Sie sind auf Seite 1von 14

REDEFINISI PEMBANGUNAN EKONOMI UKM INDONESIA

oleh: Sando Sasako


Jakarta, 28 Juli 2001 23:38:46

Semasa pemerintahan Soeharto, setiap lima tahun kita dijejali oleh Garis-garis Besar Haluan
Negara (GBHN). Repelita menjadi acuan arah pembangunan di semua sektor. Semasa itu pu-
la pembangunan ekonomi Indonesia berlandaskan pada asas boleh berhutang dengan argu-
men untuk mempercepat proses pembangunan.
Boleh berhutang menjadi semacam paham ekonomi yang dipakai saat Soeharto mulai
berkuasa. Itu pun setelah beliau menghimpun rekomendasi pakar-pakar ekonomi asal Indo-
nesia tamatan perguruan tinggi di Berkeley, AS, yang tersedia kala itu. Hutang menggan-
tikan salah satu faktor utama dalam fungsi produksi ekonomi, yaitu kapital.
Dua faktor utama lainnya, tenaga kerja dan teknologi, seperti terabaikan secara tidak senga-
ja. Dua faktor ini mulai diutak-atik ketika pemerintahan Soeharto mulai memasuki Repelita
ke-6. Di akhir Januari 1993, Menristek kita melontarkan pikirannya tentang strategi dasar in-
dustrialisasi di Indonesia dengan judul Pembangunan Ekonomi Berdasarkan Nilai Tambah
dengan Orientasi Pengembangan Teknologi dan Industri.
Pada saat itu pandangan ekonomi Habibie disejajarkan dengan pandangan ekonomi Presiden
AS, Bill Clinton. Kedua pandangan tekno-ekonomi yang mirip ini memberikan kehebohan
tersendiri di kalangan media massa. Kehebohan itu mencuat dengan pemberian istilah mas-
ing-masingnya dengan sebutan Habibienomics dan Clintonomics.
Kedua paham ini dipersandingkan dengan paham ekonomi yang sudah dan/atau masih ber-
jalan. Habibienomics dipersandingkan dengan konsep ekonomi yang sedang diterapkan
Soeharto, yaitu Widjojonomics, sementara Clintonomics dipersandingkan dengan konsep
ekonomi pendahulunya, Reaganomics. Kedua konsep ekonomi ini jelas menimbulkan
kontroversi dan perdebatan pro dan kontra.

Reorientasi peran lembaga donor


Seiring dengan lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenannya, sejak itu pula kita jarang
mendengarkan hal-hal sejenis GBHN melainkan Gagasan Besar Hasil Nihil tanpa ada detil
dan/ atau penjelasan yang gamblang dan memadai. Ekonomi Indonesia kian memudar dan
semakin terpuruk. Krisis ekonomi pun dirasa semakin lamban untuk segera berakhir walau
Indonesia telah mengalami pertukaran presiden sebanyak 2 kali. Bahkan Dewa Penyelamat
IMF pun tidak mampu mengentaskan krisis ekonomi yang dialami Indonesia.
Krisis ekonomi di Indonesia bukan saja menyeret jatuh Soeharto melainkan juga Penguasa
IMF selama 13 tahun, yaitu Michel Camdessus di awal tahun 2000. Camdessus memberikan
pernyataan pengunduran dirinya setelah memberikan kata sambutan pada Konferensi IMF
tentang tuntutan reformasi di dalam lembaga donor IMF (dan Bank Dunia).
Kenyataan yang berat dari dampak krisis ekonomi dan globalisasi memaksa (kedua) lem-
baga donor ini melakukan setting ulang atas keberadaannya, yaitu berfokus pada pengu-
rangan kemiskinan. Cara terbaik untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan mencip-
takan pertumbuhan berkualitas tinggi. Untuk merealisasikannya, prinsip-prinsip yang harus
dipegang adalah kebijakan ekonomi makro yang sehat, reformasi struktural, transparansi,
good governance, and penekanan pada mutu penyesuaian kebijakan fiskal.
Sebagai lembaga pemberi dan pengorganisir pemberian utang kepada Indonesia, lembaga do-
nor ini bukannya tidak menyadari kewajiban pelunasan hutang yang berlebihan yang harus
ditanggung oleh pemerintah dan rakyat Indonesia. Kewajiban ini berdampak pada mengecil-
nya jatah untuk menyediakan jasa layanan sosial, khususnya bagi kalangan tidak mampu.
Walau begitu, dalam pelaksanaannya, banyak program yang didukung IMF secara eksplisit
memasukkan pertimbangan sosial. Dalam hal pengembangan layanan sosial, Bank Dunialah
yang memiliki keahlian di bidang itu, bukannya IMF.
SANDO SASAKO

Lembaga donor peduli UKM


Secara umum diakui, krisis ekonomi menghancurkan ekonomi Indonesia sampai ke persendi-
annya. Dilihat dari sudut pelaku ekonomi produksi, ternyata yang paling banyak mengalami
kerugian adalah konglomerat, yaitu perusahaan-perusahaan yang dibesarkan melalui instru-
men utang. Sementara UKM (Usaha Kecil dan Menengah) dan usaha mikro sebagian besar
masih bisa tertahan dari badai krisis ekonomi yang masih berlangsung. Dengan dasar inilah,
lembaga-lembaga donor mulai memberikan fokus perhatian baru terhadap fenomena UKM di
Indonesia.
Banyak rencana dan konsep telah dirancang oleh lembaga donor yang menjadi sangat con-
cern terhadap masalah ini. Bentuknya bisa berupa asistensi sebelum dan setelah pembiayaan
UKM, penguatan penyedia jasa pengembangan bisnis, dan/atau bantuan akses yang lebih
baik bagi pemenuhan kebutuhan UKM.
Lembaga donor tersebut sangat berkeinginan memberikan bantuan bagi lembaga keuangan
lokal dan nasional, badan-badan pemerintah, dan asosiasi guna pemenuhan kebutuhan UKM.
Dengan jaringannya yang luas sampai ke pelosok pedesaan, BRI menjadi tumpuan lembaga
donor dalam hal pemberdayaan yang lebih baik bagi operasionalisasi pemberian kredit bagi
UKM.

