Sie sind auf Seite 1von 9

ANALISIS BERITA PEMBERDAYAAN UKM

oleh: Sando Sasako


Jakarta, 1 Januari 2000 17:14:42

Apabila kita menyimak berita-berita tentang usaha mikro dan UKM, setidaknya ada lima
point yang ingin disampaikan oleh media massa di Indonesia, antara lain birokrasi, kredit un-
tuk UKM, lembaga/institusi pemerintah, lembaga/institusi non-pemerintah (LSM), lem-
baga/institusi komersil, dan infrastruktur.
Pertama, birokrasi ketentuan dan perizinan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat dan daerah
serta kalangan perbankan seperti hambatan yang ditimbulkan akibat ketidakjela-
san/ketidaktrans-paranan, ketidaksinkronan kebijaksanaan antardepartemen, minimnya so-
sialisasi ketentuan/pera-turan pemerintah, biaya-biaya siluman dalam pengurusan perizinan.
Kedua, kredit untuk UKM seperti rencana, realisasi, dan ketentuan penyaluran baik dari in-
stansi pemerintah, perbankan, maupun Bank Indonesia. Juga termasuk subsidi bunga, penja-
minan, restrukturisasi.
Ketiga, lembaga atau institusi pemerintah yang memiliki program-program pembinaan dan
pengembangan UKM.
Keempat, lembaga atau institusi sosial non-pemerintah yang membina dan mengembangkan
UKM seperti FORDA, PUPUK, Warung Bisnis, PER (Pola Ekonomi Rakyat), dan inkubator
UKM. Keempat institusi ini bisa dikategorikan sebagai unit-unit klinik konsultasi bisnis yang
diharapkan berfungsi sebagai pengembang, penarik, dan pendorong kemajuan UKM.
Kelima, lembaga atau institusi komersil yang membina dan mengembangkan UKM seperti
perusahaan dotcom yang memfasilitasi kebutuhan UKM seperti dalam hal komunikasi, in-
formasi, pemasaran, transaksi.
Keenam, infrastruktur yang tidak memadai seperti tidak adanya jaminan keamanan dalam be-
rusaha, premanisme.
Kesemuanya ini jarang atau bisa dikata hampir tidak pernah diangkat oleh media massa di
Indonesia secara komprehensif melainkan secara sporadis. Pun dalam hal penyebaran infor-
masi dari pemerintah ke UKM yaitu dengan minimnya sarana komunikasi antara kedua belah
pihak.

Komoditas politik
Sampai saat ini, dalam menyikapi isu-isu atau segala hal yang berhubungan dengan UKM,
pemerintah selalu menjadikan UKM sebagai komoditas politik. Hal ini menjadi sangat jelas
saat pemerintah selalu mengambil kebijakan top-down dalam menghadapi UKM. Kecender-
ungannya adalah pemerintah lebih suka menciptakan program-program baru untuk tujuan
yang sama yaitu memberdayakan usaha mikro dan UKM.
Sosialisasi program-program baru ini sebenarnya cukup baik sampai ke seluruh pelosok
pedesaan. Sayangnya, pada pelaksanaannya, masyarakat awam tidak mengerti sampai detil
bagaimana mereka bisa memanfaatkannya. Karena untuk mendapatkan manfaat dari program
tersebut, masyarakat harus menjalani berbagai jenjang birokrasi yang melelahkan dan sangat
menyesakkan napas.
Prosedur administrasi yang bertele-tele dan banyak memakan biaya ini membuat banyak ka-
langan dari kelompok masyarakat awam ini yang kemudian mempunyai anggapan bahwa
program-program pemerintah ini tidak layak bagi mereka. Di sisi lain, mereka melihat justru
orang-orang atau kelompok yang dekat dengan birokrasilah yang bisa memanfaatkan pro-
gram tersebut.
Mengapa bisa demikian? Jawabannya bermuara pada ketimpangan informasi yang didapat
antara elit yang dekat dengan birokrat/penguasa dengan kelompok masyarakat awam yang
minim informasi. Idealnya, kesempatan dan peluang usaha bagi UKM harus terbuka dan adil
melalui transparansi atas kebijaksanaan yang diambil dan ketentuan serta peraturan yang
ditetapkan.
SANDO SASAKO

