Sie sind auf Seite 1von 21

BAB I

ANALISISIS INTEGRASI PASAR

1.1 Pendahuluan
1.1.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari pada pembuatan makalah ini adalah :

a. Manfaat bagi pengembangan ilmu

Makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pengembangan ilmu bagi


semua pihak, baik dalam bidang akuntansi maupun dalam bidang
keuangan.

b. Manfaat operasional

Makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan


informasi serta bukti empiris mengenai pengaruh pangsa pasar, rasio
leverage dan rasio intensitas modal terhadap profitabilitas perusahaan,
serta sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan bagi
investor, kreditor dan pihak-pihak yang berkepentingan.

1.1.2Tujuan Khusus
Adapun tujuan khususnya dalam pembuatan makalah mengenai Analisis
Integrasi Pasar adalah dapat memahami dan mengerti apa itu integrasi pasar
serta bagaimana aplikasinya dipasaran.

1.1.3Pengertian Analisis Integrasi Pasar


Analisis integrasi pasar merupakan salah satu indikator untuk
mengetahui efisiensi pasar. Pasar efisien merupakan faktor penting untuk

1
pembangunan pertanian. Pengetahuan tentang integrasi pasar akan dapat
bermanfaat untuk mengetahui kecepatan respon pelaku pasar terhadap
perubahan harga sehingga dapat dilakukan pengambilan keputusan secara
cepat dan tepat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Posisi Tawar Petani Dalam Pemasaran Produk Pertanian

Indonesia memiliki potensi agribisnis yang sangat besar dan beragam


serta tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Namun sayangnya potensi
tersebut masih belum dapat dikembangkan sedemikian rupa sehingga sektor
agribisnis menjadi tulang punggung perekonomian yang kuat. Bahkan
terdapat kekhawatiran bahwa sektor agribisnis kita akan mengalami
penurunan seiring dengan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi
sektor ini. Kompleksnya permasalahan ini mencakup tidak hanya aspek teknis
dan ekonomis, namun juga aspek sosial dan politik bangsa.

Upaya peningkatan produksi pertanian hanya nampak pada beberapa


komoditi tanaman pangan yang sarat dengan muatan politis seperti halnya
beras dan gula. Sementara berbagai komoditas potensial lain pada sub-sektor
hortikultura, perkebunan dan peternakan, di samping jenis-jenis komoditi
tanaman pangan lainnya masih belum berkembang dengan baik. Jika pun ada
upaya untuk meningkatkan produksi berbagai komoditi agribisnis ini, namun
hasilnya tidak jarang menjadi bumerang yang menyakitkan para petani.
Meningkatnya produksi tidak jarang diikuti dengan anjloknya harga, sehingga
pasar telah menjadi sesuatu yang sangat tidak bersahabat bagi petani dan
pengembangan sektor pertanian itu sendiri. Proses kanibalisme aktivitas
pemasaran terhadap aktivitas produksi di satu sisi menyebabkan petani tidak
bergairah dalam menjalani profesinya. Hal ini menyebabkan kuantitas dan
kualitas produksi yang dihasilkan menjadi rendah. Di sisi lain, proses
kanibalisasi tersebut berpengaruh pada terhambatnya pertumbuhan ekonomi

3
wilayah pedesaan, walaupun sebenarnya memiliki berbagai komoditas
agribisnis unggulan. Tidak berkembangnya sektor pertanian dan wilayah
pedesaan mengantarkan kita pada kondisi yang semakin mengkhawatirkan
dimana dijumpai fenomena engganya para generasi muda pedesaan untuk
melanjutkan profesi petani ini.

Dewasa ini tingkat kesejahteraan petani terus menurun sejalan dengan


persoalan-persoalan klasik yang dialaminya, sekaligus menjadi bagian dan
dilema dari sebuah kegiatan agribisnis di tingkat produsen pertanian. Tingkat
keuntungan kegiatan agribisnis selama ini lebih banyak dinikmati oleh para
pedagang dan pelaku agribisnis lainnya di hilir (Sumodiningrat, 2000). Oleh
karena itu, diperlukan kelembagaan ekonomi pedesaan yang mampu
memberikan kekuatan bagi petani (posisi tawar yang tinggi). Kelembagaan
pertanian dalam hal ini mampu memberikan jawaban atas permasalahan di
atas. Penguatan posisi tawar petani melalui kelembagaan merupakan suatu
kebutuhan yang sangat mendesak dan mutlak diperlukan oleh petani, agar
mereka dapat bersaing dalam melaksanakan kegiatan usahatani dan dapat
meningkatkan kesejahteraan hidupnya (Suhud, 2005).