Isu UKM selalu sarat dengan kepentingan politik


Arah kebijaksanaan baru pengucuran utang dari koordinasi lembaga donor bukannya tidak
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh elit pemerintahan. Mereka pun seakan berlomba-
lomba membuat program-program pemberdayaan usaha mikro dan UKM. Berbagai propa-
ganda nilai-nilai positif atas isu ini dibeberkan secara luas ke media massa.
Kontroversi setiap kebijaksanaan pemerintah perihal program pemberdayaan UKM pun
merebak dan menjadi polemik. Apabila kita menyimak berita-berita tentang usaha mikro dan
UKM, setidaknya ada lima point yang ingin disampaikan oleh media massa di Indonesia, an-
tara lain birokrasi, kredit, lembaga/institusi pemerintah, lembaga/institusi non-pemerintah
(LSM), lembaga/ institusi komersil, dan infrastruktur.
Sayangnya, sosialisasi program-program ini hanya berlaku (baca: ditujukan) bagi elit yang
dekat dengan birokrat/penguasa. Idealnya, kesempatan dan peluang usaha bagi UKM harus
terbuka dan adil melalui transparansi atas kebijaksanaan yang diambil dan ketentuan serta
peraturan yang ditetapkan.
Dalam hal menciptakan program-program tersebut, Indonesia terkenal jagonya. Berikut
daftar program pengembangan UKM (dan usaha mikro) di Indonesia:
1. Berbagai macam kredit program bersubsidi.
2. Clustering programs.
3. Fasilitas kredit dari bank-bank pemerintah bagi usaha mikro dan UKM.
4. Inkubator bisnis.
5. Kawasan industri.
6. Klinik konsultasi bisnis.
7. Koperasi simpan pinjam.
8. Modal ventura melalui Bahana Arta Ventura dan PNM.
9. Pelatihan ISO.
10. Pelatihan kerja (vocational).
11. Pelatihan kewiraswastaan.
12. Penjaminan kredit.
13. Persyaratan hubungan bisnis bagi BUMN dan PMA.
14. Program bapak angkat.
15. Promosi disain.
16. Proyek-proyek pembangunan infrastruktur.
REDEFINISI PEMBANGUNAN EKONOMI UKM INDONESIA

17. Pusat pelayanan teknis.


18. Sumbangan BUMN untuk UKM.

Kredit bersubsidi untuk UKM: Program pemerintah yang bermasalah


Dari berbagai macam program pemerintah yang ada, program kredit bersubsidi merupakan
salah satu program yang sering menjadi polemik permasalahan. Subsidi yang diberikan
pemerintah dalam mengimplementasikan berbagai skim kredit program dibiayai oleh APBN
dan dinyatakan sebagai pengeluaran pembangunan. Untuk membiayai pengeluaran pem-
bangunan ini, pemerintah mengandalkan tabungan pemerintah dan penerimaan luar negeri
(dulunya disebut sebagai penerimaan pembangunan).
Selama periode tahun anggaran 1989/1990 sampai 1997/1998, besar penerimaan luar negeri
berkisar antara 28,5% sampai 53,7% dari biaya anggaran pengeluaran pembangunan. Khusus
untuk tahun anggaran 1998/1999, seluruh pengeluaran pembangunan (Rp 92,7 trilyun) tern-
yata bersumber dari penerimaan luar negeri (Rp 114,6 trilyun) dengan pos tabungan
pemerintah mengalami defisit sebesar Rp 21,9 trilyun.
Dengan dasar ini kita bisa beranggapan bahwa pembangunan ekonomi Indonesia oleh
pemerintah selama ini dibiayai oleh hutang. Atau bisa dikatakan pembangunan ekonomi ber-
basis hutang menjadi pembenaran bahwa beban hutang itu harus dipikul oleh seluruh rakyat
Indonesia. Caranya dengan memberikan hutangan kembali pinjaman yang pemerintah terima.
Kredit program menjadi salah satu wahananya.

Kemacetan kredit program: Antisipasi dan Restrukturisasi


Beberapa waktu lalu ramai diberitakan media massa tentang restrukturisasi kredit program
(baca: utang UKM) dan pelimpahan tugas BI dalam menyalurkan kredit program. Berduyun-
duyun para praktisi dan pakar mencurahkan pendapatnya tentang muara dari kemacetan kred-
it program. Di sisi lain, BI dengan gagah beraninya mengusung bendera UU No.23/1999 ten-
tang BI. Himne independensi BI dinyanyikan dengan suara lantang bahwa BI tidak diperke-
nankan lagi menyalurkan kredit program (Pasal 74).
Program restrukturisasi utang UKM seharusnya tidak bergantung lagi pada konsep yang
selama ini diterapkan (debt forgiveness). Kurangnya pengetahuan UKM di bidang prosedur
mediasi merupakan salah satu penyebab mereka tidak berpartisipasi. Kreditur juga tidak
cukup memiliki kapasitas administratif dan langkah hukum untuk menentukan tindakan yang
tepat supaya debitur melunasi utangnya. Pola sosialisasi yang efektif harus dikembangkan
dan pendekatannya harus aktif dan persuasif. Asistensi yang diberikan diharapkan dapat
menambah kemampuan UKM untuk menyelesaikan kredit macetnya.
Macetnya kredit program seharusnya sudah diantisipasi mengingat pemerintah telah memiliki
setidaknya 3 BUMN yang khusus bergerak di bidang penjaminan kredit, yaitu Askrindo, Pe-
rum PKK, dan Perum SPU (Sarana Pengembangan Usaha). Askrindo menjamin kredit UKM
yang berasal dari bank, Perum PKK untuk koperasi, dan Perum SPU untuk KKop. Sa-
yangnya, kredit program yang telah mensyaratkan penjaminan kredit hanya berlaku bagi
KKPA-Unggas.
Belum lama ini, pengusaha swasta di Indonesia yang merasa terpanggil untuk membantu
UKM dalam hal penjaminan kredit mendirikan PKPI (Penjamin Kredit Pengusaha Indone-
sia). PKPI yang telah operasional sejak 1997 berdiri dengan modal dasar sebesar Rp 50 mi-
lyar dan modal disetor sebesar Rp 10 milyar. PKPI sendiri sebenarnya merupakan nama lain
dari CGC (Credit Guarantee Corporation), yakni lembaga penjamin kredit yang didirikan
oleh pemerintah Jepang guna membantu UKM yang memerlukan dana dari perbankan. Dari
52 CGC yang didirikan, sebanyak 47 unit berlokasi di tingkat ibukota kabupaten dan sisanya
di kotamadya.
SANDO SASAKO

Pelimpahan tugas menyalurkan kredit program


Kelemahan dan aspek negatif dalam penyaluran kredit program bukannya tidak disadari oleh
BI sebagai penyandang dana (baca: sponsor) atas suksesnya implementasi program pem-
berdayaan UKM. Untuk itu, BI perlu memiliki pijakan dasar hukum yang kuat demi penga-
lihan fungsi BI sebagai pemberi kredit likuiditas untuk kredit program. Dasar hukum itu ada-
lah UU No.23/1999 tentang BI.
Pengalihan itu sendiri bermaksud agar BI bisa berkonsentrasi kepada tugas-tugas yang dia-
manatkan oleh UU BI yaitu, menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur
dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi Bank. UU BI
menetapkan masa transisi selama 6 bulan atas pengalihan tugas penyaluran kredit program
sejak diundangkannya tanggal 17 Mei 1999.
Selama masa transisi, BI masih dapat merealisasikan KLBI dengan batas waktu penarikan
sampai dengan tanggal dialihkannya KLBI kepada BUMN yang ditunjuk atau selambat-
lambatnya tanggal 16 November 1999.
Plafond KLBI dalam rangka kredit program yang masih berjalan dan belum jatuh tempo serta
yang telah disetujui tetapi belum ditarik, akan dialihkan kepada BUMN yang ditunjuk
pemerintah dalam jangka waktu 6 bulan. BUMN dimaksud akan mengelola hasil angsuran
dan/atau pelunasan pokok dan bunga KLBI sampai dengan jangka waktunya berakhir.
Untuk menjaga kelangsungan proyek dari kredit program, BI berusaha agar pengalihan
pengelolaan KLBI kepada BUMN dapat berjalan lancar. Untuk itu, BI komit untuk tetap
memberikan bantuan teknis kepada perbankan dalam mendorong pemberian kredit ke usaha
kecil dan pemberian pelatihan kepada staf PNM sebagai lembaga baru.

