Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
1.1 Pendahuluan
1.1.1 Tujuan Umum
b. Manfaat operasional
1.1.2Tujuan Khusus
Adapun tujuan khususnya dalam pembuatan makalah mengenai Analisis
Integrasi Pasar adalah dapat memahami dan mengerti apa itu integrasi pasar
serta bagaimana aplikasinya dipasaran.
1
pembangunan pertanian. Pengetahuan tentang integrasi pasar akan dapat
bermanfaat untuk mengetahui kecepatan respon pelaku pasar terhadap
perubahan harga sehingga dapat dilakukan pengambilan keputusan secara
cepat dan tepat.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
wilayah pedesaan, walaupun sebenarnya memiliki berbagai komoditas
agribisnis unggulan. Tidak berkembangnya sektor pertanian dan wilayah
pedesaan mengantarkan kita pada kondisi yang semakin mengkhawatirkan
dimana dijumpai fenomena engganya para generasi muda pedesaan untuk
melanjutkan profesi petani ini.
4
Konsep pemberdayan masayarakat pedesaan melalui koperasi
bukanlah konsep baru, banyak kendala dan hambatan yang harus diperhatikan
dalam pengembangan koperasi di pedesaan, diantaranya adalah :
5
pengolahan yang lebih ekonomis bila dilakukan secara bersama-sama dengan
pelaku lain sehingga diharapkan keuntungan dapat dinikmati secara bersama-
sama.
6
2.1.1.5 Dalam wadah organisasi koperasi, para petani lebih mudah
berinteraksi secara positif terkait dalam proses pembelajaran guna
meningkatkan kualitas SDM mereka. Koperasi sendiri memiliki misi
khusus dalam pendidikan bagi anggotanya.
7
Permasalahan pra produksi meliputi pemenuhan faktor-faktor produksi, dari
tanah hingga sarana produksi pertanian (benih, pupuk, dll.), dan dukungan
infrastruktur pertanian semisal irigasi. Pada proses produksi, terjadi
permasalahan inefisiensi akibat tinginya biaya input dan minimnya aplikasi
teknologi yang dapat meningkatkan produktifitas. Permasalahan pasca
produksi terlihat dari rendahnya nilai tukar hasil produksi pertanian yang
menyebabkan petani kecil tak kunjung sejahtera. Jauh sebelum pemerintah
mendengungkan program revitalisasi pertanian yang katanya akan
menyelesaikan krisis pertanian di Indonesia, yang ternyata tak kunjung
kongkret dan masih bias dalam konsep dan praktek, sebenarnya sudah banyak
pihak yang mengkampanyekan pertanian berkelanjutan sebagai alternatif.
Pertanian Berkelanjutan mengandung pengertian bahwa petani harus
mempunyai kedaulatan dalam produksi yang dapat menjamin keberlanjutan
ekologi, ekonomi dan sosial budayanya.
8
sekali aktor dan kepentingan yang bermain, persoalan ekonomi petani kecil
ternyata tidak cukup diselesaikan dengan resep teknis semata. Sebenarnya,
pada level makro, yang bisa menjamin tata perkonomian dapat
mensejahterakan petani adalah pemerintah, dengan membuat kebijakan makro
yang memihak kepentingan petani produsen. Namun seperti sudah dinyatakan
di awal tulisan, kenyataan tersebut jauh dari harapan, dan menjadi tanggung
jawab eksponen gerakan tani untuk terus mengkampanyekan dan mendorong
perubahan kebijakan tersebut.
9
pertanian, alih-alih justru menjadi alasan untuk membuka keran impor yang
akan semakin memperpuruk ketahanan produksi pertanian dalam negeri.
10
produksi, bukan kebutuhan konsumsi. Hal ini dilakukan agar pemenuhan
modal kerja pada awal masa tanam dapat dipenuhi sendiri, dan mengurangi
ketergantungan kredit dan jeratan hutang tengkulak. Apabila kolektifikasi
modal dapat berkembang baik, maka tidak menutup kemungkinan modal
kolektif tersebut tidak hanya digunakan dalam pemenuhan modal kerja
produksi, tetapi juga dalam pemasaran. Kedua, kolektifikasi produksi, yaitu
perencanaan produksi secara kolektif untuk menentukan pola, jenis, kuantitas
dan siklus produksi secara kolektif. Hal ini perlu dilakukan agar dapat dicapai
efisiensi produksi dengan skala produksi yang besar dari banyak produsen,
dalam satu koordinasi dan kerjasama.
