana hukum memiliki tujuan, fungsi maupun manfaat dalam pengelolaan Rumah Sakit. Dalam pedoman akreditasi Rumah Sakit disebutkan bahwa: a. Tujuan akreditasi rumah sakit 1) Tujuan umum. © Nico Lumenta, Ibid, “Hematran yadat, Opcit, him 773 Mendapatkan gambaran seberapa jauh rumah sakit — rumah sakit di Indonesia telah memenuhi standar yang ditentukan, dengan demikian mutu pelayanan rumah sakit dapat dipertanggungjawabkan 2) Tujuan khusus a) Memberikan pengakuan dan penghargaan kepada rumah sakit yang telah mencapai tingkat pelayanan kesehatan sesuai dengan standar yang ditetapkan b) Memberikan jaminan kepada petugas rumah sakit bahwa semua fasilitas , tenaga, dan lingkungan yang diperlukan tersedia, sehingga dapat mendukung uapaya penyembuhan dan pengobatan pasien’ dengan sebaik ~ baiknya c) Memberikan jaminan dan kepuasan kepada pasien dan masyarakat behwa pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit diselenggarakan seabik mungkin b. Manfaat akreditasi rumah sakit 1) Bagi rumah sakit a) Akreditasi menjadi forum komunikasi dan konsultasi antara rumah sakit dan badar, akreditasi yang memberikan saran perbaikan atau rekomendasi untuk peningkatan mutu pelayanan rumah sakit melalui pencapaian standar yang ditentukan. b) Dengan adanya metode self: evaluation, rumah sakit dapat mengetahui pelayanan yang berada di bawah standar atau perlu ditingkatkan. Dengan demikian , hal ini akan meningkatkan kesadaran rumah sakit akan pentingnya upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit Penting untuk rekruitmen dan membatasi “ tura — over “ staf rumah sakit ( tenaga medis/ para medis/ non medis ) , karena para pegawai akan lebih senang , tenang dan aman bekerja di rumah sakit yang telah diakreditasi d) Dengan perkembangan asuransi Kesehatan, akan semakin banyak perusahaan asuransi yang mempersyaratkan pesertanya untuk berobat ke tumah sakit yang memiliki status akreditasi. Sehingga suatu saat nanati rumah sakit yang telah terakreditasi sajalah yang mendapatkan penggantian biaya pengobatan / perawatan dari pihak ke tiga tersebut Status diakreditasi juga menjadi alat untuk negosiasi dengan perusahaan asuransi kesehatan f) Status akreditasi dapat dijadikan alat untuk membesarkan ( marketing ) pada masyarakat g) Akreditasi menjadi salah satu syarat perizinan penyelenggaraan rumah sakit Status akreditasi merupakan symbol bagi rumah sakit dan dapat meningkatkan citra dan kepercayaan masyarakat atas rumah sakit i) Dengan diketahuinya kekurangan dibandingkan dengan standar yang ada , rumah sakit dapat menggunakannya untuk kepentingan pengajuan anggaran dan perencanaan/ pengembangan rumah sakit kepada pemilik ( pemberi bantuan ) 2) Bagi pemerintah ©) @) h) a) Akreditasi merupakan salah astu pendekatan untuk meningkatkan dan membudayakan konsep mutu pelayanan rumah sakit melalui pembinaan terarah dan berkesinambungan b) Akreditasi dapat memeberikan gamabaran ( potret ) keadaan perumahsakitan di Indonesia dalam pemenuhan standar yang ditentukan sehingga menjadi bahan masukan untuk rencana pengembangan pembangunan kesehatan pada masa yang akan datang 3) Bagi perusahaan asuransi a) Akreditasi penting untuk negosiasi klaim asuransi kesehatan dengan rumah sakit b) Akreditasi memberi gambaran rumah sakit mana yang dapat dijadikan mitra kerja Bagi masyarakat a) Masyarakat dapat mengenal ( secara formal ) dengan melihat sertifikasi akreditasi yang biasanya dipanjang di rumah sakit - rumah sakit yang pelayanannya telah memenuhi standar, sehinga dapat memebantu mereka memilih rumah sakit yang dianggap baik pelayanannya b) Masyarakat akan merasa lebih aman menadapat pelayanan di rumah sakit yang sudah diakreditasi daripada yang belum diakreditasi Bagi pemilik a) Pemilik mempunyai rasa kebanggan bila rumha sakitnya diakreditasi b) Pemilik dapat menilai seberapa baik pengelolaan sumber daya (efisiensi ) rumah sakit ini dapat dilakukan oleh manajemen dan seluruh tenaga yang ada, sehingga misi dan program rumah sakit dapat lebih mudah tercapai ( efektifitas ) 6) Bagi pegawai/ petugas a) Petugas ( medis , para medis, non medis ) merasa lebih senang dan aman serta terjamin bekerja pada rumah sakit yang diakreditasi b) Biasanya pegawai pada unit pelayanan yang mendapat nilai baik sekali akan mendapat imbalan ( materi / non material ) dari manajemen atas usahanya selama ini dalam memenuhi standar c) Self - assessment akan menambah kesadaran akan pentingnya pemenuhan standard an penngkatan mutu sehingga dapat memotivasi pegawai tersebut bekerja lebih baik 4 5 . Fungsi akreditasi rumah sakit 1) Memberikan standar — standar opersional rumah sakit dan fasilitas kesehatan dan pelayanan lain yang berhubungan 2) Untuk menghubungkan program survey dan akreditasi rumah sakit yang akan menjadi anggota dari profesi keschatan, rumah sakit - rumah sakit, dan fasilitas kesehatan lain yang berhubungan secara suka rela a) Meningkatkan mutu tinggi dari pelayanan dalam semua aspek dengan maksud untuk memberikan pasien menfaat yang optimal yang ilmu / kedokteran telah menawarkan_ b) Untuk menggunakan prinsip dasar dari ‘rencana keselamatan dan pemeliharaan fisik dan organisasi dan administrasi fungsi dari pelayanan yang efisien pasien 21 c) Untuk menjaga pelayanan esensial dalam fasilitas — fasilitas melalui usaha — usaha koordinasi dari staf yang terorganisir dan badan — badan pemerintah dari fasilitas - fasilitas 3) Untuk menghubungkan program — program pendidikan dan riset dan menerbitkan hasil dari itu, yang akan lebih lanjut dan untk menerima bantuan, pemberian dan warisan dan perlengkapan -perlengkapan, dan mendukung organisasi 4) Untuk memberikan tanggungjawab dan menghubungkan kegiatan ~ kegiatan Jain menyesuaikan dengan opersional dari penyususnan standar, survey dan program akreditasi D. AUDIT MEDIS ‘Audit Medis menurut Boy S. Sabarguna adalah upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan yang diberikan kepada penderita.'’ Sedang menurut.KepMenKes RI no 496/ Menkes/SK/IV 2005 Audit Medis diartikan sebagai salah satu sistim dan proses untuk melakukan monitoring dan peningkatan mutu pelayanan medis. Dalam undang-undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran Pasal 49 ayat (2) pengertian Audit Medis adalah Upaya evaluasi secara professional terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekam medisnya yang dilaksanakan oleh profesi medis. Dengan mengacu pada beberapa pengertian Audit Medis diatas maka diharapkan melalui kegiatan audit medis dapat diketahui mutu pelayanan kesehatan yang telah diberikan oleh sarana kesehatan (rumah sakit) kepada konsumen / pasien.Dengan demikian dapat diharapkan mutu pelayanan kesehatan serta Keselamatan Pasien dapat diwujudkan. Dengan kata lain apabila Audit Medis dapat diwujudkan oleh Rumah Sakit, maka kewajiban Rumah Sakit dalam memberikan jaminan mutu dan keselamatan terhadap pasien dapat terwujud, KepMenkes RI no 496/Menkes/SK/IV/2005 menyebutkan bahwa pengertian Audit Medis adalah salah satu sistem dan proses untuk melakukan monitoring dan peningkatan mutu pelayanan medis, Kegiatan Audit Medis dilakukan oleh staf medis dengan melihat \ Boy S. Sabarguna, tahun 2004, cet 2, Quality Assurance Pelayanan Rumah Sakit, konsorsium RSI Jateng- DIY, Yogyakarta. 22 diagnose dan pengobatan yang terdokumentasi dalam rekam medis apakah sudah sesuai dengan standar atau belum. Boy S. Sabarguna menyebutkan bahwa pengertian Audit Medis adalah upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan yang diberikan kepada penderita.'° Dalam penetapan audit medis disebutkan tujuannya adalah bahwa Audit Medis sangat terkait dengan upaya peningkatan mutu dan standarisasi, karena itu tujuan dilakukan Audit Medis adalah: oleh karenanya tujuan umum audit medis adalah: Tercapainya pelayanan medis prima di Rumah Sakit. Adapun tujuan khusus : 1, Untuk melakukan evaluasi mutu pelayanan medis. 2. Untuk mengetahui penerapan standar pelayanan medis. 