Sie sind auf Seite 1von 11

A SINDROMA MATA KERING (DRY EYE SYNDROME)

1 Definisi
Sindroma Mata Kering (SMK) adalah kumpulan gejala akibat
gangguan pada air mata dan permukaan okuler yang menyebabkan
ketidaknyamanan pada mata, gangguan penglihatan, dan ketidakstabilan TF.6
Mata kering terjadi jika terdapat kondisi inadekuatnya volume dan fungsi air
mata, adanya ketidakstabilan air mata, dan penyakit yang merusak epitel
mata.4
Keratokunjunctivitis Sicca, penyakit mata dimana jumlah
atau kualitas produksi air mata berkurang atau penguapan air
mata film meningkat. Terjemahan dari "keratoconjunctivitis
sicca" dari bahasa Latin adalah "kekeringan kornea dan
konjungtiva".2,4
Xerophthalmia, merupakan kekeringan pada mata yang
terkait dengan kekurangan atau defisiensi vitamin A.4
Xerosis, mengacu pada kekeringan mata yang ekstrem dan
keratinasi yang terjadi pada mata diikuti dengan sikatriks
konjunctiva yang berat.4
Sjrgen Syndrome, merupakan penyakit autoimun, dimana
sindroma mata kering merupakan salah satu gejala utama.4
2 Etiologi
Banyak diantara penyebab sindrom mata kering mempengaruhi lebih
dari satu komponen film air mata atau berakibat perubahan permukaan mata
yang secara sekunder menyebabkan film air mata menjadi tidak stabil. Ciri
histopatologik termasuk timbulnya bintik-bintik kering pada kornea dan epitel
konjungtiva, pembentukan filamen, hilangnya sel goblet konjungtiva,
pembesaran abnormal sel epitel non-goblet, peningkatan stratifikasi sel, dan
penambahan keratinasi.2,7
a. Kondisi Ditandai Dengan Hipofungsi Kelenjar Lakrimal
Didapat
Kongenital
Penyakit
Sistemik

Dysautonomi
a
familier
(sindrom
Riley-Day)
Aplasia
kelenjar
lakrimal
(alakrima
kongenital)
Aplasia

Sindrom
sjorgen
Sklerosis
sistemik
progresif
Sarkoidos
is
Leukimia,
limfoma
Amiloido
sis

Infeksi

Tracho
ma
Parotit
is
epide
mica

Cedera

Pengang
katan
kelenjar
lakrimal
Iradiasi
Luka
bakar
kimiawi

Medikasi

Neuro
genikneurop
aralitik
Antihistam Fasial
in
nerve
Antimuska palsy
rinik:
atropin,
skopolami
n
Anestetika
umum:
halothane,

nervus
trigeminus
Dysplasia
ektodermal

Hemokro
matosis
-

nitrous
oxide
Betaadregenik
blocker:
timolol,
practolo

b. Kondisi Ditandai Defisiensi Mucin


o Avitaminosis A
o Sindrom steven-johnson
o Pemfigoid okuler
o Konjungtivitis menahun
o Luka bakar kimiawi
o Medikasi-antihistamin, agen muskarin, agen Betaadregenic blocker
c. Kondisi Ditandai Defisiensi Lipid
o Parut tepian palpebra
o Blepharitis
d. Penyebaran defektif Film Air Mata disebabkan oleh :
1)
2)
3)
4)

5)

Kelainan Palpebra
Defek, coloboma
Ektropion atau entropion
Keratinasi tepian palpebra
Berkedip berkurang atau tidak ada
Gangguan neurologik
Hipertiroid
Lensa kontak
Obat
Keratitis herpes simpleks
Lepra
Lagophthalmus
Lagophthalmus nocturna
Hipertiroid
Lepra

Kelainan Konjunctiva
a) Pterygium
b) Symblepharon

Proptosis

Epidemiologi
Epidemiologi sindroma mata kering meningkat dari tahun ke tahun.
Prevalensi SMK berkisar 7,4-57,89%. bergantung pada penelitian mana yang
diambil, bagaimana penyakit didiagnosis, dan populasi mana yang disurvei.5
Empat penelitian besar di Amerika Serikat menunjukkan prevalensi
SMK berkisar antara 5-30% dengan total 4,91 juta penduduk berusia di atas 50
tahun. Studi besar Womens Health Study and Physicians Health Study
menunjukkan prevalensi SMK di Amerika Serikat berkisar 7% pada wanita
dan 4% pada pria. Salisbury Eye Study menunjukkan angka 14,6% pada
populasi berusia 48-91 tahun dengan prevalensi tertinggi pada wanita. The

