Sie sind auf Seite 1von 16

BAB I

Pendahuluan

Distonia adalah gangguan gerak yang fitur utamanya adalah otot tak sadar
terjadi kontraksi atau spasme. Istilah distonia ini awalnya diperkenalkan oleh
Oppenheim pada tahun 1911 untuk menggambarkan otot dan kelainan postural
yang terlihat dalam kondisi ini. Konsep distonia sendiri membingungkan sebagai
istilah telah digunakan untuk menggambarkan sebagai gejala (misalnya lengan
distonik postur), penyakit (dystonia torsi primer) atau sindrom. 1
Distonia mewakili kelompok umum dari gangguan gerak yang mencakup
berbagai kondisi dari satu-satunya manifestasi adalah kejang otot distonik, dimana
distonia merupakan salah satu bagian yang lebih parah dari kondisi neurologis.
Distonia dapat berkembang pada usia berapa pun, terbagi dalam masa bayi (<2
tahun), anak (3-12 tahun), remaja (13-20 tahun), awal (21-40) dan akhir (> 40
tahun). Onset distonia sering terjadi pada usia awal (<26 tahun) dan akhir (> 26
tahun). 1
Dalam studi populasi genetik dan klinis pada distonia, 80% dari populasi
mengalami tremor untuk distonia pada umumnya (Larsson dan Sjogren, 1966).
Marsden melaporkan bahwa 14% pasien dengan umum idiopatik nonfamilial
distonia terlihat dengan tremor (Marsden, 1974). Selain itu, 68% pasien dengan
serviks distonia memiliki tremor kepala (Pal et al., 2000). Namun, Rondot
memeriksa 132 pasien dengan cervical distonia, yang mengungkapkan aktivitas
berirama dan tremor ekstremitas atas di 40% dan 21% pasien (Rondot et al., 1981,
seperti dikutip dalam Jedynak et al., 1991). 3
Dalam survei pada writer`s kram, tremor tangan dilaporkan di hampir
setengah dari subyek (Sheehy, 1982). Selain itu, Jankovic diselidiki 350 pasien
yang didiagnosis dengan tremor esensial (ET), berbasis pada kehadiran tremor di
kepala, tangan, atau suara dalam tidak adanya penyakit lain yang dapat
menyebabkan tremor. Oleh karena itu, prevalensi distonia dengan tremor sangat
bervariasi tergantung pada laporan.3 Hidup dengan distonia dapat menyakitkan
1

dan melemahkan, serta memalukan dan stigma. Pekerjaan, kegiatan sosial dan
kualitas hidup dapat secara signifikan berdampak.2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Distonia adalah gangguan gerakan ditandai kontraksi otot yang
abnormal sering berulang, kelainan postur, atau keduanya. Gerakan distonik
biasanya berpola, memutar, dan mungkin gemetar. Distonia sering dimulai
atau diperburuk oleh suatu gerakan volunter dan terkait dengan aktivasi otot
overflow.4

2.2. Etiologi
Sebagian besar kasus distonia tidak memiliki penyebab spesifik.
Distonia tampaknya berkaitan dengan masalah pada basal ganglia. Basal
ganglia adalah daerah otak yang bertanggung jawab untuk memulai kontraksi
otot. Masalahnya melibatkan hubungan antara sel-sel saraf.5
Distonia dapat disebabkan oleh kerusakan pada basal ganglia.
Kerusakan tersebut dapat dikarenakan adanya:
1.

Trauma otak.

2.

Stroke.

3.

Tumor.

4.

Kekurangan oksigen.

5.

Infeksi.

6.

Reaksi obat.

7.

Keracunan yang disebabkan oleh timbal atau karbon monoksida.

8.

Idiopatik atau distonia primer yang sering diwariskan dari orangtua.