3. Untuk melakukan perbaikan-perbaikan pelayanan medis sesuai kebutuhan pasien dan standar pelayanan medis. Jika dilihat dari mekanisme pelaksanaannya maka terdapat dua bentuk yakni audit internal dan audit eksternal. Audit Medis Internal adalah Audit Medis yang dilaksanakan secara internal oleh Komite Medik bersama Staf Medis Fungsional atau Panitia yang dibentuk oleh pimpinan Rumah Sakit itu sendiri.Pelaksana Audit Medis tersebut disebut Auditor intemal, Adapun kegiatan yang dilaksanakan dalam Audit Medis internal meliputi kegiatan review, kegiatan surveilance dan kegiatan assessment terhadap pelayanan medis yang dilaksanakan oleh Rumah Sakit tersebut. Sedang Audit Medis eksternal adalah Audit Medis yang pelaksananya adalah para auditor dari luar Rumah Sakit yaitu kelompok profesional dalam bidang kesehatan. Baik Audit Medis Internal maupun Eksternal semuanya harus mengacu pada tata laksana yang tertuang dalam Kepmenkes tersebut. Sedang Fungsi Audit Medis adalah sebagai berikut : (1). Mengevaluasi tindakan medik dari dokter dan tenaga kesehatan lainnya, (2). Mengarahkan tindakan medis tertentu yang harus diambil, ** Ibid. Him 34. 23 (3). Memberikan anjuran, peringatan, serta menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan tindakan medis tertentu sebagai salah satu bentuk terapi demi kepentingan / kesembuhan pasien dan pelayanan perawatan medis itu sendiri. (4) Sebagai sarana pendataan terhadap kasus medical error, kasus-kasus kejadian yang tidak Diharapkan(KTD), Kasus yang nyaris salah / Near miss. (5) Sebagai salah satu sarana untuyk mewujudkan good clinical governance bagi setiap Rumah Sakit.'° Dengan demikian maka ketentuan Audit Medis di Rumah Sakit adalah merupakan pelaksanaan monitoring dan upaya peningkatan mutu pelayanan, sehingga dapat dikatakan sebagai salah satu sarana pengawasan yang bertujuan untuk mencegah kelalaian / kesalahan dalam memberikan pelayanan atau tindakan medis. Artinya Rumah Sakit yang telah mempunyai program Audit Medis secara terus menerus , sudah melaksanakan salah satu kewajiban untuk melaksanakan upaya evaluasi, pengamatan dan meningkatkan mutu pelayanan. Melalui kegiatan Audit Medis yang berkesinambungan Rumah Sakit telah melaksanakan amanah undang- undang dalam menjalankan salah satu kewajibannya, disisi lain Rumah Sakit yang melaksanakan Audit Medis secara terus menerus dengan melalui upaya mewujudkan kinerja yang bagus, upaya mewujudkan pelayanan prima, upaya mewujudkan pengendalian mutu, upaya meminimalkan kejadian yang tidak diharapkan sehingga Keselamatan Pasien dapat diwujudkan oleh Rumah Sakit. Dengan melaksanakan upaya-upaya tersebut maka dapat dikatakan bahwa Rumah Sakit telah melaksanakan asas kehati-hatian/ kecermatan, asas pengayoman, asas kejelasan, asas kemanusiaan serta asas keadilan dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Upaya mewujudkan kinerja yang bagus dapat dilaksanakan melalui upaya- upaya sebagai berikut : 1, Semua petugas keschatan dan staf Rumah Sakit senantiasa bekerja sesuai prosedur / standar pelayanan yang berlaku 3 ibid 24 2. Semua petugas kesehatan dan staf Rumah Sakit bekerja secara professional sesuai dengan kompetensinya. Upaya mewujudkan pelayanan prima dapat dilaksanakan Melalui upaya-upaya sebagai berikut : 1. Semua petugas kesehatan dan staf Rumah Sakit senantiasa bekerja dengan penuh tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada pasien 2. Semua petuges keschatan dan staf Rumah Sakit memiliki kepedulian / respon tethadap hal-hal/ kemungkinan-kemungkinan yang dapat menyebabkan terjadinya kejadian yang tidak diharapkan, 3. Rumah Sakit melaksanakan sistim menejemen Keselamatan Pasien dengan benar. Upaya pengendalian mutu dapat dilaksanakan melalui upaya-upaya sebagai berikut 1. Secara berkala Rumah Sakit melaksanakan kegiatan Audit Medis 2. Secara berkala Rumah Sakit melaksanakan kegiatan Audit Kinerja 3. Secara berkala Rumah Sakit melaksanakan visite besar 4. Rumah Sakit melaksanakan menejemen reward dan punishment bagi seluruh karyawan. Upaya meminimalkan kejadian yang tidak diharapkan dapat dilaksanakan melalui upaya-upaya sebagai berikut : 1, Seluruh karyawan Rumah Sakit memahami factor-faktor resiko / kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada setiap pasien baik secar fisik, psikologis dan ekonomi. 2. Seluruh tenaga kesehatan dan staf Rumah Sakit senantiasa bekerja sesuai standar prosedur yang berlaku. 25 3. Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan kepeda pasien senantiasa menggunakan sarana,prasarana dan peralatan yang sesuai standar 4, Rumah Sakit senantiasa menciptakan dan mewujudkan lingkungan kerja yang baik dan mengacu pada Keselamatan Pasien serta keselamatan kerja. 5. Rumah Sakit senantiasa melaksanakan sistim Keselamatan Pasien secara benar. Melalui upaya -upaya tersebut diatas , apabila Rumah Sakit dapat melaksanakan secara teratur dan berkesinambungan sesuai pedoman yang telah, ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dapat diharapkan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit dapat terwujud. 26 BAB Ii HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A, PENGANTAR Sebagaimana diketahui Rumah Sakit merupakan salah satu bentuk fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki tugas dan fungsi yang amat penting. Rumah Sakit, sebagai salah satu bentuk pelayanan publik mengemban tugas pemerintahan untuk menyelenggarakan kegiatan dalam rangka memenuhi hak dasar manusia untuk memperoleh pelayanan Kesehatan, Untuk itu diperlukan dukungan instrumen hukum yang dapat menjamin perlindungan hukum bagi pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan Rumah Sakit. Pada masa yang lalu, Rumah Sakit dianggap sebagai suatu lembaga yang melaksanakan tugas kemanusiaan sehingga kegiatan utamanya memang termasuk kegiatan sosial dan tidak untuk mencari keuntungan. Rumah Sakit, oleh karenanya sering dianggap pula sebagai lembaga sosial yang kebal hukum berdasarkan “doctrine of charitable immunity", Sebab menghukum Rumah Sakit atas pelayanan kemanusiaannya sama artinya dengan mengurangi peran dan fungsi Rumah Sakit, yang pada gilirannya akan mengurangi kemampuannya untuk menolong masyarakat banyak. Rumah Sakit, dalam perjalanan sejarahnya mengalami perkembangan yang berpengaruh terhadap fungsi dan perannya. Rumah Sakit berfungsi untuk mempertemukan 2 (dua) tugas yang prinsipiil, yang membedakan dengan organ atau lembaga lain yang melakukan kegiatan pelayanan jasa. (1) Rumah Sakit merupekan organ yang mempertemukan tugas yang didasari oleh dalil-dalil etik medik, karena merupakan tempat bekerjanya para profesional penyandang lafal sumpah medik yang diikat dalil-dalil Hippocrates dalam melakukan tugas profesionalnya. (2) Di samping itu dari segi hukum, Rumah Sakit bertindak sebagai organ yang bergerak dalam hubungan-hubungan hukum 27 dengan masyarakat yang tunduk pada norma hukum dan norma etik mayarakat. Kedua norma tersebut berbeda, baik dalam pembentukkannya maupun dalam pelaksanaannya, dengan akibat yang berbeda pula. Paradigma tentang Rumah Sakit sebagai lembaga sosial kemanusian, kemudian berubah, di mana Rumah Sakit tidak lagi menjadi lembaga karitas karena Rumah Sakit harus melaksanakan fungsi publiknya sesuai dengan tuntutan kebutuhan di lingkungan kegiatannya. Rumah Sakit nenjadi institusi yang komplek akibat fungsi publiknya, dan menjadi institusi yang cirinya adalah: padat modal, padat teknologi dan padat tenaga. Pengelolaan Rumah Sakit tidak bisa lagi semata-mata difungsikan sebagai unit sosial. Sejak saat itulah fungsi Rumah Sakit mulai bergeser sebagai institusi yang dikelola menggunakan pertimbangan- pertimbangan ekonomi atau bisnis. Tugas pokok Rumah Sakit adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan, berdasarkan lingkup dan batas kewenangannya yang diatur oleh pemerintah sesuai kemampuannya. Dalam pengaturan ini ditetapkan pula hak dan kewajiban Rumah Sakit, yang berimplikasi pada tanggung jawab pemerintah untuk mengatur, membina dan mengembangkan serta mengawasi Rumah Sakit agar dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan melayani masyarakat dengan lebih baik, B, PENGATURAN PENGAWASAN RUMAH SAKIT MELALUI AKREDITASI RUMAH SAKIT Rumah Sakit dalam ketentuan ini diberi beban tugas dan tanggung jawab yang tidak ringan, yaitu untuk memenuhi hak dasar masyarakat yang merupakan kebutuhan primer yakni hak atas pelayanan Kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan Kesehatan oleh Rumah Sakit memerlukan dukungan berbagai sarana prasarana, baik berupa perangkat keras maupun perangkat lunak serta perangkat pendukung lainnya, Sehubungan dengan alasan tersebut, 28 perlu untuk mengintensifkan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan oleh Rumah Sakit. Sebagaimana diketahui bahwa dalam kedudukan publiknya, pemerintah memiliki tugas dan kewenangan untuk mengatur, menyelenggarakan, membina