Sie sind auf Seite 1von 13

TUGAS INDIVIDU

KLIPING TENTANG GANGGUAN


PADA
SISTEM PENCERNAAN MANUSIA

oleh:
Florince XIA2

SMA FRANSISKUS BANDARLAMPUNG


2011

1. APENDISITIS
Apendisitis adalah suatu peradangan yang sering terjadi pada appendiks yang merupakan kasus
gawat bedah abdomen yang paling sering terjadi.
Etiologi Apendisitis
Apendisitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau penyumbatan
akibat :
1. Hiperplasia dari folikel limfoid
2. Adanya fekalit dalam lumen appendiks
3. Tumor appendiks
4. Adanya benda asing seperti cacing askariasis
5. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica.
Menurut penelitian, epidemiologi menunjukkan kebiasaan makan makanan rendah serat akan
mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan apendisitis. Hal tersebut akan meningkatkan
tekanan intra sekal, sehingga timbul sumbatan fungsional appendiks dan meningkatkan
pertumbuhan kuman flora pada kolon.
Patofisiologi Apendisitis
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks. Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan. Semakin lama
mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat
aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis
akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan
obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang
timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan
bawah yang disebut apendisitis supuratif akut.
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infrak dinding appendiks yang diikuti
ganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding appendiks rapuh maka akan
terjadi prefesional disebut appendikssitis perforasi. Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus
yang berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga muncul infiltrat appendikkularis.
Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding lebih
tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan untuk
terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.
Tanda Dan Gejala Apendisitis
Nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila dilakukan
tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin akan dijumpai.
Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung
pada beratnya infeksi dan lokasi appendiks. Bila appendiks melingkar di belakang sekum, nyeri
dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal ; bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini
hanya dapat diketahui pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan bahwa ujung

appendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekeakuan pada bagian bawah otot
rektum kanan dapat terjadi.
Tand Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila appendiks telah
ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar ; distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitikdan kondisi
klien memburuk.
Komplikasi Apendisitis
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi appendiks, yang dapat berkembang menjadi
peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah 105 sampai 32%. Insiden lebih tinggi pada anak
kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup
demam dengan suhu 37,7o C atau lebih tinggi, nyeri tekan abdomen yang kontinue.
Penatalaksanaan Apendisitis
Pada apendisitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks. Dalam waktu 48
jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan
diberikan makanan yang tidak merangsang peristaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain diperut
kanan bawah.
a. Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan kompres untuk
menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirah baring dan dipuasakan
b. Tindakan operatif ; appendiktomi
c. Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di luar kamar, hari ketujuh
luka jahitan diangkat, klien pulang.
(Sumber://nursingbegin.com/askep-apendisitis)
2. DIARE
Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), Diare adalah penyebab nomor satu kematian
balita di seluruh dunia. Di Indonesia, diare adalah pembunuh balita nomor dua setelah ISPA
(Infeksi Saluran Pernapasan Akut).
Sementara UNICEF (Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan anak) memperkirakan
bahwa, setiap 30 detik ada satu anak yang meninggal dunia karena Diare.
Di Indonesia, setiap tahun 100.000 balita meninggal karena Diare.
APA ITU DIARE
Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari dan
biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih.
Orang yang mengalami diare akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan dehidrasi
tubuh. Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa,
khususnya pada anak dan orang tua.
PENYEBAB DIARE
1. Infeksi dari berbagai bakteri yang disebabkan oleh kontaminasi makanan maupun air minum;
2. Infeksi berbagai macam virus;