Efisisensi dapat dicapai karena dengan skala yang lebih besar dan
terkoordinasi maka akan dapat dilakukan penghematan biaya dalam
pemenuhan faktor produksi, dan kemudahan dalam pengelolaan produksi,
misalnya dalam penanganan hama dan penyakit, satu momok persoalan
produksi yang paling sulit dilakukan secara parsial. Langkah ini juga dapa
menghindari kompetisi yang tidak sehat di antara produsen sendiri yang justru
akan merugikan, misalnya dalam irigasi dan jadwal tanam. Ketiga,
kolektifikasi dalam pemasaran produk pertanian. Hal ini dilakukan untuk
mencapai efisiensi biaya pemasaran dengan skala kuantitas yang besar, dan
menaikkan posisi tawar produsen dalam perdagangan produk pertanian.
11
2.2 Indikator Struktur Pasar
Perubahan struktur pasar, tata niaga dan pola relasi dalam pemasaran
produk pertanian yang memihak dan mensejahterakan petani harus ditekan
dari dua sisi, kebijakan pertanian yang pro petani, dan konsolidasi kekuatan
ekonomi petani produsen yang dibangun dari bawah. Dimulai dari hal kecil,
menyadarkan dan menggerakkan anggota kelompok tani untuk bekerjasama,
ber ko-operasi, dan menjadikan kelompok sebagai organisasi politik dan
ekonomi adalah hal yang harus dilakukan.
Tentu saja upaya tersebut bukan hal mudah untuk dilakukan. Organisasi
dan pengorganisasian tani yang kuat sangat mutlak dibutuhkan. Saat ini
gerakan pengorganisasian tani cenderung berorientasi politik, pada ranah
kebijakan umum, nasional dan global. Pemberdayaan pertanian melalui
program-program developmentalis masih berkutat pada tata kelola, produksi,
dan pemasaran pada level mikro. Bahkan advokasi pemasaran program
developmentalis cenderung berkompromi pada tatanan pasar yang sudah
berlaku, dengan intervensi pada rantai pemasaran, tanpa usaha merubah
struktur pasar. Pembangunan kekuatan ekonomi pertanian dari bawah, dimulai
dari kelompok-kelompok tani dengan kolektifikasi seluruh aktifitas ekonomi,
dari produksi barang dan jasa serta konsumsi harus dimulai agar petani
produsen lebih berdaya dalam perang kepentingan dengan pelaku pasar lain.
12
2.2.1 Kasus kakao lokal dan impor :
2.2.1.1 Perlunya dikaji selisih harga antara fermentasi dan non fermentasi
dengan juga memperhitungkan harga insentif untuk ekspor produk
kakao berkualitas. Dengan demikian dapat ditentukan harga yang
layak untuk penjualan kakao fermentasi di tingkat petani
2.2.1.2 Perlunya magang bagi petani di perusahaan untuk mengetahui cara
membuat standart mutu yang sesuai standat bagi pengusaha
2.2.1.3 Pengusaha agar juga berpihak kepada petani dalam berbisnis, yang
pada prinsipnya sama-sama untung, dan jangan terlalu berpatokan
pada harga dunia.
2.2.1.4 Petani perlu memahani prinsip-prinsip bisnis, seperti komitmen
untuk mentaati aturahn yang dibuat, jangan hanya
memperhitungkan keuntungan sesaat. Karena pembelian di
perusahaan besar ada prosedur dan standarnya yang ketat
2.2.1.5 Perlu komunikasi yang lebih intensif antara pengusaha dengan
petani/Gapoktan untuk mencari titik temu dalam bisnis kakao.
Peran fasilitator seperti BPTP dan Pemda sangat dibutuhkan
13
Analisis integrasi pasar merupakan salah satu indikator untuk
mengetahui efisiensi pasar. Pasar efisien merupakan faktor penting untuk
pembangunan pertanian. Pengetahuan tentang integrasi pasar akan dapat
bermanfaat untuk mengetahui kecepatan respon pelaku pasar terhadap
perubahan harga sehingga dapat dilakukan pengambilan keputusan secara
cepat dan tepat.
14
suatu bentuk kerjasama yang solid, bukannya tidak mungkin berbagai
aktivitas sub sistem penunjang ini dapat mereka laksanakan dengan baik,
petani dapat ditingkatkan sehingga mereka mempunyai kekuatan untuk
’menentukan’ harga produk pertaniannya.