Beberapa pembawa gen distonia ini mungkin tidak pernah muncul gejala

distonia. Gejala dapat bervariasi secara luas diantara anggota keluarga


yang sama.5

2.3. Epidemiologi
Kejadian populasi yang sebenarnya dari prevalensi distonia tidak
diketahui. Angka-angka prevalensi tersedia biasanya didasarkan pada studi
kasus didiagnosis. Hal ini terutama terjadi dengan distonia yang dapat hadir
dalam berbagai cara, dan sejumlah besar kasus distonia fokal tidak
terdiagnosis atau bahkan salah didiagnosis. Sebuah studi di South Tyrol di
Austria mempelajari sampel acak dari populasi berusia di atas 50 tahun
berikutnya. Distonia primer didiagnosis pada 6 dari 707 orang yang diteliti
memberikan prevalensi 7320 per juta penduduk usia yang dipilih. Ini
menunjukkan bahwa dalam penuaan populasi, distonia adalah gangguan
neurologis

yang

relatif

umum.1

Dalam

studi

yang

lain,

distonia

mempengaruhi sekitar 1% dari populasi, dan perempuan lebih rentan terkena


distonia daripada laki-laki.5

2.4. Klasifikasi
Berdasarkan bagian tubuh yang terkena:6
1. Distonia generalisata, mengenai sebagian besar atau seluruh tubuh.
2. Distonia fokal, terbatas pada bagian tubuh tertentu,sering saat usia 40-50
tahun. Dan wanita tiga kali lipat lebih sering dibandingkan laki-laki.
Gejala tersering yang timbul yaitu cervical dystonia, blepharospasme,
oromandibular dystonia, laryngeal dystonia, dan limb dystonia.
3. Distonia multifokal, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang tidak
berhubungan. Satu atau kedua kaki, tangan dan kaki, atau wajah dan
tangan.

4. Distonia segmental, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang berdekatan.


Contohnya mata, mulut, dan wajah bagian bawah.
5. Hemidistonia, melibatkan lengan dan tungkai pada sisi tubuh yang sama,
seringkali merupakan akibat dari stroke.

Berdasarkan onset:7
1.

Early onset (20-30 tahun): Biasanya dimulai dari kaki atau lengan dan
sering menjalar ke anggota badan lainnya.

2.

Late onset: biasanya dimulai dari leher (termasuk laring), otot-otot


kranial atau satu lengan. Cenderung tetap terlokalisasi dengan
perkembangan terbatas untuk otot yang berdekatan.

Beberapa pola distonia memiliki gejala yang khas:6


1. Distonia torsi, sebelumnya dikenal sebagai dystonia musculorum
deformans atau DMD. Merupakan distonia generalisata yang jarang
terjadi dan bisa diturunkan, biasanya berawal pada masa kanak-kanak
dan bertambah buruk secara progresif. Penderita bisa mengalami cacat
yang serius dan harus duduk dalam kursi roda.
2. Tortikolis spasmodik atau tortikolis merupakan distonia fokal yang paling
sering ditemukan. Menyerang otot-otot di leher yang mengendalikan
posisi kepala, sehingga kepala berputar dan berpaling ke satu sisi. Selain
itu, kepala bisa tertarik ke depan atau ke belakang. Tortikolis bisa terjadi
pada usia berapapun, meskipun sebagian besar penderita pertama kali
mengalami gejalanya pada usia pertengahan. Seringkali mulai secara
perlahan dan biasanya akan mencapai puncaknya. Sekitar 10-20%
penderita mengalami remisi (periode bebas gejala) spontan, tetapi tidak
berlangsung lama.