3. Alergi makanan, khususnya susu atau laktosa (makanan yang mengandung susu);
4. Parasit yang masuk ke tubuh melalui makanan atau minuman yang kotor.
PENCEGAHAN DIARE
Diare mudah dicegah antara lain dengan cara:
1. Mencuci tangan pakai sabun dengan benar pada lima waktu penting: 1) sebelum makan, 2)
setelah buang air besar, 3) sebelum memegang bayi, 4) setelah menceboki anak dan 5)
sebelum menyiapkan makanan;
2. Meminum air minum sehat, atau air yang telah diolah, antara lain dengan cara merebus,
pemanasan dengan sinar matahari atau proses klorinasi;
3. Pengelolaan sampah yang baik supaya makanan tidak tercemar serangga (lalat, kecoa, kutu,
lipas, dan lain-lain);
4. Membuang air besar dan air kecil pada tempatnya, sebaiknya menggunakan jamban dengan
tangki septik.
PENYEMBUHAN DIARE
1. Minum dan makan secara normal untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang;
2. Untuk bayi dan balita, teruskan minum ASI (Air Susu Ibu);
3. Garam Oralit.
(Sumber:www.esp.or.id/handwashing/media/diare.pdf)
3. DIVERTIKULITIS
Divertikulitis adalah peradangan atau infeksi pada satu atau beberapa divertikula. Divertikulitis
jarang terjadi pada orang yang berumur dibawah 40 tahun.
PENYEBAB
Penyebab terjadinya infeksi pada divertikula masih belum pasti. Infeksi mungkin terjadi jika tinja
atau bakteri terperangkap di dalam divertikula.
GEJALA
Gejala awalnya adalah nyeri, nyeri tumpul (biasanya pada bagian kiri bawah perut) dan
demam.
KOMPLIKASI
Peradangan pada divertikula bisa menyebabkan terjadinya hubungan abnormal (fistula) antara
usus besar dan organ lain. Kebanyakan fistula terbentuk diantara kolon sigmoid dan kandung
kemih. Fistula ini lebih sering terjadi pada pria, tapi bila rahim sudah diangkat, resiko
terbentuknya fistula pada wanita akan meningkat.
Pada fistula tertentu, isi usus, termasuk bakteri normal, masuk ke kandung kemih dan
menyebabkan infeksi saluran kemih.
Fistula lain dapat terjadi diantara usus besar dengan usus halus, rahim, vagina, dinding perut
atau bahkan dengan paha atau dada.
Komplikasi lainnya yang mungkin terjadi adalah: peradangan di jaringan sekitarnya,
penyebaran peradangan ke dinding usus, pecahnya dinding divertikula, abses, infeksi perut
(peritonitis), perdarahan, dan penyumbatan usus.

DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Pemeriksaan rontgen dengan barium
enema dilakukan untuk memperkuat diagnosis atau untuk mengevaluasi masalah yang dapat
merusak atau menembus usus yang meradang, sehingga pemeriksaan ini biasanya ditunda selama
beberapa minggu.
Radang usus buntu (apendisitis) dan kanker usus besar (kanker kolon) atau kanker indung telur
(kanker ovarium), paling sering dikelirukan dengan divertikulitis.
Pemeriksaan CT scan atau USG dilakukan untuk memastikan masalahnya bukan radang usus
buntu atau abses. Untuk menyingkirkan dugaan kanker, bisa dilakukan kolonoskopi, terutama bila
terjadi perdarahan. Pembedahan eksplorasi mungkin perlu dilakukan untuk memperkuat diagnosis.
PENGOBATAN
Divertikulitis yang ringan bisa diobati di rumah dengan istirahat, diet makanan cair dan
antibiotik per-oral (melalui mulut). Gejala biasanya menghilang dengan cepat.
Setelah beberapa hari, bisa diberikan diet rendah serat dan psilium. Setelah satu bulan, bisa mulai
lagi diberikan diet tinggi serat.
Penderita dengan gejala yang lebih berat, seperti nyeri perut yang terlokalisir, demam dan
gejala lain dari infeksi serius atau komplikasi, umumnya dirawat di rumah sakit. Diberikan cairan
infus dan antibiotik, istirahat total di tempat tidur dan tidak minum maupun makan apapun melalui
mulut, sampai gejalanya menghilang.
Bila keadaannya tidak membaik, terutama bila nyeri, nyeri tekan dan demam makin
meningkat, mungkin perlu dilakukan pembedahan Hanya sekitar 20% penderita divertikulitis yang
membutuhkan pembedahan karena keadaannya tidak membaik, dimana sekitar 70% mengalami
nyeri dan peradangan, dan yang lainnya lagi mengalami perdarahan, fistula atau penyumbatan.
Pembedahan darurat harus dilakukan pada penderita yang mengalami perforasi dan peritonitis.
Bagian yang mengalami perforasi diangkat, dan dibuat saluran antara usus besar dan permukaan
kulit (kolostomi). Jika terjadi perdarahan hebat, sumbernya dapat diidentifikasi dengan melakukan
pemeriksaan angiografi (menyuntikan zat warna ke dalam pembuluh darah yang memasok darah
ke usus besar lalu difoto rontgen).
Penyuntikan vasopresin (obat yang menyempitkan pembuluh balik) dapat mengendalikan
perdarahan namun berbahaya, terutama pada usia lanjut.
Pada bebarapa kasus, perdarahan timbul lagi dalam beberapa hari, sehingga diperlukan
pembedahan. Pengangkatan bagian usus yang terkena dimungkinkan hanya bila sumber
perdarahannya diketahui. Jika tidak, bagian usus yang diangkat lebih banyak lagi (kolektomi
subtotal) Bila tanpa pengobatan, perdarahan berhenti (atau berkurang), cara terbaik untuk
menentukan penyebab perdarahan adalah dengan melakukan kolonoskopi.
(Sumber://kesefo.blogspot.com/2010/04/divertikulitis.html)
4. INTUSUSEPSI
PENDAHULUAN
Invaginasi atau intususepsi sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada orang dewasa.
Invaginasi pada anak biasanya bersifat idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Kebanyakan
ditemukan pada kelompok umur 2 12 bulan, dan lebih banyak pada anak laki laki.
Invaginasi ialah suatu keadaan, sebagian usus masuk ke dalam usus berikutnya. Biasanya
bagian proksimal masuk ke distal, jarang terjadi sebaliknya. Bagian usus yang masuk di-sebut

