Sie sind auf Seite 1von 45

ASUHAN KEPERAWATAN PERITONITIS

1. Definisi
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum-lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi
visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis atau
kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans
muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi. Pasien dengan peritonitis dapat mengalami gejala
akut, penyakit ringan dan terbatas, atau penyakit berat dan sistemikengan syok sepsis.
Infeksi peritonitis terbagi atas penyebab perimer (peritonitis spontan), sekunder (berkaitan
dengan proses patologis pada organ visceral), atau penyebab tersier (infeksi rekuren atau
persisten sesudah terapi awal yang adekuat). Infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi
pertitonitis infeksi (umum) dan abses abdomen (local infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan
dan sangat bergantung dari penyakit yang mendasarinya. Penyebab peritonitis ialah spontaneous
bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik. Penyebab lain peritonitis sekunder
ialah perforasi apendisitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat
diverdikulitis, volvulus dan kanker, dan strangulasi kolon asendens. Penyebab iatrogenic
umumnya berasal dari trauma saluran cerna bagian atas termasuk pancreas, saluran empedu dan
kolon kadang juga dapat terjadi dari trauma endoskopi. Jahitan oprasi yang bocor (dehisensi)
merupakan penyebab tersering terjadinya peritonitis. Sesudah operasi, abdomen efektif untuk
etiologi noninfeksi, insiden peritonitis sekunder (akibat pecahnya jahitan operasi seharusnya
kurang dari 2%. Operasi untuk penyakit inflamasi (misalnya apendisitis, divetikulitis,
kolesistitis) tanpa perforasi berisiko kurang dari 10% terjadinya peritonitis sekunder dan abses
peritoneal. Risiko terjadinya peritonitis sekunder dan abses makin tinggi dengan adanya
kterlibatan duodenum, pancreas perforasi kolon, kontaminasi peritoneal, syok perioperatif, dan
transfuse yang pasif.

2.

Etiologi

1. Infeksi bakteri
1. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
2. Appendisitis yang meradang dan perforasi
3. Tukak peptik (lambung/dudenum)
4. Tukak thypoid
5. Tukan disentri amuba/colitis
6. Tukak pada tumor
7. Salpingitis
8. Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta hemolitik,
stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii.
1. Secara langsung dari luar.
1. Operasi yang tidak steril
2. Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitisyang
disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda
asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal.
3. Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati
4. Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula
peritonitis granulomatosa.

2. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran
pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama
adalah streptokokus atau pnemokokus.

Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous bacterial Peritonitis (SBP) dan
peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi intra abdomen, tetapi biasanya terjadi pada
pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehingga menjadi translokasi
bakteri munuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi penyebaran
hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik. Semakin rendah kadar
protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Ini terjadi karena
ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites pathogen yang paling sering
menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%, Klebsiella pneumoniae 7%,
spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri gram positif yaitu
Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus lain 15%, dan golongan Staphylococcus
3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri. Peritonitis sekunder yang paling
sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam
dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama disebabkan bakteri gram positif yang
berasal dari saluran cerna bagian atas. Peritonitis tersier terjadi karena infeksi peritoneal berulang
setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, bukan berasal dari
kelainan organ, pada pasien peritonisis tersier biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau
tanpa fistula. Selain itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena
iritasi bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain atau prses
inflamasi transmural dari organ-organ dalam (Misalnya penyakit Crohn).

3.

Klasifikasi

Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:


1. Peritonitis bakterial primer

Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum peritoneum
dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial,
biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi
dua, yaitu:
a)

Spesifik: misalnya Tuberculosis

b) Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis dan Tonsilitis.


Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan
intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus
eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
1. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau tractus
urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal.
Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob,
khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan
infeksi.
Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis.
Kuman dapat berasal dari:
1. Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum
peritoneal.
2. Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh bahan
kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.
3. Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis.
4. Peritonitis tersier

Peritonitis tersier, misalnya:


1. Peritonitis yang disebabkan oleh jamur.
2. Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.
Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu,
getah lambung, getah pankreas, dan urine.
3. Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:
1. Aseptik/steril peritonitis.
2. Granulomatous peritonitis.
3. Hiperlipidemik peritonitis.
4. Talkum peritonitis.

4. Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel
menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak
dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran.
Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian
sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon
hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak
organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit
oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah
jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem
disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi.
Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh
organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal
menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan
yang tidak ada, serta muntah.
Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra
abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi
menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang.
Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan
sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang
dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya
gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk
mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak
disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi
obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan
nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada
rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.

5. Manifestasi Klinis
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda-tanda rangsangan
peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular, pekak hati
bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang
akibat kelumpuhan sementara usus.

Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia,
hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada
setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif
berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri
objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes
lainnya.
Diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut abdomen)
dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum visceral) yang makin
lama makin jelas lokasinya (peritoneum parietal). Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan
infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi,
dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum
maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena
mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang
menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina
bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaanpemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi
(misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan
penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial,ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan
analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric.

6. Pemeriksaan Diagnostik
1. Test laboratorium
1. Leukositosis
Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100
ml) dan banyak limfosit, basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan
atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan
dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat.

1. Hematokrit meningkat
2. Asidosis metabolic (dari hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien peritonitis
didapatkan PH =7.31, PCO2= 40, BE= -4 )
3. X. Ray
Dari tes X Ray didapat:
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan:
1. Ileus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
2. Usus halus dan usus besar dilatasi.
3. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
3. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam
memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3
posisi, yaitu :
1. Tiduran terlentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior.
2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar dari arah
horizontal proyeksi anteroposterior.
3. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal proyeksi
anteroposterior.
Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup seluruh
abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran 35x43 cm. Sebelum
terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus) obstruktif maka pada
foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis antara lain:

1)

Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya penjalaran.

Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan dinding
usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone appearance).
2) Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air fluid level
dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi,
sedang jika panjang-panjang kemungkinan gangguan di kolon.Gambaran yang diperoleh adalah
adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid level.
3) Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air fluid level dan
step ladder appearance.

7. Penatalaksanaan
Management peritonitis tergantung dari diagnosis penyebabnya. Hampir semua penyebab
peritonitis memerlukan tindakan pembedahan (laparotomi eksplorasi).
Pertimbangan dilakukan pembedahan a.l:
1. Pada pemeriksaan fisik didapatkan defans muskuler yang meluas, nyeri tekan terutama
jika meluas, distensi perut, massa yang nyeri, tanda perdarahan (syok, anemia progresif),
tanda sepsis (panas tinggi, leukositosis), dan tanda iskemia (intoksikasi, memburuknya
pasien saat ditangani).
2. Pada pemeriksaan radiology didapatkan pneumo peritoneum, distensi usus, extravasasi
bahan kontras, tumor, dan oklusi vena atau arteri mesenterika.
3. Pemeriksaan endoskopi didapatkan perforasi saluran cerna dan perdarahan saluran cerna
yang tidak teratasi.

4. Pemeriksaan laboratorium.
Pembedahan dilakukan bertujuan untuk :
1. Mengeliminasi sumber infeksi.
2. Mengurangi kontaminasi bakteri pada cavum peritoneal
3. Pencegahan infeksi intra abdomen berkelanjutan.
Apabila pasien memerlukan tindakan pembedahan maka kita harus mempersiapkan pasien untuk
tindakan bedah a.l :
1. Mempuasakan pasien untuk mengistirahatkan saluran cerna.
2. Pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.
3. Pemasangan kateter untuk diagnostic maupun monitoring urin.
4. Pemberian terapi cairan melalui I.V.
5. Pemberian antibiotic.

bedah pada peritonitis a.l :


1. Kontrol sumber infeksi, dilakukan sesuai dengan sumber infeksi. Tipe dan luas dari
pembedahan tergantung dari proses dasar penyakit dan keparahan infeksinya.
2. Pencucian ronga peritoneum: dilakukan dengan debridement, suctioning,kain kassa,
lavase, irigasi intra operatif. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan pus, darah, dan
jaringan yang nekrosis.
3. Debridemen : mengambil jaringan yang nekrosis, pus dan fibrin.