Paper work seperti perizinan, sertifikasi, dan lainnya merupakan masalah yang paling berat
dihadapi oleh usaha mikro dan UKM. Apabila pemerintah ingin memberdayakan UKM, di
sinilah peran pemerintah sangat diharapkan untuk muncul. Dengan memotong rantai
birokrasi, 80 persen segala permasalahan dan hambatan-hambatan yang dihadapi UKM telah
terselesaikan dengan baik.
Seandainya pemerintah berani mengambil langkah kebijaksanaan demikian berarti
pemerintah telah menunjukkan sikap politiknya yang riel, pemerintah berpihak kepada usaha
mikro dan UKM. Cap lip service bagi pemerintah dalam hal memberdayakan usaha mikro
dan UKM akan dengan sendirinya lepas dan segera dilupakan oleh masyarakat.
Seringnya usaha mikro dan UKM dijadikan komoditas politik ditengarai bukannya tanpa
alasan yang mendasar. Banyak kalangan menyadari arti pentingnya keberadaan usaha mikro
dan UKM di Indonesia. Daya juang dan ketahanan ekonomi berbasis kerakyatan ini diakui
masih tetap solid dan kokoh di tengah amukan badai krisis ekonomi yang masih berlangsung.
Pun dalam hal banyaknya tenaga kerja informal yang terserap di kedua sektor usaha ini.

Biaya harus keluar dulu


Untuk mendirikan satu usaha mikro dan/atau UKM, sang pengusaha harus mengeluarkan
biaya-biaya dulu sebelum usaha yang akan dikerjakannya dapat menghasilkan uang. Hal yang
ironis ini merupakan suatu perkara yang lumrah untuk ukuran di Indonesia.
Untuk biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk urusan perizinan dan lisensi, nilainya bisa
mencapai sepertiga dari total biaya yang harus dikeluarkan untuk mendirikan suatu usaha
mikro/ UKM.
Berdasarkan penelitian Asia Foundation terhadap pendirian UKM di Jawa Tengah, biaya
yang harus dikeluarkan bisa mencapai angka Rp 4 juta. Tidak jarang realisasi biaya yang ha-
rus dikeluarkan bisa berlipat tiga.
Ada tujuh dokumen yang harus disiapkan hanya untuk membuka warung/toko. Antara lain
sertifikat HGB (hak guna bangunan), surat pernyataan dari tetangga yang tidak akan ter-
ganggu akibat aktivitas bisnis yang dilakukan, bukti berbadan hukum, nomor wajib pajak,
SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan), surat keterangan dari kepolisian setempat, dan surat
rekomendasi dari pemda setempat.
Ada pula persyaratan yang mengharuskan UKM untuk satu bidang usaha tertentu harus
membeli bahan baku jauh di atas kapasitas produksi yang mereka sanggupi. Belum lagi adan-
ya upaya pemerintah untuk menangani pembajakan hak cipta UKM.

Berbagai rancangan, resolusi, dan rekomendasi


Hampir di setiap forum, pertemuan, dan sejenisnya baik di tingkat nasional, regional, maupun
dunia, segala hal yang berkaitan dengan UKM di Indonesia pasti ada dikemukakan. Hal yang
dimaksud bisa berupa temuan hasil riset dan survey, solusi, rancangan, bahan diskusi, dan
rekomendasi.
Hasil riset kebanyakan berhasil merumuskan berbagai kelemahan yang mendasar di setiap
usaha mikro dan UKM. Dua yang utama adalah minimnya SDM yang bermutu dan masalah
permodalan. Faktor-faktor lain biasanya merupakan dampak ikutan dari dua hal yang utama
tersebut.
Sukses dalam mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi usaha mikro dan UKM di Indo-
nesia bukan berarti sukses pula dalam implementasi berbagai rancangan, resolusi, dan rek-
omendasi program yang dikemukakan. Kegagalan pemberdayaan kedua sektor usaha ini di-
tengarai dengan lemahnya koordinasi, disain program yang asal-asalan, dan tidak optimalnya
upaya-upaya monitoring dan evaluasi.
Dalam hal menciptakan program-program pemberdayaan usaha mikro dan UKM, Indonesia
terkenal jagonya. Mandulnya program-program ini lebih disebabkan oleh tidak terpenuhinya
ANALISIS BERITA PEMBERDAYAAN UKM