intussusceptum dan bagian yang menerima intussuscepturn dinamakan intussuscipiens . Oleh


karena itu, invaginasi disebut juga intussusception. Pemberian nama invaginasi bergantung
hubungan antara intussusceptum dan intussuscipiens, misalnya ileo-ileal menunjukkan invaginasi
hanya melibatkan ileum saja. Ileo-colica berarti ileum sebagai intussusceptum dan colon sebagai
intussuscipiens. Kombinasi lain dapat terjadi seperti ileo-ileo colica, colo-colica dan appendicalcolica. Ileo-colica yang paling banyak ditemukan (75%), ileo- ileo colica 15%, lain-lain 10%,
paling jarang tipe appendical Colica.
GEJALA
Manifestasi penyakit mulai tampak dalam waktu 324 jam setelah terjadi invaginasi. Gejalagejala sebagai tanda-tanda obstruksi usus yaitu nyeri perut, muntah dan perdarahan. Nyeri perut
bersifat serangan setiap 15-30 menit, lamanya 1--2 menit.. Di antara 2 serangan, bayi kelihatan
sehat. Perut berbentuk Scaphoid.
Serangan nyeri sudah dapat ditemukan pada anak kurang 1 tahun (60,7%), 81,8% pada umur
1--2 tahun dan 91% pada umur lebih 2 tahun. Pada anak besar lebih 2 tahun, nyeri perut
merupakan gejala yang menyolok. biasanya nyeri disusul oleh muntah. Pada bayi kecil muntah
malahan dapat sebagai gejala pertama.
Muntah mula-mula terdiri atas sisa-sisa makanan yang ada dalam lambung, kemudian berisi
empedu. Sebanyak 95,5% gejala muntah terjadi pada anak berumur kurang dari 2 tahun.
Timbulnya muntah dapat tejadi 3 jam pertama setelah berlangsungnya penyakit, masing-masing
73% pada umur kurang 2 tahun dan 52% pada umur lebih 2 tahun. Gejala muntah lebih sering
pada invaginasi usus halus bagian atas jejunum dan ileum daripada ileo-colica.
Setelah serangan kolik yang petama, tinja masih normal, kemudian disusul oleh defekasi darah
bercampur lendir (currant jelly stool). Yang berasal dari intususeptum yang terbendung, tertekan
atau seudah mengalami strangulasi. Bila invaginasi disertai strangulasi harus di ingat
kemungkinan terjadinya peritonitis setelah perforasi. Pada 59% penderita, perdarahan terjadi
dalam waktu 12 jam.
Darah lendir berwarna segar pada awal penyakit, kemudian berangsur-angsur bercampur
jaringan nekrosis, disebut terry stool oleh karena terjadi kerusakan jaringan dan pembuluh darah.
PENGELOLAAN
Masukan oral dihentikan, penderita diberi cairan intravena dan selanjutkan dilakukan reposisi
usus. Bergantung pada keadaan penderita, reposisi dilakukan dengan operasi atau barium enema.
Pada operasi, reposisi secara manual dan hasilnya langsung diketahui. Reposisi barium diikuti oleh
X-ray. Mula-mula tampak bayangan barium bergerak berbentuk cupping pada tempat invaginasi.
Dengan tekanan hidrostatik sebesar - 1 meter air, barium didorong ke arah.proksimal. tekanan
hidrostatik tidak boleh melewati 1 meter air dan tidak boleh dilakukan pengurutan atau penekanan
manual di perut sewaktu dilakukan reposisis hidrostatik. Pengobatan dianggap berhasil bila barium
sudah mencapai ileum terminalis. Pada saat itu, pasase usus kembali normal, norit yang diberikan
per os akan keluar melalui dubur. Seiring dengan pemeriksaan zat kontras kembali dapat terlihat
coiled spring appearance. Gambaran tersebut disebabkan oleh sisa-sisa barium pada haustra
sepanjang bekas tempat invaginasi.
Sejak 1876, barium enema sudah dipergunakan untuk pengobatan invaginasi dan hasilnya
memuaskan. Hanya sedikit kemungkinan terjadi perforasi walaupun usus telah mengalami
gangren, asal tekanan hidrostatik tidak melebihi 1 meter. Demikian pula lamanya perawatan pada
reposisi barium lebih pendek daripada operasi. Sebaliknya dengan reduksi manual pada operasi
ternyata lebih bersifat traumatik, sehingga lebih mudah terjadi ruptur usus. dengan kelebihan yang