4. Irigasi kontinyu pasca operasi.


Terapi post operasi a.l:
1. Pemberian cairan I.V, dapat berupa air, cairan elektrolit, dan nutrisi.
2. Pemberian antibiotic
3. Oral-feeding, diberikan bila sudah flatus, produk ngt minimal, peristaltic usus pulih, dan
tidak ada distensi abdomen.

1) Terapi
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara
intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan
nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyebab radang
lainnya, bila mungkin mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
Resusitasi hebat dengan larutan saline isotonik adalah penting. Pengembalian volume
intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan mekanisme
pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai
keadekuatan resusitasi.
a. Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik
berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah jenisnya setelah hasil kultur
keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab.
Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis
yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi.
b. Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi laparotomi.
Insisi yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke
seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan

diatas tempat inflamasi. Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi
tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya,
kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau
mereseksi viskus yang perforasi.
c. Lavase peritoneum dilakukan pada peritonitis yang difus, yaitu dengan menggunakan larutan
kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak terkontaminasi
maka dapat diberikan antibiotika ( misal sefalosporin ) atau antiseptik (misal povidon iodine)
pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase
peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain.
d. Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu dengan
segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat masuk bagi
kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan dimana terjadi kontaminasi yang terusmenerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat
direseksi.
2) Pengobatan
Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat, terutama bila terdapat
apendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis. Pada peradangan
pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan darurat
biasanya tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik
diberikan bersamaan.
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman
fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien yang mencakup tiga
fase yaitu :
1. Fase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan untuk
intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien digiring kemeja operasi. Lingkup
aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar
pasien ditatanan kliniik atau dirumah, menjalani wawancaran praoperatif dan menyiapkan

pasien untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan. Bagaimanapun, aktivitas


keperawatan mungkin dibatasi hingga melakukan pengkajian pasien praoperatif ditempat
ruang operasi.
2. Fase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai dketika pasien masuk atau
dipindah kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan
dapat meliputi: memasang infuse (IV), memberikan medikasi intravena, melakukan
pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga
keselamatan pasien. Pada beberapa contoh, aktivitas keperawatan terbatas hanyapada
menggemgam tangan pasien selama induksi anastesia umum, bertindak dalam
peranannya sebagai perawat scub, atau membantu dalam mengatur posisi pasien diatas
meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar kesejajaran tubuh.
3. Fase pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan berakhir
dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan kliniik atau dirumah. Lingkup keperawatan
mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase pascaoperatif
langsung, focus terhadap mengkaji efek dari agen anastesia dan memantau fungsi vital
serta

mencegah

komplikasi.

Aktivitas

keperawatan

kemudian

berfokus

pada

penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan
yang penting untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan
pemulangan. Setiap fase ditelaah lebih detail lagi dalam unit ini. Kapan berkaitan dan
memungkinkan, proses keperawatan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan
evaluasi diuraikan.

8. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut
dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu:
1. Komplikasi dini.

1. Septikemia dan syok septic.


2. Syok hipovolemik.
3. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan
multisystem.
4. Abses residual intraperitoneal.
5. Portal Pyemia (misal abses hepar).
2. Komplikasi lanjut.
1. Adhesi.
2. Obstruksi intestinal rekuren.

ASUHAN KEPERAWATAN
1.

