Sie sind auf Seite 1von 2

Kisah Persahabatan yang Rumit

oleh: Florince
Dulu, aku selalu berpikir bahwa aku adalah seseorang yang sengaja Tuhan
buang ke dunia ini untuk menemani setiap orang yang kesepian. Yah, itulah
peranku. Di saat ada seseorang yang kesepian karena sahabatnya sedang pergi,
akulah yang ada di sana. Di saat seseorang kehilangan sahabatnya, akulah yang
ada di sana. Di saat seseorang sedang bertengkar dengan sahabatnya, akulah yang
ada di sana.
Tetapi, ketika sahabatnya telah kembali, akulah yang ditinggalkan. Ketika ia
telah menemukan sahabat baru, akulah yang ditinggalkan. Ketika ia sudah
berdamai dengan sahabatnya, akulah yang ditinggalkan. Begitulah tugasku,
menjadi selingkuhan seseorang dan harus selalu mengalah pada istri pertama.
Kisah persahabatanku pun tidak pernah langgeng. Pertama kali, aku
bersahabat dengan seorang anak laki-laki. Itu terjadi ketika aku masih duduk di
kelas 2 SD. Sungguh menyenangkan memiliki sahabat seorang anak laki-laki.
Walaupun aku tahu, risikonya besar. Setiap kami berdua bertemu, teman-teman
kami selalu mengolok-olok kami.
Hal itu tidak pernah menjadi masalah besar bagi kami. Kami tetap
bersahabat akrab. Pada setiap jam istirahat sekolah, aku dan ia bertemu di bawah
sebuah pohon, meminjam sebuah buku dari perpustakaan dan membacanya
bersama-sama. Indahnya persahabatan kami pada saat itu.
Akhirnya, bulan demi bulan terus berlalu. Sampai saatnya kenaikan kelas
tiba. Sungguh tidak kusangka, kenaikan kelas membuat kami tidak sekelas lagi.
Kupikir, kami masih bisa seakrab dulu, tapi ternyata persahabatan kami putus
begitu saja. Bertegur sapa pun kami tak pernah. Bahkan ketika kami sekelas lagi
pada tahun-tahun berikutnya, kami seperti baru kenal.
Setelah itu, aku kembali berperan sebagai selingkuhan. Hingga akhirnya
ketika aku duduk di kelas 5 SD, aku kembali menemukan seorang sahabat.
Seorang sahabat yang cukup mengerti aku. Persahabatan yang kami jalani juga
cukup mengasyikkan.

Hingga suatu saat, aku dikecewakan olehnya. Ia mengadu domba aku


dengan temanku yang lain. Sejak saat itu, kami bermusuhan. Ia sering mencoba
meminta maaf denganku. Tapi entah mengapa, aku begitu egois waktu itu. Kami
berdua terpisah.
Tak disangka, waktu SMP, ia masuk ke sekolah yang sama denganku.
Karena kami sudah cukup dewasa untuk berpikir, kami sepakat untuk melupakan
perselisihan kami dahulu. Kami kembali bersahabat dengan akrab. Bahkan ketika
kami harus pisah kelas, persahabatan itu tak dapat diruntuhkan.
Aku sadar, terkadang ia mulai merasa bosan berteman denganku. Maka, ia
lebih suka tampil dengan teman-teman barunya. Sehingga aku pun sering
merelakan diri untuk menjadi selingkuhan teman-temanku yang lain. Tetepi, untuk
ke sekian kalinya, persahabatan itu runtuh. Ia melanjutkan sekolahnya di luar kota
dan hubungan kami pun menjadi semakin renggang.
Pencarian sahabat kumulai lagi. Karena aku ingin mendapatkan sahabat
yang terbaik. Aku menyadari, sungguh membosankan kalau hanya menjadi
selingkuhan saja.
Tetapi sampai sekarang, pencarian itu belum berhasil. Semua teman datang
silih berganti menjadikanku selingkuhannya. Saat ini, aku mulai merasa nyaman
dengan peranku ini. Aku mulai menyadari, kita tidak boleh menutup diri hanya
kepada satu orang saja. Kita harus menjadi teman bagi semua orang. Aku yakin,
jika waktunya sudah tiba, aku akan menemukan sahabat yang terbaik untukku.
Aku pun menyadari bahwa menjadi selingkuhan bukanlah peranku,
melainkan dampak dari segala yang kulakukan selama ini. Mungkin aku yang
salah. Akulah yang tidak dapat menjadi sahabat yang baik bagi mereka. Sehingga,
satu per satu, mereka meninggalkan aku.
Aku akan mencoba untuk mengintrospeksi diriku sendiri, bagaimana aku
bisa menjadi sahabat yang menyenangkan dan disukai oleh banyak orang.
Lagipula, sebenarnya aku tak benar-benar sendirian. Masih banyak teman-teman
yang setia menemaniku. Walaupun aku tahu, ada niat tersembunyi di dalamnya.
Lagipula, setiap aku sendirian, aku masih punya Tuhan yang selalu menjadi
sahabat setiaku, seburuk apapun aku.

Das könnte Ihnen auch gefallen