Gambar 1. Macam-macam Tortikolis Spasmodik


3. Blefarospasme merupakan penutupan kelopak mata yang tidak disadari.
Gejala awalnya bisa berupa hilangnya pengendalian terhadap pengedipan
mata. Pada awalnya hanya menyerang satu mata, tetapi akhirnya kedua
mata biasanya terkena. Kejang menyebabkan kelopak mata menutup total
sehingga terjadi kebutaan fungsional, meskipun mata dan penglihatannya
normal.
4. Distonia kranial merupakan distonia yang mengenai otot-otot kepala,
wajah dan leher.
5. Distonia oromandibuler menyerang otot-otot rahang, bibir dan lidah.
Rahang bisa terbuka atau tertutup dan penderita mengalami kesulitan
berbicara dan menelan.
6. Distonia spasmodik melibatkan otot tenggorokan yang mengendalikan
proses berbicara. Juga disebut distonia spastik atau distonia laringeal,
yang menyebabkan kesulitan dalam berbicara atau bernafas.
7. Sindroma Meige adalah gabungan dari blefarospasme dan distonia
oromandibuler, kadang-kadang dengan disfonia spasmodik.
8. Kram penulis merupakan distonia yang menyerang otot tangan dan kadang
lengan bawah bagian depan, hanya terjadi selama tangan digunakan
untuk menulis. Distonia yang sama juga disebut kram pemain piano dan
kram musisi.
9. Distonia dopa-responsif merupakan distonia yang berhasil diatasi dengan
obat-obatan. Salah satu variannya yang penting adalah distonia Segawa.
Mulai timbul pada masa kanak-kanak atau remaja, berupa kesulitan
6

dalam berjalan. Pada distonia Segawa, gejalanya turun-naik sepanjang


hari, mulai dari kemampuan gerak di pagi hari menjadi ketidakmampuan
di sore dan malam hari, juga setelah melakukan aktivitas.

2.5. Patofisiologi
Mutasi pada tujuh gen yang berbeda telah dikaitkan dengan distonia.
Lokalisasi dan kemungkinan fungsi ini protein akan ditampilkan di neuron
skema. Mutasi pada GTP cyclohydrolase I (GCH1) atau tyrosine hydroxylase
(TH) merusak sintesis dopamin di DYT5 dystonia. Sebuah amino tunggal
penghapusan asam di Torsina, pendamping molekul dalam amplop nuklir dan
endoplasma reticulum (ER), bertanggung jawab untuk DYT1 dystonia.
Mutasi pada 3 subunit dari Na+/K + ATPase (ATP1A3) menyebabkan onset
yang cepat dystonia parkinsonisme (DYT12). mutasi pada sarcoglycan,
mungkin biasanya ditemukan pada membran plasma neuron, menyebabkan
myoclonus dystonia (DYT11). Mutasi pada myofibrillogenesis regulator 1
(MR 1), a enzim detoksifikasi diduga, menyebabkan paroksismal dyskinesia
non-kinesigenic (DYT8). A faktor transkripsi umum, TAF1 bermutasi di X
terkait dystonia parkinsonisme (DYT3).6

2.6. Manifestasi Klinis


Gejala pada penderita distonia antara lain leher berputar diluar
kesadaran, tremor, kesulitan berbicara. Gejala tersebut disebabkan karena:5,6
-

Cedera ketika lahir

Infeksi

Reaksi terhadap obat tertentu

Trauma

Stroke

Sekitar 50% kasus tidak memiliki hubungan dengan penyakit maupun


cedera, dan disebut distonia primer atau distonia idiopatik. Distonia juga bisa
merupakan gejala dari penyakit lainnya, yang beberapa diantaranya
diturunkan.6

Gejala dan Tanda:5


- Gejala awal adalah kemunduran dalam menulis (setelah menulis beberapa
baris kalimat), kram kaki dan kecenderungan tertariknya satu kaki keatas
atau kecenderungan menyeret kaki setelah berjalan atau berlari pada jarak
tertentu.
- Leher berputar atau tertarik diluar kesadaran penderita, terutama ketika
penderita merasa lelah.
- Gejala lainnya adalah tremor dan kesulitan berbicara atau mengeluarkan
suara.
- Gejala awalnya bisa sangat ringan dan baru dirasakan hanya setelah olah
raga berat, stres atau karena lelah. Lama-lama gejalanya menjadi semakin
jelas dan menyebar serta tak tertahankan.