dan mengawasi pelayanan kepentingan umum, baik yang diselenggarakan sendiri oleh Pemerintah maupun yang diselenggarakan oleh masyarakat atau swasta. Salah satunya melalui akreditasi Rumah Sakit. Pengawasan terhadap pelayanan keschatan dapat dilakukan dalam berbagai bentuk dan mekanisme, antara lain melalui sistem perijinan, audit, maupun melalui bentuk pengawasan yang lain. Oleh karena itu, diaturlah lembaga akreditasi Rumah Sakit oleh pemerintah dengan menetapkan standar pelayanan dan jenis pelayanan yang dilakukan Rumah Sakit untuk dinilai dan dievaluasi. Akreditasi Rumah Sakit, meski diketahui memiliki peran yang sangat penting, namun demikian ketentuan hukum yang mengaturnya sangatlah lemah. mulanya hanya dituangkan dalam bentuk keputusan menteri, yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159.b/MENKES/Per/1I/1988 tentang Rumah Sakit. Rumusan dalam ketentuan ini, tidak satupun yang menetapkan bahwa akreditasi sifatnya wajib. Pada ketentuan ini dapat dijelaskan bahwa akreditasi Rumah Sakit bersifat sukarela (voluntary), seperti dipraktikkan di banyak negara lain. Pelaksanaan tugas pelayanan kepentingan umum, salah satu bentuknya adalah dengan menyelenggarakan Rumah Sakit. Rumah Sakit diselenggarakan sendiri oleh Pemerintah maupun oleh swasta. Tugas pelayanan kegiatan Rumah Sakit sangatlah komplek maka dibuatlah ketentuan hukum baik dalam bentuk peraturan perundang-undangan mupun regulasi pelaksanaannya. Tugas pelayanan publik ini salah satunya dengan memberikan kewenangan kepada penyelenggara Rumah Sakit (provider) vntuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, Tujuan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit adalah terpenuhinya hak masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, dengan sasaran akhir 29 tercapainya kesejahteraan masyarakat. Agar pelaksanaannya sesuai dengan yang seharusnya maka perlu dilakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Rumah Sakit. Pengawasan terdiri dari bermacam-macam bentuk, sifat maupun lembaganya. Ada beberapa lembaga pengawas Rumah Sakit, yang memiliki kewenangan melakukan pengawasan berdasarkan ruang lingkup serta sifat maupun bentuk pengawasan sesuai dengan tugas dan fungsi masing- masing. Lemaga pengawas Rumah Sakit terscbut memiliki kewenangan melakukan pengawasan yang meliputi unsur-unsur: pengawasan perijinan; audit medis dan audit kinerja Rumah Sakit, baik secara internal dengan membentwk Satuan Pengawas Internal (SPI) maupun secara eksternal; pengawasan non teknis (melalui pembentukan Dewan Pengawas Rumah Sakit/DPRS dan Badan Pengawas Rumah Sakit/BPRS); serta pengawasan terhadap mutu pelayanan (akreditasi Rumah Sakit). Dalam rangka kewenangan Pemerintah untuk mengatur, membina dan mengawasi Rumah Sakit, maka ditetapkanlah berbagai ketentuan tentang penyelenggaraan Rumah Sakit, salah satunya adalah akreditasi Rumah Sakit. Lembaga akreditasi ini merupakan salah satu unsur pengawasan oleh pemerintah terhadap mutu pelayanan Rumah Sakit. Melalui akreditasi dilakukan bentuk-bentuk perbuatan pemerintah berupa penetapan: regulasi, standarisasi, advokasi, serta bimbingan teknis. Lembaga yang diberi kewenangan untuk melaksanakan tugas dimaksud adalah Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Pengawasan terhadap mutu atau kualitas pelayanan Rumah Sakit, di samping dilakukan oleh KARS dapat pula dilakukan melalui lembaga penjaminan mutu lainnya misalnya ISO (Jnternasional of Standard Organization). Beberapa Rumah Sakit telah melakukan self assesment mutu pelayanan, melalui beberapa lembaga penjaminan mutu, termasuk melalui ISO. Namun demikian dalam UU Rumah Sakit disebutkan dengan jelas bahwa lembaga external (independen) yang dapat melakukan akreditasi Rumah Sakit harus ditetapkan oleh Pemerintah, artinya harus mendapatkan kewenangan dari Pemerintah. 30 Lembaga yang dimaksudkan tersebut sampai saat ini adalah KARS. Ketentuan hukum akreditasi Rumah Sakit pada mulanya diatur pada Permenkes 159b. Tahun 1988 yang didasarkan pada UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Sedangkan regulasi pelaksanaan akreditasi Rumah Sakit di Indonesia yang masih relevan untuk diberlakukan, antara lain: (1). KEPMENKES No. 436 Tahun 1993 tentang Berlakunya Standar Pelayanan Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Medis di Rumah Sakit yang diperbahari dengan KEPMENKES No.1333 Tahun 1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit (yang mengajukan ijin tetap harus mengikuti program akreditasi) (2).KEPMENKES No, 228 Tahun 2002 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit yang wajib dilaksanakan Daerah (terutama untuk Indikator kinezja: Rumah Sakit terakreditasi untuk lima pelayanan dasar) (3).KEPMENKES No. 1165A. Tahun 2004 tentang Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Penilaian dan pembinaan akreditasi Rumah Sakit di Indonesia ditetapkan dalam standar dan pola penilaian. Ada 7 (tujuh) standar penilaian yakni: () Falsafeh dan Tujuan (2).Administrasi dan Pengelolaan (3).Staf dan Pimpinan. (4).Fasilitas dan Peralatan (5).Kebijakan dan Prosedur (6).Pengembangan staf dan Program Pendidikan (7).Evaluasi dan Pengendalian Mutu. Sedangkan pola penilaicn ada 3 (tiga) yakni: untuk 5 jenis pelayanan; 12 jenis pelayanan; dan 16 jenis pelayanan. Adapun 16 jenis pelayanan tersebut ditetapkan sebagai berikut: (1) Administrasi dan manajemen (2).Medik (3).Gawat darurat (4).Rekam medik, (5) Keperawatan (6).Radiologi (7).Laboratorium (8)Kamar operasi (9).Farmasi, 10).K3 (11).Pengendalian infeksi (12)Perinatal Risiko Tinggi (13).Rehabilitasi medik (14) Gizi (15).Layanan Intensif (16).Layanan Darah. Penilaian dilakukan dengan memberikan score (nilai angka) atas pencapaian tethadap standar yang telah ditentukan. Hasil akreditasi Rumah Sakit ditetapkan dalam bentuk penetapan akreditasi atau predikat akreditasi dengan peringkat sebagai berikut: (1).Tidak 31 Terakreditasi; (2).Terkreditasi Bersyarat, (3).Terakreditasi Penuh, dan (4).Te:akreditasi Istimewa. Akreditasi memiliki berbagai manfaat yuridis baik bagi Pemerintah, bagi masyarakat, bagi Rumah Sakit dan sumber daya manusia di Rumah Sakit serta bagi pihak eksternal yang menjalin hubungan hukum dengan Rumah Sakit. Akreditasi Rumah Sakit dapat digolongkan sebagai salah satu pengawasan eksternal, yang sifatnya dapat preventif maupun represif. Adapun cara pengawasannya dilakukan baik secara langsung maupun secara tidak langsung, sedangkan bentuk pengawasan dalam akreditasi Rumah Sakit adalah pengawasan teknis, Khususnya pengawasan terhadap mutu pelayanan Rumah Sakit. Akreditasi Rumah Sakit juga merupakan pembinaan dilakukannya good clinical governance. Adapun bila ditinjau dari asas atau landasan akreditasi antara lain asas kehati-hatian. Penetapan instrumen akreditsi merupakan sarana bagi Rumah Sakit untuk selalu melakukan segala bentuk kegiatannya secara baik, terdokumentasi/ terlapor. Hal tersebut akan sangat membantu Rumah Sakit untuk dapat selalu berusaha memperbaiki diri dan kinerjanya. Bila ditinjau dari tujuan utama akreditasi yakni kualitas atau mutu pelayanan maka di sini terkandung unsur pengawasan yakni aspek pengendalian agar suatu kegiatan sesuai dengan yang direncanakan, Di samping itu tujuan lain dari akreditasi adalah keselamatan pasien, maka di sini terkandung sifat preventif pengawasan yakni pencegahan dan perlindungan kepentingan masyarakat. Akreditasi. merupakan salah satu unsur pengawasan terhadap mutu pelayanan kesehatan. Unsur-unsur pengawasan selain akreditasi Rumah Sakit antara lain: audit internal dan audit kinerja Rumah Sakit; pengawasan perijinan; pengawasan non teknis melalui pembentukan Dewan Pengawas dan Badan Pengawas Rumah Sakit. maupun berbagai ketentuan yang berkaitan penyelenggaraan Rumah Sakit seperti persyaratan pendirian adalah 32 merupakan unsur-unsur yang secara tidak langsung terkait dengan pengawasan terhadap penyelenggaraan Rumah Sakit. Jika menyimak uraian di atas sesungguhnya konsep dasar Akreditasi rumah sakit adalah pengakuan formal terhadap unit/ lembaga untuk melakukan kegiatan standarisasi tertentu, sesuai dengan persyaratan dan criteria yang ditetapkan oleh dewan. Akreditasi sendiri bersifat suka rela dari organisasi kesehatan, lebih dari persyaratan yang ada di lisensi, dengan tujuan mengarahkan organisasi menuju optimasi daripada hanya sekedar pencapaian minimum, dan dalam pelaksanaannya mencapai secara maksimal standar