Sie sind auf Seite 1von 13

Laporan Kasus

Atrophy Glossitis Oleh Karena Defisiensi Nutrisi


pada Pasien dengan Fissure Tongue
ABSTRAK
Atrophy glossitis merupakan penyakit keradangan pada lidah oleh karena
atrofi papilla lidah yang sering ditemukan. Lidah akan terlihat licin dan mengkilat
baik seluruh bagian lidah maupun hanya sebagian kecil. Penyebab yang paling
sering biasanya adalah defisiensi nutrisi, terutama vitamin B12 dan asam folat.
Jadi atrophy glossitis banyak didapatkan pada penderita anemia. Depapilasi atau
tidak adanya papilla mungkin juga disebabkan anomaly kongenital atau terjadi
sebagai suatu gejala sekunder. Penyakit ini memiliki prevalensi sebesar 0,2% 0,5% dalam beberapa komunitas di India. Sedangkan fissure tongue terjadi
sebagai varian normal yang mengenai kurang lebih 10% populasi dan merupakan
anomaly kongenital. Fissure tongue seringkali tampak kurang bersih dan
warnanya lebih merah, berdasarkan asumsi bahwa bakteri dan debris yang
tertinggal dalam fissure tersebut menunjang timbulnya gejala-gejala pada lidah.
Sebuah kasus yang terjadi pada pasien perempuan berusia 20 tahun dengan
keluhan athrophy glossitis dan fissure tongue, secara teori akan dijelaskan.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan lidah mampu mencerminkan kesehatan rongga mulut dan
kesehatan umum seseorang. Hal ini sesuai dengan pernyataan beberapa peneliti
yang mengatakan bahwa lidah merupakan indicator kesehatan seseorang secara
umum, karena ditemukan adanya hubungan antara lesi pada lidah dengan penyakit
sistemik seperti lidah geografik pada penderita stress emosional, alergi, dan
defisiensi nutrisi, serta lidah atrofik (glossitis atropic) pada penderita defisiensi
vitamin B12 dan asam folat (Budiyanto, 2011).
Atrophy glossitis terlihat sebagai kehilangan papilla setempat atau
mungkin lebih luas lagi dari dua pertiga anterior lidah dapat terjadi akibat banyak
sebab seperti defisiensi nutrisi dan abnormalitas hematologic, trauma kronis, obatobatan, dan penyakit darah peripheral. Diabetes dan candidiasis kronis dikaitkan
dengan suatu kondisi atrophy glossitis, sekalipun masih belum jelas apakah
infeksi candida merupakan suatu etiologi primer atau sekunder (Malcolm et.
al.,1994).
Fissure tongue adalah variasi dari anatomi lidah normal yang terdiri atas
satu fissure garis tengah, fissure ganda, atau fissure multiple pada permukaan
dorsal dari dua pertiga anterior lidah. Ada berbagai pola, panjang dan dalam dari
fissure. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi fissure tongue barangkali suatu
kelainan proses perkembangan dan akan bertambah banyak dengan bertambahnya
usia (Robert dan Craig, 2000).
Fissure tongue mengenai kira-kira 1-5% penduduk. Kekerapan terjadinya
adalah sama untuk kedua jenis kelamin. Fissure tongue umumnya terjadi pada
sindrom Down dan dalam kombinasi dengan geographic tongue. Fissure tersebut
dapat terkena radang sekunder dan menyebabkan halitosis sebagai akibat dari
penumpukan makanan, karenanya dianjurkan menyikat lidah untuk menjaga
fissure tetap bersih. Fissure tongue adalah keadaan yang jinak (Robert dan Craig,
2000)

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Data Umum Pasien
Nama

: Alindia Destasari

Umur

: 20 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Perum Mastrip F-7, Jember

Pekerjaan

: Mahasiswi FKG UNEJ

Status perkawinan

: Belum menikah

Kebangsaan/Suku

: Indonesia/Jawa

No. rekam medis

: 031985

Tanggal pemeriksaan : Rabu, 1 Mei 2013


2.2 Riwayat Kasus
Pasien perempuan berusia 20 tahun mengeluhkan ujung lidahnya yang
sakit ketika makan makanan pedas dan panas. Apabila pasien mengkonsumsi
makanan tersebut biasanya pada lidah terasa perih. Pasien menderita keluhan ini
sejak 3 tahun yang lalu dan sering muncul pada saat kondisi fisik menurun atau
kelelahan. Kondisi sekarang sakit dan belum pernah diobati. Lidahnya juga tersa
tebal dan berwarna putih sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu dan belum pernah
diobati serta tidak sakit. Keadaan umum pasien berdasarkan BMI 26 (overweight)
dan tidak pernah menderita suatu penyakit. Keadaan sosial pasien baik dan tidak
memiliki kebiasaan buruk, namun pasien mengaku tidak suka makan sayuran dan
jarang sekali makan buah-buahan. Pasien makan 3 kali sehari dengan menu yang
tidak bervariasi, seperti sering makan lalapan.
2.3 Pemeriksaan Klinis
2.3.1 Pemeriksaan Ekstra Oral
a. Muka
a.1. Pipi Ka/Ki