Gambar 2. (a) Kram penulis, (b) Distonia servikal, (c) Dystonia musculorum
deformans, (d) Parkinsonian
Awal mula serangan :5
1. Reaksi distonia akut
Spasme otot dan kontraksi involunter yang timbul beberapa menit.
Kelompok otot yang paling sering terjadi yaitu otot wajah, leher, lidah,
ekstraokuler, bermanifestasi sebagai tortikolis, disartria bicara, dan sikap
badan yang tidak biasa.5
2. Akatisia
Merupakan

bentuk

yang

paling

sering

dari

sindroma

ekstrapiramidal yang diinduksi oleh obat antipsikotik. Manifestasi klinis


berupa perasaan subjektif kegelisahan (restlessness) yang panjang, dengan
gerakan yang gelisah, umumnya kaki yang tidak bisa tenang. Penderita
dengan akatisia berat tidak mampu untuk duduk tenang, perasaannya
9

menjadi cemas atau iritabel. Akatisia terkadang sulit dinilai dan sering
salah diagnosis dengan ansietas atau agitasi dari pasien psikotik, yang
disebabkan dosis antipsikotik yang kurang.5

3. Kronik
a. Tardive dyskinesia
Terjadi setelah menggunakan antipsikotik minimal selama 3
bulan atau setelah pemakaian antipsikotik dihentikan selama 4 minggu
untuk oral dan 8 minggu untuk injeksi depot, maupun setelah
pemakaian dalam jangka waktu yang lama (umumnya setelah 6 bulan
atau lebih). Penderita yang menggunakan APG I dalam jangka waktu
yang lama sekitar 20-30% akan berkembang menjadi tardive
dyskinesia. Seluruh APG I dihubungkan dengan risiko tardive
dyskinesia.5
Umumnya berupa gerakan involunter dari mulut, lidah, batang
tubuh, dan ekstremitas yang abnormal dan konsisten. Gerakan oralfacial meliputi mengecap-ngecap bibir (lip smacking), menghisap
(sucking), dan mengerutkan bibir (puckering) atau seperti facial
grimacing. Gerakan lain meliputi gerakan irregular dari limbs, terutama
gerakan lambat seperti koreoatetoid dari jari tangan dan kaki, gerakan
menggeliat dari batang tubuh.5
b. Tardive dystonia
Ini merupakan tipe kedua yang paling sering dari sindroma
tardive. Gerakan distonik adalah lambat, berubah terus menerus, dan
involunter serta mempengaruhi daerah tungkai dan lengan, batang
tubuh, leher (contoh torticolis, spasmodic disfonia) atau wajah (contoh
meiges syndrome). Tidak mirip benar dengan distonia akut.5

10

c. Tardive akatisia
Mirip dengan bentuk akatisia akut tetapi berbeda dalam respons
terapi dengan menggunakan antikolinergik. Pada tardive akatisia
pemberian antikolinergik memperberat keluhan yang telah ada.5
d. Tardive tics
Sindroma tics multiple, rentang dari motorik tic ringan sampai
kompleks dengan involuntary vocazations (tardive gilles de la tourettes
syndrome).5
e. Tardive myoclonus
Singkat, tidak stereotipik, umumnya otot rahang tidak sinkron.
Gangguan ini jarang dijumpai.5