Pengkajian

A. Identitas
1. Nama pasien
2. Umur
3. Jenis kelamin
4. Suku /Bangsa
5. Pendidikan
6. Pekerjaan
7. Alamat

8. Keluhan utama:
Keluhan utama yang sering muncul adalah nyeri kesakitan di bagian perut sebelah kanan dan
menjalar ke pinggang.

1.Riwayat Penyakit Sekarang


Peritinotis dapat terjadi pada seseorang dengan peradangan iskemia, peritoneal diawali
terkontaminasi material, sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus, dan sirosis
hepatis dengan asites.
2.Riwayat Penyakit Dahulu
Seseorang dengan peritonotis pernah ruptur saluran cerna, komplikasi post operasi, operasi yang
tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa dan ruptur hati.
3.Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi peritonitis tidak diturunkan, namun jika peritonitis ini disebabkan oleh bakterial
primer, seperti: Tubercolosis. Maka kemungkinan diturunkan ada.
3.Pemeriksaan Fisik
1. Sistem pernafasan (B1)
Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi otot bantu pernafasan serta menggunakan
otot bantu pernafasan.

2.Sistem kardiovaskuler (B2)


Klien mengalami takikardi karena mediator inflamasi dan hipovelemia vaskular karena anoreksia
dan vomit. Didapatkan irama jantung irregular akibat pasien syok (neurogenik, hipovolemik
atau septik), akral : dingin, basah, dan pucat.
3 Sistem Persarafan (B3)
Klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada otak namun hanya mengalami
penurunan kesadaran.
4.Sistem Perkemihan (B4)
Terjadi penurunan produksi urin.

5.Sistem Pencernaan (B5)


Klien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomit dapat muncul akibat proses ptologis organ
visceral (seperti obstruksi) atau secara sekunder akibat iritasi peritoneal. Selain itu terjadi
distensi abdomen, bising usus menurun, dan gerakan peristaltic usus turun (<12x/menit).
6. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)
Penderita peritonitis mengalami letih, sulit berjalan, nyeri perut dengan aktivitas. Kemampuan
pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot mengalami kelelahan, dan turgor kulit menurun akibat
kekurangan volume cairan.
G. Pengkajian Psikososial
Interaksi sosial menurun terkait dengan keikutsertaan pada aktivitas sosial yang sering dilakukan.
H. Personal Hygiene
Kelemahan selama aktivitas perawatan diri.
1. Pengkajian Spiritual
2. Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan Laboratorium
1. Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra abdomen
menunjukan adanya luokositosis (>11.000 sel/ L) dengan adanya pergerakan ke bentuk
immatur pada differential cell count. Namun pada pasien dengan immunocompromised
dan pasien dengan beberapa tipe infeksi (seperti fungal dan CMV) keadaan leukositosis
dapat tidak ditemukan atau malah leucopenia
2. PT, PTT dan INR
3. Test fungsi hati jika diindikasikan
4. Amilase dan lipase jika adanya dugaan pancreatitis
5. Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih (seperti pyelonephritis,
renal stone disease)
6. Cairan peritoneal, cairan peritonitis akibat bakterial dapat ditunjukan dari pH dan glukosa
yang rendah serta peningkatan protein dan nilai LDH

2) Pemeriksaan Radiologi
1. Foto polos
2. USG
3. CT Scan (eg, gallium Ga 67 scan, indium In 111labeled autologous leucocyte scan,
technetium Tc 99m-iminoacetic acid derivative scan).
4. Scintigraphy
5. MRI
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan dalam
memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3
posisi, yaitu:
1. Tiduran telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior (AP).
2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar horizontal
proyeksi AP.
3. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal, proyeksi
AP.
Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup seluruh
abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran 35 x 43 cm. Sebelum
terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase usus (ileus) obstruktif maka pada
foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaran radiologis antara lain:
1. Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya penjalaran.
Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan
dnding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone appearance).
2. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air fluid
level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus
letak tinggi, sedang jika panjang-panjang kemungkinan gangguan di kolon. Gambaran
yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan air fluid level.
3. Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air fluid level
dan step ladder appearance. Jadi gambaran radiologis pada ileus obstruktif yaitu adanya
distensi usus partial, air fluid level, dan herring bone appearance.
Sedangkan pada ileus paralitik didapatkan gambaran radiologis yaitu:

1. Distensi usus general, dimana pelebaran usus menyeluruh sehingga kadang-kadang susah
membedakan anatara intestinum tenue yang melebar atau intestinum crassum.
2. Air fluid level.
3. Herring bone appearance.
Bedanya dengan ileus obstruktif: pelebaran usus menyeluruh sehingga air fluid level ada yang
pendek-pendek (usus halus) dan panjang-panjang (kolon) karena diameter lumen kolon lebih
lebar daripada usus halus. Ileus obstruktif bila berlangsung lama dapat menjadi ileus paralitik.
Pada kasus peritonitis karena perdarahan, gambarannya tidak jelas pada foto polos abdomen.
Gambaran akan lebih jelas pada pemeriksaan USG (ultrasonografi).
Gambaran radiologis peritonitis karena perforasi dapat dilihat pada pemeriksaan foto polos
abdomen 3 posisi. Pada dugaan perforasi apakah karena ulkus peptikum, pecahnya usus buntu
atau karena sebab lain, tanda utama radiologi adalah:
1. Posisi tiduran, didapatkan preperitonial fat menghilang, psoas line menghilang, dan
kekaburan pada cavum abdomen.
2. Posisi duduk atau berdiri, didapatkan free air subdiafragma berbentuk bulan sabit
(semilunair shadow).
3. Posisi LLD, didapatkan free air intra peritonial pada daerah perut yang paling tinggi.
Letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara pelvis dengan dinding
abdomen.
Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya kekaburan pada cavum abdomen,
preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas subdiafragma atau
intra peritoneal.
3) X. Ray
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :
1. Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
2. Usus halus dan usus besar dilatasi.
3. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.

2. Diagnosa
1. Nyeri Akut berhubungan dengan proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan.

2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.


3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan muntah.
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif.
5. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan kedalaman pernafasan sekunder distensi
abdomen dan menghindari nyeri.
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

3. Intervensi
1. Nyeri Akut berhubungan dengan proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan.
Tujuan: Nyeri klien berkurang
Kriteria hasil :
1. Laporan nyeri hilang/terkontrol
2. Menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi.
3. Metode lain untuk meningkatklan kenyamanan
Intervensi Keperawatan

Tindakan/Intervensi

Rasional

Mandiri:
1. Selidiki laporan nyeri, catat

lokasi, lama, intensitas


(skala 0-10) dan
karakteristiknya (dangkal,
tajam, konstan)

1. Perubahan pada

lokasi/intensitas tidak umum


tetapi dapat menunjukkan
terjadinya komplikasi. Nyeri
cenderung menjadi konstan,
lebih hebat, dan menyebar ke
atas, nyeri dapat lokal bila
terjadi abses.
2. Memudahkan drainase

1. Pertahankan posisi semi

Fowler sesuai indikasi

1. Berikan tindakan

kenyamanan, contoh pijatan


punggung, napas dalam,
latihan relaksasi atau
visualisasi.

Tujuan: Mengurangi
cairan/luka karena gravutasi
dan membantu meminimalkan infeksi yang terjadi,
meningkatkan
nyeri karena gerakan.
kenyamanan pasien.
3. Meningkatkan relaksasi dan
Kriteria hasil:
mungkin meningkatkan
kemampuan koping pasien
denagn memfokuskan kembali
perhatian.
4. Menurunkan mual/muntah yang

dapat meningkatkan tekanan


atau nyeri intrabdomen.

1. Berikan perawatan mulut

dengan sering. Hilangkan


rangsangan lingkunagan
yang tidak menyenangkan

Kolaborasi:
Berikan obat sesuai indikasi:
1. Analgesik, narkotik

Menurunkan laju metabolik dan iritasi


usus karena toksin sirkulasi/lokal, yang
membantu menghilangkan nyeri dan
meningkatkan penyembuhan.