Peningkatan posisi tawar petani dapat meningkatkan akses masyarakat


pedesaan dalam kegiatan ekonomi yang adil, sehingga bentuk kesenjangan
dan kerugian yang dialami oleh para petani dapat dihindarkan. Pengembangan
masyarakat petani melalui kelembagaan pertanian/kelompok tani ataupun
Koperasi merupakan suatu upaya pemberdayaan terencana yang dilakukan
secara sadar dan sungguh-sungguh melalui usaha bersama petani untuk
memperbaiki keragaan sistem perekonomian masyarakat pedesaan. Arah
pemberdayaan petani akan disesuaikan dengan kesepakatan ya ng telah
dirumuskan bersama. Dengan partisipasi yang tinggi terhadap koperasi,
diharapkan rasa ikut memiliki dari masyarakat atas semua kegiatan yang
dilakasanakan koperasi akan juga tinggi.

4
Konsep pemberdayan masayarakat pedesaan melalui koperasi
bukanlah konsep baru, banyak kendala dan hambatan yang harus diperhatikan
dalam pengembangan koperasi di pedesaan, diantaranya adalah :

2.1.1 Rendahnya minat masyarakat untuk bergabung dalam kelompok


tani/koperasi, hal ini disebabkan karena kegagalan-kegagalan dan
stigma negatif tentang kelembagaan tani/koperasi yang terbentuk di
dalam masyarakat. Kegagalan yang dimaksud diantaranya adalah
ketidakmampuan kelembagaan tani/koperasi dalam memberikan
kebutuhan anggotanya dan ketidakmampuan dalam memasarkan hasil
produk pertanian anggotanya.
2.1.2 Adanya ketergantungan petani kepada tengkulak akibat ikatan yang
ditimbulkan karena petani melakukan transaksi dengan para tengkulak
(pinjaman modal, dan memasarkan hasil).
2.1.3 Rendahnya SDM petani di pedesaan menimbulkan pemahaman dan
arti penting koperasi terabaikan.

Kelompok tani dan koperasi dan petani (anggota) harus memiliki


hubungan yang harmonis, tanpa hubungan yang harmonis dan saling
membutuhkan sulit dibayangkan kelompok tani/koperasi mampu dan dapat
bertahan. Tapi dengan adanya prinsip saling membutuhkan tersebut kelompok
tani/koperasi akan mampu menjadi lembaga perekonomian masyarakat
pedesaan khususnya petani yang dapat memberikan keuntungan baik dari segi
ekonomi dan sosial.

Prospek pertanian dan pedesaan yang berkembang setelah krisis ekonomi


semakin mendorong kebutuhan akan adanya kelembagaan perekonomian
komprehensif dengan kegiatan usaha yang dilakukan oleh petani atau
pengusaha kecil. Hal ini sejalan dengan adanya pemahaman bahwa nilai
tambah terbesar dalam kegiatan ekonomi pertanian dan pedesaan terdapat
pada kegiatan yang justru tidak dilakukan secara individual. Namun, nilai
tambah tersebut didapatkan pada kegiatan perdagangan, pengangkutan,

5
pengolahan yang lebih ekonomis bila dilakukan secara bersama-sama dengan
pelaku lain sehingga diharapkan keuntungan dapat dinikmati secara bersama-
sama.

Menurut Baga (2006), pengembangan kelembagaan pertanian baik itu


kelompok tani atau koperasi bagi petani sangat penting terutama dalam
peningkatan produksi dan kesejahteraan petani, dimana:

2.1.1.1 Melalui koperasi petani dapat memperbaiki posisi rebut tawar


mereka baik dalam memasarkan hasil produksi maupun dalam
pengadaan input produksi yang dibutuhkan. Posisi rebut tawar
(bargaining power) ini bahkan dapat berkembang menjadi kekuatan
penyeimbang (countervailing power) dari berbagai ketidakadilan
pasar yang dihadapi para petani.
2.1.1.2 Dalam hal mekanisme pasar tidak menjamin terciptanya keadilan,
koperasi dapat mengupayakan pembukaan pasar baru bagi produk
anggotanya. Pada sisi lain koperasi dapat memberikan akses kepada
anggotanya terahadap berbagai penggunaan faktor produksi dan jasa
yang tidak ditawarkan pasar.
2.1.1.3 Dengan bergabung dalam koperasi, para petani dapat lebih mudah
melakukan penyesuaian produksinya melalui pengolahan paska
panen sehubungan dengan perubahan permintaan pasar. Pada
gilirannya hal ini akan memperbaiki efisiensi pemasaran yang
memberikan manfaat bagi kedua belah pihak, dan bahkan kepada
masyarakat umum maupun perekonomian nasional.
2.1.1.4 Dengan penyatuan sumberdaya para petani dalam sebuah koperasi,
para petani lebih mudah dalam menangani risiko yang melekat pada
produksi pertanian, seperti: pengaruh iklim, heterogenitas kualitas
produksi dan sebaran daerah produksi.