Gambar 3. Area-area yang Bisa Terkena Distonia

11

2.7. Pemeriksaan Diagnosis


Pemeriksaan yang dapat dilakukan di antaranya adalah pemeriksaan
fisik neurologis. Pemeriksaan laboratorium tergantung pada tampilan klinis.
Pasien dengan distonia simplek tidak membutuhkan tes. Pemeriksaan
kualitatif untuk mendeteksi adanya antipsikotik tidak tersedia secara luas.
Selain itu, kandungan obat dalam serum untuk tranquilizer mayor tidak
berkorelasi dengan baik dengan keparahan klinis dari overdosis dan tidak
bermanfaat pada pengobatan akut. Pemeriksaan rutin elektrolit, nitrogen urea
darah, kreatinin darah, glukosa darah, dan bikarbonat bermanfaat dalam
menilai status hidrasi, fungsi ginjal, status asam basa, dan termasuk
hipoglikemi sebagai penyebab kelainan sensorium.6
Kontraksi otot yang terus menerus sering menyebabkan perusakan
otot yang terlihat dari peningkatan potassium, asam urat, dan keratin kinaseMM. Perusakan otot juga menghasilkan myoglobin yang diserap oleh ginjal,
sehingga menyebabkan disfungsi tubulus ginjal. Dehidrasi memperburuk
penyerapan ini. Pada myoglobinuria, urin menjadi berwarna cokelat gelap.6

2.8. Diagnosa Banding


1.

Sindroma putus obat

2.

Parkinsons Disease

3.

Distonia primer

4.

Tetanus

5.

Gangguan gerak ekstrapiramidal primer

2.9. Penatalaksanaan
Sejumlah tindakan dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan kejang
otot dan nyeri adalah sebagai berikut.6

12

1. Obat-obatan
Telah digunakan bebeapa jenis obat yang membantu memperbaiki
ketidakseimbangan neurotransmitter. Obat yang diberikan merupakan
sekumpulan obat yang mengurangi kadar neurotransmitter asetilkolin,
yaitu triheksilfenidil, benztropin, dan prosiklidin HCl. Obat yang mengatur
neurotransmitter GABA bisa digunakan bersama dengan obat diatas atau
diberikan tersendiri (pada penderita dengan gejala yang ringan), yaitu
diazepam,

lorazepam,

klonazepam,

dan

baklofen.

Obat

lainnya

memberikan efek terhadap neurotransmiter dopamin. Obat yang


meningkatkan efek dopamin adalah levodopa/karbidopa dan bromokriptin.
Obat yang mengurangi efek dopamin adalah reserpin atau tetrabenazin.
Untuk mengendalikan epilepsi diberikan obat anti kejang karbamazepin.

2. Toksin Botulinum
Sebuah pengobatan yang baru-baru ini diperkenalkan ialah toksin
botulinum yang juga disebut Botox atau Xeomin.5 Sejumlah kecil racun ini
bisa disuntikkan kedalam otot yang terkena untuk mengurangi distonia
fokal. Pada awalnya racun ini digunakan untuk mengobati blefarospasme.
Racun menghentikan kejang otot dengan menghambat pelepasan
neurotransmitter asetilkolin. Efeknya bertahan selama beberapa bulan
sebelum suntikan ulangan dilakukan.6 Injeksi toksin botulinum perlu
diulang setiap tiga bulan.5

3. Pembedahan dan Pengobatan lainnya


Jika pemberian obat tidak berhasil atau efek sampinya terlalu berat,
maka dilakukan pmbedahan. Distonia generalisata stadium lanjut telah
berhasil diatasi dengan pembedahan yang menghancurkan sebagian dari
talamus. Resiko dari pembedahan ini adalah gangguan berbicara, karena
talamus terletak didekat struktur otak yang mengendalikan proses
13

berbicara. Pada distonia fokal (termasuk blefarospasme, disfonia


spasmodik dan tortikolis) dilakukan pembedahan untuk memotong atau
mengangkat saraf dari otot yang terkena. Beberapa penderita distonia
spasmodik bisa menjalani pengobatan oleh ahli patologi berbicaraberbahasa.

Terapi

fisik,

pembidaian,

penatalaksanaan

stres

dan

biofeedback juga bisa membantu pemderita distonia jenis tertentu.

2.10.

Prognosis
Prognosis pasien dengan sindrom ekstra piramidal yang akut masih
baik bila gejala langsung dikenali dan ditanggulangi. Sedangkan prognosis
pada EPS yang kronik lebih buruk. Pasien dengan tardive distonia sangat
buruk. Sekali terkena, kondisi ini biasanya menetap pada pasien yang
mendapat pengobatan neuroleptik selama lebih dari 10 tahun.5

2.11.