kebutuhan yang substansil bagi kedua sektor usaha tersebut. Berikut daftar program pengem-
bangan UKM (dan usaha mikro) di Indonesia:
1. Berbagai macam kredit program bersubsidi.
2. Clustering programs.
3. Fasilitas kredit dari bank-bank pemerintah bagi usaha mikro dan UKM.
4. Inkubator bisnis.
5. Kawasan industri.
6. Klinik konsultasi bisnis.
7. Koperasi simpan pinjam.
8. Modal ventura melalui Bahana Arta Ventura dan PNM.
9. Pelatihan ISO.
10. Pelatihan kerja (vocational).
11. Pelatihan kewiraswastaan.
12. Penjaminan kredit.
13. Persyaratan hubungan bisnis bagi BUMN dan PMA.
14. Program bapak angkat.
15. Promosi disain.
16. Proyek-proyek pembangunan infrastruktur.
17. Pusat pelayanan teknis.
18. Sumbangan BUMN untuk UKM.

Rapat CGI di Tokyo, Oktober 2000


Menyimak pertemuan CGI di Tokyo bulan Oktober lalu, ada beberapa catatan yang ingin
disampaikan. Banyak negara donor meminta pemerintah Indonesia untuk menciptakan UKM
yang mampu bersaing di tingkat domestik dan global, bukannya menciptakan UKM yang ter-
gantung pada hand-out atau perlakuan khusus.
Untuk itu, pemerintah dituntut untuk meningkatkan lingkungan bisnis yang kondusif,
meningkatkan kinerja sistem pendukung yang telah ada, dan merangsang swasta untuk ber-
peran lebih besar lagi dalam menyediakan jasa pelayanan dan pembiayaan. Lingkungan yang
kondusif bagi usaha mikro dan UKM bisa berbentuk playing field yang sama. Pemerintah
selama ini sangat berpihak kepada konglomerat dan koperasi. Selain itu rapat CGI juga me-
nyoroti masalah akses terhadap modal, prasarana, dan teknologi informasi (IT).
Dengan memperhatikan efektivitas program-proram yang ada, rapat CGI merekomendasikan
pemerintah Indonesia untuk menciptakan program baru untuk lebih memberdayakan UKM.
Program ini diharapkan bisa menerapkan praktek-praktek yang lazim di dunia internasional,
manajemen UKM yang dikelola secara profesional oleh qualified private managers, dan min-
imnya intervensi dari pemerintah. Terlebih lagi terhadap tuntutan mempersiapkan pemda
yang berpihak kepada UKM setelah ketentuan otonomi daerah berlaku efektif.
Rekomendasi lainnya berupa pembentukan Inter-Ministerial SME Task Force (Gugus Tugas
UKM Antar-Departemen). Gugus Tugas ini diharapkan mampu merumuskan strategi
pengembangan UKM melalui Action Plan yang mencakup hal-hal konkret yang mampu dil-
aksanakan, jangka waktu, dan pembagian tugas dan kewajiban.
Gugus Tugas juga diharapkan mampu berimprovisasi terhadap rencana program yang dibuat,
baik dalam hal pengembangan, implementasi, eliminasi, swastanisasi, dam merestrukturisasi
program seandainya ada kekurangan dari kinerja yang diharapkan.

Desentralisasi dan otonomi daerah


Ada semacam kecemasan di sebagian kalangan dengan adanya kebijaksanaan desentralisasi
dan otonomi daerah mulai tahun 2001 ini. Hal ini bisa dimaklumi mengingat selama ini pro-
gram-program pemberdayaan usaha mikro dan UKM merupakan kebijaksanaan pemerintah
SANDO SASAKO

pusat. Pemda pun belum berpengalaman dalam menangani masalah-masalah pemberdayaan


UKM.
Desentralisasi ditengarai banyak pihak akan membuat lingkungan bisnis semakin bertambah
kompleks. Dengan kata lain, kebijaksanaan pemda akan semakin terasa berpengaruh terhadap
keberadaan UKM. Pengaruh tersebut bisa positif, bisa pula negatif.
Banyak pihak lebih percaya otonomi daerah akan semakin menekan UKM khususnya dalam
upaya pemda meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Pemda akan berupaya semaksi-
mal mungkin menggenjot PAD-nya melalui pungutan-pungutan resmi atas jasa pelayanan
pemda untuk kemaslahatan UKM, lisensi, dan perizinan. Di sisi lain, pemda belum tentu akan
mengalokasikan dana anggaran daerahnya untuk memberikan berbagai insentif yang diper-
lukan UKM supaya bisa lebih kompetitif dalam berusaha.