maksimal yang telah ditentukan, ‘Akreditasi berdasarkan pada standar yang ada dimana suatu penampilan diukur. Standar dikembangkan oleh badan akreditasi yang berpartisipasi atau yang berkaitan. Standar — standar baru dan revisi standar merupakan prioses yang terjadi secara terus menerus. Semuanya memerlukan inovasi teknik, perkembangan pengetahuan, perubahan peraturan pememrintah, dan pertanggung jawaban kepada pasien, sehingga diperlukan untuk revisi dan mengembangkan standar. Survey tethadap fasilitas kesehatan diperlukan pada jangka waktu tertentu oleh badan akreditasi untuk menetapkan apakah organisasi pelayanan késehatan tersebut dapat diakreditasi atau tidak Akreditasi rumah sakit berkaitan dengan penilaian kepatuhan terhadap standar — standar yang mencfakup seluruh fungsi dan kegiatan rumah sakit.sumber daya atau sarana dan prasarana , manajemen, pelayanan medic, perawatan, fungsi penunjang umum, diagnostic, rekam medis, hak pasien dan sebagainya. Dengan akreditasi diharapkan hasil pelayanan kesehatan ( out put ) yang bermutu. Adapun karakteristik akreditasi rumah sakit adalah agar ketentuan Klinis Rumah Sakit yang baik dapat dilaksanakan sesuai dengan standar yang ada dan dapat diterapkan oleh seluruh rumah sakit di Indonesia.Akreditasi akan menyatakan bahwa rumah sakit tersebut 33 telah memenuhi syarat beberapa jenis pelayanan kesehatan di Rumah sakit tersebut, diharapkan dapat dinyatakan lulus akreditasi din.ana pelayanan tersebut telah memenuhi standar yang telah ditentukan oleh Departemen Kesehatan di Indonesia, Akreditasi Rumah sakit meliputi : 1) Alteditasi Dasar 5 pelayanan Rumah sakit; 2) Akreditasi 12 pelayanan Rumah Sakit; 3) Akreditasi 16 pelayanan Rumah Sakit, 4) Akreditasi Rumah Sakit pendidikan. Ruang lingkup Ketentuan akreditasi Rumah Sakit Sesuai dengan Buku Kerja untuk superveior akreditasi rumah sakit meliputi : 1) Administrasi dan manajemen; 2) Pelayanan Medik; 3) Pelayanan Gawat Darurat; 4) Pelayanan Keperawatan; 5) Pelayanan Rekam Medik; 6) Pelayanan Farmasi; 7) Keselamatan Kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana; 8) Pelayanan Radiologi; 9) Pelayanan Laboratorium; 10)Pelayanan Kamar Operasi; 11) Pelayanan Pengendalian Infeksi; 12)Pelayanan Perinatal Resiko Tinggi; 13)Pelayanan Rehabilitasi Medik, 14) Pelayanan Gizi; 15)Pelayanan Intensif; 34 16)Pelayanan Darah. Peranan tim survei yaitu mewakili komisi akreditasi RS dan sarana kesehatan lainnya, sebagai evaluator penerapan standar pelayanan dan edukator mengenai program akreditasi RS. Untuk mengarahkan dan mengendalikan perkembangan rumah sakit diperlukan Klasifikasi berdasarkan jenis pelayanan medik, penunjang medik dan perawatan, yang dikemukakan oleh Depkes sebagai berikut : a. Pelayanan medik umum b. Pelayanan medik spesialistik dan subspesialistik a) Pelayanan medik spesialistik 4 dasar 1), Penyakit dalam 2). Bedah 3). Kebidanan dan penyakit kandungan 4), Kesehatan anak b Pelayanan 6 medik spesialistik 1), Mata 2). THT 3), Kulit dan kelamin 4). Kesehatan jiwa 5). Syaraf 6). Gigi dan mulut 35 c) Pelayanan medik spesialistik lair. 1). Jantung 2). Paru— paru 3), Bedah syaraf 4). Orthopedi d) Pelayanan medik sub - spesialistik c, Pelayanan penunjang medik iv. vi. .radiologi . patologi i. anesthesi gizi . farmasi rehabilitsi medik d. Pelayanan perawatan i ii, iii. Pelayanan perawatan umum dasar Pelayanan perawatan spesialistik Pelayanan perawatan subspesialistik Rumah Sakit yang telah melalui proses akreditasi akan memeperoleh hasil / keputusan akreditasi . ada empat kemungkinan keputusan yangakan dikeluarkan, yaitu : a. Tidak diakreditasi 36 Suatu rumah sakit tidak dapat memperoleh status akreditasi bila rumah sakit tersebut dianggap belum mampu memenuhi standar yang ditetapkan. Diantara ketentuan tentang status akreditasi maka ditetapkan kategori Akreditasi bersyarat Status ini diberikan bila rumah sakit telah dapat memenubi persyaratan minimal tetapi belum cukup untuk mendapatkan akreditasi penuh karena ada beberapa criteria / standar yang diberi rekomendasi khusus 1) Akreditasi bersyarat ini berlaku untuk satu tahun 2) Setelah masa satu tahun rumah sakit dapat mengajukan untuk survey ulang setelah merasa siap 3) Penilaian ulang dilakukan khusus untuk hal hal yang direkomendasikan oleh surveyor untuk mendapatkan akreditai penuh 4 Bila rumah sakit memenuhi pelayanan tersebut, ia mendapat tambahan dua tahun lagi sehingga selurubnya menjadi tiga tahun ( akreditasi penuh ) 5 Bila tidak berhasil pada akreditasi ulang ini, maka rumah sakit dinyatakan gugur ( tidak mendapat status akreditasi ) b. Akreditasi penuh 1) Status akreditasi penuh diberikan untuk jangka waktu tiga tahun kepada rumah sakit - rumah sakit yang telah dapat memenuhi standar yang ditetapkan oleh komisi gabungan akreditasi 2) Setelah masa tiga tahun, rumah sakit yang bersangkutan mengajukan permohonan untuk diakreditasi pada periode berikutnya 37 Sed angkan Akreditasi istimewa diberikan untuk rumah sakit - rumah sakit yang menunjukkan kemampuan pemenuhan standar secara istimewa selzma tiga periode berturut ~ turut , akan mendapatkan status akreditasi untuk masa lima tahun ‘Akreditasi rumah sakit adalah pengakuan bahwa rumah sakit memenuhi standar minimal yang ditentukan. Dengan diberlakukannya stanadar pelayanan rumah sakit dan standar pelayanan medis melalui surat keputusan mentri kesehatan RI nomor 436 / MENKES / SK / V1/ 1993, maka seluruh rumah sakit diwajibkan untuk menerapkan standar tersebut tanpa memandang kelas atau status kepemilikannya. Tetapi karena kemampuan pelayanan rumah sakit yang bervariasi, pelaksanaan penerapan standar — standar itu haruslah berlangsung secara bertahap. Standar yang digunakan untuk akreditasi mengacu pada standar pelayanan rumah sakit tersebut, tetapi dengan berbagai penyesuaian berdasarkan hasil uji coba di lapangan dan saran dari para pemakai agar lebih dapat diterima dan memenuhi harapan pihak — pihak yang terlibat. Pada prinsipnya, semua rumah sakit baik pemerintah maupun swasta harus diakreditasi. Karena keterbatasan dari segi tenaga, dana di tingkat pusat dan daerah serta kesiapan rumah sakit sendiri dalam memenuhi standar ~ standar peleyanan yuang ditentukan maka pelaksanaan penilaian akan dilakukan secara bertahap. Rumah sakit yang telah siap memenuhi standar - standar sesuai dengan Surat Keputusan Mentri Kesehatan RI Nomor 436/ Menkes/SK/VI/1 193 dianggap layak uhtuk diakreditasi. Pada tahap awal rumah sakit harus sudah dapat memenuhi standar 5 (lima ) kegiatan pelayanan pokok. Diharapkan juga beberapa Kegiatan pelayanan penunjang dapat dipenuhi, Kegiatan pelayanan tersebut adalah sebagai berikut : a) Administrasi dan manajemen 38 b) Pelayanan medis c)’ Pelayanan gawat daruruat d Pelayanan keperawatan e) Rekam medis f) Kamar operasi es Pelayanan perinatal, resiko tinggi h) Pelayanan laboratorium i) Pelayanan radiology j) Pengendalian infeksi rumah sakit k) Pelayanan sterilisasi 1) Keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana Peranan akreditasi rumah sakit dalam mewujudkan perjaminan mutu pelayanan rumah sakit terlihat dari standar akreditasi tersebut, dimana hal hal yang berkaitan dengan pelayanan pokok dan penunjang yang diakreditasi meliputi : administrasi atau manajemen, sarana dan prasarana, SDM, kualitas pelayanan kesehatan yang dapat dipertanggungjawabkan serta adanya tanggungjawab terhadap mutu pelayanan di rumah sakit yang dapat terjamin dan terus berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi 16 unit yang akan diakreditasi senantiasa dilaksanakan evaluasi dan pengendalian mutu di rumah sakit itu sehingga seeluruh milik rumah sakit, prosedur, personeil, sistem dan sarana serta prasarananya terrjamin kualitas mutunya sesuai dengan hasil evaluasi dan pengendalian mutu, jika temaya hal ini tidak mencerminkan kegiatan penjaminan mutu maka nilai dari 39 akreditasi akan tidak tinggi sehingga jelas sekali terlihat hubungan antara akreditasi dengan penjaminan mutu rumah sakit tersebut Peranan akreditasi rumah sakit dalam mewujudkan penjaminan mutu pelayanan rumah sakit terlihat dari standar akreditasi , dimana hal hal yang berkaitan dengan pelayanan pokok dan penunjang yang diakreditasi meliputi : administrasi atau manajemen, sarana dan prasarana, SDM, kualitas pelayanan kesehatan yang dapat dipertanggungjawabkan serta adanya tanggungjawab terhadap mutu pelayanan di rumah sakit yang dapat terjamin