Sie sind auf Seite 1von 16

BELLS PALSY

Definisi
Kelumpuhan wajah adalah suatu bentuk
kecacatan yang memberikan dampak yang kuat
pada seseorang. Kelumpuhan nervus facialis
dapat disebabkan oleh bawaan lahir (kongenital),
neoplasma, trauma, infeksi, paparan toksik
ataupun penyebab iatrogenik. Yang paling sering
menyebabkan kelumpuhan unilateral pada wajah
adalah Bells palsy.. Bells palsy didefinisikan
sebagai suatu keadaan paresis atau kelumpuhan
yang akut dan idiopatik akibat disfungsi nervus
facialis perifer.
Etiologi
Diperkirakan,

penyebab

Bells

palsy

adalah edema dan iskemia akibat penekanan


(kompresi) pada nervus fasialis. Penyebab edema
dan

iskemia

ini

sampai

saat

ini

masih

diperdebatkan.

Dulu,

paparan

suasana/suhu

dingin (misalnya hawa dingin, AC, atau menyetir


mobil dengan jendela yang terbuka) dianggap
sebagai satu-satunya pemicu Bells palsy. Akan
tetapi, sekarang mulai diyakini HSV sebagai
penyebab Bells palsy, karena telah diidentifikasi
HSV pada ganglion geniculata pada beberapa
penelitian

otopsi.

melakukan

tes

Murakami
PCR

et

all

juga

(Polymerase-Chain

Reaction) pada cairan endoneural N.VII penderita


Bells palsy berat yang menjalani pembedahan
dan menemukan HSV dalam cairan endoneural.
Virus ini diperkirakan dapat berpindah secara
axonal dari saraf sensori dan menempati sel
ganglion, pada saat adanya stress, akan terjadi
reaktivasi

virus

yang

akan

menyebabkan

kerusakan local pada myelin.


Patofisiologi
Para ahli menyebutkan bahwa pada Bells
palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus
fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar

foramen stilomastoideus. Bells palsy hampir


selalu terjadi secara unilateral. Patofisiologinya
belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan
terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis
yang menyebabkan peningkatan diameter nervus
fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf
tersebut pada saat melalui tulang temporal.
Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang
temporal
mempunyai

melalui
bentuk

kanalis
seperti

fasialis

yang

corong

yang

menyempit pada pintu keluar sebagai foramen


mental. Dengan bentukan kanalis yang unik
tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau
iskemik dapat menyebabkan gangguan dari
konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh
nervus fasialis bisa mendapat gangguan di
lintasan supranuklear, nuklear dan infranuklear.
Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah
korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar
ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan
dengan daerah somatotropik wajah di korteks
motorik primer.

Paparan

udara

dingin

seperti

angin

kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca


jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu
penyebab terjadinya Bells palsy. Karena itu
nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam
foramen

stilomastoideus

dan

menimbulkan

kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN biasa


terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os
petrosum atau kavum timpani, di foramen
stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi
nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di
daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus
longitudinalis medialis. Karena itu paralisis
fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan
muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke
arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN
akan timbul bersamaan dengan tuli perseptif
ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap
dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan
beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bells
palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1
dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf

kranialis. Terutama virus herpes zoster karena


virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit.
Pada

radang

herpes

zoster

di

ganglion

genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat


sehingga

menimbulkan

kelumpuhan

fasialis

LMN.

Kelumpuhan pada Bells palsy akan terjadi


bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya
lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura
palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk

memejam mata terlihatlah bola mata yang


berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat.
Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak
bisa digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air
mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga
tertimbun. Gejala-gejala pengiring seperti ageusia
dan hiperakusis tidak ada karena bagian nervus
fasialis yang terjepit di foramen stilomastoideum
sudah tidak mengandung lagi serabut korda
timpani dan serabut yang mensyarafi muskulus
stapedius.
Gejala Klinis
Kelumpuhan perifer N.VII memberikan
ciri yang khas hingga dapat didiagnosa dengan
inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat
bergerak.

Lipatan-lipatan

di

dahi

akan

menghilang dan Nampak seluruh muka sisi yang


sakit akan mencong tertarik ke arah sisi yang
sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini tergantung
dari lokalisasi kerusakan.(3)
a Kerusakan setinggi foramen stilomastoideus.
Gejala : kelumpuhan otot-otot wajah pada
sebelah lesi.

