Sie sind auf Seite 1von 12

PSIKOSOMATIS

GANGGUAN SPESIFIK PADA KONDISI FISIK YANG DIPENGARUHI OLEH FAKTOR PSIKOLOGIS

Penyakit Arteri Koroner


Penyakit arteri koroner menyebabkan penurunan aliran darah ke jantung dan ditandai oleh nyeri, rasa tidak nyaman, dan tekanan
pada dada dan jantung episodic. Keadaan ini biasanya ditimbulkan oleh penggunaan tenaga dan stress dan dihilangkan oleh istirahat atau
nitrogliserin sublingual.
Tipe kepribadian. Flanders Dunbar pertama kali menggambarkan pasien penyakit koroner sebagai kepribadian agresif- kompulsif
dengan cenderung bekerja dengan waktu yang panjang dan untuk meningkatkan kekuasaan. Meyer-fieldman dan Ray Rosenman
mendefinisikan kepribadian tipe A dan B. kepribadian tipe A adalah berhubungan kuat dengan perkembangan penyakit jantung
koroner. Mereka adalah orang yang berorientasi- tindakan yang berjuang keras untuk mencapai tujuan yang kurang jelas dengan
cara permusuhan yang kompetitif. Mereka adalahagresif, tidak sabar, banyak bergerak, dan berjuang dan marah jika dihalangi.
Kepribadian tipe B adalah kebalikannya. Mereka adalah santai dan kurang agresif dan cenderung kurang aktif berjuang untuk
mencapai tujuannya. Kepribadian tipe A memiliki peningkatan jumlah lipoprotein densitas rendah, kolesterol serum, trigliserida,
dan 17-hidroksikolesterol, dan mereka cenderung memiliki penyakit jantung koroner. Kehilangan yang tiba-tiba dapat
menyebabkan kematian akibat oklusi koroner.
Terapi. Jika terjadi oklusi koroner, digunakan berbagai medikasi bagi status jantung pasien. Untuk menghilangkan ketegangan psikis
yang berhubungan dengan penyakit, klinisi menggunakan psikotropika, sebagai contohnya, Diazepam (Valium). Rasa sakit diobati
dengan analgesic (sebagai contohnya morphine). Terapi medis harus suportif dan menentramkan, dengan suatu penekanan
psikologis untuk menghilangkan stress psikis, kompulsivitas, dan ketegangan.

Hipertensi Essensial
Hipertensi adalah suatu penyakit yang ditandai oleh tekanan darah 160/95mmHg atau lebihtinggi. 20% populasi penduduk
Amerika Serikat adalah penderita hipertensi.
Tipe kepribadian. Orang hipertensif tampak dari luar menyenangkan, patuh, dan kompulsif; walaupun kemarahan mereka tidak
diekspresikan secara terbuka, mereka memiliki banyak kekerasan yang terhalangi, yang ditangani secara buruk. Mereka tampak
mempunyai predisposisi genetic untuk hipertensi; yaitu, bila terjadi stress yang kronis pada kepribadian kompulsif yang
terpredisposisi secara genetic yang telah merepresi dan menekan kekerasan, dapat terjadi hipertensi. Keadaan ini cenderung terjadi
pada kepribadian tipe A.
Terapi. Psikoterapi suportif dan teknik perilaku ( sebagai contohnya, biofeedback,meditasi,dan terapi relaksasi) telah dilaporkan berguna
dalam mengobati hipertensi. Secara medis, pasien harus patuh dengan regimen medikasi antihipertensi.

Gagal Jantung Kongestif


Gagal jantung kongestif adalah gangguan dimana jantung gagal untuk memompakan darah secara normal, yang menyebabkan
kongesti paru-paru dan sirkulasi sistemik dan menurunkan aliran darah jaringan dengan penurunan curah jantung. Faktor psikologis,
seperti stress dan konflik emosional non spesifik, seringkali bermakna dalam memulai atau eksaserbasi gangguan. Jadi psikoterapi
suportif adalh penting dalam pengobatannya.

Sinkop Vassomotor (vassodepresor)


Keadaan ini ditandai oleh kehilangan kesadaran(pingsan) secara tiba-tiba yang disebabkan oleh serangan vasovagal. Aktivitas
otonomik terinhibisi, dan aktivitas saraf vagus parasimpatetik adalah diperkuat, yang menyebabkan penurunan curah jantung, penurunan
resistensi vascular perifer, vasodilatasi, dan bradikardia. Menurut Franz Alexander, rasa khawatir atau takut akut akan menghambat
impuls untuk berkelahi atau melarikan diri, dengan demikian menampung (pooling) darah di anggota gerak bawah, dari vasodilatasi

pembuluh darah dalam tungkai. Reaksi tersebut menyebabkan penurunan pasokan darah ke otak dan akibatnya hipoksia otak dan
kehilangan kesadaran.
Terapi. Karena pasien dengan sinkop vasomotor secara normal membaringkan dirinya atau terjatuh dalam posisi tengkurap, penurunan
curah jantung terkoreksi.meninggikan tungkai mereka juga membantu mengkoreksi ketidakseimbangan fisiologis. Psikoterpi harus
digunakan untuk menentukan penyebab ketakutan atau trauma yang berhubungan dengan sinkop. Jika sinkop berhubungan dengan
hipotensi ortostatik, pasien harus dinasehatkan untuk bangkit perlahan-lahan dari posisi duduk ke berdiri.

Aritmia Jantung
Aritmia yang potensial membahayakan hidup, seperti pada palpitasi, takikardi ventricular, dan fibrilasi ventricular. Kadang-kadang
juga keadaan ini terjadi bersama-sama dengan luapan emosional juga berhubungan dengan trauma emosional adalah takikardia sinus,
perubahan gelombang ST dan gelombang T, ektopi ventricular, peningkatan katekolamin plasma, dan konsentrasi asam lemak bebas.
Stress emosional adalah tidak spesifik, dan juga penjelasan kepribadian yang berhubungan dengan gangguan.
Terapi. Psikoterapi dan obat-obat penghambat beta, seperti propranolol (inderal), membantu melindungi terhadap aritmia akibat emosi.

Fenomena Raynaud
Sianosis bilateral paroksismal idiopatik pada jari-jari karena kontraksi arteriolar seringkali disebabkan oleh stress eksternal.
Terapi. fenomena raynaud dapat diobati dengan psikoterapi suportif, relaksasi progresif, atau biofeedback dan dengan melindungi tubuh
dari dingin dan menggunakan sedative ringan. Merokok harus dihentikan, karena nikotin adalh vasokostriktor. Penghambat beta,
clonidine (catapres), dan preparat ergot juga menyebabkan vasokonstriksi dan dikontraindikasikan.

