Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
130112080106
130112080105
Ridwan Budimansyah
130112080143
Preceptor :
Ongka Muhammad Saifuddin, dr., SpTHT-KL (K)
BAB I
PENDAHULUAN
Tuli terdiri atas tuli konduktif, tuli sensorineural dan tuli campuran. Tuli
konduktif terjadi bila terdapat gangguan hantaran bunyi pada sistem konduksi di
dalam telinga. Tuli sensorineural terjadi bila terdapat gangguan fungsi sistem saraf
pendengaran. Salah satu penyebab ketulian yang sering dijumpai adalah
peradangan telinga tengah, yang dapat menyebabkan ketulian tipe konduktif.
Radang telinga tengah atau otitis media merupakan salah satu penyakit infeksi
yang banyak dijumpai, terutama pada anak-anak. Jika otitis media hanya
unilateral maka fungsi pendengaran tidak akan banyak terganggu, tetapi jika
mengenai kedua telinga, fungsi pendengaran akan sangat terganggu.
Otitis media efusi atau OME ditandai oleh adanya efusi nonpurulen pada
telinga tengah, cairan efusi tersebut dapat berbentuk mukoid atau serous. Pada
OME biasanya pasien mengeluh terdapat penurunan fungsi pendengaran atau
telinga terasa penuh tapi tidak terdapat rasa sakit atau demam.
OME dapat terjadi selama masa resolusi dari akut otitis media (OMA)
ketika peradangan sudah tidak ada. Gangguan dari fungsi tuba eustachius yang
menetap dapat menyebabkan terbentuknya tekanan negatif di dalam telinga
tengah, tekanan negatif ini menimbulkan cairan transudat yang berasal dari
mukosa. OME dapat terjadi pula pada anak-anak dengan cleft palate, hal ini
disebabkan karena tidak tepatnya insersi dari otot tensor veli palatini pada soft
palate. Oleh karena itu, otot tensor veli palatini tidak dapat membuka tuba
eustachius pada saat menelan atau membuka mulut
Anak-anak dengan OME harus diobservasi selama 3 bulan sejak dari onset
efusi (jika diketahui) atau dari tanggal diagnosis jika onset tidak diketahui. Tes
pendengaran harus dilakukan jika OME menetap lebih dari 3 bulan atau lebih,
atau pada saat terdapat gangguan bahasa dan belajar, atau dicurigai adanya
penurunan fungsi pendengaran yang signifikan pada anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi telinga tengah
Telinga tengah yang terisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu kotak
dengan enam sisi. Dinding posteriornya lebih luas daripada dinding anterior
sehingga kotak tersebut berbentuk baji. Telinga tengah terdiri dari 3 bagian yaitu
membran timpani, cavum timpani dan tuba eustachius.
squamous epithelium
lapisan mukosa
Membrana timpani mendapat perdarahan dari kanalis akustikus eksternus
dan dari telinga tengah, dan beranastomosis pada lapisan jaringan ikat lamina
propia membrana timpani.
2.1.2. Kavum timpani
Kavun timpani merupakan suatu ruangan yang berbentuk irreguler
diselaputi oleh mukosa. Kavum timpani terdiri dari 3 bagian yaitu epitimpanium
yang terletak di atas kanalis timpani nervus fascialis, hipotimpananum yang
terletak di bawah sulcus timpani, dan mesotimpanum yang terletak diantaranya.
Batas kavum timpani ;
Atas
: tegmen timpani
Dasar
Posterior
Anterior
Medial
: dinding labirin
Lateral
: membrana timpani
Kavum timpani berisi 3 tulang pendengaran yaitu maleus, inkus, dan
stapes. Ketiga tulang pendengaran ini saling berhubungan melalui artikulatio dan
dilapisi oleh mukosa telinga tengah. Ketiga tulang tersebut menghubungkan
membran timpani dengan forsmen ovale, seingga suara dapat ditransmisikan ke
telinga dalam.
Maleus, merupakan tulang pendengaran yang letaknya paling lateral.