disebut tadi, di Skandinavia reposisi barium lebih banyak digunakan. Survival rate 55%, masingmasing 81% pada umur kurang 1 tahun dan 15% pada usia kurang 3 bulan Kadang-kadang
reposisi barium tidak berhasil, misalnya pada umur kurang 3 bulan dan invaginasi ileo-ileal.
Bayangan kontras dalam bentuk cupping tidak mencapai ileum terminalis sehingga memerlukan
operasi.
Jika reposisis konservatif ini tidak berhasil, terpaksa diadakan reposisi operatif. Sewaktu
oprasi akan dicoba reposisi manual dengan mendorong invaginatum dari oral kea rah sudut
ileosaecal. Dorongan dilakukan dengan hati0hati tanpa tarikan dari bagian proksimal
Operasi dini tanpa terapi barium dikerjakan bila terjadi perforasi, peritonitis dan tanda-tanda
obstruksi. Keadaan ini biasanya pada invaginasi yang sudah berlangsung 48 jam. Demikian pula
pada kasus-kasus relapse. Invaginasi berulang 11% setelah reposisi barium dan 3% pada operasi
tanpa reseksi usus. Bisanya reseksi dilakukan jika aliran darah tidak pulih kembali setelah
dihangatkan dengan larutan fisiologik. Usus yang mengalami invaginasi nampak kebiruan. Pada
perawatan ke-2x, dikerjakan operasi tanpa barium enema.
(Sumber://dr-zapra.blogspot.com/2007/12/infaginasi-intususepsi.html)
5. KOLITIS AMEBIK (AMEBIASIS KOLON)
Batasan
Peradangan kolon yang disebabkan oleh protozoa Entamoeba histolytica.
Epidemiologi
Prevalensi amebiasis diberbagai tempat sangat bervariasi, diperkirakan 10% populasi
terinfeksi. Prevalensi tertinggi di daerah tropis (50-80%). Manusia merupakan host sekaligus
reservoir utama. Penularannya lewat kontaminasi tinja ke makanan dan minuman, dengan
perantara lalat, kecoak, kontak interpersonal atau lewat hubungan seksual anal-oral. Sanitasi
lingkungan yang jelek. Penduduk yang padat dan kurangnya sanitasi individual mempermudah
penularannya.
Pasien yang asimtomatik tanpa adanya invasi jaringan, hanya mengeluarkan kista pada
tinjanya. Kista tersebut dapat bertahan hidup di luar tubuh manusia. Sedangkan pada pasien
dengan infeksi amuba akut/kronik yang invasif selain kista juga mengeluarkan trofozoit, namun
bentuk trofozoit tersebut tidak dapat bertahan lama diluar tubuh manusia.
Gejala klinis
Gejala klinis pasien amebiasis sangat bervariasi, mulai dan asimtomatik sampai berat dengan
gejala klinis menyerupai kolitis ulseratif. Beberapa jenis keadaan klinis pasien amebiasis adalah
sebagai berikut :
1. Carrier: ameba tidak mengadakan invasi ke dinding usus, tanpa gejala atau hanya keluhan
ringan seperti kembung, flatulensi, obstipasi, kadang-kadang diare. Sembilan puluh persen
pasien sembuh sendiri dalam waktu satu tahun, sisanya (10 %) berkembang menjadi kolitis
ameba.
2. Disentri ameba ringan : kembung, nyeri perut ringan, demam ringan, diare ringan dengan
tinja berbau busuk serta bercampur darah dan lendir, keadaan umum pasien baik.
3. Disentri ameba sedang : kram perut, demam, badan lemah, hepatomegali dengan nyeri
spontan.
4. Disenti ameba berat : diare disertai banyak darah, demam tinggi, mual, anemia.