Pengalihan kredit program menyisakan plafond senilai Rp 3,4 trilyun


Dengan pengalihan KLBI tersebut, maka pemberian kredit program sepenuhnya menjadi
tanggung jawab pemerintah, cq Depkeu yang membawahi BUMN. KLBI yang telah direal-
isasi yang berjumlah Rp 18,1 triliun (31 Agustus 1999) tetap dapat digunakan sampai kredit
likuiditas tersebut jatuh tempo. Selain itu, plafond KLBI yang sudah disetujui namun belum
ditarik yang berjumlah Rp 4,1 triliun juga tetap dapat digunakan sampai KLBI tersebut jatuh
tempo.
Saat pengalihan kredit program terealisir per 15 November 1999, nilai yang dialihkan
meningkat menjadi Rp 18.296.072.991.278. Sementara nilai plafond kredit yang belum dire-
alisir berkurang menjadi Rp 3.399.024.549.860. Kredit ini sudah mulai diluncurkan 16 No-
vember 1999.
BUMN yang ditunjuk itu antara lain Bank Rakyat Indonesia, Bank Tabungan Negara, dan
Permodalan Nasional Madani. Pengalihan ini tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia
No.2/3/PBI/ 2000 tertanggal 1 Februari 2000 tentang Pengalihan Pengelolaan KLBI Dalam
Rangka Kredit Program.
BRI mendapatkan pengalihan kredit sebesar Rp 9.122.452.294.249,- dengan kelonggaran
debet sebesar Rp 507.169.443.074. BRI akan bertindak sebagai bank koordinator penyaluran
KUT, KKOP, dan KKPA-TR. BTN mendapatkan pengalihan kredit sebesar Rp
2.539.023.172.062 dengan kelonggaran debet sebesar Rp 231.070.753.171. BTN sebagai
koordinator pengelolaan kredit program skim KPRS/RSS.
Sedangkan PNM mendapatkan pengalihan kredit sebesar Rp 6.634.597.524.967 dengan
kelonggaran debet sebesar Rp 2.660.784.353.615. PNM sebagai koordinator pengelolaan
kredit program lainnya, yaitu KKPA Umum, KKPA Bagi Hasil, KKPA Nelayan, KKPA
Unggas, KKPA TKI, KKPA PIR-Trans, KMK BPR/BPRS, KPKM Bank Umum, KPKM
BPR/BPRS, KUAUBP, KPBSN, KIPP PIR-Trans.
REDEFINISI PEMBANGUNAN EKONOMI UKM INDONESIA

Tebel 1
Rekapitulasi 17 Skim Kredit Program
No. Kredit pro- Tujuan Penerima Kredit Sektor Usaha Plafond Kredit Suku bunga/bagi Jangka waktu (tahun) Jaminan Bank Pelaksa-
gram (Rp juta) hasil (% pa) na
1. KUT Modal kerja demi swasembada pan- Petani/kelompok tani melalui anggota Intensifikasi padi, palawija dan hortikultura: Sesuai kebutuhan 10.5 1 Kelayakan Usaha Bank Umum
gan Kop/KUD atau LSM Didasarkan pada kebutuhan nyata Petani un- (Chanelling)
tuk 2 Ha. lahan yang besarnya ditentukan
oleh Menteri Pertanian selaku Kepala Badan
Pengendali Bimas. (Saat ini untuk padi + Rp.
2 juta/Ha).
2. KKOP Modal kerja dan investasi Kop / Koperasi / KUD Pengadaan distribusi agribisnis. 350 16 1 untuk a) dan b); Kelayakan usaha Bank Umum.
KUD a) Pengadaan padi/palawija, cengkeh, pupuk 10 untuk c) investasi
dan hortikultura 1 untuk modal kerja;
b) Distribusi beras, gula pasir, minyak goreng 5 untuk modal kerja
dan kedelai terkait dengan inves-
c) Usaha agribisnis yang secara langsung tasi
mendukung kelancaran usaha anggota
Kop/KUD.
d) Usaha lain untuk memperkuat usaha
sendiri.
3. KPRS/RSS Rumah dan permukiman Masyarakat yang berpenghasilan rendah Pemilikan perumahan 30 8,5 untuk KPRSS; 20 Rumah yang dibiayai Bank Umum
11 untuk T 18 dan
T 21;
14 untuk T 27 dan
T 26
4. KMK BPR / Modal BPR/BPRS untuk meningkat- Nasabah BPR/BPRS Usaha produktif pada semua sektor ekonomi 15 30 4 Kelayakan usaha BPR/BPRS
PMKBPRS kan kemampuannya (tidak termasuk pengembangan sektor pe-
rumahan dan kantor)
5. KKPA Modal kerja dan investasi bagi ang- Anggota Koperasi Primer, kecuali Semua usaha produktif perdagangan dan jasa 50 16 15 untuk investasi; Kelayakan usaha Bank Umum
gota Koperasi Primer Koperasi Karyawan dan belum pernah mendapat fasilitas kredit 1 untuk modal kerja;
perbankan. 5 untuk modal kerja
terkait dengan inves-
tasi.
6. KKPA-TR Modal kerja bagi anggota Koperasi Petani tebu anggota koperasi primer Tanaman tebu 2-3 hektar 16 2 Kelayakan usaha Bank Umum
Primer yang membudidayakan tana-
man tebu
7. KKPA PIR Pembiayaan usaha perkebunan tana- Petani plasma di KTI seperti transmigran, Tanaman keras 50 16 3 untuk modal kerja; Kelayakan usaha Bank Umum
Trans KTI man keras petani lokal dan perambah hutan anggota 15 untuk investasi.
Koperasi Primer
8. KKPA TKI Modal kerja TKI guna persiapan dan Calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Jasa pengiriman tenaga kerja (PJTKI) 50 14 bagi TKI yang 2,5 Kelayakan usaha, ta- Bank Umum
pemberangkatan ke luar negeri dijaminkan pada bungan beku PJTKI Devisa
lembaga penjamin minimum 10% dari
kredit dan 16 bagi kredit yang ditarik, ta-
yang tidak dija- bungan wajib TKI min-
minkan imal 25% dari ang-
suran hutang setiap bu-
lan
9. KKPA Bagi Modal kerja dan investasi nasabah Nasabah Usaha Kecil Usaha kecil yang produktif 50 16 bila langsung 1 untuk modal kerja; Kelayakan usaha Bank Muama-
Hasil usaha kecil yang produktif dengan dan 30 bila me- 15 untuk investasi lat Indonesia
pola bagi hasil. lalui BPRS
10. KPKM/PPKM Mengembangkan usaha kecil dan Pengusaha Kecil dan Mikro baik individ- Semua sektor ekonomi 5 bagi modal kerja 16 4 untuk investasi; BPR/BPRS/B
mikro ual maupun kelompok seperti pedagang dari BPR/BPRS/ 1-2 untuk modal kerja ank Umum
asongan, pedagang kaki lima, konpeksi BU;
25 bagi investasi
dari BU
11. KPTTG Meningkatkan kegiatan usaha Kelompok Taskin, keluarga Prase- Usaha produktif yang menggunakan teknolo- 50 16 1 untuk modal kerja; Kelayakan usaha, ta- BNI dan BRI
ekonomi produktif jahtera/Sejahtera I yang telah siap diting- gi tepat guna 3 untuk investasi bungan beku minimal
katkan 5% dari jumlah kredit
12. KKPA NE- Pembiayaan usaha penangkapan ikan Nelayan Anggota Koperasi Primer atau Usaha penangkapan ikan dan atau pen- 50 16 15 untuk investasi; Kelayakan usaha Bank Umum
LAYAN dan atau pengolahannya kelompok Nelayan Anggota Koperasi golahannya 1 untuk modal kerja
Primer dan dapat diper-
panjang sampai 4 kali
SANDO SASAKO