Malleus terdiri 3 bagian yaitu kapitulum mallei yang terletak di epitimpanum,
manubrium mallei yang melekat pada membran timpani dan kollum mallei yang
menghubungkan kapitullum mallei dengan manubrium mallei. Inkus terdiri atas
korpus, krus brevis dan krus longus. Sudut antara krus brevis dan krus longus
sekitar 100 derajat. Pada medial puncak krus longus terdapat processus
lentikularis. Stapes terletak paling medial, terdiri dari kaput, kolum, krus anterior
dan posterior, serta basis stapedius/foot plate. Basis stapedius tepat menutup
foramen ovale dan letaknya hampir pada bidang horizontal.
Dalam kavum timpani terdapat 2 otot, yaitu :
- M.tensor timpani, merupakan otot yang tipis, panjangnya sekitar 2 cm, dan
berasal dari kartilago tuba eustachius. Otot ini menyilang kavum timpani ke
lateral dan menempel pada manubrium mallei dekat kollum. Fungsinya untuk
menarik manubrium mallei ke medial sehingga membran timpani menjadi lebih
tegang.
- M. Stapedius, membentang antara stapes dan manubrium mallei dipersarafi oleh
cabang nervus fascialis. Otot ini berfungsi sebagai proteksi terhadap foramen
ovale dari getaran yang terlalu kuat.
Influenza, M. Cattarrhalis.
Virus, seperti: Rhinovirus
Faktor lain yang dapat menyumbat saluran tuba eustachius.
Faktor lain yang dapat menyumbat saluran tuba eustachius.
b) Klasifikasi:
Otitis media efusi (OME): sering disebut juga otitis media serosa,
karena pada OME telinga tengah hanya terisi oleh cairan serosa
inflamasi akut.
Otitis media supuratif kronis (OMSK): disebut juga otitis media
perforata, merupakan suatu otitis media akut stadium perforasi
yang telah berlangsung lebih dari 2 bulan.
1.2.1
b)
b)
Pendengaran berkurang
c)
d)
1.2.1.4 Diagnosis
a. Anamnesis: melihat riwayat alergi, penyakit yang diderita ( khususnya
infeksi saluran pernapasan atas ), dan tanda-tanda kelainan pada faring
( tumor nasofaring, dll ).
b. Pemeriksaan fisik:
udara, tapi kadang membran timpani terlihat normal. Stadium ini sukar
dibedakan dengan otitis media efusi.
2. Hiperemis ( presupurasi ): terlihat pembuluh darah pada membran timpani
membrane timpani sehingga nanah dapat mengalir keluar. Pada fase ini anak
terlihat tenang, suhu badan turun, dan dapat tertidur nyenyak.
5. Resolusi: jika pengobatan berhasil dan membran timpani masih utuh, lama-
Pada otitis media akut biasanya pasien mengalami demam akibat infeksi
ditelinganya, sedang pada otitis media efusi biasanya tidak ada demam, atau
demam yang disebabkan oleh penyakit primernya.
2.
Pada otitis media akut biasanya disertai rasa sakit pada telinga yang teinfeksi,
sedangkan pada otitis media efusi idak disertai rasa sakit.
Karena pasien kita tidak memiliki rasa sakit pada telinga yang terganggu,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien kita mengalami otitis media efusi.
2.2.1.6 Patogenesis
Faktor yang paling sering menyebabkan otitis media efusi adalah alergi. Pada
orang yang mengalami alergi, terjadi tanda-tanda inflamasi pada kavum nasinya,
antara lain; peningkatan produksi mukosa, vasodilatasi yang menyebabkan
perubahan
permeabilitas
kapiler
sehingga
mengakibatkan
edema
pada
submukosa, dan jika hal-hal tersebut terjadi pada tuba eustachius maka dapat
menimbulkan sumbatan saluran antara telinga tengah dan udara luar, akibatnya
terjadi peningkatan tekanan negatif pada telinga, sehingga terjadilah transudasi
cairan yang mengisi kavum timpani, akibatnya terjadilah otitis media efusi
(OME).