5. Disentri ameba kronik : gejala menyerupai disentri ameba ringan diselingi dengan periode
normal tanpa gejala, berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, neurasthenia,
serangan diare biasanya timbul karena kelelahan, demam atau makanan yang sukar
dicerna.
Penatalaksanaan
1. Karier asimtomatik. Diberi obat yang bekerja di lumen usus (luminal agents) antara lain:
Iodoquinol (diiodohidroxyquin) 650 mg tiga kali per hari selama 20 hari atau
Paromomycine 500 mg 3 kali sehari selama 10 hari.
2. Kolitis ameba akut. Metronidazol 750 mg tiga kali sehari selama 5 10 hari, ditambah
dengan obat luminal tersebut di atas.
3. Amebiasis ekstraintestinal (misalnya : abses hati ameba). Metronidazol 750 mg tiga kali
sehari selama 5-10 hari ditambah dengan obat luminal tersebut diatas.
(Sumber:www.suaradokter.com/2009/06/kolitis/)
6. PAROTITIS / PENYAKIT GONDONGAN
Penyakit Gondongan (Mumps atau Parotitis) adalah suatu penyakit menular dimana sesorang
terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara
telinga dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian
bawah.
Penyakit gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara endemic atau epidemik,
Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak yang berumur 2-12 tahun. Pada orang dewasa,
infeksi ini bisa menyerang testis (buah zakar), sistem saraf pusat, pankreas, prostat, payudara dan
organ lainnya.
Adapun mereka yang beresiko besar untuk menderita atau tertular penyakit ini adalah mereka
yang menggunakan atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk menekan hormon kelenjar
tiroid dan mereka yang kekurangan zat Iodium dalam tubuh.
Penularan Penyakit Gondongan
Penyakit Gondong (Mumps atau Parotitis) penyebaran virus dapat ditularkan melalui kontak
langsung, percikan ludah, bahan muntah, mungkin dengan urin. Virus dapat ditemukan dalam urin
dari hari pertama sampai hari keempat belas setelah terjadi pembesaran kelenjar.
Penyakit gondongan sangat jarang ditemukan pada anak yang berumur kurang dari 2 tahun, hal
tersebut karena umumnya mereka masih memiliki atau dilindungi oleh anti bodi yang baik.
Seseorang yang pernah menderita penyakit gondongan, maka dia akan memiliki kekebalan seumur
hidupnya.
Tanda dan Gejala Penyakit Gondongan
Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus mengalami keluhan, bahkan
sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Namun demikian
mereka sama dengan penderita lainnya yang mengalami keluhan, yaitu dapat menjadi sumber
penularan penyakit tersebut.
Masa tunas (masa inkubasi) penyakit Gondong sekitar 12-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari.
Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah terinfeksi dan berkembangnya masa tunas dapat
digambarkan sdebagai berikut :

1. Pada tahap awal (1-2 hari) penderita Gondong mengalami gejala: demam (suhu badan 38.5
40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu makan, nyeri rahang bagian
belakang saat mengunyah dan adakalanya disertai kaku rahang (sulit membuka mulut).
2. Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis) yang diawali dengan
pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua kelenjar mengalami
pembengkakan.
3. Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian berangsur mengempis.
4. Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar di bawah rahang (submandibula) dan kelenjar
di bawah lidah (sublingual). Pada pria akil balik adalanya terjadi pembengkakan buah
zakar (testis) karena penyebaran melalui aliran darah.
Diagnosis Penyakit Gondongan (Mumps atau Parotitis)
Diagnosis ditegakkan bila jelas ada gejala infeksi parotitis epidemika pada pemeirksaan fisis,
termasuk keterangan adanya kontak dengan penderita penyakit gondong (Mumps atau Parotitis) 23 minggu sebelumnya. Selain itu adalah dengan tindakan pemeriksaan hasil laboratorium air
kencing (urin) dan darah.
Pemeriksaan Laboratorium
Disamping leucopenia dengan limfosiotsis relative, didapatkan pula kenaikan kadar amylase
dengan serum yang mencapai puncaknya setelah satu minggu dan kemudian menjadi normal
kembali dalam dua minggu.
Jika penderita tidak menampakkan pembengkakan kelenjar dibawah telinga, namun tanda dan
gejala lainnya mengarah ke penyakit gondongan sehingga meragukan diagnosa. Dokter akan
memberikan order untuk dilakukannya pemeriksaan lebih lanjut seperti serum darah. Sekurangkurang ada 3 uji serum (serologic) untuk membuktikan spesifik mumps antibodies: Complement
fixation antibodies (CF), Hemagglutination inhibitor antibodies (HI), Virus neutralizing antibodies
(NT).
Pengobatan Penyakit Gondongan
Pengobatan ditujukan untuk mengurangi keluhan (simptomatis) dan istirahat selama penderita
panas dan kelenjar (parotis) membengkak. Dapat digunakan obat pereda panas dan nyeri
(antipiretik dan analgesik) misalnya Parasetamol dan sejenisnya, Aspirin tidak boleh diberikan
kepada anak-anak karena memiliki resiko terjadinya sindroma Reye (Pengaruh aspirin pada anakanak).
Pada penderita yang mengalami pembengkakan testis, sebaiknya penderita menjalani istirahat
tirah baring ditempat tidur. Rasa nyeri dapat dikurangi dengan melakukan kompres Es pada area
testis yang membengkak tersebut. Sedangkan penderita yang mengalami serangan virus apada
organ pancreas (pankreatitis), dimana menimbulkan gejala mual dan muntah sebaiknya diberikan
cairan melalui infus.
Pemberian kortikosteroid selama 2-4 hari dan 20 ml convalescent gammaglobulin diperkirakan
dapat mencegah terjadinya orkitis. Terhadap virus itu sendiri tidak dapat dipengaruhi oleh anti
mikroba, sehingga Pengobatan hanya berorientasi untuk menghilangkan gejala sampai penderita
kembali baik dengan sendirinya.
Penyakit gondongan sebenarnya tergolong dalam "self limiting disease" (penyakit yg sembuh
sendiri tanpa diobati). Penderita penyakit gondongan sebaiknya menghindarkan makanan atau
minuman yang sifatnya asam supaya nyeri tidak bertambah parah, diberikan diet makanan cair dan
lunak.