13. KKPA Permodalan agar dapat meningkatkan Peternak Unggas Anggota Koperasi Pri- Usaha peternakan ayam pedaging dan ayam 50 16 15 untuk investasi; Kelayakan usaha Bank Umum
Unggas usaha dan pendapatannya mer petelur 1 untuk modal kerja
dan dapat diper-
panjang sampai 2 kali
14. KUA UBP Pengusaha / koperasi angkutan umum Usaha angkutan umum bus perkotaan 6 untuk bis se- 6 1 Kelayakan usaha Bank Umum
dang;
25 untuk bis besar
15. KMK UKM Modal kerja Koperasi, pengusaha kecil dan menengah Distribusi, simpan pinjam, pengadaan bahan 3.000 16 1 Kelayakan usaha Bank Persero
baku dan usaha produktif lainnya. Diuta-
makan yang mendorong ekspor dan me-
nyerap tenaga kerja banyak.
16. KPT PUD Pengembangan produk unggulan dae- Koperasi, pengusaha kecil dan menengah 400 16 1 Kelayakan usaha Bank Persero
rah dengan teknologi tertentu dan BPD
17. Taskin KOP- Modal kerja untuk usaha ekonomi Kelompok Taskin yang siap untuk 75 per kelompok; 16 1 tanpa tenggang wak- Kelayakan usaha; Bank Bukopin
PAS produktif keluarga Taskin terutama dikembangkan menjadi koperasi, 3 per anggota tu namun dapat digu- tanggung renteng atau lembaga
keluarga pra-sejahtera dan sejahtera I bergabung dengan koperasi dan menjadi lirkan lagi apabila dengan penempatan ta- keuangan
bekerjasama dengan koperasi pengusaha kecil formal menunjukkan prestasi bungan beku minimal yang ditunjuk
yang baik 5% dari jumlah kredit oleh Bank
Bukupin

KUT : Kredit Usaha Tani


KKOP : Kredit Kepada Koperasi
KKPA : Kredit Kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya
KKPA TR : KKPA Tebu Rakyat
KKPA PIR Trans KTI : KKPA Perkebunan Inti Rakyat Transmigran Kawasan Timur Indonesia
KKPA TKI : KKPA Tenaga Kerja Indonesia
KKPA Bagi Hasil : KKPA Bagi Hasil
KKPA Unggas : KKPA Unggas
KKPA Nelayan : KKPA Nelayan
KPRS/RSS : Kredit Pemilikan Rumah Sederhana / Rumah Sangat Sederhana
KMK BPR / PMKBPRS : Kredit Modal Kerja Bank Perkreditan Rakyat / Pembiayaan Modal Kerja BPRS
KPKM/PPKM : Kredit Pengusaha Kecil dan Mikro/Pembiayaan Pengusaha Kecil dan Mikro
KPTTG : Kredit Penerapan Teknologi Tepat Guna
KMK UKM : Kredit Modal Kerja Usaha Kecil dan Menengah
KPT PUD : Kredit Penerapan Teknologi Produk Unggulan Daerah
KUA UBP : Kredit Usaha Angkutan Umum Bus Perkotaan
Taskin KOPPAS

Kelayakan usaha : Sesuai pasal 8 UU Perbankan No. 7 tahun 1992


REDEFINISI PEMBANGUNAN EKONOMI UKM INDONESIA

Dasar hukum kredit program yang tidak jelas


Sebegitu jauh, pembicaraan kita tentang kredit program bersubsidi tentang UKM belum ada
sedikit pun menyinggung tentang dasar hukum implementasi program, kecuali dasar hukum
pengalihan kredit program dari BI. Media massa di Indonesia seakan alpa untuk mencari tahu
apa dan bagaimananya.
Dari Tabel1 di atas terlihat bahwa jaminan pelaksanaan kredit program berdasarkan atas
asas kelayakan usaha, yang mana sesuai dengan Pasal 8 dari UU No.7 Tahun 1992 tentang
Perbankan. Di tahun yang sama, melalui instrumen Pakjan, BI meminta perbankan di Indone-
sia untuk mengalokasikan 20% dari total kreditnya kepada UKM. Di sini terlihat, ekonomi
Indonesia tumbuh dan berkembang bukan berdasarkan ekonomi pasar melainkan ekonomi
terpimpin dengan BI sebagai lokomotif penggerak mobilisasi kredit untuk UKM.
Pada bulan Oktober 1998, pemerintah mengumumkan adanya 13 skim kredit murah yang di-
peruntukkan kepada UKM didukung KLBI dengan tingkat bunga antara 6%-16% per tahun.
Empat skim diantaranya merupakan skim baru, yaitu KPKM/PPKM, KPTTG Taskin, KMK
UKM, dan KPTPUD.
Dasar hukum skim KMK-UKM dan KPT-PUD adalah Surat Edaran Menteri Negara
Pendayagunaan BUMN Kepala Badan Pembina BUMN No. S 396/MP BUMN/1998 ter-
tanggal 21 Oktober 1998. Empat skim baru ini bertujuan untuk lebih memberdayakan ke-
lompok UKM. Sementara 9 skim kredit lainnya adalah KUT, KPRS/RSS, KKOP, KKPA,
KKPATR, KKPAPIR Trans KTI, KKPATKI, KKPABagi Hasil, KMK
BPR/PMKBPRS.