Asma Bronkialis
Asma bronkialis adalah penyakit obstruktif kronis rekuren pada jalan nafas bronchial, yang cenderung berespon terhadap berbagai
stimuli dengan konstriksi bronchial, edema, dan sekresi yang berlebihan. Faktor genetika, faktor alergik, infeksi dan stress akut dan
kronis semuanya berkombinasi untuk menimbulkan penyakit. Mengingat kecepatan dan kedalaman pernafasan orang sehat dapat diubah
secara volunteer untuk menyesuaikan dengan berbagai keadaan emosional, perubahan tersebut diperberat dan diperpanjang pada orang
dengan asma.
Faktor psikologis.

Walaupun pasien asmatik karakteristiknya memiliki kebutuhan akan ketergantungan yang berlebihan, tidak ada

tipe kepribadian yang spesifik yang telah diidentifikasi. Alexander mengajukan faktor konfliktual psikodinamika, karena ia
menemukan pada banyak pasien asmatik adanya harapan yang tidak disadari akan perlindungan dan untuk diselubungi oleh ibu
atau pengganti ibu. Tokoh ibu cenderung bersikap melindungi dan cemas secara berlebihan, ferfeksionistik berkuasa dan
menolong. Jika proteksi dicari tetapi tidak didapatkan, serangan asmatik terjadi.
Terapi. Beberapa pasien asmatik membaik dengan dipisahkan dari ibu (yang disebut parentektomi). Semua psikoterapi standar
digunakan: individual, kelompok, perilaku (desensitisasi sistematik), dan hipnotik. Pasien asmatik harus ditangani bersama dengan
ahli penyakit dalam, dokter ahli alergi dan dokter psikiatrik.

Hay Fever
Faktor fisiologis yang kuat berkombinasi dengan elemen alergi untuk menimbulkan hay fever. Satu faktor mungkin menguasai
faktor lain, dan faktor-faktor tersebut mungkin berubah-ubah kepentingannya.
Terapi. Faktor fisikiatris, medis dan alergik harus dipertimbangkan dalam mengobati hay fever.

Sindroma Hiperventilasi
Orang normal secara volunteer dapat mengubah kecepatan, kedalaman, dan regularitas pernafasan mereka, yang juga dapat
berhubungan dengan berbagai keadaan emosional. Pasien hiperventilatif bernafas dalam dan cepat selama beberapa menit, merasa
ringan (light-headed), dan selanjutnya pingsan karena vasokonstriksi serebral dan alkalosis respirasi. Gejala lain, seperti parestesia dan
spasme carpopedal, mungkkin ditemukan. Perbedaan dalam medis spesifik untuk sindroma ini adalah epilepsy, gangguan konversi,
serangan vasovagal,atau hipoglikemik, serangan miokardium , asma bronkialis, porfiria akut, penyakit meniere dan feokromositoma.
Perbedaan psikiatris adalah serangan kecemasan, serangan panic, skizofrenia, gangguan kepribadian ambang dan histrionic, dan keluhan
fobik dan obsesif.
Terapi. Harus diberikan instruksi atau latihan ulang berkenaan dengan gejala tertentu dan bagaimana gejala tersebut berkenaan
ditimbulkan oleh hiperventilasi.sehingga pasien dapat secara sadar menghindari pencetus gejala. Bernafas kedalam kantung kertas
dapat menghentikan serangan. Penentraman dan psikoterapi suportif juga diindikasikan.

Tuberkulosis
Onset dan perburukan tuberculosis seringkali berhubungan dengan stress akut dan kronis. Faktor psikologis mempengaruhi sistem
kekebalan dan mungkin mempengaruhi daya tahan pasien terhadap penyakit.
Terapi. Terapi di masa lalu adalah efektif dengan obat anti tuberculosis dan antibiotika. Sistem kekebalan yang terganggu segera menjadi
tuan rumah bagi tuberculosis, sehingga banyak pasien dengan AIDS dan HIV juga menderita tuberculosis, khususnya tipe milier.
Peranan stress pada insidensi tuberculosis belum dipelajari secara menyeluruh, tetapi sebagian besar pasien AIDS memiliki
komplikasi psikiatrik dan neurologist dan besar kemungkinannya mengalami stress. Psikoterapi suportif adalah berguna karena
peranan stress dan situasi psikososial yang rumit.

Ulkus peptikum
Ulkus peptikum adalah ulserasi pada membrane mukosa lambung atau duodenum yang berbatas jelas, menembus ke mukosa
muskularis dan terjadi daerah yang terkena asam lambung dan pepsin.
Etiologi
Teori spesifik.

Alexander menghipotesiskan bahwa frustasi kronis dari kebutuhan ketergantungan yang kuat menyebabkan

konflik bawah sadar yang karakteristik. Konflik bawah sadar tersebut menyinggung ketergantungan kuat akan keinginan resertif
oral untuk disayangi dan dicintai, yang menyebabkan rasa lapar dan kemarahan bawah sadar yang regresif dan kronis. Reaksi
tersebut dimanifestasikan secara fsikologis oleh hiperaktivitas vagal yang persisten yang menyebabkan hipersekresi asam lambung,
yang terutama jelas pada orang hipersekretor asam yang memiliki predisposisi genetic. Dengan persamaan yang disebutkan
sebelumnya, pembentukan ulkus dapat terjadi. Faktor genetic dan kerusakan atau penyakit organ yang telah ada sebelumnya
(contohnya, gastritis) adalah penyebab yang penting. Gastritis tersebut dapat disebabkan oleh kafein , nikotin atau alcohol
berlebihan.
Teori non spesifik. Stress dan kecemasan yang disebabkan oleh berbagai macam konflik yang tidak spesifik dapat menyebabkan
hiperasiditas lambung dan hipersekresi pepsin, yang menyebabkan suatu ulkus. Karena bebrbagai kejadian traumatic pada binatang
dapat menimbulkan ulkus, data eksperimental tersebut mendukung pendekatan non spesifik. Ulkus peptiku telah didiagnosis pada
semua tipe kepribadian.
Penelitian terakhir menyatakan bahwa suatu bacterium, helicon pylori, telah terlibat sebagai agen infeksius yang dapat berperan
pada etiologi ulkus.
Terapi. Psikoterapi adalah diarahkan pada konflik ketergantungan pasien. Biofeedback dan terapi relaksasi mungkin berguna. Terapi
medis dengan cimetidine (tagamet), ranitidine (zantac), sucralfate (carafate), atau famotidine (pepcide); dan pengendalian diet

(sebagai contohnya, tanpa alcohol)diindikasikan dalam penatalaksanaan ulkus. Terapi ulkus yang disebabkan oleh Helico pylori
termasuk obat antimicrobial.