6
2.1.1.5 Dalam wadah organisasi koperasi, para petani lebih mudah
berinteraksi secara positif terkait dalam proses pembelajaran guna
meningkatkan kualitas SDM mereka. Koperasi sendiri memiliki misi
khusus dalam pendidikan bagi anggotanya.

Kelompok tani atau Koperasi merupakan salah satu struktur


kelembagaan yang cukup penting di masa sekarang dan yang akan datang,
dalam upaya pemberdayaan petani dan pemasaran komoditas yang dihasilkan
di wilayahnya, sekaligus menjadi kelembagaan pertanian yang dapat
memberikan jaminan kepastian harga produk pertanian, sehingga harga yang
diterima dapat menguntungkan petani. Bergabungnya petani dalam
kelembagaan koperasi akan menguatkan institusi tersebut sebagai lembaga
perekonomian pedesaan, dimana anggotanya akan memiliki posisi tawar yang
kuat untuk dapat memasarkan hasil pertaniannya, sehingga kesejahteraan
petani mengalami peningkatan hal ini diakibatkan naiknya pendapatan petani
yang tergabung dalam kelompok tani atau koperasi.

Maka dapat disimpulkan, bahwa salah satu bentuk kelembagaan yang


ideal di pedesaan adalah kelompok tani atau, dimana tujuan awal
pembentukan dari kelompok tani/koperasi ini adalah untuk meningkatkan
produksi pertanian dan meningkatkan kesejahteraan petani. Pemberdayaan
petani dalam kelembagaan koperasi yakni KUD, merupakan suatu bentuk
alternatif dari model pembangunan masyarakat pedesaan untuk dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang sebagian besar
bermatapencarian sebagai petani/buruh tani. Koperasi dalam hal ini
memberikan jaminan keuntungan bagi anggota baik dari segi sosial dan
ekonomi, selain itu yang utama adalah peningkatan posisi tawar petani dapat
ditingkatkan sehingga mereka mempunyai kekuatan untuk ’menentukan’
harga produk pertaniannya.

Sementara itu, pertanian rakyat juga masih menghadapi persoalan-


persoalan klasik dan internal dari dari pra produksi sampai pasca produksi.

7
Permasalahan pra produksi meliputi pemenuhan faktor-faktor produksi, dari
tanah hingga sarana produksi pertanian (benih, pupuk, dll.), dan dukungan
infrastruktur pertanian semisal irigasi. Pada proses produksi, terjadi
permasalahan inefisiensi akibat tinginya biaya input dan minimnya aplikasi
teknologi yang dapat meningkatkan produktifitas. Permasalahan pasca
produksi terlihat dari rendahnya nilai tukar hasil produksi pertanian yang
menyebabkan petani kecil tak kunjung sejahtera. Jauh sebelum pemerintah
mendengungkan program revitalisasi pertanian yang katanya akan
menyelesaikan krisis pertanian di Indonesia, yang ternyata tak kunjung
kongkret dan masih bias dalam konsep dan praktek, sebenarnya sudah banyak
pihak yang mengkampanyekan pertanian berkelanjutan sebagai alternatif.
Pertanian Berkelanjutan mengandung pengertian bahwa petani harus
mempunyai kedaulatan dalam produksi yang dapat menjamin keberlanjutan
ekologi, ekonomi dan sosial budayanya.

Pemberdayaan ekonomi pertanian dilakukan dengan memperhatikan


aspek keberlanjutan dan kemandirian petani melalui peningkatan produktifitas
dan efisiensi produksi pertanian melalui pertanian organis, tata kelola
produksi yang mendukung ketahanan pangan dan kelestarian lingkungan,
peningkatan pendapatan dengan usaha ekonomi produktif dan manajemen
pasca panen, serta peningkatan posisi tawar dan akses dalam pasar produksi
pertanian rakyat.