Beaver Dam population-based study menemukan prevalensi sindrom mata


kering 14,4% pada populasi berusia diatas 65 tahun. Penelitian Hom (2004)
pada Hispanik menunjukkan prevalensi yang cukup besar yaitu 24,6%. Di
Kanada, prevalensi berkisar 25%, di Australia, prevalensi 7,4%, dan 16,6%
pada tahun 2003.5
Di Shanghai, prevalensi sindrom mata kering 33,78% pada wanita dan
24,11% pada pria dengan faktor risiko yang memperberat, diantaranya adalah
jenis kelamin wanita, umur di atas 50 tahun, penggunaan lensa kontak,
penggunaan anti histamin. Jie et al. (2009) di Beijing menunjukkan prevalensi
21% dengan dengan faktor risiko utama perempuan berusia tua dan gangguan
refraksi yang tidak dikoreksi. Di Jepang, prevalensi berkisar 12,3% pada
mahasiswa. Di Taiwan, Shihpai menunjukkan prevalensi 33,7% dengan faktor
risiko utama umur dan jenis kelamin wanita.5
Di Malaysia, prevalensi sindrom mata kering 14,4%. Di Indonesia,
Kepulauan Riau, menunjukkan prevalensi 27,5% pada penduduk berusia di
atas 21 tahun dengan faktor risiko utama umur, rokok, dan pterigium. Di
Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, Chaironika (2011) menemukan 76,8%
prevalensi SMK pada wanita yang telah menopause.5
Faktor Risiko
Faktor risiko SMK dibagi dua yaitu, milleu interieur dan milleu
esterieur. Milleu interieur adalah kondisi fisiologis individu itu sendiri. Misal,
pada individu tersebut memang frekuensi kedipan matanya sedikit atau
individu tertentu yang memiliki sudut bukaan kelopak palpebra yang lebih
lebar. Milleu exterieur adalah kondisi lingkungan sekitar. Kelembaban
lingkungan yang rendah dan kecepatan angin yang tinggi menyebabkan
cepatnya evaporasi. Termasuk juga faktor pekerjaan seperti analis yang
menggunakan mikroskop, dokter radiologi, atau pengguna komputer.5
Berikut ini adalah penjelasan beberapa faktor risiko penyebab SMK :
Usia
Berkurangnya
androgen
seiring
pertambahan
usia
menyebabkan atropi kelenjar lakrimal dan kelenjar Meibom
dengan gambaran histopatologi infiltrasi limfosit, fibrosis, dan
atropi asinar. Hal ini sesuai dengan penelitian Barabino et al.
(2007) yang menemukan adanya penurunan volume air mata
dan kurangnya protein pada air mata orang tua. Zhu et al.
(2009) menemukan bahwa kurangnya hormon androgen dapat
menurunkan transforming growth factor sehingga limfosit yang
dihasilkan sel asinar merembes keluar dan menghancurkan
kelenjar lakrimal dan kelenjar Meibom. Akan tetapi, penelitian
Schaefer et al. (2009) tidak menunjukkan adanya perbedaan tes
Schrimer antara kelompok pengguna komputer berumur 20-39
tahun dan 40-53 tahun (p<0,05).5
Jenis Kelamin
Hampir semua penelitian epidemiologi sindrom mata kering
menunjukkan prevalensi SMK yang lebih tinggi pada wanita,