Obesitas
Obesitas adalah suatu kondisi yang ditandai ileh akumulasi lemak yang berlebihan (dimana berat badan melebihi 20 % berat badan
standar yang dituliskan dalam table tinggi badan dan berat badan seperti biasanya).
Pertimbangan psikosomatis. Terdapat predisposisi familial genetic pada obesitas, dan faktor perkembangan awal ditemukan pada
obesitas masa anak-anak. Obesitas masa anak-anak ditemukan jumlah sel lemak yang meningkat (obesitas hiperplastik), yang
mempredisposisikan mereka kepada obesitas dewasa. Jika obesitas terjadi pertama kali pada masa dewasa, biasanya adalah
obesitas hipertrofik (peningkatan ukuran sel lemak). Faktor fisiologik adalah penting pada obesitas hiperfagik (makan
berlebihan), khususnya makan pesta pora. Diantara faktor psikodinamik yang diajukan adalah fiksasi oral, regresi oral,, dan
penilaian berlebihan terhadap makanan.
Terapi. Obesitas harus dikendalikan melalui pembatasan diet dan penurunan asupan kalori. Dukungan emosional dan modifikasi perilaku
adalh membantu untuk kecemasan dan depresi yang berhubungan dengan makan berlebihan dan diet.

Anoreksia Nervosa
Anoreksia nervosaditandai oleh perilaku yang diarahkan untuk menghilangkan berat badan, pola aneh dalam menangani makanan,
penurunan berat badan, rasa takut yang kuat terhadap kenaikan berat badan, rasa takut yang kuat terhadap kenaikan berat badan,
gangguan citra tubuh, dan lain-lain. Keadaan ini adalah salah satu dari beberapa penyakit psikiatrik yang mungkin memiliki perjalanan
tanpa remisi.

Artritis Rematoid
Arthritis rematoid adalah suatu penyakit yang ditandai oleh nyeri musculoskeletal kronis yang disebabkan oleh penyakit
peradangan pada sendi. Gangguan memiliki faktor penyebab herediter, alergik imunologik dan psikologik yang penting. Stress
psikologik mungkin mempredisposisikan pasien arthritis rematoid dan penyakit autoimun lain melalui supresi kekebalan. Orang artritik
merasa terkekang, terikat dan terbatas. Karena banyak orang artritik memiliki riwayat aktivitas fisik (sebagai contohnya, penari), mereka
seringkali merasa rasa marah yang terepresi tentang pembatasan fungsi otot-otot mereka, memperberat kekakuan dan imobilitas mereka.
Terapi. Terapi harus termasuk psikoterapi yang biasanya suportif selama serangan kronis dan interpretif pada serangan akut. Istirahat
dan latihan terstruktur, dan pasien harus didorong untuk tidak menjadi terikat pada tempat tidur dan kembali ke aktivitas mereka
sebelumnya. Program istirahat dan latihan harus dikoordinasikan dengan terapi sakit dan inflamasi sendi secara medis.

Nyeri Kepala
Sebagian besar nyeri kepala adalah tidak disertai oleh penyakit organic yang bermakna. Banyak orang peka terhadap nyeri kepala
pada saat stress emosional. Selain itu, banyak gangguan psikiatrik , termasuk kecemasan dan gangguan depresif, sering memiliki nyeri
kepala sebagai gejala yang menonjol. Pasien dengan nyeri kepala sering dirujuk ke dokter psikiatrik oleh dokter perawatan primer dan
dokter ahli neurology setelah pemeriksaan biomedis yang luas, yang seringkali termasuk tomografi computer (CT scan) kepala.
Sebagian besar pemeriksaan tersebut untuk keluhan nyeri kepala yang biasa ditemukan temuan yang negative,dan hasil tersebut
mungkin menimbulkan frustasi bagi pasien dan dokter.
Stress psikologis biasanya mengeksaserbasi nyeri kepala, apakah penyebab primer dasarnya adalah fisik atau psikologis. Nyeri
kepala psikosomatis kadang-kadang dibedakan dari nyeri kepala psikogenik (sebagai contohnya, kecemasan, depresi, hipokondriakal,
delusional). Nyeri kepala mungkin merupakan gejala konversi pasien rawat inap. Pada pasien tersebut nyeri kepala merupakan symbol
konflik psikologis bawah sadar, dan gejala diperantarai melalui sistem saraf sensorimotorik volunteer. Sebaliknya, konflik psikosomatis

atau bawah sadar tidak memiliki sifat simbolik. Pembedaan tersebut adalah penting bagi dokter psikiatrik untuk mendapatkan diagnosis
yang tepat, yang memungkinkan menganjurkan terapi yang paling spesifik.
Nyeri Kepala Migren (vascular)
Nyeri kepala migren (vascular) adalah gangguan paroksismal yang ditandai oleh nyeri kepala rekuren, dengan atau tanpa
gangguan visual atau gastrointestinal penyerta. Mereka kemungkinan disebabkan oleh gangguan fungsional pada sirkulasi cranial.
Tipe kepribadian. Duapertiga dari semua pasien dengan nyeri kepala migren memiliki riwayat keluarga dengan gangguan yang
serupa. Kepribadian obsesional yang jelas terkendali dan perfeksionistik, yang menekan kemarahan, dan yang secara genetic
berpredisposisi pada migren mungkn menderita nyeri kepala tersebut dibawah konflik atau stress emosional nonspesifik yang
parah.
Terapi. Migren paling baik diobati selama periode prodromal dengan ergotamine tartrate (cafegote) dan analgesic. Pemberian
profilaktik propranolol atau phenytoin (dilantin) adalah berguna jika nyeri kepala sering. Psikoterapi menghilangkan efek konflik
dan stress dan teknik perilaku tertentu (sebagai contoh, biofeedback) telah dilaporkan bermanfaat.
Nyeri Kepala Tension (kontraksi otot)
Stress emosional seringkali disertai oleh kontraksi otot-otot kepala dan leher yang lama, yang lebih dari beberapa jam
dapat menyempitkan pembuluh darah dan menyebabkan iskemia. Suatu nyeri yang tumpul dan berdenyut seringkali dimulai sub
oksipitalis dan dapat menyebar ke seluruh kepala. Kulit kepala mungkin nyeri terhadap sentuhan, berbeda dengan migren yang
nyeri kepala biasanya bilateral dan tidak disertai dengan prodromata, mual dan muntah. Onset seringkali cenderung pada sore hari
atau pada awal malam hari, kemungkinan setelah orang lepas dari tekanan pekerjaan yang penuh stress, mencoba untuk santai, dan
memusatkan perhatian pada sensasi somatic.
Kecemasan dan depresi sering seringkali berhubungan dengan nyeri kepala. Kepribadian tipe tegang, berjuang keras dan
kompetitif khususnya peka terhadap gangguan ini. Mereka dapat diobati dalam stadium awal dengan obat anti anxietas, pelemas
otot dan pemijatan atau aplikasi panas pada kepala dan leher. jika terdapat depresi yang mendasari, antidepresan diperlukan. Tetapi,
psikoterapi biasanya merupakan terapi yang terpilih bagi pasien dengan nyeri kepala tension. Belajar untuk menghindari atau
mengatasi ketegangan dengan lebih baik adalh pendekatan penatalaksanaan jangka panjang yang paling efektif. Umpan balik
(feedback) elektromiografi (EMG) dari otot frontalis dan temporalis dapat membantu beberapa pasien dengan nyeri kepala
tension.relaksasi disertai dengan periode latihan, meditasi, atau perubahan lain dalam gaya hidup yang tertekan dapat memberikan
pemulihan simptomatik bagi beberapa pasien.
Hipertiroidisme
Hipertiroidisme (tirotoksikosis) adalah suatu sindroma yang ditandai oleh perubahan biokimiawi dan psikologis yang tejadi
sebagai akibat dari kelebihan hormone tiroid endogen atau eksogen yang kronis.
Pertimbangan psikosomatik. Pada orang yang terpredisposisi secara genetik, stres seringkali disertai dengan onset hipertiroidisme.
Menurut teori psikoanaliti, selama masa anak-anak, pasien hipertiroid memiliki perlekatan yang tidak lazim dan ketergantungan
pada orang tua, biasanya kepada ibu dan sehingga mereka menjadi tidak tahan terhadap adanya ancaman perolakan dari ibu.
Sebagai anak-anak, pasien tersebut seringkali memiliki dukungan yang tidak adekuat karena stress ekonomi, perceraian, kematian
atau banyak saudara kandung. Ancaman terhadap keamanan yang persisten pada kehidupan awal menyebabkan usaha yang
prematur dan tidak berhasil untuk mengidentifikasi dengan objek dewasa. Keadaan ini juga menyebabkan stress awal dan
pemakaian berlebihan sistem endokrin dan frustrasi lebih lanjut pada kecanduan ketergantungan masa anak-anak. Pasien secara
disadari berjuang ke arah kecukupan diri yang prematur dan cenderung menguasai orang lain dengan melimpahi kasih sayang dan
perhatian. Mereka perlu membangun pertahanan terhadap pengulangan perasaan, penolakan dan isolasi yang tidak dapat