Dalam perspektif ekonomi, pertanian berkelanjutan melalui inovasi


teknis produksinya bisa jadi menjawab persoalan ekonomi mikro pertanian
pada segi permodalan dan efisiensi produksi dengan penekanan input,
peningkatan produktifitas dengan aplikasi teknologi tepat guna dan ramah
lingkungan, dan penambahan pendapatan rumah tangga petani dengan
produksi pasca panen misalnya. Namun pada persoalan ekonomi makro,
dimana petani sebagai individu-individu produsen harus menjadi bagian besar
struktur ekonomi pada suatu wilayah atau negara, dimana terdapat banyak

8
sekali aktor dan kepentingan yang bermain, persoalan ekonomi petani kecil
ternyata tidak cukup diselesaikan dengan resep teknis semata. Sebenarnya,
pada level makro, yang bisa menjamin tata perkonomian dapat
mensejahterakan petani adalah pemerintah, dengan membuat kebijakan makro
yang memihak kepentingan petani produsen. Namun seperti sudah dinyatakan
di awal tulisan, kenyataan tersebut jauh dari harapan, dan menjadi tanggung
jawab eksponen gerakan tani untuk terus mengkampanyekan dan mendorong
perubahan kebijakan tersebut.

Pertama kita akan membedah persoalan makro ekonomi pertanian, atau


persoalan-persoalan di luar produksi. Dalam struktur ekonomi, petani
produsen dengan jumlah mayoritas memiliki posisi tawar yang rendah
dibandingkan dengan aktor lain, yaitu pemodal, pedagang, distributor, dan
penikmat rente lainnya. Tata niaga produk pertanian yang berlaku sangat tidak
adil bagi petani, karena nilai tukar produk pertanian di tingkat petani sangat
rendah dan jauh dari kelayakan, sementara marjin harga produsen dan harga
konsumen akhir yang cukup lebar lebih banyak dinikmati oleh pelaku
distribusi. Tata niaga tersebut juga cenderung aman bagi distributor.

Bila terjadi kenaikan biaya distribusi, misalnya kenaikan harga BBM,


maka distributor akan menaikkan harga konsumen, tetap menekan harga
produsen, dan marjin keuntungan distributor relatif stabil. Kondisi ini
terbangun karena tidak efisiennya pola distribusi produk pertanian dan tidak
adanya aturan dan perangkat yang membatasi ekspansi dan eskploitasi modal
terhadap petani. Praktek ijon yang dilakukan tengkulak adalah salah satu
contoh. Sebab lain adalah paradigma tata niaga pertanian yang lebih memihak
konsumen, dan menempatkan rakyat tani sebagai produsen dan rakyat lain
sebagai konsumen dalam posisi vis a vis. Penyesuaian harga di tingkat
produsen, dengan resiko memperbesar harga konsumen seakan menjadi tabu
dalam kebijakan, padahal petani produsen yang jumlahnya sangat banyak
harus diperhatikan. Apabila ada kecendengunan kenaikan harga produk

9
pertanian, alih-alih justru menjadi alasan untuk membuka keran impor yang
akan semakin memperpuruk ketahanan produksi pertanian dalam negeri.

Apa yang bisa dilakukan petani produsen dalam kondisi mekanisme


pasar yang tidak terkontrol seperti ini selain terus menuntut pemerintah untuk
membuat kebijakan pro petani? Upaya yang harus dilakukan adalah
menaikkan daya tawar petani produsen, karena persoalan mendasarnya adalah
posisi lemah petani dalam permainan pasar, dan posisi lemah pada relasi
dengan pelaku ekonomi lainnya. Kelemahan dalam pemasaran terjadi karena
dominasi tengkulak dalam menentukan harga jual produk pertanian di tingkat
petani. Ketergantungan pemenuhan modal kerja untuk pembelian sarana
produksi dari tengkulak atau pemodal menyebabkan praktek ijon dan
penentuan harga jual yang tidak bisa dielak oleh petani. Harga pasar tidak
sepenuhnya berjalan sesuai dengan mekanisme harga dalam pasar persaingan
sempurna yaitu hubungan tingkat penawaran dan permintaan. Kondisi yang
terjadi, jaringan tengkulak dan pemodal membentuk kartel distribusi yang
menyebabkan tipe pasar produk pertanian adalah oligopoli, sehingga mereka
dapat dengan mudah mempermainkan harga pasar dengan tetap menekan
harga produsen. Sementara ini baru komoditas padi (gabah) yang
mendapatkan intervensi pemerintah dalam perlindungan harga, dengan
penentuan harga dasar pembelian, namun itupun belum dapat menyelesaikan
persoalan tata niaga gabah dan persoalan petani padi lainnya.