Jika pada jaman dahulu penderita gondongan diberikan blau (warna biru untuk mencuci
pakaian), sebenarnya itu secara klinis tidak ada hubungannya. Kemungkinan besar hanya agar
anak yang terkena penyakit Gondongan ini malu jika main keluar dengan wajah belepotan blau,
sehingga harapannya anak tersebut istirahat dirumah yang cukup untuk membantu proses
kesembuhan.
Pencegahan Penyakit Gondongan (Mumps/Parotitis)
Pemberian vaksinasi gondongan merupakan bagian dari imunisasi rutin pada masa kanakkanak, yaitu imunisasi MMR (mumps, morbili, rubela) yang diberikan melalui injeksi pada usia
15 bulan.
Imunisasi MMR dapat juga diberikan kepada remaja dan orang dewasa yang belum
menderita Gondong. Pemberian imunisasi ini tidak menimbulkan efek apanas atau gejala lainnya.
Cukup mengkonsumsi makanan yang mengandung kadar Iodium, dapat mengurangi resiko
terkena serangan penyakit gondongan.
(Sumber:www.infopenyakit.com/2008/10/penyakit-gondongan-mumps-atau-parotitis.html)
7. DISENTRI BASILER (SHIGELLOSIS)
Batasan
Infeksi akut ileum terminalis dan kolon yang disebabkan oleh bakteri genus Shigella.
Epidemiologi
Infeksi Shigella mudah terjadi di tempat pemukiman padat, sanitasi jelek, kurang air dan
tingkat kebersihan perorangan yang rendah. Di daerah endemik infeksi Shigella merupakan 10
15 % penyebab diare pada anak. Sumber kuman Shigella yang alamiah adalah manusia walaupun
kera dan simpanse yang telah dipelihara dapat juga tertular. Jumlah kuman untuk menimbulkan
penyakit relatif sedikit, yaitu berkisar antara 10-100 kuman. Oleh karena itu sangat mudah terjadi
penularan secara fecal oral, baik secara kontak langsung maupun akibat makanan dan minuman
yang terkontaminasi.
Di daerah tropis termasuk Indonesia, disentri biasanya meningkat pada musim kemarau di
mana S. flexnerii merupakan penyebab infeksi terbanyak. Sedangkan di negara-negara Eropa dan
Amerika Serikat prevalensinya meningkat di musim dingin. Prevalensi infeksi oleh S. flexnerii di
negara tersebut telah menurun sehingga saat ini S. Sonnei adalah yang terbanyak.
Gejala klinis
Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Pada dasarnya gejala klinis Shigeleosis
bervariasi. Lama gejala rerata 7 hari pada orang dewasa, namun dapat berlangsung sampai 4
minggu. Disentri basiler yang tidak diobati dengan baik dan berlangsung lama gejalanya
menyerupai kolitis ulserosa. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, rasa panas rektal,
diare disertai demam yang bisa mencapai 40o C. Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja masih
mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun. Pada anak-anak mungkin
didapatkan demam tinggi dengan atau tanpa kejang, delirium, nyeri kepala, kaku kuduk dan
letargi.
Pengidap pasca infeksi pada umumnya berlangsung kurang dari 4 minggu. Walaupun jarang
terjadi telah dilaporkan adanya pengidap Shigella yang mengeluarkan kuman bersama feses