Indonesia Business Support Facility (IBSF)


Dalam rapat CGI, Bank Dunia ada mengusulkan satu model/program pemberdayaan UKM
melalui pembentukan IBSF. Berbagai rationale diungkapkan. Termasuk di antaranya adalah
semacam tinjauan dan matrikulasi berbagai isu tentang UKM. Empat topik utama yang men-
jadi bahan diskusi adalah business environment, informasi, capacity building, dan modal.
Dalam business environment, ada bahasan tentang landasan hukum dan regulasi, kapasitas
pemerintah, budaya bisnis, prasarana, dan IT/Internet. Dalam bahasan informasi, ada tema-
tema pasar dunia, pasar domestik, dan produk. Dalam bahasan capacity building, ada tema-
tema pelayanan bisnis, pelatihan, konsultasi, dan linkages-nya. Dalam bahasan modal, ada
tema-tema pembiayaan mikro, ekuitas, dan lainnya seperti kredit, supplier credit, pegadaian,
leasing/factor-ing.
IBSF diharapkan mampu menjadi katalis pertumbuhan usaha-usaha lokal melalui pemberian
asistensi langsung kepada UKM and berbagai institusi pendukung UKM. Asistensi IBSF
diberikan kepada UKM pada masa pra dan pasca-pembiayaan; memperkuat penyedia jasa
pengembangan bisnis; dan membantu lembaga keuangan, institusi pemerintah, dan asosiasi di
tingkat lokal dan nasional.
Memberikan akses ke pasar, meningkatkan efisiensi operasional, dan akses terhadap pem-
biayaan eksternal merupakan fokus IBSF melalui kantor-kantornya di empat kota di Indone-
sia. Sebagai tambahan, IBSF diharapkan mampu memperkuat operasi pemberian pinjaman
BRI kepada UKM.
IBSF diharapkan pula untuk mampu menjadi komplemen kerja ADB dan lembaga donor
lainnya serta mampu membangun kerjasama dengan lembaga-lembaga pendukung dan pem-
biayaan UKM seperti BRI, SwissContact, dan Yayasan Astra.

UKM Telekomunikasi
Memasuki semester kedua tahun 2000, maraknya pembukaan wartel dan warnet nampaknya
mendekati titik jenuh. Ini ditandai dengan semakin sedikitnya kita melihat wartel dan warnet
yang baru dibuka. Khusus untuk warnet, menurunnya pembukaan warnet baru lebih disebab-
kan anjloknya nilai rupiah dari Rp 7000 ke Rp 9000 per dollar AS.
Penurunan pertumbuhan wartel lebih banyak dipengaruhi oleh adanya isu bahwa wartel bebas
menetapkan tarif atas pelayanan fasilitas telekomunikasi yang mereka berikan kepada
pelanggan. Hal ini seiring dengan tidak adanya lagi sistem komisi (bagi hasil 70:30) antara
PT Telkom dan pengelola wartel.
Efisiensi operasional dalam menyediakan telepon umum merupakan hal yang dituju PT
Telkom. Banyaknya pengrusakan fasilitas telepon umum kartu dan koin disiasati oleh PT
Telkom dengan menggampangkan prosedur bagi swasta yang ingin mendirikan wartel. Ham-
pir di setiap pelosok negeri ini, kita dengan mudah dapat menemukan wartel. Dengan modal
ANALISIS BERITA PEMBERDAYAAN UKM

berkisar antara Rp 5 juta sampai Rp 20an juta, seseorang dapat memiliki wartelnya sendiri.
Tidak ayal lagi usaha wartel lebih banyak dikategorikan sebagai UKM.

Tabel - 1
Telepon umum, 1995 - Sept. 2000 (lines of unit)
Pay phones
Tahun Grand total Card Phone Wartel
Subtotal Coin Phone
(Usage)
1995 108.257 90.657 na na 17.600
1996 134.542 106.613 na na 27.929
1997 166.724 121.827 na na 44.897
1998 216.651 129.469 na na 87.182
1999 269.242 120.379 na na 148.863
2000.9 327.932 117.799 70.833 46.966 210.133
Sumber: PT Telkom