Penyulit
1.

Gangguan gerak yang dialami penderita akan sangat mengganggu


sehingga menurunkan kualitas penderita dalam beraktivitas.

2.

Pada distonia laring dapat menyebabkan asfiksia dan kematian.

3.

Gangguan gerak saat berjalan dapat menyebabkan penderita terjatuh


dan mengalami fraktur.

14

BAB III
PENUTUP

Distonia adalah kontraksi otot yang singkat atau lama, biasanya


menyebabkan gerakan atau postur yang abnormal, termasuk krisis okulorigik,
prostrusi lidah, trismus, tortikolis, distonia laring-faring, dan postur distonik pada
anggota gerak dan batang tubuh.4
Distonia lebih banyak diakibatkan oleh APG I terutama yang mempunyai
potensi tinggi, dan umumnya terjadi di awal pengobatan (beberapa jam sampai
beberapa hari pengobatan) atau pada peningkatan dosis secara bermakna.5
Gejala distonia berupa gerakan distonik yang disebabkan oleh kontraksi
atau spasme otot, onset yang tiba-tiba dan terus menerus, hingga terjadi kontraksi
otot yang tidak terkontrol. Otot yang paling sering mengalami spasme adalah otot
leher (torticolis dan retrocolis), otot rahang (trismus, gaping, grimacing), lidah
(protrusion, memuntir) atau spasme pada seluruh otot tubuh (opistotonus). Pada
mata terjadi krisis okulogirik. Distonia glosofaringeal yang menyebabkan
disartria, disfagia, kesulitan bernapas, hingga sianosis. Spasme otot dan postur
yang abnormal, umumnya yang dipengaruhi adalah otot-otot di daerah kepala dan
leher, tetapi terkadang juga daerah batang tubuh dan ekstremitas bawah. Distonisa
laring dapat menyebabkan asfiksia dan kematian. Sering terjadi pada penderita
usia muda (usia belasan atau dua puluhan) dan kebanyakan pada perempuan.5,6

15

DAFTAR PUSTAKA

1.

TT Warner ,Prof. Reta Lila Weston Institute of Neurological Studies, UCL


Institute of Neurology, Consultant Neurologist National Hospital for
Neurology and Neurosurgery. Dystonia: Clinical Features, Diagnosis and
Treatment.
Available
from
http://birminghammodis.com/handbook/11%20Warner%20Dystonia.pdf.
Accessed: 14/10/2014.

2.

The Dystonia Society. Dystonia A Guide To Good Practice. London :


November 2011. P13-14.

3.

Young Eun Kim and Beom Seok Jeon. Dystonia with Tremors: A Clinical
Approach. Seoul National University Hospital Korea : March 2012. P75.

4.

Mark Hallett, M.D. Pathophysiology of Dystonia: Translation. Human Motor


Control Section, NINDS, Bethesda : May 2013. P3.

5.

Neil Lava. Dystonia: Causes, Types, Symptoms, and Treatments. WebMD


Medical
Reference
September
2004.
Available
from
http://www.webmd.com/brain/dystonia-causes-types-symptoms-andtreatments?page=2. Accessed: 6 November 2014

6.

O Xandra, Breakfield, Blood, J Anne et al. The Pathophysiological Basis of


Dystonias Neuroscience. Departemen psychiatry and neurological and
athinoula A martinos center for biomedical imaging, massachusset general
hospital and Harvard medical scool, Boston, Massachussets. USA. 2008.
Volume 9.

7.

A. Albanese Chairman, et al. A systematic review on the diagnosis and


treatment of primary (idiopathic) dystonia and dystonia plus syndromes:
report of an EFNS/MDS-ES Task Force. European Journal of Neurology May
2006; 13(5): 433-444

16

Das könnte Ihnen auch gefallen