ditanggungnya yang terjadi pada masa anak-anak. Jika mekanisme tersebut hancur, yang memerlukan stimulasi premature
pertahanan psikofisiologis tubuh pada pasien yang terpredisposisi secara genetic, dapat terjadi tiroksikosis.
Terapi. Medikasi antitiroid, trankuiliser dan psikoterapi suportif adalah berguna. Intervensi krisis mungkin membantu pada onset
penyakit.
Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah suatu gangguan metabolisme dan sistem vaskular yang dimanifestasikan oleh gangguan penanganan
glukosa, lemak, dan protein tubuh.
Etiologi. Riwayat herediter dan keluarga adalah penting dalam onset diabetes. Onset yang mendadak seringkali berhubungan dengan
stress emosional, yang mengganggu keseimbangan homeostatik pada pasien yang terpredisposisi. Faktor psikologis yang
tampaknya penting adalah faktor yang mencetuskan perasaan frustrasi, kesepian, dan kesedihan. Pasien diabetik biasanya
mempertahankan kontrol diet diabetiknya. Jika mereka mengalami depresi atau merasa sedih, mereka seringkali makan atau
minum berlebihan yang merusak diri sendiri, yang menyebabkan diabetesnya tidak terkendali Reaksi tersebut khususnya sering
pada pasien diabetic juvenile.
Terapi. Psikoterapi suportif adalah diperlukan untuk mencapai kerjasama dalam penatalaksanaan medis dari penyakit yang kompleks.
Terapi harus mendorong pasien diabetic untuk menjalani kehidupan yang senormal mungkin, dengan menyadari bahwa mereka
memiliki penyakit yang kronis tetapi dapat ditangani.
Gangguan Endokrin Wanita
Gangguan disforik pramenstruasi. Gangguan disforik pramenstruasi, juga dikenal sebagai sindroma pramenstruasi (PMS;
premenstrual syndrome), ditandai oleh perubahan subjektif siklis dalam mood dan rasa kesehatan fisik dan psikologis umum yang
berhubungan dengan siklus menstruasi. Gejala biasanya dimulai segera setelah ovulasi, meningkat secara bertahap, dan mencapai
intensitas maksimum kira-kira lima hari sebelum periode menstruasi dimulai. Faktor psikologis, sosial dan biologis telah terlibat di
dalam patogenesis gangguan. Secara khusus, perubahan dalam kadar estrogen, progesterone, androgen, dan prolaktin telah
dihipotesiskan berperan penting dalam penyebab. Pemaparan yang berlebihan dengan dan selanjutnya pemutusan tiba-tiba dari peptida
opiate-endogen, yang berfluktuasi di bawah pengaruh steroid gonad, mungkin berperan dalam gangguan disforik pramenstruasi.
Peningkatan prostaglandin yang disekresikan oleh otot-otot rahim telah terlibat dalam rasa nyeri yang berhubungan dengan gangguan.
Gangguan disforik pramenstruasi juga terjadi pada wanita setelah menopause dan setelah histerektomi, asalkan ovarium tetap utuh.
Penderitaan menopause (menopause distress). Menopause adalah peristiwa fisiologis alami. Keadaan ini biasanya dinyatakan
terjadi setelah tidak adanya periode menstruasi selama satu tahun. Biasanya, menstruasi menghilang perlahan-lahan selama waktu dua
sampai lima tahun, tersering antara usia 48 dan 55 tahun; usia median adalah 51,4 tahun. Menopause juga terjadi segera setelah
pengangkatan ovarium secara bedah. Istilah periode involusional dimaksudkan pada usia yang lanjut, dan klimakterium
dimaksudkan pada involusi ovarium.
Gambaran Klinis. Banyak gejala psikologis telah dihubungkan dengan menopause, termasuk kecemasan, kelelahan, ketegangan,
labilitas emosional, mudah marah (iritabilitas), depresi, pening, dan insomnia.
Tanda dan gejala fisik adalah keringat malam, muka kemerahan, dan kilatan panas. Kilatan panas (hot flash) adalah suatu persepsi rasa
panas yang tiba-tiba di dalam atau pada tubuh yang mungkin disertai oleh berkeringat dan perubahan warna. Penyebab kilatan panas
tidak diketahui; keadaan ini kemungkinan berhubungan dengan sekresi luteinizing hormone (LH) yang berdenyut. Fungsi yang
tergantung pada estrogen hilang secara berurutan, dan wanita mungkin mengalami perubahan atrofik pada permukaan mukosa, disertai
oleh vaginitis, pruritus, dispareunia, dan stenosis. Wanita mungkin juga mengalami perubahan dalam metabolisme kalsium dan lemak,
kemungkinan sebagai efek sekunder dari penurunan kadar estrogen, dan perubahan tersebut mungkin disertai oleh sejumlah masalah
medis yang terjadi pada tahun-tahun pascamenopause, seperti osteoporosis dan atheroskelorosis koroner. Perubahan fisik mungkin