selama bertahun. Pengidap kronik tersebut biasanya sembuh sendiri dan dapat mengalami gejala
shifellosis yang intermiten.
Penatalaksanaan
1. Mengatasi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Sebagian besar pasien disentri dapat diatasi dengan rehidrasi oral. Pada pasien dengan diare
berat, disertai dehidrasi dan pasien yang muntah berlebihan sehingga tidak dapat dilakukan
rehidrasi oral harus dilakukan rehidrasi intravena.
2. Antibiotik
Keputusan penggunaan antibiotik sepenuhnya berdasarkan beratnya penyakit yaitu pasien
dengan gejala disentri sedang sampai berat, diare persisten serta perlu diperhatikan pola
sensitivitas kuman di daerah tersebut. Beberapa jenis obat yang biasa digunakan yaitu Ampisilin,
Kontrimoksazol, dan Tetrasiklin.
Dilaporkan bahwa pada daerah tertentu di Indonesia kuman Shigella telah banyak yang
resisten dengan antibiotik tersebut di atas sehingga diperlukan antibiotik lain seperti golongan
kuinolon dan sefalosporin generasi III terutama pada pasien dengan gejala klinik yang berat
3. Pengobatan simtomatik
Hindari obat yang dapat menghambat motilitas usus seperti narkotika dan derivatnya, karena
dapat mengurangi eliminasi bakteri dan memprovokasi terjadinya megakolon toksik. Obat
simtomatik yang lain diberikan sesuai dengan keadaan pasien antara lain analgetik-antipiretik dan
antikonvulasi.
(Sumber:www.suaradokter.com/2009/06/kolitis/)
8. INFEKSI E. COLI PATOGEN
Batasan
Infeksi kolon oleh serotie Escherichia coli tertentu (O157:H7) yang menyebabkan
diare berdahak/tidak.
Epidemiologi
Karena pemeriksaan laboratorium untuk E. coli patogen jarang dilakukan, maka angka
kejadiannya tidak diketahui dengan pasti. Diperkirakan di Amerika Serikat sekitar 21.000 orang
terinfeksi setiap tahunnya. Di Kanada dan Amerika Serikat, E. coli (O157:H7) lebih sering
diisolasi pada pasien diare dibandingkan dengan Shigella demikian juga pada pasien diare kronik
di Jakarta.
E. coli patogen tersebut didapatkan pada usus ternak sehat (sekitar 1persen), penularan ke
manusia sehingga menyebabkan KLB (kejadian luar biasa/outbreak) adalah lewat daging yang
terkontaminasi pada saat penyembelihan, daging tersebut kemudian digiling dan kurang baik
dalam proses pemanasannya. Cara penularan lain adalah lewat air minum yang tercemar, tempat
berenang yang tercemar dan antar manusia.
Masa inkubasi rerata 3-4 hari, namun dapat terjadi antara 1 8 hari. E. coli patogen dapat
ditemukan pada pasien sampai 3 minggu setelah sembuh namun tidak pernah ditemukan pada
orang sehat (bukan flora normal pada manusia).
Gejala klinis

Manifestasi klinis infeksi E.coli patogen sangat bervariasi, dapat berupa: infeksi asimtomatik,
diare tanpa darah, diare berdarah (hemorrhagic colitis), SHU, purpura trombositopenik sampai
kematian.
Gejala klinis adalah nyeri abdomen yang sangat (severe abdominal cramp), diare yang
kemudian diikuti diare berdarah dan sebagian dari pasien disertai nausea (mual) dan vomiting
(muntah). Pada umumnya suhu tubuh pasien sedikit meningkat atau normal, sehingga dapat
dikelirukan sebagai kolitis non infeksi.
Pemeriksaan tinja pasien biasanya penuh dengan darah, namun sebagian pasien tidak
mengandung darah sama sekali. Gejala biasanya membaik dalam seminggu, namun dapat pula
terjadi SHU (sekitar 6 % dari pasien) antara 2-12 hari dari onset diare. SHU ditandai dengan
anemia hemolitik mikroangiopatik, trombositopenia, gagal ginjal dan gejala saraf sentral.
Komplikasi neurologik berupa kejang, koma, hemiparesis terjadi pada sekitar seperempat dari
pasien SHU. Prediktor keparahan SHU antara lain meningkatnya jumlah lekosit, gejala
gastrointestinal yang berat, cepat timbul anuria, usia di bawah 2 tahun. Mortalitas antara 3-5 %.
Penatalaksanaan
Pengobatan infeksi E. coli patogen tidak spesifik, terutama pengobatan suportif dan
simtomatik. Komplikasi SHU dilaporkan lebih banyak terjadi pada pasien yang mendapat
antibiotik dan obat yang menghambat motilitas. Di samping itu pemberian kontrimoksazol
dilaporkan tidak mempunyai efek yang signifikan terhadap perjalanan gejala gastrointestinal,
ekskresi organisme dan komplikasi SHU.
(Sumber:www.suaradokter.com/2009/06/kolitis/)
9. KOLITIS TUBERKULOSA
Batasan
Infeksi kolon oleh kuman Mycobacterium tuberculosae.
Epidemiologi
Lebih sering ditemukan di negara berkembang dengan penyakit tuberculosis yang masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Gejala klinis
Keluhan paling sering (pada 80-90% kasus) adalah nyeri perut kronik yang tidak khas. Dapat
terjadi diare ringan bercampur darah, kadang-kadang konstipasi, anoreksi, demam ringan,
penurunan berat badan atau teraba masa abdomen kanan bawah. Pada sepertiga kasus ditemukan
kuman pada tinja, tetapi pada pasien dengan tuberkulosis paru aktif adanya kuman pada tinja
mungkin hanya berasal dari kuman yang tertelan bersama sputum.
Penatalaksanaan
Diperlukan kombinasi 3 macam atau lebih obat anti tuberculosis seperti pada pengobatan
tuberculosis paru, demikian pula lama pengobatan dan dosis obatnya. Kadang-kadang perlu
tindakan bedah untuk mengatasi komplikasi. Beberapa obat anti tuberculosis yang sering dipakai
adalah: INH, Etambutol, Rifampisin, dan Pirazinaidid.
(Sumber:www.suaradokter.com/2009/06/kolitis/)