Etiologi: alergi, dll
Sumbatan tuba
Gangguan fungsi
pendengaran
Timpanometri
adalah
pemeriksaan
telinga
yang
berguna
untuk
yang
alergi
terhadap
golongan
beta-laktam
dapat
diberikan
Dekongestan
Pada umumnya otitis media efusi dapat disertai dengan penyumbatan hidung
dan pilek, maka dekongestan diberikan untuk menghilangkan gejala tersebut.
Mukolitik
Mukolitik dapat diberikan untuk membantu mengencerkan sekret nasal jika
terjadi penyumbatan pada hidung ataupun pilek.
Terapi operatif dapat dilakukan jika masih terdapat cairan selama 3 bulan
dari masa pengobatan dan terjadi gangguan pendengaran. Tindakan operatif yang
dilakukan adalah miringotomi dengan aspirasi efusi atau dengan memasukan
pressure equilization tube (PET).
Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani agar
terjadi drainese sekret telinga tengah. Miringotomi dilakukan bila ada cairan yang
menetap di telinga setelah 3 bulan penanganan medis dan terdapat gangguan
pendengaran. Lokasi miringotomi adalah di kuadran posteroinferior.
Miringotomi dengan aspirasi efusi dilakukan pada pasien dengan tuli
ringan (20-40 dB) dan miringotomi dengan PET dilakukan untuk mengurangi
terjadinya komplikasi otitis media akut jika terjadi tuli sedang dan berat (41 dB).
2.2.1.10 Komplikasi
Komplikasi otitis media efusi dapat menyebabkan :
Gangguan pendengaran
Tympanosclerosi
2.2.1.11 Prognosis
Pada umumnya penderita otitis media efusi mempunyai prognosis yang
baik. Bahkan otitis media efusi dapat sembuh tanpa adanya interfensi. Namun
terdapat 5% penderita yang tidak diobati mengalami otitis media efusi menetap
hingga 1 tahun.
BAB III
KESIMPULAN
Otitis media efusi (OME): sering disebut juga otitis media serosa, karena
pada OME telinga tengah hanya terisi oleh cairan serosa akibat peningkatan
tekanan, tidak disertai rasa sakit pada telinga.
Etiologi penyebab otitis media efusi yang paling sering terjadi disebabkan
karena alergi, dan faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan sumbatan pada tuba
eustachius seperti tumor nasofaring dan pembesaran tonsil. Insidensi paling sering
terjadi pada anak-anak dibawah 4 tahun.
Perjalanan otitis media efusi biasanya terjadi karena penumpukan cairan
pada tuba eustachius, sehingga telinga terasa penuh. Penumpukan mengakibatkan
penekanan membran timpani dan tulang-tulang pendengaran. Maka pasien
umumnya mengalami gangguan fungsi pendengaran.
Terapi pada otitis media efusi yaitu menghindari alergan serta diberikan
terapi medikamentosa seperti antibiotik, dekongestan, dan mukolitik. Terapi
operatif dilakukan jika masih terdapat cairan selama 3 bulan. Tindakan operatif
yang dilakukan adalah miringotomi. Miringotomi dengan aspirasi efusi dilakukan
pada pasien dengan tuli ringan dan miringotomi dengan PET dilakukan untuk
mengurangi terjadinya komplikasi otitis media akut jika terjadi tuli sedang dan
berat.
Prognosis otitis media efusi pada umumnya baik. Bahkan otitis media
efusi dapat sembuh tanpa adanya interfensi. Namun terdapat 5% penderita yang
tidak diobati mengalami otitis media efusi menetap hingga 1 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Boise,
L.R.
Buku
Ajar
Penyakit
THT.
Boise
Fundamentals
of
3.
4.
5.
6.
Cummings CW, Flint PW, Haughey BH, et al. Otolaryngology: Head &
Neck Surgery. 4th ed. St Louis, Mo; Mosby; 2005. Available from:
http://www.nlm. nih.gov/medlineplus/ency/article/003390.htm
7.
8.
9.
Soepardi EA, Iskandar N. 1997. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorok. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
10. Thraser III RD, M.D. Middle Ear, Otitis Media With Effusion. eMedicine;
2007. Available from: http://www.emedicine.com/ent/topic209.htm