Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Di susun oleh :
Dwi Putra Ramadhani
G1A212133
Dias Isnanti
G1A212146
Astrid Meilinda
G1A212147
LEMBAR PENGESAHAN
Agustus 2013
Disusun oleh :
Dwi Putra Ramadhani
G1A212133
Dias Isnanti
G1A212146
Astrid Meilinda
G1A212147
Purwokerto,
Agustus 2013
Pembimbing,
BAB I
PRESENTASI KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis kelamin
Agama
Pekerjaan
Status
Alamat
Tanggal masuk RSMS
Tanggal periksa
Ruang Rawat
No. CM
II.
: Tn. S
: 53 tahun
: Laki-laki
: Islam
: Karyawan pabrik
: Menikah
: Pagedongan
: 22 Agustus 2013
: 23 Agustus 2013
: Mawar
: 286048
ANAMNESIS
1. Keluhan utama
Sesak napas
2. Keluhan Tambahan
Pasien merasa kakinya bengkak dan kelopak matanya membengkak,
serta merasa mual tanpa muntah.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD pada hari Kamis, 22 Agustus 2013 dengan
keluhan sesak napas. Keluhan
: Ada
: Ada, 2 tahun terkontrol
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: 8 kali
5.
a.
b.
c.
d.
6.
: Ada
: disangkal
: disangkal
: disangkal.
a. Community
Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk. Rumah satu dengan
yang lain berdekatan. Hubungan antara pasien dengan tetangga dan
keluarga dekat baik.
b. Home
Sehari-hari pasien tinggal bersama dengan istri dan kedua orang
anaknya.
c. Occupational
Pasien merupakan seorang karyawan pabrik
d. Personal habit
Keseharian pasien adalah bekerja di pabrik metal, bekerja dari jam 8
pagihingga jam 5 sore.
e. Diet
Dalam kesehariannya, pasien mengaku lebih menyukai makanan yang
asin dan berlemak
III.
PEMERIKSAAN FISIK
1
2
3
Keadaan umum
: Sedang, kooperatif
Kesadaran
: Composmentis
Vital sign tanggal 23 Agustus 2013
TD
: 190/100 mmHg
N
: 120 x / menit
RR
: 32 x / menit
S
: 36,2 oC
Status Generalis
Bentuk kepala : Mesocephal, simetris, tanda radang (-)
Rambut
: Warna rambut hitam, tidak mudah dicabut, terdistribusi
merata
Mata
: Simetris, edema palpebra (+/+), konjungtiva anemis (+/+),
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
kiri
: Sonor di kedua lapang paru
: Suara Dasar Vesikuler (+) normal, RBH (+/+), RBK (-/-),
Wheezing (-/-), ekspirasi memanjang (-)
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
angkat (+)
: Batas jantung
Kanan atas SIC II LPSD
Kanan bawah SIC IV LPSD
Kiri atas SIC II LPSS
Kiri bawah SIC V 2 jari medial LMCS
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Hepar
Lien
Ekstremitas
Superior
: Edema (-/-), akral dingin (-/-), sianosis (-/-), ptekie(-/-)
Inferior
: Edema (+/+), akral dingin (-/-), sianosis (-/-), ptekie (-/-)
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium
1 Hematologi
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jenis Pemeriksaan
Hb
Leukosit
Ht
Eritrosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
Hasil
8,0
gr/dL
13.600
/ul
24
%
2,56
x 106 /ul
263.000
/ul
92,3
fl
30,7
pg
33,2
%
18,0
%
9,2
fl
Ket.
()
()
()
()
Normal
Normal
Normal
Normal
()
Normal
Hitung Jenis
1.
Basofil
2.
Eosinofil
3.
Neutrofil Batang
4.
Neutrofil Segmen
5.
Limfosit
6.
Monosit
0,1
0,0
0,8
93,7
2.9
2,5
%
%
%
%
%
%
Normal
()
()
()
()
Normal
Kimia Klinik
1
SGOT
2
SGPT
3
Ureum darah
4
Kreatinin darah
5
Glukosa sewaktu
6
Natrium
7
Kalium
8
Klorida
43
167
71,3
2,94
138
143
4.3
94
U/L
()
()
()
()
Normal
Normal
Normal
()
U/L
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mmol/L
mmol/L
mmol/L
V.
RESUME
A. Anamnesis
a. Sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
b. Pasien juga merasakan kaki, kelopak mata, dan perut membesar sejak
1 hari yang lalu, disertai mual dan tanpa muntah
B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
: Sedang, kooperatif
Kesadaran
: Composmentis
Vital sign tanggal 23 Agustus 2013
TD : 190/100 mmHg
N
: 120 x / menit
RR : 32 x / menit
S
: 36,2oC
Mata
: Edem palpebra (+/+), Conjungtiva anemis (+/+)
Pulmo
: RBH (+/+)
Abdomen
Inspeksi
: Cembung
Perkusi
: Timpani, tes pekak alih (+), pekak sisi (+)
Palpasi
: Supel, undulasi (+)
Ekstremitas
Inferior
: Edema (+/+)
C. Pemeriksaan Laboratorium
VI.