2. Antiemetik, contoh

hidroksin (Vistaril)
3. Antipiretik, contoh

asetaminofen (Tylenol)

2, Risiko tinggi
infeksi berhubungan
dengan trauma
jaringan.

Catatan: Nyeri biasanya berat dan


memerlukan pengontrol nyeri narkotik,
analgesik dihindari dari proses
diagnosis karena dapat menutupi
gejala.
Menurunkan mual/munta, yang dapt
meningkatkan nyeri abdomen
Menurunkan ketidaknyamanan

1. Meningkatnya penyembuhan pada waktunya, bebas drainase purulen atau eritema, tidak
demam.
2. Menyatakan pemahaman penyebab individu / faktor resiko.

Intervensi Keperawatan :

Tindakan Intervensi

Rasional

Mandiri:
1. Catat faktor risiko individu contoh
trauma abdomen, apendisitis akut,
dialisa peritoneal.

1. Mempengaruhi pilihan intervensi

2. Kaji tanda vital dengan sering, catat


tidak membaiknya atau berlanjutnya
hipotensi, penurunan tekanan nadi,
takikardia, demam, takipnea.
3. Catat perubahan status mental (contoh
bingung, pingsan).

1. Catat warna kulit, suhu, kelembaban.

1. Tanda adanya syok septik, endotoksin


sirkulasi menyebabkan vasodilatasi,
kehilangan cairan dari sirkulasi, dan
rendahnya status curah jantung.
2. Hipoksemia, hipotensi, dan asidosis dapat
menyebabkan penyimpangan status mental.
3. Hangat, kemerahan, kulit kering adalah
tanda dini septikemia. Selanjutnya
manifestasi termasuk dingin, kulit pucat
lembab dan sianosis sebagai tanda syok.
4. Oliguria terjadi sebagai akibat penurunan
perfusi ginjal, toksin dalam sirkulasi
mempengaruhi antibiotik.

1. Awasi haluaran urine.


5. Mencegah meluas dan membatasi
penyebaran organisme infektif/kontaminasi
silang.

1. Pertahankan teknik aseptik ketat pada


perawatan drein abdomen, luka
insisi/terbuka, dan sisi invasif.
Bersihkan dengan Betadine atau
larutan lain yang tepat kemudia bilas
dengan PZ.

1. Memberikan informasi tentang status

2. Observasi drainase pada luka.

1. Pertahankan teknik steril bila pasien


dipasang kateter, dan berikan
perawatan kateter/ atau kebersihan
perineal rutin.
2. Awasi/batasi pengunjung dan staf
sesuai kebutuhan. Berikan
perlindungan isolasi bila
diindikasikan.

infeksi.
2. Mencegah penyebaran, membatasi
pertumbuhan bakteri pada traktus
urinarius.

1. Menurunkan resiko terpajan


pada/menambah infeksi sekunder pada
pasien yang mengalami tekanan imun.

Kolaborasi:
1. Ambil contoh/awasi hasil pemeriksaan
seri darah, urine, kultur luka.

1. Bantu dalam aspirasi peritoneal, bila


diindikasikan.

1. Mengidentifikasikan mikroorganisme dan


membantu dalam mengkaji keefektifan
prigram antimikrobial.
2. Dilakukan untuk membuang cairan dan
untuk mengidentifikasi organisme infeksi
sehingga tetapi antibiotik yang tepat dapat
diberikan.
3. Terapi ditujukan pada bakteri anaerob dan
basil aerob gram negatif.Lavase dapat
digunakan untuk membuang jaringan
nekrotik dan mengobati inflamasi yang
terlokalisasi/menyebar dengan buruk.