dimulai selama empat sampai delapan tahun sebelum periode menstruasi akhir. Selama waktu tersebut, wanita mungkin memiliki
periode menstruasi yang tidak teratur dengan variasi dalam interval menstruasi dan kuantitas aliran darah menstruasi.
Perubahan Hormonal. Kadar hormon ovarium dalam darah menurun secara bertahap selama periode klimakterim, biasanya selama
periode beberapa tahun. Selama bertahun-tahun, penurunan kadar estrogen diperkirakan memiliki kepentingan utama dalam
hubungannya dengan manifetasi klinis menopause. Baik estrogen maupun progesteron berikatan secara berlangsung dengan jaringan
otak dan di mana diperkirakan beraksi langsung pada fungsi otak. Tetapi, belakangan ini, telah diperkirakan bahwa hormon lain, seperti
androgen dan LH, juga terlibat. Efek estrogen pada mood secara tidak langsung diperantarai melalui pengaruhnya pada produksi
androgen.
Keparahan gejala menopause tampaknya berhubungan dengan kecepatan pemutusan hormon; jumlah deplesi hormon; kemampuan
konstitusional wanita untuk menahan proses ketuaan keseluruhan, termasuk kesehatan keseluruhan dan tingkat aktivitas mereka; dan arti
psikologis ketuaan bagi mereka.
Faktor Psikologis dan Psikosial. Kesulitan psikiatrik yang bermakna secara klinis dapat berkembang selama siklus kehidupan fase
involusional. Wanita yang sebelumnya mengalami kesulitan psikologis, seperti harga diri yang rendah dan kepuasan hidup yang rendah,
kemungkinan rentan terhadap kesulitan selama menopause. Respon seorang wanita terhadap menopause telah ditemukan sejalan dengan
responnya dengan peristiwa kehidupan penting lain di dalam hidupnya, seperti pubertas dan kehamilan.
Wanita yang sangat terikat pada banyak melahirkan anak dan aktivitas mengasuh anak adalah yang paling rentan untuk menderita
selama tahun-tahun pascamenopause. Permasalahan tentang ketuaan, kehilangan kemampuan melahirkan anak, dan perubahan
penampilan semuanya mungkin dipusatkan pada kepentingan sosial dan simbolik yang melekat pada perubahan fisik dari menopause.
Terapi. Program pengobatan harus diindividualisasikan. Wanita pascaklimakterium mungkin asimptomatik untuk kekurangan
estrogen atau mungkin memanifestasikan kelebihan estrogen (perdarahan rahim disfungsional).
Terapi penggunaan estrogen adalah masih kontroversial. Untuk wanita dengan tanda-tanda kekurangan estrogen, penelitian terakhir
telah menganjurkan pemakaian terapi penggantian kombinasi estrogen dan progesteron jangka panjang baik pada sindroma kekurangan
estrogen (estrogen depletion syndrome ) dan untuk mencegah osteoporosis. Krim estrogen topikal yang digunakan untuk mengobati
atrofi mukosa segera diabsorbsi secara sistemik. Peningkatan risiko kanker, khususnya kanker endometrium, telah dihubungkan dengan
pemakaian estrogen eksogen, tetapi penambahan obat progestational pada regimen penggantian estrogen diperkirakan menurunkan
risiko meningkat tersebut.
Latihan, diet dan terapi simptomatik semuanya adalah membantu dalam menurunkan gangguan fisik. Gangguan psikologis harus
diperiksa dan diobati terutama oleh tindakan psikoterapetik dan sosioterapetik yang sesuai. Psikoterapi harus termasuk penggalian
stadium kehidupan dan arti ketuaan dan reproduksi bagi pasien. Pasien harus didorong untuk menerima menopause sebagai peristiwa
kehidupan alami dan untuk mengembangkan aktivitas, minat dan kepuasan baru. Psikoterapi juga harus memperhatikan dinamika
keluarga dan harus menuliskan sistem pendukung keluarga dan sosial lainnya jika diperlukan.
Amenore idiopatik. Hilangnya siklus menstruasi normal pada wanita yang tidak hamil dan pramenopause dengan tanpa adanya
kelainan struktur otak, hipofisis, atau ovarium yang dapat ditunjukkan, dinamakan amenore idiopatik.
Diagnosis dibuat pertama dengan menyingkirkan dan selanjutnya, jika mungkin, dengan mengidentifikasi penyebab psikogenik
primer. Amenore dapat terjadi sebagai salah satu sindroma psikiatrik klinis yang kompleks, seperti anoreksia nervosa dan pseudokiesis.
Kondisi lain yang berhubungan dengan amenore adalah obesitas masif, penyakit hipofisis dan hipotalamus, dan pada beberapa kasus,
lari atau lari pagi yang berlebihan. Obat seperti Reserpine (Serpasil) dan Chlorpromazine (Thorazine) dapat menghambat ovulasi dan
dengan demikian memperlambat menstruasi. Amenore akibat obat hampir selalu disertai oleh galaktorea dan peningkatan kadar
prolaktin.
Pola defek hormon yang menyebabkan amenore psikogenik masih belum dimengerti. Fungsi menstruasi yang terganggu dengan
menstruasi yang lambat atau lebih cepat adalah respon seorang wanita sehat terhadap stres yang telah banyak dikenal.

Pada sebagian

besar wanita siklus menstruasi kembali normal tanpa intevensi medis, kadang-kadang walaupun kondisi stres terus berjalan. Psikoterapi