Skim kredit program hanya meneruskan kebijakan yang telah ada


Lemahnya koordinasi dan minimnya transparansi dasar hukum (juklak) implementasi skim
kredit program bisa terlihat dari tidak adanya informasi yang memadai dari institusi yang ber-
tangggung jawab seperti Bank Indonesia, Departemen Keuangan, Kantor Menteri Koperasi
dan UKM, dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Berikut kutipan dari Nota Keuangan beberapa waktu yang lalu yang dikeluarkan oleh Depar-
temen Keuangan. Kebijaksanaan pokok yang ditempuh dalam pembiayaan usaha kecil
tetap bertumpu pada kebijaksanaan yang dilaksanakan tahun sebelumnya, yaitu tetap me-
wajibkan semua bank umum termasuk bank asing dan campuran untuk memberikan sebagian
kreditnya dalam bentuk KUK dan pemberian bantuan kredit program yang didukung KLBI
Dalam rangka pemberdayaan ekonomi rakyat dan untuk meningkatkan kuantitas dan
kualitas penyaluran kredit kepada usaha kecil, kebijaksanaan yang terkait dengan usaha kecil
senantiasa terus disempurnakan, antara lain dengan mengembangkan jenis/skim kredit kecil
baru yang tepat dan mudah diakses oleh para pengusaha kecil, memperbesar plafon KUK
yang digunakan untuk investasi dan modal kerja, dan meredefinisi kriteria usaha kecil sesuai
UU No.9/1995
Sementara itu, kriteria usaha kecil menurut UU No.9/1995 adalah sebagai berikut:
Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha atau;
Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1 milyar;
Milik Warga Negara Indonesia;
Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah
atau Usaha Besar;
Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau ba-
dan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
SANDO SASAKO

Permasalahan UKM yang sebenarnya: Pasar


Seperti telah dikemukakan sebelumnya, sebagian besar UKM masih bisa bertahan di tengah
badai krisis ekonomi yang masih berlangsung. Kenapa bisa demikian? Karena mereka mem-
iliki pasar (ekspor) dan menggunakan fungsi produksi apa adanya. Modal mereka pas-pasan.
Teknologi yang digunakan tidak terlalu canggih dan tidak membutuhkan biaya tinggi. Keahl-
ian yang mereka miliki dan terapkan pun mereka dapatkan melalui proses alami dan tidak
memakan biaya tinggi pula.
Paragraf di atas bisa diartikan kenapa ekonomi konglomerat ambruk? Faktor modal dalam
fungsi produksi digantikan dengan hutang. Faktor teknologi dikuasai dengan biaya tinggi.
Faktor keahlian didapatkan dengan biaya tinggi. Biaya-biaya tinggi ditutupi dengan hutang
(luar negeri), bukan dari akumulasi modal (dalam negeri). Sementara orientasi pasar dari
pelaku ekonomi konglomerat adalah pasar (konsumsi) dalam negeri.
Sebenarnya, pasar (ekspor) yang dimiliki UKM bukanlah hasil inisiatif UKM dalam mencari
pembeli di luar negeri, melainkan karena aktifnya pembeli di luar negeri yang mencari tahu
secara langsung sentra-sentra produksi di daerah-daerah. Kalau kita ambil garis besarnya,
UKM yang bertahan dan mampu berkembang di tengah-tengah krisis adalah UKM-UKM
yang mampu menjaga konsistensi kualitas dan penyerahan output dari fungsi produksi yang
dijalankan secara tradisional.

Pasar UKM dalam fenomena perusahaan dotcom


Pasar (ekspor) yang ada merupakan faktor utama kesuksesan dan masih bisa bertahannya
UKM di tengah badai krisis ekonomi. Di tengah era globalisasi yang telah melanda Indone-
sia, internet merupakan salah satu media yang memberikan akses kepada UKM untuk bisa
masuk ke pasar dunia.
Tidak sedikit pelaku ekonomi dengan berbagai skala yang mencoba membangun pasar el-
ektronis (e-marketplace). Sebagai medianya, mereka mengklasifikasikan usaha mereka ke da-
lam perusahaan dotcom. Walau akses masuk ke pasar ini relatif mudah, tanpa dukungan fi-
nansil dan jaringan yang kuat, tidak bisa diharapkan perusahaan dotcom yang berspesialisasi
di e-marketplace ini mampu bertahan cukup lama.
Walau ditengarai cukup banyak perusahaan e-marketplace yang mendulang sukses dalam
operasionalnya, jumlah perusahaan yang tidak suksesnya justru lebih banyak lagi. Seperti
halnya fenomena perusahaan dotcom di seluruh dunia, fenomena yang terjadi di Indonesia
tidak jauh berbeda. Kekeringan dana (capital depletion) yang cepat merupakan alasan utama
banyak bergugurannya perusahaan dotcom yang berfokus terhadap UKM di Indonesia.

e-marketplace ala lembaga donor


Fenomena e-marketplace ini bukannya tidak diantisipasi oleh banyak lembaga non-profit.
Lembaga non-profit ini biasanya (bisa) diorganisir oleh lembaga-lembaga departemen mau-
pun oleh lembaga-lembaga non-departemen dari negara-negara di seluruh dunia. Tujuan
akhir dari pemberdayaan e-marketplace adalah memberikan kegairahan bagi perusahaan-
perusahaan domestik untuk lebih menggalakkan aktivitas ekspornya.
Dalam kaitannya dengan e-marketplace dan UKM di negara-negara sedang berkembang,
lembaga-lembaga non-profit ini lebih dikenal dengan lembaga donor. Dalam implementa-
sinya, lembaga donor mewujudkannya dalam bentuk program dan/atau proyek bantuan. Da-
lam operasionalnya, seluruh biaya pelaksanaan program ditanggung oleh lembaga donor.
Yang membedakan program bantuan ini dengan e-marketplace yang dikelola oleh swasta
adalah tidak berorientasi profit. Perusahaan lokal yang ingin berpartisipasi dalam e-
marketplace yang dikelola oleh swasta biasanya dikenakan biaya. Biaya itu bisa berbentuk
registration (membership) fee, bisa juga dari success fee, dan/atau keduanya.
REDEFINISI PEMBANGUNAN EKONOMI UKM INDONESIA

e-marketplace lembaga donor dengan nilai plus: GTN


Pada awalnya, GTN (Global Technology Network, www.usgtn.org) merupakan satu program
bantuan ciptaan USAID dengan tujuan memfasilitasi UKM di banyak negara yang ingin men-
jalin perdagangan elektronis dengan UKM di AS. Berbeda dengan e-marketplace yang dicip-
takan oleh swasta, GTN memiliki jaringan dan orang-orang yang bisa memfollow-up dan
memonitor business request dari perusahaan-perusahaan lokal yang ikut program GTN ini.
Mekanisme B2B (business to business) ini dinilai gagal memberikan nilai tambah berupa
transfer teknologi dan kemampuan bagi UKM lokal untuk bisa bersaing di ekonomi pasar.
Oleh karena itu, setelah melalui penilaian di berbagai aspek, program GTN direncanakan
akan mengalami revisi dan reorganisasi yang signifikan. Dengan sistem yang baru
(www.usgtn.net), GTN diharapkan mampu meningkatkan daya saing bagi UKM lokal di
tingkat global melalui perbaikan kapasitas teknis dan managerial serta kesiapan untuk tum-
buh dan berkembang melalui transfer teknologi dan hubungan dagang dengan mitra di kawa-
san regional, AS, dan dunia.
Program GTN ini dibangun pada tahun 1996 dengan mengikuti model program US-AEP
(US-Asia Environmental Partnership) dengan menambahkan 3 sektor yang menjadi strategic
objectives dari USAID, yakni agribisnis, telekomunikasi, dan kesehatan. Program US-AEP
ini sendiri dimulai tahun 1992 dengan fokus kegiatan pada promosi transfer teknologi, pen-
galaman, dan praktek-praktek di bidang lingkungan.
Dengan sistem yang lama, fasilitas yang diberikan GTN berupa akses terhadap informasi
UKM AS yang ingin menjalin kerjasama dengan UKM Indonesia. Informasi business request
dari UKM di Indonesia (disebut trade leads) akan disebarluaskan ke UKM di AS yang cocok
dan potensil melalui e-mail. Saat ini lebih dari 8.000 UKM AS telah terdaftar di database
GTN.