10. XEROSTOMIA
Sulit bicara, makan dan menelan? Sedang tertekan, marah atau dalam pengobatan?
Kombinasi dari keadaan berikut dapat mengakibatkan kondisi menyakitkan yang dapat dibilang
sebagai mulut kering, menurut artikel dalam majalah AGD Impact edisi terakhir, yang
diterbitkan oleh Akademi Kedokteran Gigi (Academy of General Dentistry atau AGD) di Amerika
Serikat.
Mulut kering atau xerostomia, disebabkan oleh berkurangnya jumlah ludah di mulut ketika
kelenjar ludah tidak bekerja dengan benar. Ludah adalah mekanisme pertahanan utama dalam
mulut yang mempunyai peranan penting dalam pencegahan pengeroposan gigi dengan membilas
partikel makanan, menetralisir asam berbahaya, mencerna makanan, dan menyehatkan jaringan
lunak di mulut.
Walaupun kondisi ini merupakan gejala kondisi kesehatan yang memburuk,xerostomia juga
disebabkan oleh penuaan, terapi radiasi dan kemoterapi,pengobatan ataupun penyakit.
Lebih dari 400 jenis resep obat dan obat yang dijual bebas dapat mengakibatkan mulut
kering, ucap John Kokai, tokoh DDS, MAGD dan AGD. Dia juga mengatakan bahwa kondisi ini
juga dapat mempengaruhi mereka yang terjangkit AIDS,diabetes, kanker kelenjar liur,
alkoholikdan orang-orang yang tidak meminum air dalam jumlah yang cukup.
Penderita xerostomia mungkin mengalami pembusukan gigi yang luas, infeksijaringan lunak
dalam mulut, kesulitan dalam berbicara, makan dan menelan, luka di dalam mulut, perubahan
indera perasa di lidah dan kesulitan dalam memakai gigi palsu.
Dokter gigi anda dapat membantu mengidentifikasikan pengobatan yang dapat
mengakibatkan mulut kering, ucap Dr. Kokai. Mereka mungkin dapat merekomendasikan
terapi sederhana seperti mengisap es batu, permen tanpa gula,atau mengunyah permen karet lalu
berkumur dengan kandungan soda kue dan air.
Pemakaian sealant pada gigi dapat membantu menjaga gigi anda dari lubang yang diakibatkan
oleh kerusakan gigi. Apabila masalah ini bertambah parah, maka dokter gigi anda dapat
memberikan resep obat untuk membantu anda mengatasinya.
Untuk mengurangi rasa sakit yang datang dari xerostomia:
Sikat gigi dan gunakan benang floss dua kali sehari
Kunyah permen karet tanpa gula
Jauhi alkohol dan kafein
Jauhi rokok
Jauhi makanan yang terlalu asin
Seringlah minum air putih
Jauhi jus sitrus (seperti tomat, jeruk, markisa/jeruk bali)
Jauhi makanan kering, seperti roti panggang atau biskuit
Gunakan perawatan rehidrasi generik
Seringlah berkonsultasi dengan dokter gigi anda (kunjungan teratur ke dokter gigi)

Das könnte Ihnen auch gefallen