1. Berikan antibiotik, contoh gentacimin


(Garamycyin), amikasin (amikin),
Klindamisin (Cleocin). Lavase
pritoneal/IV

1. Siapkan untuk intervensi bedah bila


diindikasikan

4. Pengobatan pilihan (kuratif) pada


peritonitis akut atau lokal, contoh untuk
drainase abses lokal, membuang eksudat
peritoneal, membuang
rupturapendiks/kandung empedu,
mengatasi perforasi ulkus, atau reseksi
usus.

3.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan muntah.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan dapat timbul kembali dan status
nutrisi terpenuhi.

Kriteria Hasil:
1. Status nutrisi terpenuhi
2. Nafsu makan klien timbul kembali
3. Berat badan normal
4. Jumlah Hb dan albumin normal
Intervensi Keperawatan :

Tindakan Intervensi

Rasional

Mandiri:
1. Awasi haluan selang NG, dan
catat adanya muntah atau
diare.

1. Timbang berat badan tiap


hari.

1. Jumlah besar dari aspirasi


gaster dan muntah atau diare
diduga terjadi obstruksi usus,
memerlukan evaluasi lanjut.
2. Kehilangan atau peningkatan
dini menunjukkan perubahan
hidrasi tetapi kehilangan
lanjut diduga ada defisit
nutrisi.
3. Meskipun bising usus sering
tak ada, inflamasi atau iritasi
usus dapat
menyertai hiperaktivitas usus,
penurunan absorpsi air dan
diare.

1. Auskultasi bising usus, catat


bunyi tak ada atau hiperaktif.

4. Adanya kalori (sumber

energi) akan mempercepat


proses penyembuhan.
5. Indikasi adekuatnya protein
untuk sistem imun.
1. Catat kebutuhan kalori yang
dibutuhkan.

6. Menunjukan kembalinya
fungsi usus ke normal

2. Monitor Hb dan albumin

1. Kaji abdomen dengan sering


untuk kembali ke bunyi yang
lembut, penampilan bising
usus normal, dam kelancaran
flatus.

Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemasangan NGT
jika klien tidak dapat makan
dan minum peroral.
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
dalam diet.

1. Berikan informasi tentang


zat-zat makanan yang sangat
penting bagi keseimbangan
metabolisme tubuh

1. Agar nutrisi klien tetap


terpenuhi.

1. Tubuh yang sehat tidak


mudah untuk terkena infeksi
(peradangan).
2. Klien dapat berusaha untuk
memenuhi kebutuhan makan
dengan makanan yang
bergizi.
3. Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan
kehilangan volume cairan
aktif.

4. Kekurangan Volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif

Tujuan: Mengidentifikasi intervensi untuk memperbaiki keseimbangan cairan dan meminimalisir


proses peradangan untuk meningkatkan kenyamanan.
Kriteria hasil:
1. Haluaran urine adekuat dengan berat jenis normal,
2. Tanda vital stabil
3. Membran mukosa lembab
4. Turgor kulit baik
5. Pengisian kapiler meningkat
6. Berat badan dalam rentang normal.
Intervensi keperawatan:

Tindakan Intervensi

Rasional

Mandiri:
1. Pantau tanda vital, catat
adanya hipotensi (termasuk
perubahan postural),
takikardia, takipnea, demam.
Ukur CVP bila ada.

1. Membantu dalam evaluasi


derajat defisit
cairan/keefektifan
penggantian terapi cairan dan
respons terhadap pengobatan.

2. Pertahankan intake dan output


yang adekuat lalu hubungkan
dengan berat badan harian.

2. Menunjukkan status hidrasi


keseluruhan.

3. Rehidrasi/ resusitasi cairan


1. Untuk mencukupi kebutuhan
cairan dalam tubuh
(homeostatis).
1. Ukur berat jenis urine
2. Menunjukkan status hidrasi
dan perubahan pada fungsi
ginjal.
1. Observasi kulit/membran
mukosa untuk kekeringan,
turgor, catat edema

3. Hipovolemia, perpindahan
cairan, dan kekurangan nutrisi

perifer/sacral.
2. Hilangkan tanda bahaya/bau
dari lingkungan. Batasi
pemasukan es batu.
3. Ubah posisi dengan sering
berikan perawatan kulit
dengan sering, dan
pertahankan tempat tidur
kering dan bebas lipatan.

mempeburuk turgor kulit,


menambah edema jarinagan.
4. Menurunkan rangsangan
pada gaster dan respons
muntah.