Data di Tabel-1 memperlihatkan dengan jelas keberpihakan PT Telkom dalam hal mem-
bebaskan swasta memiliki wartel. Per September 2000, jumlah wartel di seluruh Indonesia te-
lah mencapai angka 210.133 unit telpon, atau meningkat 12 kali lipat dibandingkan line tel-
pon di tahun 1995. Sementara line untuk pay phones hanya meningkat 1,3 kali lipat.
Efisiensi produksi pulsa juga mempengaruhi kebijaksanaan PT Telkom. Dengan hanya
17.600 line telpon, wartel mampu memproduksi sampai 2,16 milyar pulsa selama tahun 1995,
atau 122.000 pulsa per line telpon wartel, setara dengan 5,5 kali lipat produktivitas pay
phones yang hanya mampu memproduksi 22.000 pulsa per linenya.
Ketatnya persaingan antara pengelola wartel dalam memproduksi pulsa berdampak pada
penurunan produktivitas pulsa yang menurun menjadi 60.000 pulsa per line telpon wartel per
September 2000, tetapi tetap lebih baik dibandingkan (6,6 kali lipat) produktivitas pay phones
yang hanya sebesar 9.000 pulsa per line telpon.

Tabel 2
Produksi pulsa telepon umum, 1995 - Sept. 2000 (juta pulsa)
Pay phones
Tahun Grand total Card Phone Wartel
Subtotal Coin Phone
(Usage)
1995 4,189 2,034 1,052 981 2,155
1996 6,952 2,452 1,287 1,166 4,500
1997 9,268 2,863 1,453 1,410 6,405
1998 12,811 2,539 1,449 1,089 10,272
1999 15,171 2,043 1,198 845 13,128
2000.9 13,743 1,077 615 462 12,666
Sumber: PT Telkom

Era Teknologi Informasi (IT)


Ada perbedaan yang mencolok antara dengan UKM yang bergerak di bidang telekomunikasi
dengan UKM yang memanfaatkan jasa telekomunikasi. Tingginya biaya telekomunikasi
merupakan halangan utama bagi UKM untuk memperluas aksesnya terhadap informasi dan
internet. Ketidakcukupan sistem komunikasi, pemasaran, dan transportasi merupakan hal
yang biasa diderita UKM.
SANDO SASAKO

Seiring dengan berkembangnya zaman ke era (teknologi) informasi, satu perekonomian baru
terlahir akibat perpaduan antara dunia telekomunikasi dengan dunia komputer. Cukup ban-
yaknya pengelola wartel yang paham dunia komputer membuat mereka tidak ragu mening-
katkan fasilitas wartelnya dengan menambahkan jaringan komputer dan mendirikan unit
usaha tambahan menjadi warnet. Tidak sedikit pula yang hanya mendirikan warnet semata.
Ekonomi yang baru ini berkembang menjadi dunia internet yang menawarkan berbagai
macam informasi dan fasilitas-fasilitas komunikasi dan bertransaksi. Berduyun-duyun orang
dari pelosok dunia mencoba memanfaatkan fasilitas internet.
Ada yang murni beroperasi sebagai perusahaan internet atau yang lebih dikenal dengan dot-
com companies. Ada pula yang memanfaatkan dunia internet sebagai sarana pendukung yang
vital bagi perusahaan dari old economy dengan menerapkan sistem supply chain management
dalam aktivitas produksinya.
Di awal tahun 2000, UKM di Indonesia yang mendirikan perusahaan dotcom telah mencapai
angka ratusan. Di awal tahun 2001 ini, jumlah perusahaan dotcom yang ada di Indonesia di-
perkirakan telah lebih dari seribuan. Daftar perusahaan dotcom yang telah dan akan diidentif-
ikasi akan semakin bertambah panjang.
Biasanya, yang menambah panjang deretan perusahaan dotcom adalah perusahaan-
perusahaan (baca: UKM-UKM) yang bergerak di bidang ISP (Internet Service Provider).
ISP-ISP ini berhasil mengidentifikasi peluang-peluang bisnis apa saja yang mampu mem-
berikan keuntungan. Pengelola dan pemilik ISP tidak akan sembarangan mendiversifikasi
usahanya seandainya tidak ada permintaan dan masukan dari para pelanggannya. Pelanggan
tetap pemakai internet saja diperkirakan telah lebih dari 300.000 orang/institusi.
Apabila diasumsikan satu user account biasa dipakai minimal 10 orang, setidaknya ada 3 juta
orang pemakai internet yang rutin menggunakan jasa internet. Belum lagi pengguna/dial up
user yang memanfaatkan fasilitas koneksi ke internet yang disediakan PT Telkom dan swasta
seperti internetinstan.com, web88888.com, dan lainnya yang menawarkan koneksi ke internet
melalui sistem voucher.
Menyimak arti pentingnya dunia internet bagi UKM, ada lembaga donor yang bersedia mem-
berikan bantuan. Sebagai contoh Bank Dunia bersedia membantu UKM di Indonesia untuk
mendapatkan matching grants for technology melalui program DAPATI dan grants for e-
commerce melalui program TATP.
Ada pula program bantuan dari USAID dengan nama GTN (Global Technology Network).
GTN menawarkan akses informasi bisnis bagi UKM di Indonesia yang ingin mendapatkan
alih teknologi dari AS tanpa dikenakan biaya. USAID bisa memberikan travel grant senilai
US$ 5.000 maksimum bagi UKM yang ada di Indonesia yang telah mendaftarkan dirinya me-
lalui perwakilan GTN di Jakarta dan sedang dalam tahap finalisasi kerjasama bisnis dengan
UKM di AS.
Sesuai dengan namanya, GTN mempunyai jaringan informasi bisnis yang tersebar sampai ke
4 benua, khususnya di mana USAID punya peranan di banyak negara sedang berkembang.
Ada empat bisnis yang menjadi fokus GTN yaitu teknologi pertanian, teknologi kesehatan,
komunikasi dan IT, dan teknologi energi dan lingkungan.