Klasifikasi

terutama wanita yang menopause. Hormon seks mempengaruhi


sekresi air mata, disfungsi meibom, dan sel goblet konjungtiva.5
Pengguna Lensa Kontak
Sekitar 43-50% pengguna lensa kontak mengalami mata kering.
Pemakaian lensa kontak memisahkan PTF menjadi dua bagian
sehingga tidak ada musin di pre lens dan tidak ada lapisan lipid
di post lens sehingga SMK sering dialami. Selain itu, Tutt
(2000) menunjukkan adanya penurunan kualitas bayangan
retina pada pengguna lensa kontak dengan alat aberometer.5
Merokok
Pekerja yang merokok lebih banyak mengalami gangguan
oftalmikus dibandingkan yang tidak merokok. Asap rokok
menyebabkan kerusakan oksidatif pada protein-protein
permukaan okular sehingga BUT menurun. Moss et al. (2000)
menunjukkan bahwa mata kering 1,22 kali lebih sering terjadi
pada perokok.5
Ruangan Ber-AC
SMK lebih banyak dialami oleh penduduk yang tinggal di
tempat yang tinggi karena suhu yang rendah, kelembaban yang
rendah, dan angin yang kencang. Oleh karena itu, SMK dapat
dipicu pada ruangan yang ber-AC.5

Sindroma Mata Kering (SMK) dapat dikategorikan menjadi episodik


dan kronik. SMK episodik yaitu mata kering yang dialami akibat lingkungan
atau pekerjaan, dan bersifat sementara. SMK kronik yaitu mata kering yang
dipicu oleh sesuatu dan bersifat menetap. SMK episodik dapat berlanjut ke
mata kering kronik.5,6,8
Menurut DEWS (2007), SMK dapat dikategorikan menjadi aquoeus
deficient dan evaporative dry eye. Aqueous tear deficient dry eye adalah
kelompok mata kering yang disebabkan karena kurangnya produksi air mata
walaupun evaporasinya tetap berjalan normal. Evaporative dry eye adalah
kelompok mata kering yang disebabkan karena penguapan berlebihan air mata
walaupun tidak terjadi gangguan pada proses produksinya. Banyak sekali
etiologi yang dapat mencetuskan kedua hal ini, baik yang bersifat autoimun,
obat, maupun lingkungan Klasifikasi ini cukup membingungkan sebab
sindrom mata kering sering merupakan gabungan antara keduanya.8

Gambar 5. Klasifikasi Sindroma Mata Kering


(Diambil dari : DEWS, 2007)

Manifestasi Klinis

Pasien dengan mata kering paling sering mengeluh tentang sensasi


gatal atau berpasir (benda asing). Gejala umum lainnya adalah gatal, sekresi
mukus berlebihan, tidak mampu menghasilkan air mata, sensasi terbakar,
fotosensitivitas, merah, sakit, dan sulit menggerakkan palpebra. Pada
kebanyakan pasien, ciri paling luar biasa pada pemeriksaan mata adaah
tampilan yang nyata-nyata normal. Ciri yang paling khas pada pemeriksaan
slitlamp adalah terputus atau tiadanya meniskus air mata di tepian palpebra
inferior. Benang-benang mukuskental kekuning-kuningan kadang-kadang
terlihat dalam fornix conjungtivae inferior. Pada konjungtiva bulbi tidak
tampak kilauan yang normal dan mungkin menebal, beredema dan hiperemik.2
Epitel kornea terlihat bertitik halus pada fissura interpalpebra. Sel-sel
epitel konjungtiva dan kornea yang rusak terpulas dengan bengal rose 1% dan
defek pada epitel kornea terpulas dengan fluorescein. Pada tahap lnjut
keratokonjungtivitis sicca tampak filamen-filamen dimana satu ujung setiap
filamen melekat pada epitel kornea dan ujung lain bergerak bebas. Pada pasien
dengan sindrom sjorgen, kerokan dari konjungtiva menunjukkan peningkatan
jumlah sel goblet. Pembesaran kelenjar lakrimal kadang-kadang terjadi pada
sindrom sjorgen.2
Diagnosis
Diagnosis dan penderajatan keadaan mata kering dapat diperoleh dengan teliti
memakai cara diagnostik berikut :
a) Tes Schirmer
Tes ini dilakukan dengan mengeringkan film air mata dan
memasukkan strip Schirmer (kertas saring Whatman No. 41) ke dalam
cul de sac konjungtiva inferior pada batas sepertiga tengah dan
temporal dari palpebra inferior. Bagian basah yang terpapar diukur 5
menit setelah dimasukkan. Panjang bagian basah kurang dari 10 mm
tanpa anestesi dianggap abnormal.2,4,7
Bila dilakukan tanpa anestesi, tes ini mengukur fungsi kelenjar
lakrimal utama, yang aktivitas sekresinya dirangsang oleh iritasi kertas
saring itu. Tes Schirmer yang dilakukan setelah anestesi topikal
(tetracaine 0.5%) mengukur fungsi kelenjar lakrimal tambahan
(pensekresi basa). Kurang dari 5 mm dalam 5 menit adalah
abnormal.2,4,7
Tes Schirmer adalah tes saringan bagi penilaian produksi air
mata. Dijumpai hasil false positive dan false negative. Hasil rendah
kadang-kadang dijumpai pada orang normal, dan tes normal dijumpai
pada mata kering terutama yang sekunder terhadap defisiensi musin.2,4,7