Sudut mulut sisi lesi jatuh dan


tidak dapat diangkat
Makanan berkumpul diantara pipi
dan gusi pada sebelah lesi
Tidak dapat menutup mata dan
mengerutkan kening pada sisi lesi
Kelumpuhan ini adalah berupa tipe flaksid,
LMN. Pengecapan dan sekresi air liur masih
baik.
b

Lesi setinggi diantara khorda tympani dengan


n.stapedeus (didalam kanalis fasialis).
Gejala: seperti (a) ditambah dengan gangguan
pengecapan 2/3 depan lidah dan gangguan

salivasi.
Lesi setinggi diantara n.stapedeus dengan
ganglion genikulatum.
Gejala: seperti (b) ditambah dengan gangguan

pendengaran yaitu hiperakusis.


Lesi setinggi ganglion genikulatum.
Gejala: seperti (c) ditambah dengan gangguan
sekresi kelenjar hidung dan gangguan kelenjar

air mata (lakrimasi).


Lesi di porus akustikus internus.

Gangguan: seperti (d) ditambah dengan


gangguan pada N.VIII.
Yang
kerusakan

paling
pada

sering

tempat

ditemui

setinggi

ialah

foramen

stilomastoideus dan pada setinggi ganglion


genikulatum. Adapun penyebab yang sering pada
kerusakan setinggi genikulatum adalah : Herpes
Zoster, otitis media perforata dan mastoiditis.

Penegakan Diagnosis
Diagnosis Bells palsy dapat ditegakkan
dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisis. Pada pemeriksaan nervus kranialis akan

didapatkan adanya parese dari nervus fasialis


yang menyebabkan bibir mencong, tidak dapat
memejamkan mata dan adanya rasa nyeri pada
telinga. Hiperakusis dan augesia juga dapat
ditemukan. Harus dibedakan antara lesi UMN dan
LMN. Pada Bells palsy lesinya bersifat LMN.
a Anamnesis.
Hampir semua pasien yang dibawa ke
ruang gawat darurat

merasa bahwa

mereka menderita stroke atau tumor


intrakranial. Hampir semua keluhan yang
disampaikan adalah kelemahan pada salah
satu sisi wajah.
Nyeri postauricular: Hampir 50%
pasien

menderita

nyeri

di

regio

mastoid. Nyeri sering muncul secara


simultan disertai dengan paresis, tetapi
paresis muncul dalam 2-3 hari pada
sekitar 25% pasien.
Aliran air mata: Dua pertiga pasien
mengeluh mengenai aliran air mata
mereka.

Ini

disebabkan

akibat

penurunan fungsi orbicularis oculi

dalam mengalirkan air mata. Hanya


sedikit air mata yang dapat mengalir
hingga saccus lacrimalis dan terjadi
kelebihan cairan. Produksi air mata
tidak dipercepat.
Perubahan rasa:

Hanya

sepertiga

pasien mengeluh tentang gangguan


rasa,

empat

per

lima

pasien

menunjukkan penurunan rasa. Hal ini


terjadi akibat hanya setengah bagian
lidah yang terlibat.
Mata kering.
Hyperacusis: kerusakan toleransi pada
tingkatan tertentu pada telinga akibat
peningkatan
b

iritabilitas

mekanisme

neuron sensoris.
Pemeriksaan fisik.
Gambaran paralisis wajah mudah dikenali
pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan yang
lengkap dan tepat dapat menyingkirkan
kemungkinan penyebab lain paralisis
wajah. Pikirkan etiologi lain jika semua

cabang nervus facialis tidak mengalami


gangguan.
Definisi klasik Bell palsy menjelaskan
tentang keterlibatan mononeuron dari
nervus

facialis,

meskipun

nervus

cranialis lain juga dapat terlibat.


Nervus

facialis

satunya

nervus

menunjukkan
pada

merupakan

satu-

cranialis

yang

gambaran

pemeriksaan

fisik

gangguan
karena

perjalanan anatomisnya dari otak ke


wajah bagian lateral.
Kelamahan dan/atau paralisis akibat
gangguan pada nervus facialis tampak
sebagai kelemahan seluruh wajah
(bagian atas dan bawah) pada sisi
yang diserang. Perhatikan gerakan
volunter bagian atas wajah pada sisi
yang diserang.
Pada lesi supranuklear seperti stroke
kortikal (neuron motorik atas; di atas
nucleus facialis di pons), dimana

sepertiga

atas

wajah

mengalami

kelemahan dan dua per tiga bagian


bawahnya

mengalami

paralisis.