harus dilakukan untuk alasan psikologis, bukan hanya sebagai respon terhadap gejala amenore dan untuk menentukan penyebabnya.
Tetapi jika amenore telah berlarut-larut dan sukar diobati, psikoterapi dapat membantu dalam memulihkan menstruasi yang teratur.
Nyeri Kronis
Nyeri persisten adalah keluhan pasien yang paling sering, dan merupakan gejala yang paling sokar diobati karena adanya penyebab
dan respon individu yang berbeda-beda terhadap nyeri.
Nyeri dipengaruhi oleh sejumlah besar faktor subjektif yang tidak dapat diukur, termasuk tingkat perhatian, keadaan emosional,
kepribadian, dan pengalaman masa lalu. Nyeri dapat secara bersama-sama merupakan gejala stres psikologis dan sebagai pertahanan
terhadapnya. Faktor psikologis dapat menyebabkan seseorang menjadi terpreokupasi secara somatik dan memperbesar sensasi normal
menjadi kronis. Pasien mungkin sangat responsif terhadap nyeri untuk tujuan sekunder, peribadi, sosial atau finansial. Nyeri kronik
mungkin merupakan cara untuk membenarkan kegagalan mencapai hubungan dengan orang lain. Persatuan kultural, etnik, atau religius
dapat mempengaruhi derajat dan cara di mana seseorang mengekspresikan nyeri dan cara di mana keluarganya bereaksi terhadap gejala.
Dengan demikian, dalam memeriksa dan mengobati nyeri persisten, dokter harus menyadari bahwa nyeri bukan suatu fenomena
stimulus-respon yang sederhana. Malahan, persepsi reaksi terhadap nyeri adalah multifaktorial, mengkombinasikan banyak variabel
biopsikosial.
a. Ambang dan Persepsi Nyeri
Sensasi perifer ditransmisikan melalui jalur nyeri (sebagai contohnya, traktus spinotalamikus lateral, talamus posterior dari
diensefalon) ke daerah somatosensorik kortikal sistem saraf pusat untuk persepsi sadar. Korteks parietalis melokalisasi nyeri dan
merasakan intensitasnya. Tetapi, nyeri psikogenik mungkin seluruhnya berasal di sistem saraf pusat. Reaksi kompleks terhadap nyeri
melibatkan melibatkan daerah-daerah korteks yang bertanggungjawab untuk daya ingat dan elemen sadar dan bawah sadar dari
kepribadian seseorang.
Ambang untuk persepsi nyeri adalah sama untuk sebagian besar orang tetapi dapat ditingkatkan kira-kira 40 persen melalui
biofeedback, keadaan emosional yang positif, latihan relaksasi, terapi fisik atau aktivitas fisik lain, meditasi, perumpamaan yang
dipimpin (guided imagery), sugesti, hipnosis, plasebo, dan analgesik.
Variasi dalam efektivitas dan responsivitas endorfin atau sistem neurotransmitter lain dapat memodulasi persepsi nyeri dan toleransi
nyeri. Teori pengendalian-gerbang (gate control) yang diajukan menyatakan bahwa serabut saraf aferen perifer yang besar memodulasi
input sensorik dengan menginhibisi neuron pentransmisi sensorik hipotetik (sel pintu gerbang; gateway cells) di dalam substantia
gelatinosa medula spinalis. Menghilangkan nyeri oleh stimulator transkutan atau kolumna dorsalis mungkin berasal dari aktivasi sistem
tersebut.
b. Klasifikasi
DSM IV mengklasifikasikan gangguan nyeri di bawah gangguan somatoform. Jika pasien mengalami nyeri rekuren yang multipel
dengan lama sekurangnya beberapa tahun dan mulai sebelum usia 30 tahun, mereka dianggap menderita gangguan somatisasi. Jika nyeri
pasien menyatakan suatu penyakit fisik tetapi mungkin berhubungan dengan faktor psikologis saja, diagnosis adalah gangguan konversi
atau gangguan nyeri (jika nyeri adalah gejala satu-satunya). Pasien dengan gangguan somatisasi, gangguan depresif berat, atau
skizofrenia mengeluh berbagai nyeri dan sakit, tetapi rasa sakit bukan merupakan keluhan utama. Dalam gangguan konversi, distribusi
nyeri dan nyeri alih adalah tidak konsisten.
c. Terapi
Pasien dengan gangguan nyeri seringkali kurang diobati (undermedicated) dengan analgesik karena tidak adanya pengetahuan
tentang farmakologi analgesik, rasa takut yang tidak realistik menyebabkan kecanduan (adiksi), dan pertimbangan etika bahwa hanya
dokter yang buruk yang meresepkan narkotik dosis besar. Klinisi harus memisahkan pasien dengan nyeri kronis yang ringan (yang
cenderung bekerja jauh lebih baik dengan psikoterapi dan obat psikotropik) dari pasien dengan nyeri kronis yang disebabkan oleh kanker

dan gangguan medis kronis lainnya. Pasien pertama seringkali berespon terhadap kombinasi antidepresan dan suatu phenothiazine.
Pasien terakhir biasanya berespon lebih baik dengan analgesik dan blok saraf.
Suatu medikasi perilaku, program penghilangan kebiasaan (deconditioning) mungkin juga berguna. Analgesik harus diresepkan
pada interval yang teratur, bukan hanya seperlunya. Jika tidak, pasien harus menderita lebih dulu sebelum mendapatkan peredaan nyeri,
yang hanya meningkatkan kecemasan mereka dan kepekaan terhadap nyeri. Sebaiknya adalah memisahkan mengalami nyeri dari
mendapatkan medikasi. Penghilangan kebiasaan (deconditioning) akan kebutuhan pelayanan karena mengalami peningkatan nyeri harus
juga memperluas hubungan interpersonal pasien. Pasien harus mendapatkan banyak atau lebih banyak perhatian untuk menunjukkan
perilaku yang aktif dan sehat karena mereka menerima perilaku berhubungan nyeri yang pasif dan tergantung. Pasien harus dipercaya
untuk perjanjian teratur dan supportif yang tidak tergantung pada nyeri. Perawatan di rumah sakit harus dihindari, jika mungkin, untuk
mencegah regresi lebih lanjut.
Klinik nyeri dengan staf multispesialisasi memeriksa dan mengobati pasien dengan gangguan nyeri yang kronis. Klinisi melibatkan
dokter psikiatrik sejak awal, bukannya hanya setelah penyebab organik dari nyeri telah disingkirkan dan pasien serta dokter mengalami
frustrasi. Pasien ditangani tanpa obat adiktif, walaupun banyak pasien yang mengikuti terapi telah teradiksi. Klinik nyeri juga menyadari
bahwa sebagian besar pasien nyeri kronis mengalami lingkaran setan, faktor biologis dan psikososial sehingga terapi yang paling efektif
melibatkan suatu sistem pendekatan yang menjawab masing-masing komponen biopsikososial yang relevan bagi pasien.
GANGGUAN KEKEBALAN
Cukup banyak bukti-bukti yang menyatakan hubungan antara faktor psikososial, fungsi kekebalan, dan kesehatan dan penyakit.
Proses psikososial termasuk berbagai pengalaman kehidupan seseorang, stres, dan karakteristik sifat tampaknya mempengaruhi sistem
saraf pusat, dan dengan demikian menyebabkan supresi aktivitas sistem kekebalan.
Di tahun 1968, George Solomon menyatakan bahwa stres emosional mempengaruhi sistem kekebalan, khususnya melalui
penurunan limfosit T; ia menamakan bidang baru tersebut psikoimmunologi. S.Keller selanjutnya menemukan suatu penurunan limfosit T
pada tikus yang telah putus asa untuk lolos atau untuk menghentikan kejutan listrik. Di tahun 1975, Robert Ader menemukan suatu supresi
yang dibiasakan (conditioned suppression) respon imun pada tikus dan menamakannya bidang psikoneuroimmunologi.
Dengan mengubah riset stres pada manusia, peneliti lain menemukan suatu penurunan respon limfositik pada keadaan berduka cita
(baik konjugal atau mengantisipasi), pada pengaruh pasien dengan demensia tipe Alzheimer, pada pasien rawat inap nonpsikiatrik, pada
dokter residen, pada pelajar kedokteran dan pascasarjana selama ujian akhir, pada wanita yang berpisah atau bercerai., pada orang lanjut usia
yang tidak memiliki dukungan sosial, dan pada pengangguran. Penurunan aktivitas limpatik adalah sejalan dengan penurunan kekebalan dan
peningkatan insiden infeksi dan keganasan, yang memungkinkan berhubungan dengan peningkatan stres psikis.