Gambar 6. Tes Schirmer


(Diambil dari : http://webeye.ophth.uiowa.edu )
b) Tear Film Break-Up Time
Pengukuran tear film break-up time kadang-kadang berguna
untuk memperkirakan kandungan musin dalam cairan air mata.
Kekurangan musin mungkin tidak mempengaruhi tes Schirmer namun
dapat berakibat tidak stabilnya film air mata. Ini yang menyebabkan
lapisan itu mudah pecah. Bintik-bitik kering terbentuk dalam film air
mata, sehingga memaparkan epitel kornea atau konjungtiva. Proses ini
pada akhirnya merusak sel-sel epitel, yang dapat dipulas dengan bengal
ose. Sel-sel epitel yang rusak dilepaskan kornea, meninggalkan daerahdaerah kecil yang dapat dipulas, bila permukaan kornea dibasahi
flourescein.2,7
Tear film break-up time dapat diukur dengan meletakkan
secarik keras berflourescein pada konjungtiva bulbi dan meminta
pasien berkedip. Film air mata kemudian diperiksa dengan bantuan
saringan cobalt pada slitlamp, sementara pasien diminta agartidak
berkedip. Waktu sampai munculnya titik-titik kering yang pertama
dalam lapisan flourescein kornea adalah tear film break-up time.
Biasanya waktu ini lebih dari 15 detik, namun akan berkurang nyata
oleh anestetika lokal, memanipulasi mata, atau dengan menahan
palpebra agar tetap terbuka. Waktu ini lebih pendek pada mata dengan
defisiensi air pada air mata dan selalu lebih pendek dari normalnya
pada mata dengan defisiensi musin.2,7

Gambar 7. Tear Film Break-Up Time


(Diambil dari : http://www.systane.ca)
c) Tes Ferning Mata
Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti mukus
konjungtiva dilakukan dengan mengeringkan kerokan konjungtiva di
atas kaca obyek bersih. Arborisasi (ferning) mikroskopik terlihat pada
mata normal. Pada pasien konjungtivitis yang meninggakan parut
(pemphigoid mata, sindrom stevens johnson, parut konjungtiva difus),
arborisasi berkurang atau hilang.2,7
d) Sitologi Impresi
Sitologi impresi adalah cara menghitung densitas sel goblet
pada permukaan konjungtiva. Pada orang normal, populasi sel goblet
paling tinggi di kuadran infra-nasal. Hilangnya sel goblet ditemukan

pada ksus keratokonjungtivitis sicc, trachoma, pemphigoid mata


cicatrix, sindrom stevens johnson, dan avitaminosis A.2,7
e) Pemulasan Flourescein
Menyentuh konjungtiva dengan secarik kertas kering
berflourescein adalah indikator baik untuk derajat basahnya mata, dan
meniskus air mata mudah terlihat. Flourescein akan memulas daerahdaerah tererosi dan terluka selain defek mikroskopik pada epitel
kornea.2,7
f) Pemulasan Bengal Rose
Bengal rose lebih sensitif dari flourescein. Pewarna ini akan
memulas semua sel epitel non-vital yang mengering dari kornea
konjungtiva.2,7

Gambar 8. Pemulasan Bengal Rose


(Diambil dari : http://www.uptodate.com)
g) Penguji Kadar Lisozim Air Mata
Penurunan konsentrasi lisozim air mata umumnya terjadi pad
awal perjalanan sindrom Sjorgen dan berguna untuk mendiagnosis
penyakit ini. Air mata ditampung pada kertas Schirmer dan diuji
kadarnya. Cara paling umum adalah pengujian secara
spektrofotometri.2,7
h) Osmolalitas Air Mata
Hiperosmollitas
air
mata
telah
dilaporkan
pada
keratokonjungtivitis sicca dan pemakaian kontak lens dan diduga
sebagai akibat berkurangnya sensitivitas kornea. Laporan-laporan
menyebutkan bahwa hiperosmolalitas adalah tes paling spesifik bagi
keratokonjungtivitis sicca. Keadaan ini bahkan dapat ditemukan pada
pasien dengan Schirmer normal dan pemulasan bengal rose normal.2,7
i) Lactoferin