Sando Sasako
Pengamat IT dan UKM
Alamat:
redacted

Tulisan ini pertama kali dipublikasikan


di koran Bisnis Indonesia, Rabu, 10 Januari 2001, hal. 9 dengan judul
Internet Service Provider Perpanjang Deretan UKM Dotcom
ANALISIS BERITA PEMBERDAYAAN UKM

Artikel di koran Bisnis Indonesia, Rabu, 10 Januari 2001, hal. 9 dengan judul
Internet Service Provider Perpanjang Deretan UKM Dotcom
direproduksi oleh Bappenas melalui websitenya, dengan url:
http://els.bappenas.go.id/upload/other/Internet%20Service%20Provider.htm

Berikut isi artikel tersebut dalam format html:

<HTML>
<HEAD>
<META HTTP-EQUIV="Content-Type" CONTENT="text/html; charset=windows-1252">
<META NAME="Generator" CONTENT="Microsoft Word 97">
<TITLE>Internet Service Provider perpanjang deretan UKM dotcom </TITLE>
</HEAD>
<BODY>

<H2 ALIGN="CENTER">Internet Service Provider perpanjang deretan UKM dotcom <BR>


Oleh Sando Sasako (Pengamat TI dan UKM) </H2>
<TABLE CELLSPACING=0 BORDER=0 CELLPADDING=4 WIDTH=592>
<TR><TD VALIGN="MIDDLE">
<FONT SIZE=2><P>JAKARTA: Jika kita menyimak barbagai berita tentang usaha mikro
dan usaha kecil menengah (UKM), setidaknya ada lima poin yang ingin disampaikan media
massa yakni birokrasi, kredit untuk UKM, institusi pemerintah, lembaga swadaya masyarakat
(LSM), lembaga komersial, dan infrastruktur. </P>
<P>Kesemuanya ini jarang, atau bisa dikata hampir tidak pernah, diangkat media massa di
Indonesia secara komprehensif. </P>
<P>Kegagalan pemberdayaan UKM diduga akibat lemahnya koordinasi, desain program
asal-asalan, dan tidak optimalnya monitoring dan evaluasi. </P>
<P>Dalam hal menciptakan program pemberdayaan UKM, Indonesia terkenal jago. Mandul-
nya program ini lebih disebabkan tak terpenuhinya kebutuhan yang substansil bagi UKM.
</P>
<P>Menyimak pertemuan CGI di Tokyo bulan Oktober lalu, ada beberapa catatan. Banyak
negara donor meminta pemerintah Indonesia menciptakan UKM yang mampu bersaing di
tingkat domestik dan global, bukannya UKM yang tergantung pada hand-out atau perlakuan
khusus. </P>
<P>Untuk itu, pemerintah dituntut untuk meningkatkan lingkungan bisnis yang kondusif,
meningkatkan kinerja sistem pendukung yang telah ada, dan merangsang swasta untuk ber-
peran lebih besar lagi dalam menyediakan jasa pelayanan dan pembiayaan. </P>
<P>Lingkungan kondusif bagi usaha mikro dan UKM bisa berbentuk playing field yang sa-
ma. Pemerintah selama ini berpihak kepada konglomerat dan koperasi. Selain itu rapat CGI
juga menyoroti masalah akses terhadap modal, prasarana, dan teknologi informasi (TI). </P>
<P>Dalam rapat CGI, Bank Dunia mengusulkan satu model pemberdayaan UKM melalui
pembentukan Indonesia Business Support Facility (IBSF). Berbagai rationale diungkapkan.
Termasuk di antaranya adalah semacam tinjauan dan matrikulasi berbagai isu tentang UKM
a.l. business environment, informasi, capacity building, dan modal. </P>
<P>Dalam business environment, ada bahasan tentang landasan hukum dan regulasi, kapasi-
tas pemerintah, budaya bisnis, prasarana, dan TI/Internet. </P>
<P>Dalam bahasan informasi, ada tema pasar dunia, pasar domestik, dan produk. Dalam ba-
hasan capacity building, ada tema pelayanan bisnis, pelatihan, konsultasi, dan linkages-nya.
SANDO SASAKO

