Sie sind auf Seite 1von 4

Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

2.1.1 Pengertian BBLR


Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya
pada saat kelahiran kurang dari 2.500 gram. Dahulu neonatus dengan berat badan lahir
kurang dari 2.500 gram atau sama dengan 2.500 gram disebut prematur. Pada tahun 1961
oleh WHO semua bayi yang baru lahir dengan berat lahir kurang dari 2.500 gram disebut
Low Birth Weight Infants (BBLR) (Yushananta,2001).
Berdasarkan kurva pertumbuhan intrauterin dari Lubchenko, maka kebanyakan bayi prematur
akan dilahirkan dengan berat badan yang rendah (BBLR), BBLR dibedakan atas Berat Lahir
Sangat Rendah (BLSR), yaitu bila berat bayi lahir < 1.500 gram, dan Berat Lahir Amat
Sangat Rendah (BLASR), yaitu bila berat bayi lahir < 1.000 gram (Yushananta, 2001).
Menurut Manuaba (1998), bayi dengan BBLR dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
1. Prematuritas murni
Adalah bayi lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat
badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan atau disebut Neonatus Kurang Bulan
- Sesuai Masa Kehamilan (NKB- SMK). Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh
yang perIu untuk pertumbuhan dan perkembangan serta penyesuaian diri dengan lingkungan
hidup di Iuar uterus maka perlu diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian
makanan dan bila perlu oksigen, mencegah infeksi serta mencegah kekurangan vitamin dan
zat besi.
a. Pengaturan suhu badan bayi prematuritas/ BBLR
Bayi prematuritas dengan cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia, karena
pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah dan
permukaan badan relatif luas oleh karena itu bayi prematuritas harus dirawat di dalam
inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam rahim. Bila bayi dirawat dalam
inkubator maka suhu bayi dengan berat badan, 2 kg adalah 35 derajat celsius dan untuk bayi
dengan berat badan 2-2,5 kg adalah 33-34 derajat celsius. Bila inkubator tidak ada bayi dapat
dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas, sehingga panas
badannya dapat di pertahankan.
b. Makanan bayi prematur
Alat pencemaan bayi prematur masih belum sempuma. lambung kecil, enzim pencernaan
belum matang, sedangkan kebutuhan protein 3-5 gr/kg BB dan kalori 110 Kal/kg BB
sehingga pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah
lahir dan didahului dengan menghisap cairan lambung. Refleks menghisap masih lemah,
sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi frekuensi yang lebih sering.
ASI merupakan makanan yang paling utama, sehingga ASI yang paling dahulu diberikan.
Bila kurang, maka ASI dapat diperas dan di minumkan perlahan-lahan atau dengan
memasang sonde menuju lambung. Permulaan cairan diberikan sekitar 50-60 cc/kg BB/hari
dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 cc/kg BB/hari.
c. Menghindari infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang masih lemah,
kemampuan leukosit masih kurang dan pembentukan anti bodi belum sempuma. Oleh karena
itu upaya preventif sudah dilakukan sejak pengawasan sehingga tidak terjadi persalinan
prematuritas (BBLR). Dengan demikian perawatan dan pengawasan bayi prematuritas secara
khusus
dan
terisolasi
dengan
baik.
2. Dismaturitas
Adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa
kehamilan, dismatur dapat terjadi dalam preterm, term, dan post term.
2.1.2 Karakteristik BBLR