dan terus berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. C. PENGATURAN PENGAWASAN RUMAH SAKIT MELALUI AUDIT MEDIS Audit Medis adalah Merupakan suatu instrumen yuridis Rumah Sakit yang digunakan sebagai suatu upaya dalam melakukan evaliasi secara profesional terhadap mutu pelayanan medis kepada pasien di Rumah sakit. Audit Medis adalah suatu upaya dalam melakukan evaluasi secara professional terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan kepada pasien. Sebagai salah satu proses identifikasi resiko terhadap hal-hal/ kejadian yang tidak diharapkan yang kemungkinan dapat timbul dalam sebuah proses pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Petugas pelaksana kegiatan ‘Audit Medis dilakukan oleh profesi medis yang disebut dengan istilah Auditor. Auditor tersebut dapat berasal dari Rumah Sakit sendiri (internal) maupun petugas dari luar Rumah Sakit (eksternal). dengan tujuan untuk mencegah kelalaian atau kesalahan dalam tindakan medis. sebagai sarana pengendalian yang harus dilakukan oleh Rumah. Sakit dalam mewujudkan mutu pelayanan sebuah Rumah Sakit sebagai salah satu bukti pelaksanaan sebuah kewajiban yang seharusnya diterima oleh pasien dalam kaitan proses terapeutik hubungan pasien dengan Rumah Sakit. Audit Medis yang dibentuk di Rumah Sakit dapat 40 merupakan salah satu bukti kepedulian Rumah Sakit dalam mewujudkan mutu pelayanan yang baik bagi pasien dan sebagai sarana evaluasi bagi tenaga kesehatan dalam mengupayakan penyelesaian kasalahan / kelalaian baik yang sudah terjadi maupun sebagai langkah untuk mengantisipasi kejadian yang tidak diharapkan (KTD). Selain itu Audit Medis juga dapat berfungsi sebagai pengarah suatu tindakan medis yang harus diambil yang berorientasi kepada kepentingan pasien / kesembuhan pasien dan pelayanan perawatan medis itu sendiri, sehingga dengan demikian Rumah Sakit yang melakukan Audit Medis secara tidak langsung sudah melakuan langkah-langkah sesuai dengan asas kewaspadaan / kehati-hatian sebagi salah satu hak yang scharusnya diterima oleh pasien dalam kaitan proses terapeutik yang terjadi dalam hubungan pasein dan Rumah Sakit untuk mewujudkan harapan - harapan dari pasien pada saat memebutuhkan pelayanan kesehatan sebagai salah satu ujud Keselamatun Pasien. ‘Audit Medis merupakan suatu keharusan bagi setiap dokter / dokter-gigi / sarana pelayanan Kesehatan pernyataan ini tertuang dalam Undang-undang Praktek kedokteran nomer 29 tahun 2004 paragraf 5 Pasal 49 tentang kendali mutu-dan kendali biaya, Pada ayat (1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktek kedokteran atau kedokteran gigi wajib menyclenggarakan kendali mutu dan kendali biaya. ayat (2) menyatakan : Dalam rangka pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan Audit Medis. Pengaturan hukum tentang Audit Medis adalah suatu landasan peraturan hukum atau kaidah yang harus diturut dan dipergunakan untuk pegangan dalam melaksanakan kegiatan Audit Medis, Menurut E. Utrecht pengertian kaidah adalah merupakan petunjuk hidup yang harus ditaati oleh anggota masyarakat yang diberi sanksi atas pelanggarannya.sehingga mengacu pada pendapat tersebut apabila terjadi pelanggaran terhadap kaidah Audit Medis di 41 Rumah Sakit dapat dikenakan ancaman hukuman atau hukuman pelanggaran atas suatu kaidah, Dalam pembahasan ini kaidah Audit Medis di Rumah Sakit yang dimaksud adalah : Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 496 / MENKES / SK / IV / 2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit. Unsur-unsur ketentuan hukum Audit Medis yang diperoleh dari beberapa pustaka menyebutkan : bahwa audit medis memiliki unsur Kinerja dari tenaga kesehatan, pelayanan prima dari rumah sakit, dan standar mutu yang baik, minimalnya kejadian yang tidak diharapkan. Upaya mewujudkan kinerja dari tenaga kesehatan yang bagus dapat dilaksanakan melalui upaya-upaya sebagai berikut : 1. Semua petugas kesehatan dan staf Rumah Sakit senantiasa bekerja sesuai prosedur standar pelayanan yang berlaku 2. Semua petugas kesehatan dan staf Rumah Sakit bekerja secara professional sesuai dengan kompetensinya. Adapun upaya mewujudkan pelayanan prima dapat dilaksanakan melalui upaya-upaya sebagai berikut : 1. Semua petugas kesehatan dan staf Rumah Sakit senantiasa bekerja dengan penuh tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada pasien. 2. Semua petugas kesehatan dan staf Rumah Sakit memiliki kepedulian / respon terhadap hal-hal/ kemungkinan-kemungkinan yang dapat menyebabkan terjadinya kejadian yang tidak diharapkan. 3. Rumah Sakit melaksanakan sistim menejemen Keselamatan Pasien dengan benar. Sedangkan upaya pengendalian mutu dapat dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1, Secara berkala Rumah Sakit melaksanakan kegiatan Audit Medis. a2 . Secara berkala Rumah Sakit melaksanakan kegiatan Audit Kinerja. Secara berkala Rumah Sakit melaksanakan visite besar. . Rumah Sakit melaksanakan menejemen reward dan punishment bagi seluruh karyawan. Selanjutnya upaya meminimalkan kejadian yang tidak diharapkan dapat dilaksanakan melalui upaya-upaya sebagai berikut : 1. Seluruh karyawan Rumah Sakit memahami factor-faktor resiko / kemungkinan- kemungkinan yang dapat terjadi pada setiap pasien baik secar fisik, psikologis dan ekonomi. . Seluruh tenaga kesehatan dan staf Rumah Sakit senantiasa bekerja sesuai standar prosedur yang berlaku. . Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan kepeda pasien senantiasa menggunakan sarana,prasarana dan peralatan yang sesuai standar. . Rumah Sakit senantiasa menciptakan dan mewujudkan lingkungan kerja yang baik dan mengacu pada Keselamatan Pasien serta keselamatan kerja. . Rumah Sakit senantiasa melaksanakan sistim Keselamatan Pasien secara benar. Apabila diamati unsur-unsur / kaidah yang tertuang pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tnomer . 496/MENKES/SK/IV/2005 tersebut dirasakan kurang dapat mengikat . Keadaan ini dapat dilihat pada keputusan butir tiga yang berbunyi “Setiap Rumah Sakit dalam melaksanakan Audit Medis agar mengacu pada pedoman sebagaimana dimaksud dalam dictum kedua”. Kalimat tersebut tidak dapat mengikat bagi Rumah Sakit dalam melaksanakan Audit Medis seharusnya kalimat keputusan berbunyi mewajibkan setiap Rumah Sakit untuk melaksanakan Audit Medis serta mengacu pada pedoman sebagaimana dimaksud dalam dictum kedua 43 Selain itu keputusan keempat yang berbunyi “Pembinaan dan pengawasan Audit Medis dilaksanakan oleh direktur jendral pelayanan medik, dinas kesehatan provinsi dan dinas kesehatan kabupaten / kota dengan mengikut sertakan organisasi profesi sesuai dengan tugas fungsinya masing- masing”. Keputusan ini terkesan sangat bias , tidak jelas peran dari masing-masing instansi yang ditetapkan sehingga menjadi tidak jelas peran masing-masing, siapa berfungsi sebagai pembina dan siapa berfungsi sebagai pengawas tidak secara jelas ditegaskan dalam keputusan tersebut. Apabila ditinjau dari tatacara penyusunan peraturan perundangan- undangan Keputusan menteri nomer .496/MENKES/SK/TV/2005 tersebut secara hukum administrasi negara,mempunyai kekuatan hukum yang mengikat karena keputusan tersebut disusun dengan dasar hukum yang jelas yaitu : _ 1. Undang-undang No 23 tahun 1992 tentang kesehatan ( lembaran Negara tahun 1992 no 100, tambahan lembar Negara no 3495) 2, Undang-undang riomor 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran (lembaran ‘Negara tahun 2004 nomor 116 , tambahan lembaran negara nomor 4431) 3. Peraturan pemerintah nomor 32 tahun 1996 tentang tenaga keschatan (lembaran ‘Negara tahun 1996 nomor 49, tambahan lembaran Negara 3637) 4, Peraturan menteri keschatan nomor 920/ menkes/per/xii/1986 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan swasta di bidang medik. 5, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 159.b/Menkes/Per/11/1988 tentang Rumah Sakit, 6. Keputusan Menteri kesehatan RI nomor 1333/Menkes/SK/xii/1999_ tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. 7. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1277 / menkes/SK/x/2001 tentang organisasi dan tata kerja departemen kesehatan. Dengan desar ketentuan tersebut di atas dan diundangkannya Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 496 / MENKES / SK / IV / 2005 secara hukum administrasi negara dapat dikatakan mengikat demi hukum bagi semua Rumah Sakit di Indonesia.Karena : ‘Asas-asas hukum dari keputusan tersebut adalah asas pengayoman, asas kewaspadaan, asas kehati-hatian, asas jaminan hukum yang didalamnya memuat tentang perlindungan, 44 penghargaan atas hak-hak pasien, kejelasan, keadilan, kehati-hatian dan jaminan terhadap pelayanan yang diberikan kepada pasien. Tujuan Audit Medis adalah Audit Medis sangat terkait dengan upaya peningkatan mutu dan standarisasi, karena itu tujuan dilakukan Audit Medis adalah tercapainya pelayanan medis prima di Rumah Sakit melalui evaluasi mutu pelayanan medis, penerapan standar pelayanan medis sesuai kebutuhan pasien dan standar pelayanan medis dan perbaikan-perbaikan pelayanan medis. Prosedur Audit Medis di Rumah Sakit menurut Kepmenkes’ RI No.496/Menkes/SK/IV/2005 tersebut dapat dilaksanakan secara internal maupun eksternal Audit Medis Internal dfilaksanakan dengan cara direktur rumah sakit harus membentuk tim pelaksana audit berikut uraian tugasnya tim pelaksana dapat berupa tim atau panitia yang dibentuk dibawah komite medis atau panitia khusus. Sehingga audit medis dapat dilaksanakan oleh komite medis, sub komite (panitia), dengan melibatkan kelompok staf Medis Fungsional. Pelaksana Audit Medis yang dibentuk oleh direktur rumah sakit tersebut disebut Auditor Internal. Adapun kegiatan yang dilaksanakan dalam Audit Medis Internal meliputi kegiatan review, kegiatan surveilance dan kegiatan assessment terhadap pelayanan medis yang dilaksanakan olch Rumah Sakit tersebut. Sedang audit medis eksternal adalah audit medis yang pelaksananya adalah para auditor dari luar rumah sakit, konsultan tamu atau organisasi profesi terkait untuk melakukan analisa hasil Audit Medis dan memberikan rekomendasi khusus. Baik Audit Medis Internal maupun Eksternal semuanya harus mengacu pada tata laksana yang tertuang dalam Kepmenkes tersebut dengan batasan bahwa Audit Medis adalah merupakan siklus yang terus menerus karena mempakan upaya perbaikan yang terus menerus 45 dan sarana pengawasan yang bertujuan untuk mencegah kelalaian atau kesalahan dalam tindakan medis. Berdasarkan pernyataan tersebut maka langkah-langkah / prosedur pelaksanaan audit medis adalah : Pemilihan topik yang akan dilakukan Penetapan standar dan kriteria . Penetapan jumlah kasus / sampel yang akan diaudit Membandingkan standar/ kriteria dengan pelaksanaan pelayanan Melakukan analisa kasus yang tidak sesuai standar dan kriteria . Tindakan korektif . Rencana re- audit NAwerYwDN Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa, Rumah Sakit yang telah melakukan Audit Medis telah melaksanakan asas-asas yang dibutuhkan dalam mewujudkan keselamatan pasien yaitu asas pengayoman , asas kejelasan, asas kemanusiaan, asas kehati- hatian dan asas keadilan.dengan demikian audit medis dapat dikatakan sebagai instrumen yuridis yang dibuat oleh rumah sakit dalam mewujudkan Keselamatan Pasien. Keselamatan Pasien adalah suatu system dimana Rumah Sakit membuat asuhan pasien lebih aman Dasar hukum adalah Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 496 / MENKES / SK / TV / 2005, Adapun audit medis sesungguhnya mengandung nilai-nlai mutu yang bermuara pada asas-asas hukum keselamatan pasien tersebut adalah asas kemanusiaan yang didalamnya memuat tentang perlindungan, penghargaan atas hak-hak pasien, asas ketertiban dan jaminan hukum yang didalamnya memuat ketertiban , kepastian dan jaminan terhadap pelayanan yang diberikan kepada pasien (mutu pelayanan). Sehingga dapat disimpulkan bahwa melalui audit medis tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan altibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan. Sehingga diharapkan 46 dapat terciptanya budaya Keselamatan Pasien , meningkatkan akuntabilitas pelayanan Kesehatan terhadap pasien dan masyarakat, menurunkan kejadian yang tidak diharapkan, terlaksananya program ~ program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian yang tidak diharapkan. Apabila dilihat dari batasan tersebut diatas maka Keselamatan Pasien adalah bagian daripada manajemen risiko dalam pelayanan Rumah Sakit. Proses dalam manajemen resiko meliputi identifikasi risiko melakukan risk assesment mieliputi analisa risiko , evaluasi dan prioritas, monitoring dan review, komunikasi dan konsultasi, kemudian risk treatment! penanganan risiko. Dengan melakukan manajemen risiko Rumah Sakit telah - mengupayakan Keselamatanan Pasien. Salah satu proses dalam mengupayakan Keselamatan Pasien tersebut dapat dilaksanakan melalui kegiatan Audit Medis. Dengan melakukan Audit Medis berarti Rumah Sakit telah melakukan identifikasi risiko. Tentu saja kegiatan Audit Medis wajib dilakukan oleh dirumah sakit secara baik dan berkesinambungan sehingga penangan risiko Keselamatan Pasien akan terwujud dengan baik pula. Maka berdasarkan hasil penelitian dapat diartikan bahwa prosedur audit medis adalah meruapakan bagian dari instrumen pengawasan terhadap Rumah Sakit, Sasaran audit medis adalah keselamatan pasien, schingga melalui audit medis maka mutu pelayanan dapat selalu diawasi dan terwujud perlindungan pasien. 47 BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN 1. PENGATURAN PENGAWASAN MELAUI AKREDITASI RUMAH SAKIT Rumah Sakit bertugas untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna, meliputi: upaya peningkatan kesehatan, pemeliharaan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan. Penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan menjadi tangung jawab pemerintah, namun pemerintah memberi kesempatan pada masyarakat untuk ikut berperan serta secara nyata demi terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Bentuk peran sera masyarakat antara Jain dengan mendirikan dan menyelenggarakan Rumah Sakit swasta, Ajakan untuk ikut berperan serta ini memberikan kewenangan pada masyarakat untuk menyelenggarakan tugas pelayanan kesehatan, tidaklah berarti bahwa masyarakat dapat secara bebas menggunakan kewenangan tersebut sesuai dengan keinginannya. Pemerintah selaku pemegang kekuasaan dan selaku penyelenggara pemerintahan berkewajiban untuk selalu menciptakan dan memelihara ketertiban serta keteraturan dalam masyarakat, maka pemerintah mengatur dan mengawasi setiap bentuk kegiatan pelayanan kesehatan yang dilakukan, baik oleh pemerintah sendiri maupun oleh masyarakat. Pemerintah melakukan campur tangan setiap aktivitas masyarakat dalam bidang pelayanan Kesehatan, sebagai konsekuensi dari konsep negara hukum kesejahteraan, untuk tujuan menyejahteraan masyarakat. Pelayanan kesehatan merupakan salah satu subsistem pelayanan publik. Pelayanan kesehatan oleh Rumah Sakit merupakan salah satu sarana untuk memenuhi hak dasar manusia, yaitu hak atas pelayanan kesehatan (the right of helath care). Akreditasi Rumah Sakit dilakukan untuk menilai dan memberikan arah kepada Rumah Sakit untuk melakukan pelayanan kesehatan yang terstandar sehingga tujuan 48 peningkatan mutu pelayanan keschatan dan perlindungan pasien serta sumber daya Rumah Sakit dapat tercapai. Oleh karena itu akreditasi Rumah Sakit ditetapkan wajib bagi semua Rumah Sakit, meskipun jenis pelayanannya dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan masing-masing Rumah Sakit. ‘Akreditasi Rumah Sakit merupakan salah satu sarana bagi pemerintah untuk dapat melakukan pengawasan, pembinaan maupun arahan kepada Rumah Sakit dalam menjalankan fungsi pelayanan Kesehatan, di mana Rumah Sakit diwajibkan melakukan pelayanan terstandar, untuk meningkatkan mutu pelayanan, Segala aktivitas Rumah Sakit dinilai dan dievaluasi dalam akreditasi, berdasarkan standar perilaian yang ditetapkan. Rumah Sakit juga dibimbing dalam serangkaian kegiatan pendampingan, dan diarahkan untuk dapat meningkatkan mutu pelayanannya serta mewujudkan perlindungan hak pasien maupun perlindungan tenaga kesehatan yang terlibat di dalamnya. Akreditasi Rumah Sakit, dimaksudkan untuk mewujudkan pelayanan kesehatan prima yang didasarkan pada asas pelayanan kesehatan optimal. Akreditasi Rumah Sakit bukan sekedar pemberian predikat atau penamaan saja, atau sebagai suatu penghargaan terhadap Rumah Sakit yang telah memenuhi standar penilaian yang ditetapkan. Akreditasi Rumah Sakit sebenarnya merupakan suatu proses yang mengandung unsur-unsur pengawasan dan pembinaan serta memberikan arah untuk terpenuhinya pelayanan Kesehatan yang bermutu, dilandasi asas pelayanan kesehatan yang optimal, meliputi asas kemanusiaan, manfaat dan keadilan bagi masyarakat. Artinya bahwa melalui Akreditasi Rumah