Upaya menaikkan daya tawar petani produsen harus dilakukan dengan


konsolidasi petani produsen dalam satu wadah yang menyatukan gerak
ekonomi dalam setiap rantai pertanian, dari pra produksi sampai pemasaran.
Konsolidasi tersebut dilakukan dengan mengkolektifkan semua proses dalam
rantai pertanian, yaitu meliputi kolektifikasi modal, kolektifikasi produksi,
dan kolektifikasi pemasaran. Kolektifikasi modal adalah upaya membangun
modal secara kolektif dan swadaya, dengan gerakan simpan-pinjam produktif,
yaitu anggota kolekte menyimpan tabungan untuk dipinjam sebagai modal

10
produksi, bukan kebutuhan konsumsi. Hal ini dilakukan agar pemenuhan
modal kerja pada awal masa tanam dapat dipenuhi sendiri, dan mengurangi
ketergantungan kredit dan jeratan hutang tengkulak. Apabila kolektifikasi
modal dapat berkembang baik, maka tidak menutup kemungkinan modal
kolektif tersebut tidak hanya digunakan dalam pemenuhan modal kerja
produksi, tetapi juga dalam pemasaran. Kedua, kolektifikasi produksi, yaitu
perencanaan produksi secara kolektif untuk menentukan pola, jenis, kuantitas
dan siklus produksi secara kolektif. Hal ini perlu dilakukan agar dapat dicapai
efisiensi produksi dengan skala produksi yang besar dari banyak produsen,
dalam satu koordinasi dan kerjasama.

Efisisensi dapat dicapai karena dengan skala yang lebih besar dan
terkoordinasi maka akan dapat dilakukan penghematan biaya dalam
pemenuhan faktor produksi, dan kemudahan dalam pengelolaan produksi,
misalnya dalam penanganan hama dan penyakit, satu momok persoalan
produksi yang paling sulit dilakukan secara parsial. Langkah ini juga dapa
menghindari kompetisi yang tidak sehat di antara produsen sendiri yang justru
akan merugikan, misalnya dalam irigasi dan jadwal tanam. Ketiga,
kolektifikasi dalam pemasaran produk pertanian. Hal ini dilakukan untuk
mencapai efisiensi biaya pemasaran dengan skala kuantitas yang besar, dan
menaikkan posisi tawar produsen dalam perdagangan produk pertanian.

Kolektifikasi pemasaran dilakukan untuk mengkikis jaring-jaring


tengkulak yang dalam menekan posisi tawar petani dalam penentuan harga
secara individual. Satu hal yang perlu diingat, upaya kolektifikasi tersebut
tidak berarti menghapus peran dan posisi pedagang distributor dalam rantai
pemasaran, namun tujuan utamanya adalah merubah pola relasi yang
merugikan petani produsen dan membuat pola distribusi lebih efisien dengan
pemangkasan rantai yang tidak menguntungkan.

11
2.2 Indikator Struktur Pasar

Perubahan struktur pasar, tata niaga dan pola relasi dalam pemasaran
produk pertanian yang memihak dan mensejahterakan petani harus ditekan
dari dua sisi, kebijakan pertanian yang pro petani, dan konsolidasi kekuatan
ekonomi petani produsen yang dibangun dari bawah. Dimulai dari hal kecil,
menyadarkan dan menggerakkan anggota kelompok tani untuk bekerjasama,
ber ko-operasi, dan menjadikan kelompok sebagai organisasi politik dan
ekonomi adalah hal yang harus dilakukan.

Tentu saja upaya tersebut bukan hal mudah untuk dilakukan. Organisasi
dan pengorganisasian tani yang kuat sangat mutlak dibutuhkan. Saat ini
gerakan pengorganisasian tani cenderung berorientasi politik, pada ranah
kebijakan umum, nasional dan global. Pemberdayaan pertanian melalui
program-program developmentalis masih berkutat pada tata kelola, produksi,
dan pemasaran pada level mikro. Bahkan advokasi pemasaran program
developmentalis cenderung berkompromi pada tatanan pasar yang sudah
berlaku, dengan intervensi pada rantai pemasaran, tanpa usaha merubah
struktur pasar. Pembangunan kekuatan ekonomi pertanian dari bawah, dimulai
dari kelompok-kelompok tani dengan kolektifikasi seluruh aktifitas ekonomi,
dari produksi barang dan jasa serta konsumsi harus dimulai agar petani
produsen lebih berdaya dalam perang kepentingan dengan pelaku pasar lain.