Membina pasar: Solusi yang tidak ringan dan tidak mudah


Berdasarkan survey yang telah penulis lakukan terhadap ratusan UKM dalam menyikapi
(baca: membina) pasar yang telah mereka miliki dan ingin mereka kembangkan, penulis bisa
mengambil beberapa kesimpulan umum. Satu, semua pelaku ekonomi pada prinsipnya ingin
usahanya berkembang. Tuntutan pengembangan usaha bisa berasal dari segala arah seperti
trend pasar, dari klien yang telah ada yang menginginkan solusi terintegrasi dari perusahaan
supportingnya, maupun dari referensi klien.
Dua, tuntutan dan keinginan mengembangkan usaha oleh banyak UKM terhambat oleh masa-
lah internal yang sangat mengganggu, yaitu bagaimana merealisasikannya. Untuk mereal-
isasikan keinginan itu, UKM perlu menuangkan ide/gagasan yang dimiliki dalam bentuk
business plan. Bentuk rencana usaha yang paling sederhana adalah menuangkan ide itu ada-
lah dalam bentuk diagramatis/skematik. Tahapan selanjutnya adalah bagaimana menuangkan
penjelasan dari skema itu ke dalam kata-kata yang tersusun secara sistematis dan baik.
Hal kedua ini merupakan salah satu upaya dalam mendisain rencana kerja secara struktural,
sistematis dan organisatoris. Walaupun begitu, tanpa melakukan point kedua ini, banyak
UKM masih bisa bertahan dan bahkan bisa menjadi lebih maju. Kenapa bisa demikian?
Sebab UKM di Indonesia bersifat one man show, segala sesuatunya terpusat di satu orang
yang merupakan pemilik, pengambil keputusan, dan pelaksana operasional dari usaha. UKM
ini berjalan secara pragmatis.
UKM dengan tipe pragmatis ini jarang memiliki keinginan untuk meningkatkan skala usaha
ke tingkat yang lebih tinggi dan lebih baik lagi. UKM tipe ini biasanya merupakan usaha
keluarga dan bersifat semi-profesional. Ciri yang menonjol berupa pendelegasian kerja tanpa
otorisasi penuh. Sumber daya manusia dalam UKM tersebut biasanya memiliki hubungan
historis dengan pemilik perusahaan.
SANDO SASAKO

Menyiasati strategi pembinaan pasar


Walau bagaimana pun juga, beberapa UKM tipe pragmatis ini banyak pula yang telah
menyadari arti pentingnya peningkatan skala produksi dalam banyak hal dalam rangka mem-
bina pasar, misalnya peningkatan produktivitas dan efisiensi produksi serta efektivitas usaha.
Dengan ciri khas SDM seperti itu, jarang ditemukan UKM yang memiliki SDM yang open
mind, capable, dan tangguh dalam operasionalisasi hal-hal strategis.
Hal-hal strategis yang dimaksud di sini meliputi bentuk siasat dan bagaimana cara mereal-
isasikan dan mengimplementasikan gagasan pengembangan usaha dan meningkatkan skala
produksi. Mereka lebih mempertimbangkan potential cost/expenses yang akan keluar pada
masa kini daripada berfokus pada benefit yang bisa diraih dalam jangka panjang.
IESC (International Executive Service Corps, www.iesc.org) bisa membantu UKM di Indo-
nesia dalam banyak hal yang bersifat strategis seperti manajemen, pemasaran, sistem infor-
masi, manufaktur, keuangan, lingkungan hidup, menyiapkan dan mengimplementasikan
business plan. Selain itu, IESC juga commit dalam hal menyediakan para pakarnya kepada
usaha swasta, LSM, dan institusi pemerintahan melalui program USVE (US Volunteer Exec-
utive). IESC juga menyediakan program bantuan teknis bagi UKM yang membutuhkan.
Keberadaan IESC di Indonesia telah dimulai sejak 1967 dengan selang waktu 3 tahun setelah
peresmian pendiriannya dilakukan oleh Presiden AS Lyndon B. Johnson. Tidak sedikit
swasta Indonesia yang memanfaatkan jasa IESC berkembang menjadi konglomerat. Dalam
kaitannya dengan GTN, IESC merupakan manager pelaksana GTN di banyak negara. Di-
rencanakan pula, IESC akan mendukung dan memanage seluruh aspek dari aktivitas GTN di
seluruh dunia.

Kebijaksanaan industrialisasi UKM masih sepotong-sepotong


Tulang punggung ekonomi dan mesin pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan merupakan
dua atribut yang melekat pada diri UKM. Dua atribut dan slogan ini diakui oleh para pakar
ekonomi di seluruh dunia. Tentang bagaimana sikap dan kebijaksanaan industri yang sedang
dan akan pemerintah tetapkan terhadap UKM sampai saat ini belum jelas benar.
Dari dulu kala, sejak jaman pemerintahan Belanda, kebijaksanaan industrialisasi pemerintah
tidak pernah ada yang terintegrasi melainkan secara sepotong-sepotong. Kebijaksanaan ini
jelas-jelas bermaksud melindungi kepentingan dan memberikan kesempatan bagi pihak-pihak
yang dekat dengan pemerintah dan demi keuntungan pribadi pengambil kebijaksanaan.
Kebijaksanaan industrialisasi yang sepotong-sepotong sebenarnya bisa berjalan dengan baik
seandainya ada transparansi dan clean and good governance di sektor pemerintahan. Dua
faktor ini merupakan bagian dari prasyarat dan prakondisi yang ditetapkan oleh lembaga do-
nor demi terciptanya pertumbuhan ekonomi dengan mutu yang tinggi.

Statistik kredit UKM


Berbicara tentang statistik kredit, akan lebih relevan rasanya apabila kita mengacu pada data
yang dikeluarkan oleh satu institusi yang berwenang dan mempunyai otoritas yang luma-
yan konsisten, yaitu otoritas moneter, dalam hal ini Bank Indonesia. Data Bank Indonesia
tentang kredit untuk UKM baru bisa terbaca sejak tahun 1990.
Data itu juga menunjukkan bahwa sampai Desember 1993, Bank Indonesia masih menya-
lurkan kredit investasi. Dengan kata lain, Bank Indonesia telah menunjukkan indepen-
densinya sebagai otoritas moneter sejak awal 1994. Independensi yang pada masa itu tentu
saja bersifat semu.
REDEFINISI PEMBANGUNAN EKONOMI UKM INDONESIA

Tabel 2
Outstanding KUK menurut kegunaan dan KPR, 1991 Agustus 2000 (Rp milyar)
Kredit konsumsi
Tahun Grand total KMK KI % KPR thd % KPR thd
Subtotal KPR subtotal grand total Lainnya
1991 22.862 15.944 3.966 2.952 1.135 38,45 4,96 1.817
1992 22.621 15.061 4.495 3.065 1.784 58,21 7,89 1.281
1993 27.778 16.591 3.557 7.630 4.349 57,00 15,66 3.281
1994 34.164 19.417 4.911 9.836 4.970 50,53 14,55 4.866
1995 40.926 21.062 6.306 13.558 7.409 54,65 18,10 6.149
1996 49.291 23.125 8.073 18.093 9.431 52,13 19,13 8.662
1997 68.723 34.100 11.188 23.435 11.595 49,48 16,87 11.840
1998 45.571 17.557 8.326 19.688 10.224 51,93 22,44 9.464
1999 37.239 15.753 5.389 16.097 8.872 55,12 23,82 7.225
Agt 2000 42.078 16.290 5.892 19.896 9.058 45,53 21,52 10.838
Sumber: Bank Indonesia
KUK: Kredit Usaha Kecil
KMK: Kredit Modal Kerja
KI: Kredit Investasi