Musculus orbicularis, frontalis dan


corrugator diinervasi secara bilateral,
sehingga dapat dimengerti mengenai
pola paralisis wajah.
Lakukan
pemeriksaan
cranialis

lain:

hasil

biasanya normal.
Membran timpani

nervus

pemeriksaan
tidak

boleh

mengalami inflamasi; infeksi yang


tampak meningkatkan kemungkinan
adanya otitis media yang mengalami
komplikasi.
c

Pemeriksaan laboratorium.
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang
spesifik untuk menegakkan diagnosis
Bells palsy. Namun pemeriksaan kadar
gula

darah

dipertimbangkan

atau

HbA1c

untuk

dapat

mengetahui

apakah pasien tersebut menderita diabetes

atau tidak. Pemeriksaan kadar serum HSV


juga bisa dilakukan namun ini biasanya
tidak dapat menentukan dari mana virus
d

tersebut berasal.
Pemeriksaan radiologi.
Bila dari anamneses dan pemeriksaan fisik
telah mengarahkan ke diagnose Bells
palsy maka pemeriksaan radiologi tidak
diperlukan lagi, karena pasien-pasien
dengan Bells palsy

umumnya

akan

mengalami perbaikan dalam 8-10 minggu.


Bila

tidak

ada

mengalami

perbaikan

perburukan,

ataupun
pencitraan

mungkin akan membantu. MRI mungkin


dapat

menunjukkan

(misalnya

adanya

Schwannoma,

meningioma).

Bila

tumor

hemangioma,

pasien

memiliki

riwayat trauma maka pemeriksaan CTScan harus dilakukan.


Penatalaksanaan
Kortikosteroid.
Pengobatan
Bells

palsy

dengan

menggunakan steroid masih merpakan

suatu

kontroversi.

Berbagai

artikel

penelitian telah diterbitkan mengenai


keuntungan

dan

kerugian

pemberian

steroid pada Bells palsy. Para peneliti


lebih cenderung memilih menggunakan
steroid untuk memperoleh hasil yang lebih
baik.

Bila

telah

diputuskan

untuk

menggunakan steroid, maka harus segera


dilakukan konsensus. Prednison dengan
dosis 40-60 mg/ hari per oral atau 1 mg/
kgBB/ hari selama 3 hari, diturunkan
perlahan-lahan selama 7 hari kemudian,
dimana pemberiannya dimulai pada hari
kelima setelah onset penyakit, gunanya
untuk meningkatkan peluang kesembuhan
pasien.
Prognosis
Penderita Bells palsy dapat sembuh total
atau meninggalkan gejala sisa. Faktor resiko yang
memperburuk prognosis Bells palsy adalah:

a
b
c

d
e

Usia di atas 60 tahun.


Paralisis komplit.
Menurunnya fungsi

pengecapan

atau

aliran saliva pada sisi yang lumpuh.


Nyeri pada bagian belakang telinga.
Berkurangnya air mata.
Pada umumnya prognosis Bells palsy

baik: sekitar 80-90 % penderita sembuh dalam


waktu 6 minggu sampai tiga bulan tanpa ada
kecacatan. Penderita yang berumur 60 tahun atau
lebih, mempunyai peluang 40% sembuh total dan
beresiko

tinggi

meninggalkan

gejala

sisa.

Penderita yang berusia 30 tahun atau kurang,


hanya memiliki perbedaan peluang 10-15 persen
antara sembuh total dengan meninggalkan gejala
sisa. Jika tidak sembuh dalam waktu 4 bulan,
maka penderita cenderung meninggalkan gejala
sisa, yaitu sinkinesis, crocodile tears dan kadang
spasme hemifasial.(6)
Penderita diabetes 30% lebih sering
sembuh

secara

parsial

dibanding

penderita

nondiabetik dan penderita DM lebih sering


kambuh dibanding yang non DM. Hanya 23%

kasus Bells palsy yang mengenai kedua sisi


wajah. Bells palsy kambuh pada 10-15 %
penderita. Sekitar 30 % penderita yang kambuh
ipsilateral menderita tumor N. VII atau tumor
kelenjar parotis.

Das könnte Ihnen auch gefallen