12
2.2.1 Kasus kakao lokal dan impor :
2.2.1.1 Perlunya dikaji selisih harga antara fermentasi dan non fermentasi
dengan juga memperhitungkan harga insentif untuk ekspor produk
kakao berkualitas. Dengan demikian dapat ditentukan harga yang
layak untuk penjualan kakao fermentasi di tingkat petani
2.2.1.2 Perlunya magang bagi petani di perusahaan untuk mengetahui cara
membuat standart mutu yang sesuai standat bagi pengusaha
2.2.1.3 Pengusaha agar juga berpihak kepada petani dalam berbisnis, yang
pada prinsipnya sama-sama untung, dan jangan terlalu berpatokan
pada harga dunia.
2.2.1.4 Petani perlu memahani prinsip-prinsip bisnis, seperti komitmen
untuk mentaati aturahn yang dibuat, jangan hanya
memperhitungkan keuntungan sesaat. Karena pembelian di
perusahaan besar ada prosedur dan standarnya yang ketat
2.2.1.5 Perlu komunikasi yang lebih intensif antara pengusaha dengan
petani/Gapoktan untuk mencari titik temu dalam bisnis kakao.
Peran fasilitator seperti BPTP dan Pemda sangat dibutuhkan

2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Integrasi Pasar

13
Analisis integrasi pasar merupakan salah satu indikator untuk
mengetahui efisiensi pasar. Pasar efisien merupakan faktor penting untuk
pembangunan pertanian. Pengetahuan tentang integrasi pasar akan dapat
bermanfaat untuk mengetahui kecepatan respon pelaku pasar terhadap
perubahan harga sehingga dapat dilakukan pengambilan keputusan secara
cepat dan tepat.

Pertanian sebagai basis ekonomi kerakyatan dan merupakan sektor


yang melibatkan sebagian besar penduduk Indonesia terus mendapatkan
ancaman dan permasalahan baik dari dalam maupun luar. Marginalisasi sektor
pertanian rakyat, dengan mulai mendominasinya pertanian korporasi
(corporate farming) dan ancaman ketersingkiran petani kecil pedesaan dengan
adanya globalisasi pasar bebas Neo Liberalisme melalui kesepakatan
Agreement on Agriculture (AoA) merupakan kenyataan yang tidak dapat
dipungkiri. Pemerintah hingga saat ini belum memihak petani kecil dengan
memberikan kebijakan proteksi dan subsidi yang cukup dapat melindungi
mereka dari ancaman pasar bebas, dimana produk-produk pertanian dari
negara lain dapat bebas masuk dan menggusur. Jika hal ini terus dibiarkan,
kebangkrutan ekonomi pertanian rakyat dan hilangnya kedaulatan produksi
pangan merupakan resiko besar yang terpampang di depan mata.

Dalam konteks sistem agribisnis, disamping sub sistem on farm


(budidaya) dan sub sistem off farm (baik yang di hulu yaitu penyediaan input
faktor maupun yang di hilir yaitu pengolahan dan pemasaran hasil) terdapat
sub sistem penunjang (supporting service sub system). Aktivitas pada sub
sistem penunjang ini mencakup pendidikan, latihan dan penyuluhan,
penelitian dan pengembangan, permodalan dan asuransi, advokasi serta
pengadaan aspek legal peraturan yang mendukung. Pada umumnya, sub
sistem penunjang ini ditafsirkan sebagai aktivitas yang seharusnya dijalankan
oleh pemerintah. Karena tentunya petani secara perorangan tidak akan mampu
melakukan peran tersebut. Namun demikian, jika para petani bergerak dalam

14
suatu bentuk kerjasama yang solid, bukannya tidak mungkin berbagai
aktivitas sub sistem penunjang ini dapat mereka laksanakan dengan baik,
petani dapat ditingkatkan sehingga mereka mempunyai kekuatan untuk
’menentukan’ harga produk pertaniannya.

2.4 Metode Pengukuran Integrasi Pasar

Dalam hal ini supaya lebih jelas bagaimana metode pengukuran


integrasi pasar diambil dari hasil penelitian. Adapun penelitian yakni
mengenai “ Integrasi Pasar Beras Indonesia”

2.4.1 Pendahuluan
Perilaku penawaran dan permintaan pasar beras internasional
tampaknya akan akan menjadi salah satu faktor penting yang menentukan
fluktuasi harga beras dalam negeri, hal ini karena dalam dua dasa warsa
terakhir dapat dikatakan pasar beras nasional telah mengalami liberalisasi
yang sangat berarti, fenomena berikut menunjukkan hal tersebut.

a. Pemerintah sejak tahun 1987 secara konsisten mengurangi subsidi


pestisida dan pupuk. Sejak tahun 1988 pemerintah telah
menghapuskan secara total subsidi pestisida, subsidi pupuk kalium
sejak 1992, dan pupuk TSP sejak tahun 1994 (Syafa’at, 1996).
Puncaknya tanggal 1 Desember 1998 tataniaga pupuk dibebaskan
sesuai dengan mekanisme pasar, produser, importir dan distributor
diberi peran untuk mengimpor pupuk dan menyalurkannya ke petani
melalui koperasi atau pedagang pengecer (Malian et al., 1999).
Argumentasi penghapusan subsidi pupuk karena penetapan harga
pupuk di bawah harga paritasnya di pasar internasional memberikan
beban yang cukup besar terhadap anggaran pembangunan. Pengaruh
negatif lain dari subsidi pupuk ini adalah adanya kecenderungan
petani menggunakan pupuk secara berlebihan, mendorong