Tabel 3
Kredit untuk UKM, 1989 Okt. 2000 (Rp milyar)
KUK KUK PROGRAM KUK NONPROGRAM
Kredit untuk koperasi KIK
TAHUN pasca-
Grand Kupede Non-
FISKAL Subtotal KPR2 konver- Subtotal
total KUT KKOP1 KKPA Lainnya si PIR-
s kupedes
Trans
1989/1990 Des 14.062,0 2.786,2 292,4 66,4 105,1 26,3 2.296,0 11.275,8 1.381,8 9.894,0
1990/1991 Des 21.197,0 2.886,6 164,8 78,1 262,8 31,9 2.349,0 18.310,4 1.430,2 16.880,2
1991/1992 Des 22.862,0 3.128,4 161,0 111,2 290,9 44,3 2.521,0 19.733,6 1.536,5 18.197,1
1992/1993 Mar 22.563,0 3.311,1 166,8 112,5 310,9 156,9 2.564,0 19.251,9 1.726,3 17.525,6
1993/1994 Mar 28.364,0 4.939,8 158,5 97,5 351,9 156,7 4.175,2 23.424,2 2.075,9 21.348,3
1994/1995 Mar 35.340,0 7.029,4 161,5 98,8 457,7 126,9 6.029,1 155,4 28.310,6 2.582,8 25.727,8
1995/1996 Mar 42.143,0 9.225,4 279,9 130,7 567,3 82,9 7.848,3 316,3 32.917,6 3.374,1 29.543,5
1996/1997 Mar 49.713,0 12.066,7 346,3 142,9 1.184,3 45,9 9.846,3 501,0 37.646,3 4.140,4 33.505,9
1997/1998 Mar 65.890,0 14.475,4 400,2 128,8 1.725,2 23,4 11.436,0 761,8 51.414,6 4.624,2 46.790,4
1998/1999 Mar 38.170,9 17.115,6 4.131,0 358,0 2.048,0 12,0 9.583,7 982,9 21.055,3 4.596,2 16.459,1
1999/2000 Okt 37.418,0 21.655,0 8.001,0 805,0 2.671,0 12,0 9.104,0 1.062,0 15.763,0 4.984,0 10.779,0
Sumber: Departmen Keuangan

Tabel 4
KUT oleh Koperasi, Tahun Penyediaan 1996/1997 1999/2000
Tahun penyediaan Plafond (Rp juta) Realisasi kredit (Rp Koperasi pelaksana Luas areal (ha)
juta)
1996/1997 216,15 231.333,00 2.541 1.138.022,00
1997/1998 400,00 374.631,00 3.936 740,76
1998/1999 8.870.142,00 8.336.329,00 9.517 5.746.235,00
1999/2000 1.775.600,00 1.108.226,00 3.586 958.533,00
MT 2000* 0,00 5.904,00 34 3.896,00
Total 11.261.892,00 10.050.519,00 19.582 8.583.550,00
Sumber: Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM
* Sampai Juli
SANDO SASAKO

Tabel 4
Kredit Penyaluran Pupuk oleh Koperasi, Musim Tanam 1996/1997 1999/2000
Musim Tanam Plafond (Rp juta) Realisasi kredit (Rp Realisasi fisik (ton) Koperasi pelaksana
juta)
1996/1997 73.361 720.624 333.443 1.909
1997/1998 65.146 732.920 1.106.261 2.074
1998/1999 97.483 774.484 763.738 1.837
1999/2000 146.175 145.568 711.043 1.384
Total 382.165 2.373.596 2.914.485 7.204
Sumber: Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM
* Sampai Juli

Tabel 5
Kredit Pengadaan Pangan oleh Koperasi, Musim Pengadaan 1996/1997 1999/2000
Musim pengadaan Plafond (Rp juta) Realisasi kredit (Rp Realisasi fisik (ton) Koperasi pelaksana
juta)
1997 79.883 792.410 1.208.375 1.641
1998 105.711 333.958 475.627 1.933
1999 793.214 4.104.339 2.533.904 3.829
2000* 500.000 281.878 690.161 1.845
Total 1.478.808 5.512.585 4.908.067 9.248
Sumber: Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM
* Sampai Juli

Tabel 6
Kredit Likuiditas dan Kredit Langsung Bank Indonesia, 1991 April 2001 (Rp milyar)
Kredit Pengadaan Pangan dan
Tahun Grand total Subtotal Usaha Tani Koperasi Investasi Lain - Lain
Langsung Gula
1991 14.877 783 14.094 147 351 1.879 5.507 6.210
1992 15.352 771 14.581 141 380 2.210 6.529 5.321
1993 12.979 158 12.821 115 370 1.846 5.996 4.494
1994 13.918 130 13.788 116 422 2.230 5.387 5.633
1995 17.164 71 17.093 129 647 2.704 4.200 9.413
1996 20.626 26 20.600 240 953 4.599 4.398 10.410
1997 25.007 50 24.957 253 1.424 5.595 3.833 13.852
1998 26.952 40 26.912 1.804 1.910 5.876 4.018 13.304
1999 26.346 38 26.308 1.904 3.769 4.251 3.854 12.530
2000 18.612 36 18.576 91 3.192 0 3.221 12.072
Apr 2001 18.290 36 18.254 67 3.089 0 3.133 11.965
Sumber: Bank Indonesia

Data KUK yang disuplai BI tidak banyak bercerita tentang kredit program kecuali KPR. Data
yang sedikit lebih lengkap tentang kredit program berasal dari Departemen Keuangan. Itu
pun hanya menyebutkan secara spesifik beberapa kredit program, yakni KUT, KKOP,
KKPA, KPR, dan KIPP PIR-Trans (Kredit Investasi Pengembangan Perkebunan Pola Inti
Rakyat Transmigrasi).
Secara umum, KUK yang disalurkan bank umum terdiri dari KUK program dan non-
program. KUK program yang mendapat dukungan KLBI dengan pangsa pembiayaan 100%,
antara lain KUT, KKOP (sejak Juni 1998, dulunya KKUD), dan KKPA.
Data lebih lengkap lagi, seperti kinerja masing-masing kredit program, bisa didapat dari de-
partemen teknis yang bersangkutan. Itu pun dengan catatan bahwa wewenang penyaluran
kredit program itu berasal dari departemen teknis. Wewenang dalam hal memberikan koman-
do (baca: rekomendasi) bahwa UKM dan koperasi ini dan itu bisa mendapat kucuran kredit
program.
REDEFINISI PEMBANGUNAN EKONOMI UKM INDONESIA

Kantor Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM bisa menyediakan data kinerja beberapa
kredit program seperti KUT, kredit penyaluran pupuk oleh koperasi, dan kredit pengadaan
pangan oleh koperasi.