Dalam bahasan modal ada tema pembiayaan mikro, ekuitas, dan lainnya seperti kredit, sup-
plier credit, pegadaian, leasing/factoring. </P>
<P>IBSF diharap mampu menjadi katalis pertumbuhan usaha lokal melalui pemberian
asistensi langsung kepada UKM dan berbagai institusi pendukung UKM. </P>
<B><P>UKM telekomunikasi</B> </P>
<P>Salah satu bisnis yang belakangan 'giat' digeluti UKM adalah di bidang telekomunikasi.
Memasuki semester kedua 2000, maraknya pembukaan wartel dan warnet nampaknya men-
dekati titik jenuh. </P>
<P>Ini ditandai dengan semakin sedikitnya kita melihat wartel dan warnet yang baru dibuka.
Khusus untuk warnet, menurunnya pembukaan warnet baru lebih disebabkan anjloknya nilai
rupiah. </P>
<P>Penurunan pertumbuhan wartel lebih banyak dipengaruhi oleh adanya isu bahwa wartel
bebas menetapkan tarif atas pelayanan fasilitas telekomunikasi yang mereka berikan kepada
pelanggan. Hal ini seiring dengan tidak adanya lagi sistem komisi (bagi hasil 70:30) antara
PT Telkom dan pengelola wartel. </P>
<P>Efisiensi operasional dalam menyediakan telepon umum merupakan hal yang dituju PT
Telkom. Banyaknya pengrusakan fasilitas telepon umum kartu dan koin disiasati Telkom
dengan menggampangkan prosedur bagi swasta yang ingin mendirikan wartel. </P>
<P>Hampir di setiap kota-kota besar, kita mudah menemukan wartel. Dengan modal Rp 5
juta sampai Rp 20-an juta, seseorang dapat memiliki wartelnya sendiri. </P>
<P>Data di tabel menunjukkan dengan jelas keberpihakan Telkom dalam hal membebaskan
swasta memiliki wartel. Per September 2000, jumlah wartel mencapai 210.133 unit telepon,
atau meningkat 12 kali lipat dibandingkan line telepon di tahun 1995. Sementara line untuk
pay phones hanya naik 1,3 kali lipat. </P>
<P>Efisiensi produksi pulsa juga mempengaruhi kebijakan Telkom. Dengan hanya 17.600
line telepon, wartel mampu memproduksi 2,16 miliar pulsa selama 1995 atau 122.000 pulsa
per line telepon wartel, setara dengan 5,5 kali lipat produktivitas pay phones yang hanya
mampu memproduksi 22.000 pulsa per line. </P>
<P>Ketatnya persaingan antara pengelola wartel dalam memproduksi pulsa berdampak pada
penurunan produktivitas pulsa yang menurun menjadi 60.000 pulsa per line Telepon wartel
per September 2000, tetapi tetap lebih baik (6,6 kali lipat) dibandingkan dengan produktivitas
pay phones yang 9.000 pulsa per line telepon. </P>
<B><P>Era TI</B> </P>
<P>Ada perbedaan mencolok antara dengan UKM telekomunikasi dengan UKM pemanfaat
jasa telekomunikasi. Tingginya biaya telekomunikasi jadi halangan utama bagi UKM untuk
memperluas akses terhadap informasi dan Internet. Ketidakcukupan sistem komunikasi,
pemasaran, dan transportasi merupakan hal yang biasa diderita UKM. </P>
<P>Seiring dengan berkembangnya zaman ke era TI, satu perekonomian baru terlahir akibat
perpaduan dunia telekomunikasi dengan dunia komputer. </P>
<P>Cukup banyaknya pengelola wartel yang paham dunia komputer membuat mereka tak
ragu meningkatkan fasilitas wartel dengan menambahkan jaringan komputer dan mendirikan
unit usaha tambahan menjadi warnet. Banyak pula yang hanya mendirikan warnet. </P>
<P>Ekonomi yang baru ini berkembang menjadi dunia Internet yang menawarkan berbagai
macam informasi dan fasilitas komunikasi dan bertransaksi. Berduyun-duyun orang dari
pelosok dunia mencoba memanfaatkan fasilitas Internet. </P>
<P>Ada yang murni beroperasi sebagai perusahaan Internet atau yang lebih dikenal dengan
dotcom companies. Ada pula yang memanfaatkan dunia Internet sebagai sarana pendukung
yang vital bagi perusahaan dari old economy dengan menerapkan sistem supply chain man-
agement dalam aktivitas produksinya. </P>
ANALISIS BERITA PEMBERDAYAAN UKM