15
penggunaan pupuk pada kegiatan yang tidak direncanakan untuk
disubsidi seperti sektor perkebunan. Disinyalir pula bahwa petani
padi di Jawa telah mengggunakan pupuk (urea dan TSP) sekitar 10-
20 persen di atas dosis anjuran (Kasyrino, 1997).
b. Penerapan tarif impor nol persen di tahun 1998. Kebijakan ini
dilakukan karena kondisi krisis ekonomi yang menyebabkan
terjadinya kenaikan harga barang di satu sisi dan keadaan iklim yang
tidak mendukung produksi gabah dan di sisi lain legitimasi
pemerintah saat itu sangat rentan dan tekanan lembaga internasional
seperti IMF untuk menerapkan mekanisme pasar menjadi
kontributor penting sehingga kebijakan tarif impor nol persen
dilakukan dilandasi oleh situasi ekonomi politik tersebut. Di era
pemerintahan Abdurrahman Wahid kebijakan tarif impor ini
diberlakukan pemerintah kembali dengan menetapkan tarif impor
beras sebesar 30 persen. Walaupun demikian terjadi juga kebijakan
yang cukup kontroversial yakni ketika pemerintah merubah jalur
impor beras dari jalur merah (yaitu beras impor ke Indonesia harus
melalui seleksi ketat dalam volume dan kualitas yang berlaku untuk
impor yang dilakukan Bulog maupun swasta) berubah ke jalur hijau
(beras impor yang masuk ke Indonesia tidak memerlukan seleksi
ketat) padahal petani sedang musim panen.
c. Minimalisasi peran lembaga penstabil harga beras (Bulog). Bulog
tidak lagi diberi hak monopoli impor di era Habibie dan di era
Abdurrahman Wahid dilakukan penghapusan fasilitas pemberian
BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) untuk membeli excess
supply (kelebihan produksi), akibatnya kemampuan Bulog menyerap
kelebihan produksi petani tidak bisa seefektif tatkala fasilitas BLBI
masih dimiliki Bulog. Argumentasi minimalisasi peran Bulog ini
adalah: 1) karena Bulog menjadi sarang pencari rente ekonomi
selama era Orde Baru. 2) Intervensi Bulog terhadap harga di tingkat

16
petani menyebabkan terjadinya “kebijakan pangan (beras) murah”
yang berakibat semakin tergantungnya Indonesia terhadap beras dan
menyulitkan terjadinya diversifikasi pangan ke sumber karbohidrat
non beras. Disamping itu Bulog sendiri tidak lagi mempunyai
segmentasi pasar yang jelas sejak kebijakan pemerintah menetapkan
bahwa beras Pegawai Negeri Sipil dan TNI-POLRI tidak lagi
disediakan oleh Bulog sehingga menimbulkan keengganan Bulog
untuk membeli gabah petani yang menyebabkan semakin tidak
efektifnya peran Bulog. Dampak kurang efektif peran Bulog
sebagai penstabil harga tersebut di lapangan dapat terlihat dalam
bentuk tidak efektifnya kebijakan harga dasar pemerintah di era
presiden Habibie dan Abdurahman Wahid dan kebijakan harga
pembelian pemerintah di era presiden Megawati.

2.4.2 Analisis Integrasi Pasar

Untuk melakukan analisis integrasi pasar beras di antar pasar


beras domestik dan pasar beras dunia maka analisis integrasi pasar yang
digunakan adalah analisis integrasi pasar spasial. Analisis dilakukan
dengan pendekatan model kointegrasi dan koreksi kesalahan (error
correction model). Kointegrasi diperlukan karena adanya non stationer
dari seri individual. Jika time series mempunyai mean dan variance yang
tidak tergantung pada waktu, maka dia stasioner. Stasioner dari data time
series dapat ditentukan dengan menggunakan ADF test, dimana dapat
dinyatakan dalam persamaan berikut (Enders, 1995, Thomas, 1997):

17
Δpt = α0 + α1 T + δpt-1 + Σβi Δp t-I + µt …………………..(1)

Dimana:
Δ = first difference operator,
pt = variabel harga beras,
T = time trend, α0 , α1 , δ , βi adalah koefisien,
k = jumlah lag, dan
µt = error term.
Jika hipotesa nol α1 = δ = 0 diterima, maka pt dikatakan tidak
stasioner. Untuk menghindari kemungkinan autokorelasi residual
didalam series harga beras, maka digunakan lag length,k, yang dipilih
sebagai sebagai dasar dalam Schwarz Bayesian Criterion (SBC).