Rata-rata Kredit untuk UKM hanya 14,16%


Realisasi rata-rata total kredit untuk UKM (baca: KUK) hanya sebesar 14,16% dari total
kredit perbankan di Indonesia selama 19911999 dengan angka berkisar antara 9,35%
20,26%. Secara rata-rata nominal, propinsi DKI Jakarta merupakan propinsi yang paling ban-
yak menerima kucuran kredit untuk UKM, yaitu dengan nilai Rp 9.734 milyar per tahunnya.
Dibandingkan dengan total kredit yang dikucurkan di Jakarta, rata-rata proporsi kredit untuk
UKM hanya sebesar 5,90% setahunnya dari kisaran 2,82% sampai 8,49%.

Tabel 7
Pangsa KUK terhadap total kredit menurut pulau dan propinsi, 1991 Agustus 2000 (%)
Pulau / Propinsi 20001 1999 1998 1997 1996 1995 1994 1993 1992 1991

Total 17,39 16,54 9,35 18,17 16,83 17,44 18,09 18,49 18,40 20,26

Sulawesi 60,14 62,17 51,63 60,67 58,61 60,43 58,47 60,53 50,61 52,16
Bali + NT 56,98 56,36 46,49 57,23 57,72 57,23 53,65 50,81 49,67 55,59
Maluku + Irian Jaya 54,43 39,46 18,23 37,53 32,29 34,59 36,83 35,83 24,25 25,41
Sumatra 35,30 34,32 28,30 43,60 37,46 36,30 33,40 32,67 32,44 34,90
Kalimantan 32,02 31,48 20,58 34,43 35,83 34,82 32,61 32,02 26,34 27,49
Timor Timur** 0,00 25,00 74,70 85,45 79,31 72,73 74,60 77,55 70,00 69,44
Jawa 12,48 11,61 6,44 14,00 12,86 13,52 14,39 14,73 14,77 16,38

Sulawesi Tengah 86,97 85,53 70,40 78,16 77,31 79,40 74,45 71,22 62,86 60,31
Kalimantan Tengah 79,33 73,36 50,44 55,88 54,38 59,95 55,14 52,40 47,66 58,70
Sulawesi Tenggara 72,13 73,14 58,54 61,41 56,33 59,41 55,74 52,32 44,92 48,00
Nusa Tenggara Barat 74,74 72,02 73,96 76,45 74,36 72,71 73,16 71,18 66,11 65,80
Sulawesi Utara 52,54 63,29 48,18 59,24 59,04 60,13 57,27 61,31 48,80 55,56
DI Aceh 66,10 62,94 55,63 62,28 61,53 66,90 64,98 62,46 53,49 55,16
Nusa Tenggara Timur 64,70 60,49 55,19 77,72 76,52 78,60 81,78 81,01 75,16 77,25

Sumatra Barat 57,83 58,80 48,43 59,09 55,18 51,99 43,24 44,21 39,26 45,66
Bengkulu 58,59 57,31 55,45 63,28 60,45 57,18 44,91 41,78 39,85 43,60
Sulawesi Selatan 57,93 57,05 49,64 58,41 55,88 57,64 56,63 58,93 49,55 49,18
Bali 51,08 51,82 39,30 50,13 51,20 50,94 46,27 42,85 43,13 50,20
DI Yogyakarta 55,35 48,82 34,28 46,33 45,60 47,30 49,88 51,21 40,22 46,96

Jambi 45,35 46,51 41,80 47,08 46,55 44,79 37,98 37,28 35,14 32,05
Lampung 49,43 45,22 33,92 74,45 46,87 41,30 35,02 35,12 46,22 47,06
Sumatra Selatan 48,28 42,65 44,87 45,09 39,41 41,85 38,18 37,47 35,43 43,53
Jawa Barat 41,65 40,73 27,29 39,52 39,29 39,81 40,23 37,12 39,60 41,45
Jawa Tengah 44,47 40,67 27,22 40,27 37,98 38,18 37,65 39,88 36,82 40,86
Irian Jaya 60,82 39,85 23,48 39,95 42,09 48,65 46,99 47,63 33,94 36,02
Maluku 42,47 38,59 14,05 34,79 25,49 26,10 30,29 28,62 20,14 21,34

Kalimantan Timur 27,75 29,47 15,91 32,06 37,87 36,92 35,60 31,55 25,43 24,37
Kalimantan Barat 32,53 27,63 19,24 31,73 27,65 27,69 26,80 29,52 27,08 29,90
Riau 27,15 26,07 20,25 31,61 36,40 32,05 29,00 27,66 27,49 27,57
Kalimantan Selatan 23,27 25,99 21,26 34,60 38,79 35,06 31,07 30,86 21,68 22,84
SANDO SASAKO

Tabel 7
Pangsa KUK terhadap total kredit menurut pulau dan propinsi, 1991 Agustus 2000 (%)
Pulau / Propinsi 20001 1999 1998 1997 1996 1995 1994 1993 1992 1991

Total 17,39 16,54 9,35 18,17 16,83 17,44 18,09 18,49 18,40 20,26

Jawa Timur 26,77 25,07 13,46 26,31 26,62 27,12 27,01 27,03 26,44 28,74
Timor Timur** 0,00 25,00 74,70 85,45 79,31 72,73 74,60 77,55 70,00 69,44

Sumatra Utara 20,50 20,92 13,25 29,00 24,96 26,44 26,85 26,19 24,67 26,88
DKI Jakarta 3,68 3,20 2,95 8,49 6,79 7,05 7,70 8,23 7,14 7,82
Sumber: Bank Indonesia
** Tidak lagi merupakan bagian dari Indonesia
1
Posisi Agustus 2000

Tidak termasuk Timor Timur, ada 6 propinsi dengan rata-rata portofolio KUK-nya lebih dari
50%, antara lain Nusa Tenggara Timur (66,19%), Sulawesi Tengah (65,85%), Nusa Tenggara
Barat (64,86%), Aceh (53,84%), Sulawesi Utara (50,88%), dan Kalimantan Tengah
(50,42%).
Tujuh propinsi dengan portofolio KUK berkisar antara 40% sampai 50%, yaitu Sulawesi
Tenggara (49,97%), Sulawesi Selatan (49,05%), Bengkulu (46,68%), Sumatra Barat
(44,52%), Bali (41,88%), Yogyakarta (40,65%), dan Lampung (40,38%).
Lima propinsi dengan portofolio KUK berkisar antara 30% sampai 40%, yaitu Jambi
(37,07%), Irian (36,45%), Sumatra Selatan (36,37%), Jawa Barat (34,28%), dan Jawa Tengah
(33.59%). Tujuh propinsi sisanya dengan portofolio KUK berkisar antara 20% sampai 30%,
yaitu Kalimantan Timur (26,22%), Kalimantan Selatan (26,18%), Riau (25,77%), Kalimantan
Barat (24,64%), Maluku (23,51%), Jawa Timur (22,28%), dan Sumatra Utara (21.39%).

Sando Sasako
Pengamat UKM

Komp. Bangun Reksa Indah II


Blok W No. 23
Tangerang 15157
Telp: 021 732 2269, 0812 8056 516

Das könnte Ihnen auch gefallen