Menurut Manuaba (1998), karakteristik Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah
sebagai berikut:
a. Berat kurang dari 2.500 gram
b. Panjang badan kurang dari 45 cm
c. Lingkar dada kurang dari 30 cm.
d. Lingkar kepala kurang dari 33 cm.
e. Usia kehamilan kurang dari 37 minggu.
f. Kepala relatif besar, kepala tidak mampu tcgak
g. Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kulit kurang, otot hipotonik- lemah.
h. Pernafasan tidak teratur dapat terjadi gagal nafas, pernafasan sekitar 40- 50 kali per menit.
i. Kepala tidak mampu tegak
j. Frekuensi nadi 100-140 kali per menit.
2.1.3 Faktor-faktor yang dapat menyebabkan BBLR
Menurut Depkes (1993) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi terjadinya BBLR, yaitu:
1. Faktor lbu
a. Penyakit
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya perdarahan antepartum,
trauma fisik dan psikologis, diabetes mellitus, toksemia gravidarum, dan nefritis akut.
b. Umur ibu
Angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia < 20 tahun, dan multi gravida yang
jarak kelahiran terlalu dekat. Kejadian terendah ialah pada usia antara 26 - 35 tahun.
c. Keadaan sosial ekonomi
Keadaan ini sangat berperanan terhadap timbulnya prematuritas. Kejadian tertinggi terdapat
pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik
(khususnya anemia) dan pelaksanaan antenatal yang kurang. Demikian pula kejadian
prematuritas pada bayi yang lahir dari perkawinan yang tidak sah.temyata lebih tinggi bila
dibandingkan dengan bayi yang lahir dari perkawinan yang sah.
d. Sebab lain
Ibu perokok, ibu peminum alkohol dan pecandu obat narkotik.
2. Faktor janin
Hidramion, kehamilan ganda dan kelainan kromosom.
3. Faktor lingkungan
Tempat tinggal di dataran tinggi radiasi dan zat-zat racun.
2.1.4 Komplikasi pada Bayi BBLR
Komplikasi yang terjadi pada bayi BBLR antara adalah:
1. Kerusakan bernafas : fungsi organ belum sempuma
2. Pneumonia, aspirasi : refleks menelan dan batuk belurn sempurna
3. Perdarahan intraventrikuler: perdarahan spontan di ventrikel otak lateral disebabkan
anoksia menyebabkan hipoksia otak yang dapat menimbulkan terjadinya kegagalan peredaran
darah sistemik
2.1.5 Masalah-masalah pada Bayi BBLR
Masalah-masalah yang muncul pada bayi BBLR adalah sebagai berikut:
1. Suhu Tubuh
a. Pusat pengatur panas badan belum sempurna
b. Luas badan bayi relatifbesar sehingga penguapannya bertambah
c. Otot bayi masih lemah
d. Lemak kulit dan lemak coklat kurang sehingga cepat kehilangan panas badan
e. Kemampuan metabolisme panas masih rendah, sehingga bayi dengan BBLR perlu
diperhatikan agar tidak terlalu banyak kehilangan panas badan dan dapat diperhatikan sekitar
30 0C sampai 37 0C

2. Pernafasan
a. Pusat pengatur pernafasan belum sempuma
b. Surfaktan paru-paru masih kurang, sehingga perkembangannya tidak sempurna
c. Otot pernafasan dan tulang iga lemah
d. Dapat disertai penyakit-penyakit : penyakit hialin membran, mudah infeksi paru-paru,
gagal pernafasan.
3. Alat pencernaan makanan
a. Belum berfungsi sempurna, sehingga penyerapan makanan kurang baik
b. Aktivitas otot pencernaan makanan masih belum sempurna sehingga pengosongan
lambung berkurang.
c. Mudah terjadinya regurtasi isi lambung dan dapat menimbulkan aspirasi pneumonia.
4. Hepar yang belum matang (immatur)
Mudah menimbulkan gangguan pemecahan bilirubin, sehingga mudah terjadi
hiperbilirubinemia (kuning) sampai keroikterus.
5. Ginjal masih belum matang
Kemampuan mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air masih belum sempurna
sehingga mudah terjadi edema.
6. Perdarahan dalam otak
a. Pembuluh darah bayi prematur masih rapuh dan mudah pecah
b. Sering mengalami gangguan pernafasan sehingga memudahkan terjadi perdarahan dalam
otak.
c. Perdarahan dalam otak memperburuk keadaan dan dapat menyebabkan kematian.
d. Pemberian oksigen belum mampu diatur sehingga memudahkan terjadi perdarahan dan
nekrosis.
2.2 Telaah Penelitian yang berhubungan dengan BBLR
2.3.1. Umur Ibu
Masa kehamilan merupakan masa yang rawan bagi seorang ibu, sehingga diperlukan
kesiapan yang matang untuk menghadapinya termasuk kecukupan umur ibu. Kuti (1994)
dalam Srimalem (1998) mengatakan umur ibu yang terlalu muda (kurang dari 20 tahun) atau
terlalu tua (lebih dari 35 tahun) cenderung meningkatkan frekuensi komplikasi selama
kehamilan dan persalinan. Hasil penelitian terhadap 632 ibu hamil diperoleh kejadian BBLR
pada ibu hamil yang berusia 10-19 tahun dan 36-45 tahun menunjukkan kejadian BBLR yang
tinggi dibandingkan dengan kelompok umur yang lain.
2.3.2. Umur Kehamilan
Kebutuhan zat gizi khususnya zat besi pada ibu hamil meningkat sesuai dengan
bertambahnya umur kehamilan. Apabila terjadi peningkatan kebutuhan zat besi tanpa disertai
oleh pemasukan yang memadai, maka cadangan zat besi akan menurun dan dapat
mengakibatkan terjadinya anemia. Jumlah zat besi yang dibutuhkan pada waktu hamil jauh
lebih besar dari wanita tidak hamil, hal ini dikarenakan kebutuhan Fe naik untuk kebutuhan
plasenta dan janin dalam kandungan. Pada masa trimester I kehamilan, kebutuhan zat besi
lebih rendah dari sebelum hamil karena tidak menstruasi dan jumlah zat besi yang ditransfer
kepada janin masih rendah. Pada waktu mulai menginjak trimester II, terdapat peningkatan
volume plasma darah yang lebih besar dibandingkan pertambahan masa sel darah merah
sampai pada trimester III sehingga terjadi anemia yang bersifat fisiologis (Suwandono, 1995).
Apabila wanita hamil tidak mempunyai simpanan zat besi yang cukup banyak dan tidak
mendapat suplemen preparat besi, sementara janin bertambah terus dengan pesat maka janin
dalam hal ini akan berperan sebagai parasit, ibu akhirnya akan menderita anemia, sedangkan
janin umumnya dipertahankan normal, kecuali pada keadaan yang sangat berat misalnya
kadar Hb ibu sangat rendah maka zat besi yang kurang akan berpengaruh pula terhadap janin
sehingga menimbulkan BBLR (Manuaba, 1998).