Lactoferrin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien


dengan hiposekresi kelenjar lakrimal. Kotak penguji dapat dibeli
dipasaran.2,7
Tatalaksana
a) Tatalaksana Edukatif2
- Pasien harus mengerti bahwa mata kering adalah keadaan menahun
dan pemulihan pemulihan total sukar terjadi, kecuali pada kasus
ringan, saat perubahan epitel pada kornea dan konjungtiva masih
reversibel.
- Air mata buatan adalah terapi yang kini dianut.
- Salep berguna sebagai pelumas jangka panjang, terutama saat tidur.
- Bantuan tambahan diperoleh dengan memakai pelembab, kacamata
pelembab bilik, atau kacamata berenang.
b) Tatalaksana Konservatif
Fungsi utama pengobatan ini adalah penggantian cairan. Pemulian
musin adalah tugas yang lebih berat. Tahun-tahun belakangan ini,
ditambahkan polimer larut air dengan berat molekul tinggi pada air mata
buatan, sebagai usaha memperbaiki dan memperpanjang lama pelembaban
permukaan.agen mukomimetik lain termasuk Na-hialuronat dan larutan
dari serum pasien sendiri sebagai tetesan mata. Jika mukus itu kental,
seperti pada sindrom Sjorgen, agen mukolitik (mis, acetylcystein 10%)
dapat menolong.2
Topikal cyclosporine A

Topikal corticosteroids

Topikal/sistemik omega-3 fatty acids: Omega-3 fatty acids


menghambat sintesis dari mediator lemak dan memblok
produksi dari IL-1 and TNF-alpha. Pasien dengan kelebihan
lipid dalam air mata memerlukan instruksi spesifik untuk
menghilangkan lipid dari tepian palpebrae. Mungkin diperlukan
antibiotika topikal atau sistemik. Vitamin A topikal mungkin
berguna untuk memulihkan metaplasia permukaan mata.2

Semua pengawet kimiawi dalam air mata buatan akan


menginduksi sejumlah toksisitas kornea. Benzalkonium chlorida adalah
peparat umum yang paling merusak. Pasien yang memerlukan beberapa
kali penetesan sebaiknya memakai larutan tanpa bahan pengawet. Bahan
pengawet dapat pula menimbulkan reaksi idiosinkrasi. Ini paling serius
dengan timerosal.2
Pasien dengan mata kering oleh sembarang penyebab lebih besar
kemungkinan terkena infeksi. Blepharitis menahun sering terdapat dan
harus diobati dengan memperhatikan higiene dan memakai antibiotika
topikal. Acne
rosacea
sering terdapat
bersamaan
dengan

keratokonjungtivitis sicca, dan pemgobatan dengan tetrasklin sistemik ada


manfaatnya.2,7
c) Tatalaksana Operatif
Tindakan bedah pada mata kering adalah pemasangan sumbatan
pada punktum yang bersifat temporer (kolagen) atau untuk waktu lebih
lama (silikon), untuk menahan sekret air mata. Penutupan puncta dan
kanalikuli secara permanen dapat dilakukan dengn terapi themal (panas),
kauter listrik atau dengan laser.2,7
9 Prognosis
Secara umum, prognosis untuk ketajaman visual pada pasien dengan
sindrom mata kering baik.2
10 Komplikasi
Pada awal perjalanan keratokonjungtivitis sicca, penglihata sedikit
terganggu. Dengan memburuknya keadaan, ketidaknyamanan sangat
menggangu. Pada kasus lanjut, dapat timbul ulkus kornea, penipisan kornea,
dan perforasi. Kadang-kadang terjadi infeksi bakteri sekunder, dan berakibat
parut dan vaskularisasi pada kornea, yang sangat menurunkan penglihatan.
Terapi dini dapat mencegah komplikasi-komplikasi ini.2,7

Das könnte Ihnen auch gefallen