1. Jaringan edema dan adanya


gangguan sirkulasi cenderung
merusak kulit

Kolaborasi:
1. Awasi pemerikasaan
laboratorium, contoh Hb/Ht,
elektrolit, protein, albumin,
BUN, kreatinin.

1. Memberikan informasi
tentang hidrasi dan fungsi
organ.

2. Berikan plasma/darah, cairan,


elektrolit.
1. Mengisi/mempertahankan
volume sirkulasi dan
keseimbangan elektrolit.
Koloid (plasma, darah)
membantu menggerakkan air
ke dalam area intravaskular
dengan meningkatkan tekanan
osmotik.
1. Pertahankan puasa dengan
aspirasi nasogastrik/intestinal

2. Menurunkan hiperaktivitas
usus dan kehilangan dari
diare.

4.Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan kedalaman pernafasan sekunder distensi abdomen
dan menghindari nyeri.
Tujuan: Pola nafas efektif, ditandai bunyi nafas normal, tekanan O2 dan saturasi O2 normal.
Kriteria Hasil:

1. Pernapasan tetap dalam batas normal


2. Pernapasan tidak sulit
3. Istirahat dan tidur dengan tenang
4. Tidak menggunakan otot bantu napas
Intervensi Keperawatan:

Tindakan Intervensi

Rasional

Mandiri:
1. Pantau hasil analisa gas darah

dan indikator hipoksemia:


hipotensi, takikardi,
hiperventilasi, gelisah, depresi
SSP, dan sianosis.

1. Auskultasi paru untuk

mengkaji ventilasi dan


mendeteksi komplikasi
pulmoner.
2. Pertahankan pasien pada

posisi semifowler.

1. Indikator hipoksemia;

hipotensi, takikardi,
hiperventilasi, gelisah, depresi
SSP, dan sianosis penting
untuk mengetahui adanya
syok akibat inflamasi
(peradangan).

Tujuan :
Mengurangi ansietas
2. Gangguan pada paru (suara
nafas tambahan) lebih mudah klien
dideteksi dengan auskultasi.
Kriteria hasil :
1.Mengakui dan
3. Posisi membantu
memaksimalkan ekspansi paru mendiskusikan
masalah.
dan menurunkan upaya
pernafasan, ventilasi maksimal
membuka area atelektasis dan
meningkatkan gerakan sekret
kedalam jalan nafas besar
untuk dikeluarkan.
4. Oksigen membantu untuk

bernafas secara optimal.


Tindakan/Intervensi

1. Berikan O2 sesuai program

6.Ansietas
berhubungan dengan
perubahan status
kesehatan

Rasional

2.Penampilan
wajah tampak
rileks
Intervensi
Keperwatan :

Kolaborasi:
Berikan obat sesuai indikasi:

Menurunkan laju metabolik dan


iritasi usus karena toksin
sirkulasi/lokal, yang membantu
1. Analgesik, narkotik
menghilangkan nyeri dan
2. Antiemetik, contoh hidroksin meningkatkan penyembuhan.
(Vistaril)
Catatan: Nyeri biasanya berat dan
memerlukan pengontrol nyeri
3. Antipiretik, contoh
narkotik, analgesik dihindari dari
asetaminofen (Tylenol)
proses diagnosis karena dapat
menutupi gejala.
Menurunkan mual/muntah, yang dapt
meningkatkan nyeri abdomen
Menurunkan ketidaknyamanan
sehubungan dengan demam atau
menggigil.

Das könnte Ihnen auch gefallen