Pembagian kehamilan berdasarkan usia kehamilan menurut WHO (1979) dalam Manuaba
(1998) dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :
a. Preterm yaitu umur kehamilan kurang dari 37 minggu (259 hari)
b. Aterm yaitu umur kehamilan antara 37 minggu sampai 42 minggu (259 293 hari).
c. Post-term yaitu umur kehamilan di atas 42 minggu (294 hari).
Menurut penelitian Liesmayani (2002), bayi dengan BBLR sebagian besar (86%) dilahirkan
oleh ibu dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu. Sehingga umur kehamilan yang
kurang dapat menyebabkan makin kecil bayi yang dilahirkan. Hal ini disebabkan karena
pertumbuhan dan perkembangan organ bayi belum sempurna.
2.3.3. Paritas
Paritas adalah faktor penting dalam menentukan nasib ibu dan janin selama kehamilan
maupun melahirkan. Dalam studinya, Sorjoenoes (1993) dalam Srimalem
(1998), di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo ditemukan bahwa prevalensi kejadian BBLR
berfluktuatif dengan bertambahnya paritas yakni 46,79% untuk primipara, 30,43% untuk
multipara dan 37,05% untuk grande multipara.
Berdasarkan penelitian Hanifa (2004) di RS Koja Jakarta Utara diketahui bahwa kasus BBLR
banyak terjadi pada primipara yaitu sebesar 62,4%, dibandingkan dengan multipara (37,6%).
Hal ini dikarenakan fungsi organ pada kahamilan multipara lebih siap dalam menjaga
kehamilan dan menerima kahadiran janin dalam kandungan.
2.3.4. Penyakit Penyerta
Oesman Syarif (2004) dalam penelitiannya mengenai kejadian BBLR pada Rumah Sakit di
Kabupaten Serang dan Tangerang memperoleh hasil bahwa ibu hamil dengan penyakit
penyerta misalnya trauma fisik dan psikologis, DM, toksemia gravidarum, dan nefritis akut
kemungkinan memiliki resiko terjadinya BBLR 6,8 kali lebih tinggi jika dibandingkan
dengan ibu hamil tanpa penyakit penyerta.
Dari 100 kehamilan yang mencapai minggu ke-20, kurang dari 2 akan menghasilkan bayi
lahir dalam keadaan meninggal atau kematian bayi dalam bulan pertama kehidupannya.
Penyebabnya agak kompleks. Lebih dari 30% kejadian penyebabnya tidak diketahui,
meskipun sebagian besar bayi dilahirkan prematur atau dengan BBLR, pada saat dilahirkan.
Sekitar 15% kematian terjadi karena antepartum haemorrhage, dan jumlah yang sama dari
bayi kelainan bentuk. Hampir 6% terjadi karena hipertensi kehamilan, dan jumlah yang sama
karena
penyakit
yang
diderita
ibu
(Derek Llewelynn-Jones, 2005).

Das könnte Ihnen auch gefallen