Hemoglobin
: menurun
Leukosit
: meningkat
Hematokrit
Eritrosit
RDW
Eosinofil
Neutrofil batang
Neutrofil segmen
Limfosit
SGOT
SGPT
Ureum darah
Kreatinin darah
Klorida
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
DIAGNOSIS KERJA
CKD Grade V
menurun
menurun
meningkat
menurun
menurun
meningkat
menurun
meningkat
meningkat
meningkat
meningkat
menurun
VII.
DIAGNOSIS BANDING
Sirosis hepatis
CHF
Gagal ginjal akut
VIII.
PENATALAKSANAAN
A. Farmakologi :
IVFD RL 10 tpm
O2 4 l/m
Inj. Lasix 3x2 amp
Inj. Rantin 2x1 amp
PO. Amplodipin 1x 10 mg tab
PO Irbesartan 1 x 300 mg tab
PO. Bicnat 3x1 tab
B. Non-Farmakologi :
Bed rest
Diet rendah garam
Diet rendah lemak
Motivasi HD
IX.
PROGNOSIS
Dubia ad malam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) atau Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah
kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan
kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau
kelainan lain yang didapatkan saat pencitraan. Jika tidak ada tanda
kerusakan ginjal diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju
filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m (Ghanie, 2006).
Batasan penyakit ginjal kronik (Suwitra, 2007) :
1. Kerusakan ginjal >3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal,
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
a) Kelainan patologik
b) Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan radiologi
2. Laju filtrasi glomerulus <60 ml/menit/1,73m selama >3 bulan dengan
atau tanpa kerusakan ginjal.
B. Klasifikasi
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan
oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi
menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi
tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium, yaitu
sebagai berikut :
Penjelasan
LFG
(mL/menit/1,73m2)
90
2
3
4
5
60-89
30-59
15-29
<15 atau dialisis
1
2
1
2
HT
HT dengan
Normal
Penurunan
3
4
5
penurunan GFR
3
4
5
GFR
3
4
5
3
4
5
C. Etiologi
Menurut data Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008,
urutan etiologi terbanyak GGK yaitu glomerulonefritis (25%), diabetes
melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Roesli, 2008).
1. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut merupakan penyakit ginjal yang terjadi
akibat mekanisme imun yang memicu peradangan dan proliferasi
jaringan
glomerular
membran
basal,
sehingga
mesangium
mengakibatkan
atau
kerusakan
endotelium
pada
kapiler.
penyakit
dasarnya
berasal
dari
ginjal
sendiri.
3. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan
tekanan darah diastolik 90 mmHg pada seseorang yang tidak
mengkonsumsi obat anti hipertensi. Berdasarkan penyebabnya,
hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau
hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik,
dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal (Sidabutar
dan Wiguno, 1998). Klasifikasi tekanan darah dijelaskan pada Tabel 3
Tabel 3. Klasifikasi tekanan darah sistolik, diastolik, modifikasi gaya
hidup, serta terapi obat berdasarkan Joint National Committee (JNC)
VII
4.
Klasifikasi
Sistolik
Tekanan
(mmH
Darah
g)
Normal
Prehiperten
< 120
120
si
139
Diastoli
k
(mmHg
Modifika
si Gaya
G
Terapi
Hidup
)
< 80
Edukasi
80 89
Ya
n
Tidak perlu
obat
antihipertensi
Thiazid tipe
diuretik. Dapat
Stage 1 HT
140
159
90 99
Ya
juga ACEI,
ARB, BB,
CCB/kombina
si
Kombinasi 2
jenis obat
(misalnya
Stage 2 HT
>>160
100
Ya
thiazid tipe
diuretik dan
ACEI/ARB/B
B/ CCB)
Polikistik
penyakit
yang
diderita
sebelumnya.
Sedangkan
faktor
Faktor Sosiodemografi
Diabetes
Usia tua
Hipertensi
Kaum minoritas
Penyakit autoimun
Infeksi sistemik
lingkungan
Tingkat
pendapatan/pendidikan yang
rendah
Neoplasia
Riwayat GGK pada keluarga
Pernah menderita GGA
Penurunan massa ginjal
Paparan obat
BBLR
E. Epidemiologi
Penyakit ginjal kronis (CKD) merupakan masalah kesehatan
masyarakat di seluruh dunia. Di negara berkembang lainnya, insidensi ini
(8,46%)
5. Sebab lain
(13,65%)
Penyakit gagal ginjal kronik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.
Insidennya pun lebih sering pada kulit berwarna daripada kulit putih
(Arora, 2013).
F. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses
yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan
hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving
nefron) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul
vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan
hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran
darah glomerolus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti
oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses
ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif,
walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi (Arora, 2013 &
Suwitra, 2007).
Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron
intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi,
sklerosis, dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis reninangiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti
transforming growth factor (TGF-). Beberapa hal yang juga dianggap
berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah
albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas
dan
gejala-gejala
yang
dinamakan
sindrom
uremik
mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita pasti akan meninggal kecuali kalau ia mendapat pengobatan
dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis. Meskipun perjalanan klinis
penyakit ginjal kronik dibagi menjadi empat stadium, tetapi dalam
prakteknya tidak ada batas-batas yang jelas antara stadium-stadium
tersebut (Suwitra, 2007).
G. Manifestasi Klinis
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia
sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti:
kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan
neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular.
1. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94
CU), sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia pada
pasien gagal ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi
eritropoetin. Hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia
adalah defisiensi besi, kehilangan darah (misal perdarahan saluran
cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya
hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh
substansi uremik, proses inflamasi akut ataupun kronik.
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin < 10
g/dL atau hematokrit < 30 %, meliputi evaluasi terhadap status besi
(kadar besi serum / serum iron, kapasitas ikat besi total / Total Iron
binding Capacity (TIBC), feritin serum), mencari sumber perdarahan,
morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan sebagainya.
Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya,
di samping penyebab lain bila ditemukan. Pemberian eritropoetin
gatal
ini
akan
segera
hilang
setelah
tindakan
dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea
frost.
5. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi,
insomnia, dan depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik.
Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan
gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan
mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau
tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya
(personalitas).
6. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal
kronik sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi,
aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien
gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat
menyebabkan kegagalan faal jantung.
H. Penegakkan diagnosis
Pendekatan diagnostik pada CKD dibagi menjadi tiga, yaitu:
1
Gambaran klinis
Gambaran klinis pasien CKD dapat sesuai dengan penyakit yang
mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius,
hipertensi, dan lain sebagainya. Pada CKD juga didapatkan sindrom
uremia, kelebihan volume cairan, pruritus, perikarditis, kejang, hingga
koma.
Gambaran laboratoris
Gambaran laboratoris pada pasien CKD dapat sesuai dengan penyakit
yang mendasari, penurunan fungsi ginjal, kelainan biokimiawi darah,
dan kelainan urinalisis seperti proteinuria, hematuria, dan leukosuria.
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan
derajat penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan
Gambaran radiologis
Pada pemeriksaan ultrasonografi dapat memperlihatkan ukuran ginjal,
korteks yang menipis, hidronefrosis, kista, massa, dan kalsifikasi
(Suwitra, 2007).
I. Penatalaksanaan
a. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal
ginjal
secara
progresif,
meringankan
keluhan-keluhan
akibat
1) Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah
atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat
merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
2) Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus
adekuat
dengan
tujuan
utama,
yaitu
mempertahankan
utama
(chief
complaint)
dari
GGK.
Keluhan
5) Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi
hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi
subtotal paratiroidektomi.
6) Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
7) Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular
c.
yang diderita.
Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium
5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat
berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.
J. Komplikasi
CKD berperan sebagai salah satu faktor risiko dalam penyakit
kardiovaskular. Faktor risiko ini berhubungan dengan faktor uremia yang
terjadi pada CKD (Menon, Gul, dan Samak, 2005).
1
Atherosklerosis
Faktor risisko terjadinya atherosclerosis pada CKD adalah diabetes,
kadar kolesterol total yang tinggi, kadar kolesterol HDL yang rendah,
merokok, dan tingginya tekanan darah sistolik.
Inflamasi
Peradangan merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan
atherosklerosis. Peenanda C-reactive protein (CRP) tidak hanya
menandakan adanya peradangan, namun dapat menggambarkan
perkembangan atherosklerosis, termasuk inisiasi, pembentukan dan
pecahnya plak.
Stres Oksidatif
Stress oksidatif merupakan jalur dari proses seluler seperti inflamasi
dan
resistensi
insulin
yang
merupakan
pathogenesis
darai
atherosklerosis.
5
Sindrom Metabolik
Terdapat korelasi erat antara komponen sindrom metabolic dengan
CKD dan albuminuria dianggap sebagai komponen dari sindrom
metabolik. Hiperinsulinemia dan resistensi insulin terhadap mortalitas
penyakit kardiovaskular. Penurunan kadar adiponektin plasma dapat
meningkatkan risiko kematian pada penyakit kardiovaskular pasien
CKD.
Hiperhomosisteinemia
Kadar hmosistein yang tinggi berkaitan dengan peningkatan risiko
penyakit
kardiovaskular. Peningkatan
kadar
homosistein
juga
brakhialis
merupakan
prediktor
kejadian
penyakit
DAFTAR PUSTAKA
Disease:
Improving
Global
Outcomes
(KDIGO).
Kidney