Sebagian

besar

penelitian telah menunjukkan efek negatif dari stres psikis pada psikoimunitas dan aktivitas limpatik dan penyakit yang berhubungan.
Penelitian oleh David Phillips dan Daniel Smith menyatakan bahwa peristiwa psikologis yang positif yang mungkin memiliki efek yang
menguntungkan pada orang tertentu dalam daerah tertentu. Peneliti menemukan bahwa peristiwa simbolik yang penting memiliki efek positif
jangka pendek yang bermakna pada mortalitas dan potensial pada kesehatan pada umumnya. Efek tersebut menyatakan adanya parameter
tambahan, yang sebelumnya tidak dipikirkan, yang harus dinilai dalam persamaan psikosomatik.
Penelitian terakhir telah mengungkapkan bahwa interaksi antara neuroendokrin dan sistem saraf pusat adalah timbal balik (yaitu,
respon imun dipengaruhi oleh sistem saraf pusat dan sebaliknya). Sebagai contohnya, suatu monokin yang dilepaskan oleh makrofag dan
monosit, interleukin-1 (IL-1), mengaktivasi sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal pada tingkat hipotalamus dan hipofisis dan menstimulasi
pelepasan hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang kuat. Limfosit juga mensintesis peptida, seperti ACTH dan endorfin, yang memiliki
banyak efek perilaku. Regulasi sistem kekebalan dapat dipelajari dan dibiasakan, yang lebih menyatakan efek potensial dari sistem kekebalan
di otak.

Penyakit Infeksi
Penelitian klinis telah menyatakan bahwa variabel psikologis mempengaruhi kecepatan pemulihan dari mononukleosis infeksius dan

influenza dan kepekaan terhadap gejala pilek akibat rinovirus dan tularemia. Herpes simpleks rekuren dan lesi herpes genital terjadi paling
sering pada pasien yang menderita depresi klinis atau yang mengalami stres yang tidak lazim. Peristiwa kehidupan yang penuh stress dan
keadaan psikologis yang buruk menurunkan daya tahan terhadap tuberkulosis dan mempengaruhi perjalanan penyakit. Dukungan sosial
memainkan peranan dalam pemulihan dari tuberkulosis. Pengalaman hidup yang menyebabkan kemarahan mengubah kompisisi bakteri usus.
Pelajar perguruan tinggi yang berespon terhadap peristiwa yang menimbulkan kemarahan dengan agresi maladaptif atau perubahan afektif
memiliki insidensi tinggi infeksi saluran pernafasan bagian atas selanjutnya. Penelitian menyatakan bahwa respon imun primer adalah
diperantarai sel (cell-mediated).

Gangguan Alergik
Cukup banyak bukti klinis yang menyatakan bahwa faktor psikologis adalah berhubungan dengan pencetusan banyak gangguan

alergi. Asma bronkialis adalah contoh utama dari proses patologis yang melibatkan hipersensitivitas segera yang berhubungan dengan proses
psikososial. Reaksi emosional terhadap pengalaman hidup; pola kepribadian, dan pembiasaan telah dilaporkan berperan dalam onset
perjalanan asma.

Transplantasi Organ
Faktor psikososial tampaknya memainkan peranan di dalam transplantasi organ. Sejumlah penelitian klinis telah menemukan bahwa

peristiwa kehidupan yang penuh dengan stres, kecemasan, depresi mendahului kasus penolakan cangkok (graft rejection). Pengaruh
psikososial pada sistem kekebalan berperan pada mekanisme yang terlibat di dalam penolakan tersebut.

Penyakit Autoimun
Fungsi utama sistem kekebalan adalah untuk membedakan antara diri (self) dan bukan diri (non-self) dan untuk menolak antigen

benda asing (non-self). Kadang-kadang, karena alasan yang tidak jelas sekarang ini, suatu respon kekebalan diperantarai sel atau humoral
berkembang melawan sel diri sendiri seseorang. Reaksi tersebut menyebabkan berbagai efek patologis yang dikenal secara klinis sebagai
penyakit autoimun. Gangguan di mana komponen autoimun telah terlibat adalah penyakit Graves, penyakit Hashimoto, artritis rematoid,
kolitis ulseratif, ileitis regional, lupus eritematosus sistemik, psoriasis, miastenia gravis, dan anemia pernisiosa.

Gangguan Mental
Walaupun sejumlah peneliti telah menemukan bukti-bukti yang mengarahkan perubahan kekebalan dan autoimunitas pada pasien

dengan skizofrenia, temuan spesifik adalah sukar untuk diulang kembali. Apakah kelainan kekebalan terlibat di dalam patogenesis beberapa
jenis atau semua jenis skizofrenia atau apakah kelainan tersebut adalah berhubungan dengan berbagai macam faktor, termasuk
institutionalisasi jangka panjang dan obat antipsikotik, masih belum dapat ditentukan.
Fenomena imun pada gangguan mental selain skizofrenia telah diteliti secara luas. Penelitian menyatakan bahwa pasien psikiatrik
memanifestasikan peningkatan kadar immunoglobulin M (IgM) dan imunoglobulin A (IgA). Marvin Stein menyimpulkan bahwa efek depresi
pada modulasi kekebalan adalah kompleks dan mungkin melibatkan berbagai mekanisme neurobiologis.
Penerapan psikososial dan psikoterapetik. Berbagai kelompok peneliti telah melaporkan efek positif pada fungsi imunologis dari
biofeedback, terapi relaksasi, latihan olah raga aerobik, dan terapi kelompok suportif.

Kanker
Karena kemajuan pengobatan telah mengubah kanker dan tidak dapat disembuhkan menjadi penyakit yang sering kali kronis dan

sering dapat diobati, aspek psikiatrik dari kanker reaksi terhadap diagnosis dan terapi adalah semakin penting.
a. Masalah Pasien
Jika pasien mengetahui bahwa mereka menderita kanker, reaksi psikologis mereka adalah rasa takut akan kematian, pencacatan, dan
ketidakmampuan; rasa takut ditelantarkan dan kehilangan kemandirian; rasa takut diputuskan dari hubungan, fungsi peran, dan finansial; dan
penyangkalan, kecemasan, kemarahan, dan rasa bersalah.