<P>Di awal 2000, UKM di Indonesia yang mendirikan perusahaan dotcom mencapai ratusan.
Di awal 2001 jumlah perusahaan dotcom di Indonesia diperkirakan lebih dari 1.000. Daftar
perusahaan dotcom yang telah dan akan diidentifikasi bakal bertambah panjang. </P>
<P>Biasanya, yang menambah panjang deretan perusahaan dotcom adalah UKM yang berge-
rak di bidang ISP (Internet Service Provider). </P>
<P>ISP berhasil mengidentifikasi peluang bisnis yang menguntungkan. Pengelola dan pem-
ilik ISP tak akan sembarangan mendiversifikasi usahanya seandainya tidak ada permintaan
dan masukan dari pelanggannya. Pelanggan tetap pemakai Internet saja diperkirakan telah
lebih dari 300.000. </P>
<P>Jika diasumsikan satu user account biasa dipakai minimal 10 orang, setidaknya ada tiga
juta orang pemakai Internet yang rutin menggunakan jasa tersebut. </P>
<P>Belum lagi pengguna/dial up user yang memanfaatkan fasilitas koneksi ke Internet yang
disediakan Telkom dan swasta seperti internetinstan.com, web88888.com, dan lainnya yang
menawarkan koneksi ke Internet melalui sistem voucher. </P>
<P>Menyimak arti pentingnya Internet bagi UKM, ada lembaga donor yang bersedia mem-
bantu. Sebagai contoh Bank Dunia bersedia membantu UKM di Indonesia untuk mendapat
matching grants for technology melalui program DAPATI dan grants for e-commerce melalui
program TATP. </P>
<P>Ada pula program bantuan dari USAID dengan nama GTN (Global Technology Net-
work). GTN menawarkan akses informasi bisnis bagi UKM di Indonesia yang ingin
mendapatkan alih teknologi dari AS tanpa dikenakan biaya. </P>
<P>USAID bisa memberi travel grant senilai US$5.000 maksimum bagi UKM di Indonesia
yang telah mendaftarkan dirinya melalui perwakilan GTN di Jakarta dan sedang dalam tahap
finalisasi kerja sama bisnis dengan UKM di AS. </P>
<P>Sesuai dengan namanya, GTN punya jaringan informasi bisnis yang tersebar sampai ke
empat benua, khususnya di mana USAID punya peranan di banyak negara sedang berkem-
bang. </P>
<P>Ada empat bisnis yang menjadi fokus GTN yaitu teknologi pertanian, teknologi
kesehatan, komunikasi dan IT, dan teknologi energi dan lingkungan. </FONT></TD>
</TR>
</TABLE>

<FONT SIZE=2>
<P>&nbsp;</P></FONT></BODY>
</HTML>

<!-- This document saved from


http://els.bappenas.go.id/upload/other/Internet%20Service%20Provider.htm -->

Das könnte Ihnen auch gefallen