Setelah dilakukan uji stasioner data seri harga beras, kemudian


dilakukan uji kointegrasi multivariate berdasarkan model unrestricted p-
dimensional model VAR lag order k (Johansen dalam Nagubadi dkk,
2001; Silvapulle dan Jayasurya, 1994; Rivera dan Helfand, 2001) :

P t = µ + ∏1pt – 1 + …+ ∏ k p t-k + εt ……………………………………..(2)

Dimana: P t = vector (px1) logaritma harga beras


padawaktu t

µ = vector (px1) intercept

∏1…∏k = matriks (pxp) parameter, I = 1,


….., k

k = jumlah lag

εt = vector (px1) independently and normally distributed disturbance


(NIID) dengan mean sama dengan nol dan variance- covariance matrix,

εt εt = Ω.

VAR dengan order ke dalam persamaan (2) dapat dilakukan


parameterisasi kembali dan diformulasikan sebagaaai bentuk error
correction sebagai berikut:

18
pt = µ + ∏ pt -1+ Г1Δpt-1+ Г2 Δpt-2 + …+ Гpt-p+1 + ε1
……………………(3)

dimana: Г1 = -I + ∏I , ( I = 1,…,k-1)

∏ = -I + ∏I + …+∏k

Г1 menjelaskan dinamika jangka pendek dari system, dan ∏ adalah


matriks koefisien jangka panjang yang dapat dinyatakan sebagai ∏ = αβ
yang menentukan jumlah vector kointegrasi dalam system. Informasi
tentang dinamika jangka panjang system ditentukan dalam matriks β dan
efek ketidakseimbangan jangka pendek diukur dengan matriks α . Kolom
matriks β adalah vector kointegrasi yang merupakan representasi dari
kombinasi linier dari variabel pt. Kolom matriks α menunjukkan besaran
dimana error correction menuju ke setiap persamaan yang
mengindikasikan kecepatan penyesuaian ke arah keseimbangan.

Hasil uji ordo VAR untuk variabel-variabel yang digunakan


berdasarkan criteria Schwarz information criterion dan Hannan-Quinn
information criterion menunjukkan lag yang optimal adalah persamaan
VAR dengan ordo 1. Hasil Uji kointegrasi Johansen menunjukkan ada 1
vektor kointegrasi. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga pasar beras
(propinsi, pusat (Jakarta) dan pasar internasionalnya (Bangkok) saling
terintegrasi. Implikasi penting yang dapat ditarik dari fenomena ini
bahwa setiap perubahan yang terjadi dalam pasar beras internasional
seperti kelebihan produksi kegagalan panen dari negara-negara produsen
beras dunia akan berimbas pada pasar beras domestik.

19
BAB III

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan mengenai Analisa


Integrasi Pasar adalah :

1. Analisis integrasi pasar merupakan salah satu indikator untuk mengetahui


efisiensi pasar. Pasar efisien merupakan faktor penting untuk pembangunan
pertanian. Pengetahuan tentang integrasi pasar akan dapat bermanfaat untuk
mengetahui kecepatan respon pelaku pasar terhadap perubahan harga sehingga
dapat dilakukan pengambilan keputusan secara tepat dan tepat.
2. Upaya menaikkan daya tawar petani produsen harus dilakukan dengan
konsolidasi petani produsen dalam satu wadah yang menyatukan gerak ekonomi
dalam setiap rantai pertanian, dari pra produksi sampai pemasaran.
3. Peningkatan posisi tawar petani dapat meningkatkan akses masyarakat pedesaan
dalam kegiatan ekonomi yang adil, sehingga bentuk kesenjangan dan kerugian
yang dialami oleh para petani dapat dihindarkan

20
DAFTAR PUSTAKA

Kasryno, F. 1997. Peran Kebijakan Pengendalian Harga dalam Mendukung

Ketahanan Pangan di Indonesia. Dalam 30 Tahun Peran Bulog dalam

Ketahanan Pangan. Badan Urusan Logistik, Jakarta.

Malian, H., C. Muslim dan Erwidodo. 1999. Penerapan Tarif Impor


dan Implikasi Ekonominya dalam Perdagangan Bebas di
Indonesia. Forum Agro Ekonomi, 17 (1): 27-37.

21

Das könnte Ihnen auch gefallen