Kira-kira separuh pasien kanker menderita gangguan mental. Kelompok terbesar menderita gangguan penyesuaian (68%), dengan
gangguan depresif berat (13%), dan delirium (8%) merupakan diagnosis selanjutnya yang tersering. Sebagian besar dari gangguan itu
diperkirakan merupakan reaktif terhadap mengetahui menderita kanker.
Bunuh Diri. Walaupun pikiran dan keinginan bunuh diri sering ditemukan pada pasien kanker, insidensi bunuh diri yang
sesungguhnya hanya 1,4 sampai 1,9 kali dari yang ditemukan pada populasi umum.
b. Masalah yang Berkaitan dengan Pengobatan
Terapi medis yang paling sering digunakan pada kanker adalah radiasi dan obat (kemoterapi). Obat-obat adalah toksik jika diberikan
dalam dosis yang tumorisidal. Pasien yang menjalani terapi jangka panjang dapat menjadi jauh lebih sakit secara simptomatik akibat
pengobatan dibandingkan dari penyakitnya sendiri.
Terapi Radiasi. Efek samping terapi radiasi adalah ensefalopati yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial (mual,
muntah, pusing), nyeri kepala somnolensi, perubahan kepribadian, gangguan kognitif dan gejala psikis reaktif dan depresi.
Kemoterapi. Efek samping yang paling sering dari kemoterapi adalah mual dan muntah. Komplikasi lain kemoterapi adalah
komplikasi neurologis dan gejala mood dan psikotik.
Rasa sakit. Rasa sakit pada kanker tidak boleh kurang diperhatikan (underestimate) atau kurang diobati (undermedicated). Karena
pasien kanker dengan rasa sakit memiliki insidensi depresi dan kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan mereka tanpa rasa sakit, terapi
yang tepat dan adekuat adalah penting untuk kesehatan psikologis mereka. Pasien kanker dengan rasa sakit akut berespon baik terhadap
terapi dengan medikasi anti-sakit, seperti opiat dan opoid, tetapi tingkat toleransi mereka meningkat, dan mereka memerlukan lebih banyak
medikasi jika rasa sakit berlangsung lebih dari beberapa hari. Pasien kanker dengan rasa sakit akut memerlukan terapi yang simpatik dan
suportif dari petugas medis, seperti mereka dengan rasa sakit kronis, di mana masalah adiktif adalah sering dan mereka yang tidak dapat
dihindari memerlukan medikasi tambahan. Saat tingkat toleransi meningkat seperti yang selalu terjadi, pasien memerlukan peningkatan dosis
narkotik dan tampaknya tidak terdapat batas dosis yang diperlukan. Tetapi, pada pasien kanker, toleransi terhadap opiat dan opioid yang
mempotensiasi efeknya adalah antidepresan, antikonvulsan, phenothrazine, dan butyrophenon. Kita harus berhati-hati tentang interaksi obatobat, seperti miperidine (Demerol) dan inhibitor monoamine oxidase (MAOI) yang dapat mematikan.
GANGGUAN KULIT
Gangguan kulit psikosomatik adalah termasuk berbagai macam sensasi kulit abnormal. Faktor emosional adalah penting dalam
setiap aspek gangguan kulit manifestasi, pemburukan, respon, penyebab, dan prognosis.

Pruritus Menyeluruh
Rasa gatal, menggelitik, dan sakit semuanya menggunakan serabut aferen yang sama dan dibedakan hanya oleh frekuensi impuls

elektrik.
Dermatosis yang gatal adalah skabies, pedikulosis, gigitan serangga, urtikaria, dermatitis atopik, dermatitis kontak, lichen ruber
planus, dan miliaria. Gangguan internal yang sering menyebabkan rasa gatal adalah diabetes mellitus, nefritis, penyakit hati, gout,

Istilah

pruritis psikogenik menyeluruh (generalized psychogenic pruritis) menyatakan bahwa tidak ada penyebab organik untuk rasa gatalnya,
atau sekurangnya, tidak lagi ada dan bahwa, pada pemeriksaan fisik, konflik emosional tampaknya menyebabkan terjadinya gangguan.
Emosi yang paling sering menyebabkan pruritus psikogenik menyeluruh adalah kemarahan yang terepresi dan kecemasan yang
terepresi. Bilamana seseorang secara disadari atau tidak disadari mengalami kemarahan atau kecemasan, mereka menggaruk dirinya sendiri,
seringkali secara kasar. Kebutuhan akan perhatian yang tidak biasanya adalah karakteristik yang umum dari pasien. Frustrasi dari kebutuhan
tersebut mengungkapkan agresivitas yang terinhibisi. Menggaruk kulit memberikan pemuasan pengganti untuk kebutuhan yang mengalami
frustrasi dan menggaruk mencerminkan agresi yang dibalikkan kepada diri sendiri.

Pruritus Setempat
PRURITUS ANI. Penelitian terhadap pruritus ani seringkali mengungkapkan riwayat iritasi lokal (sebagai contohnya, cacing
kremi, sekret yang iritan, infeksi jamur) atau faktor sistemik umum (sebagai contohnya, defisiensi nutrisi, intoksikasi obat). Tetapi

setelah mengikuti perjalanan konvensional, pruritus ani sering gagal berespon terhadap tindakan terapetik dan timbul sendiri,
tampaknya diperkuat oleh garukan dan peradangan yang bertumpang tindih. Keadaan ini adalah keluhan yang mengganggu yang
seringkali mengganggu pekerjaan dan aktivitas sosial
PRURITUS VULVA. Seperti pada pruritus ani, penyebab fisik spesifik, baik setempat atau menyeluruh, mungkin tampak sebagai
pruritus vulva, dan adanya psikopatologi yang jelas yang tidak meredakan perlunya penelitian medis yang adekuat. Pada beberapa
pasien, kesenangan yang didapatkan dari menggosok dan menggaruk adalah disadari mereka menyadari bahwa ini adalah
simbolik dari masturbasi tetapi lebih sering elemen kesenangan adalah direpresi. Sebagian besar pasien yang diteliti memberikan
riwayat panjang frustrasi seksual, yang seringkali diperkuat pada saat onset pruritus.

Hiperhidrosis
Keadaan ketakutan, kemarahan, dan ketegangan dapat menyebabkan meningkatnya sekresi keringat. Berkeringat pada manusia

memiliki dua bentuk yang berbeda; termal dan emosional. Berkeringat emosional tampaknya terutama pada telapak tangan, telapak kaki dan
aksila. Berkeringat termal paling jelas pada kening, leher, dan batang tubuh, dan punggung tangan dan lengan bawah. Kepekaan respon
berkeringat emosional merupakan dasar untuk pengukuran keringat melalui respon kulit galvanik (alat yang penting dalam penelitian
psikosomatik), biofeedback, dan poligrafi (tes detektor kebohongan).
Di bawah keadaan stres emosional yang berkepanjangan, keringat yang berlebihan (hiperhidrosis) dapat menyebabkan perubahan
kulit sekunder, ruam kulit, lepuh, dan infeksi; dengan demikian, hiperhidrosis mungkin mendasari sejumlah kondisi dermatologis lain yang
tidak berhubungan dengan emosi secara primer. Pada dasarnya, hiperhidrosis dapat dipandang sebagai fenomena kecemasan yang
diperantarai oleh sistem saraf otonom; keadaan ini harus dibedakan dari keadaan hiperhidrosis akibat obat

Das könnte Ihnen auch gefallen