Sakit, maka masyarakat terpenuhi haknya untuk memperoleh pelayanan kesehatan berlandaskan keadilan sosial Akreditasi sebagai unsur pengawasan terhadap penyelenggaraan Rumah Sakit ciri- cirinya antara lain adalah pelayanan terstandar. Pelayanan terstandar memberi pedoman terhadap Rumah Sakit untuk menyelenggarakan pelayanan yang sebaik-baiknya, terukur dan 49 bermutu. Sehingga dalam akreditasi, Rumah Sakit dinilai kegiatan Rumah Sakit dalam beberapa jenis pelayanan yang ditetapkan, dan dinilai berdasarkan standar di tetapkan pula. Akreditasi Rumah Sakit merupakan sarana pengawasan untuk menilai mutu (kendali mutu) Rumah Sakit, sekaligus mengarahkan agar Rumah Sakit dapat selalu meningkatkan mutu ‘pelayanannya hingga mencapai status akreditasi tertinggi. Mutu pelayanan Rumah Sakit merupakan suatu totalitas dari kinerja Rumah Sakit. Jadi melalui kendali mutu Rumah Sakit diberi pedoman, diarahkan dan di bimbing untuk melakukan pelayanan Prima, Sasaran akreditasi melalui kendali mutu adalah untuk mendidik dan memberikan konsultasi dalam strategi peningkatan mutu, bagi organisasi pelayanan kesehatan, para manajer, dan tenaga kesehatan pzofesional untuk melakukan praktik terbaik dalam pelayanan kesehatan. Akreditasi Rumah sakit merupakan salah satu unsur pengawasan terhadap mutu pelayanan Rumah Sakit. Akreditasi Rumah Sakit dimaksudkan untuk menilai apakah Rumah Sakit telah melakukan aktivitasnya untuk memenuhi hak dasar masyarakat yakni hak atas pelayanan Kesehatan yang bermutu. Implikasi yuridis dari ketentuan hukum akreditasi Rumah Sakit adalah kewajiban bagi Rumah Sakit untuk memenuhi ketentuan Pasal 40 Undang-Undang Rumah Sakit yakni melaksanakan akreditasi secara berkala, minimal, setiap tiga tahun sekali, Adapun ruang lingkupnya meliputi berbagai aspek diantararya aspek administratif, aspek manajerial, aspek teknis maupun aspek yuridis. Akreditasi Rumah Sakit sebagai salah satu unsur pengawasan terhadap mutu pelayanan Rumah Sakit, dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penyimpangan maupun memberikan tindakan korektif terhadap Rumah Sakit. Tujuannya adalah agar Rumah Sakit dapat menyelenggarakan pelayanan keschatan dengan sebaik-baikuya dan selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pelayanan, sehingga dapat mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Unsur akreditasi Rumah Sakit adalah pelayanan terstandar dan kendali 50 mutu. B. PENGATURAN PENGAWASAN MELALUI AUDIT MEDIS ‘Audit Medis adalah suatu sarana untuk mewujudkan mutu pelayanan Rumah Sakit menjadi lebih baik. Dasar hukum Audit Medis yaitu KEPMENKES NO 496/MENKES/SK/IV/2005 tentang Audit Medis. Ketentuan tersebut merupakan instrumen yuridis yang diterbitkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia sesuai prosedur pembentukan peraturan perundangan — undangan Nomor 10 tahun 2004 tentang Tatacara Penyusunan Peraturan Perundang-undangan. ‘Audit Medis merupakan kaidah yang bersifat wajib. Bagi Rumah Sakit yang tidak mengindahkan / melaksanakan tidak ada sanksi hukum yang secara tegas, karena keputusan yang tertuang dalam Kepmenkes hanya berupa himbauan untuk melaksanakan Audit Medis. Bagi institusi pembina / pengawas tidak secara tegas dijelaskan apa dan bagaimana kegiatan harus dilaksanakan ‘Audit Medis adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh Rumah Sakit dalam mewujudkan suatu pelayananan yang bermutu sebagai salah satu usaha dalam menegemen Rumah Sakit menuju pelayanan prima. Dengan melaksanakan pelayanan prima atau kegiatan audit medis menunjukkan bahwa Rumah Sakit telah melakukan upaya dalam mewujudkan asas kewaspadaan , kehati-hatian. Mekanisme dalam melaksanakan Audit Medis dapat mengacu pada keputusan menteri Keschatan nomer 496 tahun 2005 sebagai Pedoman Audit Rumah Sakit yang telah ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia. Kepmenkes adalah suatu instrumen yuridis yang diterbitkan oleh pemerintah dalam rangka mewujudkan tindakan pemerintah dalam memberikan dukungan terhadap hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dilakuan oleh subyek hukum (drager van de rechten en plichten), Dengan diterbitkannya kepmenkes tersebut maka setiap Rumah Sakit diwilayah 51 indonesia memiliki suatu kewajiban untuk melaksanakan Audit Medis Rumah Sakit sebagai salah satu upaya mewujudkan hak dan kewajiban dalam proses terapeutik hubungan antara pasien dan rumah sakit . ‘Audit Medis adalah sarana pengawasan untuk mengendalikan mutu pelayanan Rumah Sakit. Melalui Audit Medis diharapkan terwujud perlindungan hak bagi pasien. C. SARAN-SARAN 1. Agar DEPKES dalam membuat Parameter/ukuran akreditasi, selalu didasarkan pada kepentingan pasien atau base on patient focus, seperti jiwa Undang-Undang yang mengaturya. Maksudnya agar instrumen akreditasi yang dibuat/disusun, benar-benar sesuai dan menyentuh segenap aspek pelayanan Kesehatan, yang dilakukan Rumah Sakit yang tugas pokoknya adalah melayani (masyarakat) pasien. Oleh karena hal itu, pada saatnya akan berpengaruh pada penyelenggarean jasa pelayanan kesehatan secara keseluruhan, tidak hanya untuk jaminan perlindungan hak pasien, melainkan juga perlindungan bagi SDM di Rumah Sakit maupun bagi Rumah Sakit yang bersangkutan. 2. Agar Pemerintah cq DEPKES segera membuat penyesuaian peraturan tentang akreditasi Rumah Sakit, karena sdh tdk sesuai dengan perkembangan Rumah Sakit yang fungsinya sudah bergeser ke arah yang lebih komersial. Perlu dilakukan penyempurmaan terhadap Permenkes omer 496 tahun 2005 agar pelaksanaan dapat lebih kongkrit dan rinci tentang kewajiban melaksanakan Permenkes tersebut bagi setiap Rumah Sakit dan pemberian kewenangan bagi institusi pembina/ pengawas dengan pembagian kerja serta tugas yang lebih rinci. Perlu dilakukan penyempurnaan terhadap Permenkes nomer 496 tahun 2005 agar pelaksanaan dapat lebih kongkrit dan rinci tentang kewajiban melaksanakan Permenkes ‘ersebut bagi setiap Rumah 52 Sakit dan pemberian kewenangan bagi institusi pembina/ pengawas dengan pembagian kerja serta tugas yang lebih rinci. . Mengingat sedemikian pentingnya akreditasi maupun audit medis Rumah Sakit dalam kaitannya dengan pengendalian mutu, maka perlu ditegakkan peraturan ini, agar ‘benar-benar terwujud perlindungan terutama bagi pasien. . 53 DAFTAR PUSTAKA Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004. Anny Isfandyarie, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter, Buku I, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2006. ‘Anny Isfandyarie & Fachrizal Afandi, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter Buku Ke Il, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2006. ‘Arsada, Semiloka Nasioanal "Patient Savety”, BP UNDIP, Semarang, 2006.. A Siti Soetami, Hukum Administrasi Negara, Badan Penerbit UNDIP, Semarang, 2000. Azrul Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi Ketiga, Bina Rupa Aksara, Jakarta, 1996. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996. , Menuju Pelayanan Kesehatan yang Bermutu, Yayasan Penerbit IDI, Jakarta, 1996. Bahder Johan, Hukum Kesehatan, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2005. Benyamin Lumenta, Hospital, Citra, Peran dan Fungsi. Tinjauan Fenomena Sosial, Kanisius, Yogyakarta, 1989. Boy S. Sabarguna, Quality Assurance Pelayanan Rumah Sakit, Konsorsium Rumah Sakit Islam Jateng- DIY, Yogyakarta, 2004. Sistem Bantu Keputusan Untuk: Radiologi dan Laboratorium Rumah Sakit, Konsorsium Rumah Sakit Islam Jateng- DIY, Yogyakarta, 2007. Sistem Bantu Keputusan Untuk : Rawat Jalan dan Rawat Inap Rumah Sakit, Konsorsium Rumah Sakit Islam Jateng- DIY, Yogyakarta, 2008. Boy S. Sabarguna dan Henny Listiani, Organisasi dan Manajemen Rumah Sakit , Konsorsium Rumah Sakit Islam Jateng - DIY, Yogyakarta; 2008. Budioro B, Pengantar Administrasi Kesehatan Masyarakat, FKM UNDIP, Semarang, 2002. Chrisdiono M. Achadiat, Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran, EGC, Jakarta, 2006. CST Kansil,et.al, Hukum Administrasi Daerah, Jala Permata Aksara, Jakarta, 2009. 54 Curran, William J and E Donald Shapiro, Law, Medicine, and Forensic Science, Sixth Edition, little, Brown and Company, Toronto, 1992. Departemen Kesehatan RI, Pedoman Akreditasi Rumah Sakit, 2002. Departemen Kesehatan RI, Pedoman Akreditasi Rumah Sakit, 2007. Departemen kesehatan RI, Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety), Jakarta, 2006. Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Bogor, 2004. Endang Wahyati, etal, Perlindungan Hak-Hak Masyarakat: “Implikasi Pengaturan jin Praktik Dokter Tethadap Hak Masyarakat Untuk Memperoiek Derajat Kesehatan Yang Optimal”, Unika Soegijapranata Press, Semarang, 2006. (Editor V.Hadiyono, et.al) Hak Sosial Versus Hak Individu Dalam Pelayanan Kesehatan : Konferensi Nasional Hukum, Politik Dan Kekuasaan, Unika Soegijapranata Press, Semarang, 2007. Fred Ameln, Hukum Kedokteran , Grafikatama Jaya, Jakarta, 1991. Freddy Tengker, Hak Pasien, Mandar Maju, Bandung, 2007. Freckelton,lan, Regulating Health Practitioners, The Federation Press, NSW, 2006. Furrow, Barry R, etal, Liability and Quality Issues in Health Care (Fourth Edition), West Group, St.Paul, 2001. , The Law of Health Care Organisation and Finance (Fifth Edition), Thomson West, St.Paul, 2001. Gamer, Bryan A, Black’s Law Dictionary, Eighth Edition, Thomson West, St. Paul Minoseta, 2004. . Gostin, Law and Science, Foundation Press, New York, 2006. Gostin, Lawrence dan Peter D. Jacobson, Law and The Health System, Foundation Press, New York, 2006. Hermien Hadiati Koeswadji, Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Asas-Asas Dan Permasalahan Dalam Implementasinya, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996. , Beberapa Permasalahan Hukum Medik, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992. Hukum Kedokteran, Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Mana Dokter Sebagai Salah Satu Pihak, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998. 55 Hukum Untuk Perumahsakitan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002. Hilman Hadikusuma, Metode pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, Mandar Maju , Bandung, 1995. Horeman, Dennis and Jan Stork et.al, Legal Aspects of Medical Care, Leids Universitair Medisch Centrum, Leiden, 2001. Imbalo S. Pohan, Jaminan Mutu Layanan Kesehatan Dasar-Dasar Pengertian dan Penerapan, EGC, Jakarta, 2007. IPM. Ranuhandoko, Terminologi Hukum (Inggris-Indonesia), Sinar Grafika, Jakarta, 2006. Jayasuriya, D.C, Health Law, International and Regional Perspectives, Har-Anand Publication, New Delhi, 1997. J.Guwandi, Dokter dan Rumah Sakit, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1991. Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, 2007. Kanwil Depkes Propinsi Jateng, Laporan Penyelenggaraan Pelatihan Akreditasi Standar Pelayanan Rumah Sakit, Semarang, 1999. Kartono Mohamad, et.al (Penyunting K.Bertens), Rumah Sakit Antara Komersialisasi Dan Etika, Grasindo, Jakarta, 1995. Katz,J.M and Green Eleanor. Managing Quality. Mosby, Maryland, 1997. Komisi Akreditasi RS dan Sarana Kesehatan Lainnya (KARS), Laporan Survei Akreditasi Rumah Sakit, Jakarta, Tahun 2005. s Instrumen Self Assesment ‘Akreditasi Rumah Sakit, Jakarta, Tanpa Tahun. Konsil Kedokteran Indonesia, Kemitraan Dalam Hubungan Dokter-Pasien, KKI, Jakarta, 2006. Himpunan Peraturan tentang Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, KKI, Jakarta, 2006. Leflar, Robert B, Informed Consent and Patients Rights in Japan, Houston Law review, Houston, 1996. Lutfi Effendi, Pokok Pokok hukum Administrasi, Bayumedia Publishing, Malang, 2003. 56 Luwinarsih, “Penaksiran Regulator Dalam Sistem Mutu”, Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS), Jakarta, 2006. Magula, Mary, Understanding Organization, Aspen Publication, Massachusetts, Tanpa Tahun. Marshal, Catherine and Gretchen B Rossman, Designing Qualitative Research, 3" Edition, Sage Publications, London , 1999.. M. Jusuf Hanafiah dan Amir Amri, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Edisi 3, EGC, Jakarta, 1999. Miller, Frances H, Health Care Information Technology and Informed Consent: Computers And The Doctor-Patient Relationship, The Indiana University School of Law, Indianapolis, 1996. Moh Natzir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003. Moris R,Crowford, dan Alan R Moritzs, Doctor and The Patient and The Law, Mosby Company, St.Louis, 1992. Muchsan, Pengantar Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, 1992. Sistem Pengawasan Terbadap Perbuatan Aparat Pemerintah Dan Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 2000. ‘Nurhasan (editor), Standar Pelayanan Medik, Edisi 3, PB IDI, Jakarta, 2002. Ovretveit, John, Health Service Quality (An Introduction to quality methods for health service), Blackwell Scientific Publication, Oxfords, 1992. Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2005. Philipus M. Hadjon, etal., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Introduction to the Indonesian Administrative Law, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2005. Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2003. Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Granit, Jakarta, 2005. Sandars, John and Gary Cook, (Editor), ABC of Patient Safety, Blackwell Publishing, Massachusetts, 2007. SF.Marbun dan Mohamad Mahfud MD, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, 2006. Shaw, Charles D, Toolkit for Acreditation Program, ISQUA, Melboume, 2004. 57 Soerjono Soekanto dan Herkutanto, Pengantar Hukum Kesehatan, Remadja Karya, Bandung, 1987 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007. Soedarmono, et.al, Reformasi Perumahsakitan Indonesia, Bagian Penyusunan Program dan Laporan Ditjen Yanmed, Depkes RI -WHO, Jakarta, 2000. Sofwan Dahlan, Hukum Kesehatan, Rambu-rambu bagi Profesi Dokter, BP UNDIP, Semarang, 2000. Sumardjo, Menyikapi Fungsi Pengawasan dan Temuan, Panca Usaha, Jakarta, 2001. Suriansyah Murhani, Aspek Hukum Pengawasan Pemerintah Daerah, LaksBang Mediatama, Yogyakarta, 2008. Taylor, J Leahy, The Doctor and the Law, Pitman Books, London, 1992. Tjandra Yoga Aditama, Manajemen Administrasi Rumah Sakit, UI Press, Jakarta, 2006. Seat Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Ichtiar Baru, Jakarta, Victor M Situmorang dan Jusuf Jahir, Aspek Hukum Pengawasan Melekat, Rineka Cipta, Jakarta, 1994. Wiku Adisasmito, Sistem Kesehatan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007. White, Charles D, The Hospital Medical State, ITP, San Diego, 1997. Wila Chandrawila Supriadi, Hukum Kedokteran, Mandar Maju, Bandung, 2001. W. Riawan ‘ijandra, Hukum Administrasi Negara, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2008. Yadav,Hematram, Hospital Management, University Malaya Press, Kuala Lumpur, 2006. Zwartjens, Danielle, (Editor), Legal Aspect of Medical Care, Leids Universitair Medich Centrum, Leiden, 2001. PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (Amandemen Ke IV) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran 58 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2007 tentang Pedoman dan Tatacara Pengawasan Atas Pemerintahan Daerah. Peraturan Méenteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 159.b/MENKES/ SK/V/1988 tentang Rumah Sakit Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 436/MENKES/ SK/IV/1993 tentang Berlakunya Standar Pelayanan Rumah Sakit dan Standar Pelayanan Medis Rumah Sakit. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 595/MENKES/ SK/IV/1993 tentang Standar Pelayanan Medis. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 496/MENKES/ SK/TV/2005 tentang Pedoman Audit Medis Rumah Sakit. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1165A/Menkes/SK/X/2004 tentang Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 19/KKI/KEP/LX/2006 tentang Buku Kemitraan Dalam Hubungan Dokter — Pasien. Himpunan Peraturan Perundang-undangan, Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun 2007. JURNAL: ‘American Marketing Association, April, 1988. Jumal Marketing: Zeithaml, Valarie A, et.al, “Proses Komunikasi dan Kontrol dalam Kualitas Pelayanan.” Hospital Law Case of the Month “CASE ON POINT:. Estate of Cordero v. Christ Hospital, (10/29/2008)--NJ Independent group ran ER: no protocols-no triage: death.” by Tammelleo, A. David . Legal Focus on Hospital Law Issues “CASE ON POINT: Natoli v. Massilon Community, Hosp, 2008 Ohio-6258—OH, ISSUE: Do some ERs present unacceptable risks to patients? Billing of ‘uninsured! reduced by $276 million.” by Tammelleo, A. David PERSI Jateng (Seminar Nasional Keselamatan Pasien), Surakarta, 2004: Sofwan Dahlan, “Antara Risk, Quality And Patient Savety”. PERSI, Bandung 20 - 22 Juli 2007: NicoA.Lumenta,K.Nefro, “Akreditasi: Pelayanan eselamatan Pasien Rumah Sakit.” 59

Das könnte Ihnen auch gefallen