2.4.1 Pendahuluan
Perilaku penawaran dan permintaan pasar beras internasional
tampaknya akan akan menjadi salah satu faktor penting yang menentukan
fluktuasi harga beras dalam negeri, hal ini karena dalam dua dasa warsa
terakhir dapat dikatakan pasar beras nasional telah mengalami liberalisasi
yang sangat berarti, fenomena berikut menunjukkan hal tersebut.
15
penggunaan pupuk pada kegiatan yang tidak direncanakan untuk
disubsidi seperti sektor perkebunan. Disinyalir pula bahwa petani
padi di Jawa telah mengggunakan pupuk (urea dan TSP) sekitar 10-
20 persen di atas dosis anjuran (Kasyrino, 1997).
b. Penerapan tarif impor nol persen di tahun 1998. Kebijakan ini
dilakukan karena kondisi krisis ekonomi yang menyebabkan
terjadinya kenaikan harga barang di satu sisi dan keadaan iklim yang
tidak mendukung produksi gabah dan di sisi lain legitimasi
pemerintah saat itu sangat rentan dan tekanan lembaga internasional
seperti IMF untuk menerapkan mekanisme pasar menjadi
kontributor penting sehingga kebijakan tarif impor nol persen
dilakukan dilandasi oleh situasi ekonomi politik tersebut. Di era
pemerintahan Abdurrahman Wahid kebijakan tarif impor ini
diberlakukan pemerintah kembali dengan menetapkan tarif impor
beras sebesar 30 persen. Walaupun demikian terjadi juga kebijakan
yang cukup kontroversial yakni ketika pemerintah merubah jalur
impor beras dari jalur merah (yaitu beras impor ke Indonesia harus
melalui seleksi ketat dalam volume dan kualitas yang berlaku untuk
impor yang dilakukan Bulog maupun swasta) berubah ke jalur hijau
(beras impor yang masuk ke Indonesia tidak memerlukan seleksi
ketat) padahal petani sedang musim panen.
c. Minimalisasi peran lembaga penstabil harga beras (Bulog). Bulog
tidak lagi diberi hak monopoli impor di era Habibie dan di era
Abdurrahman Wahid dilakukan penghapusan fasilitas pemberian
BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) untuk membeli excess
supply (kelebihan produksi), akibatnya kemampuan Bulog menyerap
kelebihan produksi petani tidak bisa seefektif tatkala fasilitas BLBI
masih dimiliki Bulog. Argumentasi minimalisasi peran Bulog ini
adalah: 1) karena Bulog menjadi sarang pencari rente ekonomi
selama era Orde Baru. 2) Intervensi Bulog terhadap harga di tingkat
16
petani menyebabkan terjadinya “kebijakan pangan (beras) murah”
yang berakibat semakin tergantungnya Indonesia terhadap beras dan
menyulitkan terjadinya diversifikasi pangan ke sumber karbohidrat
non beras. Disamping itu Bulog sendiri tidak lagi mempunyai
segmentasi pasar yang jelas sejak kebijakan pemerintah menetapkan
bahwa beras Pegawai Negeri Sipil dan TNI-POLRI tidak lagi
disediakan oleh Bulog sehingga menimbulkan keengganan Bulog
untuk membeli gabah petani yang menyebabkan semakin tidak
efektifnya peran Bulog. Dampak kurang efektif peran Bulog
sebagai penstabil harga tersebut di lapangan dapat terlihat dalam
bentuk tidak efektifnya kebijakan harga dasar pemerintah di era
presiden Habibie dan Abdurahman Wahid dan kebijakan harga
pembelian pemerintah di era presiden Megawati.
17
Δpt = α0 + α1 T + δpt-1 + Σβi Δp t-I + µt …………………..(1)
Dimana:
Δ = first difference operator,
pt = variabel harga beras,
T = time trend, α0 , α1 , δ , βi adalah koefisien,
k = jumlah lag, dan
µt = error term.
Jika hipotesa nol α1 = δ = 0 diterima, maka pt dikatakan tidak
stasioner. Untuk menghindari kemungkinan autokorelasi residual
didalam series harga beras, maka digunakan lag length,k, yang dipilih
sebagai sebagai dasar dalam Schwarz Bayesian Criterion (SBC).
k = jumlah lag
εt εt = Ω.
18
pt = µ + ∏ pt -1+ Г1Δpt-1+ Г2 Δpt-2 + …+ Гpt-p+1 + ε1
……………………(3)
dimana: Г1 = -I + ∏I , ( I = 1,…,k-1)
∏ = -I + ∏I + …+∏k
19
BAB III
KESIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
21