: N/N

a.2. Bibir Atas/Bawah

: N/N

a.3. Sudut Atas/Bawah Ka/Ki

: N/N

b. Kelenjar Saliva
b.1. Kelenjar Parotis Ka/Ki

: N/N

b.2. Kelenjar Submandibularis

:N

c. Kelenjar Limfe
c.1. Kelenjar Leher

:N

c.2. Kelenjar Submandibularis

:N

c.3. Kelenjar Pre dan Post Auricularis

:N

c.4. Kelenjar Submentalis

:N

2.3.2 Pemeriksaan Intra Oral


a. Gigi Geligi
V IV III II I

I II III IV V

8 7 6 5 4 3 2 1

1 2 3 4 5 6 7 8

8 7 6 5 4 3 2 1

1 2 3 4 5 6 7 8

V IV III II I

I II III IV V

Riwayat perawatan gigi geligi


b. Mukosa Labial Atas
Bawah
c. Mukosa Pipi Kiri

:-

:N
:N
: garis putih setinggi oklusal, tidak dapat
dikerok dan tidak sakit

Kanan

: garis putih setinggi oklusal, tidak dapat


dikerok dan tidak sakit

d. Bucal Fold Atas

:N

Bawah
e. Gingiva Rahang Atas
Bawah
f. Lidah

:N
:N
:N
: - atropi papil, kemerahan, dan sakit
- fissure panjang 3 cm, kedalaman 1 mm,
kemerahan, batas jelas, dan tidak sakit

- Plak putih, batas tidak jelas, dapat dikerok,


dan tidak sakit
g. Dasar Mulut dan Kelenjar Sub Lingualis : N
h. Palatum
i. Tonsil Ka/Ki

:N
: N/N

j. Pharynx

:N

Fissure tongue, panjang 3 cm,


kedalaman 1 cm, batas jelas dan
tidak sakit
Atrophy glossitis, batas jelas,
kemerahan dan sakit

2.4 Diagnosa Sementara


- Atrophy glossitis pada ujung lidah
- Fissure tongue pada lidah
- Linea alba bukalis pada mukosa pipi kanan dan kiri
- Suspect oral candidiasis pada dorsum lidah
2.5 Rencana Perawatan
2.5.1 Pengobatan
a. Tantum Verde Oral Rinse
b. Fungatin Oral
c. Becomzet

2.5.2 Pemeriksaan Penunjang


- Lab. Mikrobiologi Jamur
Hasil pemeriksaan jamur pada laboratorium mikrobiologi FKG
UNEJ dari hasil oral swab menunjukkan bentukan spora +1 (positif satu) dan
bentuka hifa (negatif)
2.6 Diagnosa Akhir
- Atrophy glossitis pada ujung lidah
- Fissure tongue pada lidah
2.7 Lembar Perawatan
Tanggal 1 Mei 2013
- Ax
- Dx
- Tx
Asepsis Atrophy glossitis
-

pasien disuruh berkumur dengan air


pasien disuruh berkumur dengan tantum verde sebanyak 1 sdm atau 15

ml tanpa diencerkan
setelah berkumur lalu dibuang
Oral Swab

lidah dikeringkan dengan tampon steril


lidah dikerok dengan spatula semen untuk oral swab
lidah diolesi betadine
lidah diolesi fungatin oral
a. Terapi pada Atrophy glossitis dan fissure tongue
- Pemberian Tantum Verde Oral Rinse. Fl. 1, obat kumur 3x sehari 15ml
- Pemberian Becomzet No. VII, 1x sehari
b. Terapi pada Oral Candidiasis
- Pemberian Fungatin Oral Susp. Fl. 1, tetes pada lidah 4x sehari 0,5ml
- Aplikasi Tongue Cleaner sebagai pembersih lidah secara mekanis
d. Instruksi pada pasien :
- jaga kebersihan rongga mulut

- gunakan obat secara teratur dan sesuai anjuran


- makan makanan bergizi dan seimbang serta istirahat yang cukup
- control maksimal 1 minggu kemudian
Tanggal 8 Mei 2013
Ax : Setelah dilakukan perawatan selama 7 hari, lidah sudah tidak terasa
sakit dan rasa tebal pada lidah sudah berkurang.
EO : t.a.a
IO : fissure panjang 3 cm, kedalaman 1 mm, batas jelas dan tidak sakit
Tx : selesai

Fissure tongue, panjang 3 cm,


kedalaman 1 mm, batas jelas
dan tidak sakit
Papilla filiformis normal dan
tidak sakit

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Etiopatologi
Atrophy glossitis merupakan radang pada lidah yang sering dialami
penderita anemia. Kehilangan papilla merupakan keadaan yang karakterikstik
dalam defisiensi dari beberapa vitamin B (niasin, riboflavin, piridoksin), asam
folat, dan vitamin B12. Perubahan serupa juga dikaitkan dengan defisiensi zat
besi. Dorsum lidah pada awalnya tampak pucat dengan papilla-papila filiformis
yang rata. Atrofi yang berlanjut dari papilla mengakibatkan suatu permukaan
tanpa papilla-papila, yang tampak licin, kering dan mengkilat. Pada tahap akhir
tampak lidah seperti daging atau merah padam dan terasa sakit apabila terkena
minuman maupun makanan yang panas dan pedas (Malcolm et. al., 1994).
Defisiensi nutrisi pada pasien di kasus ini disebabkan kurangnya asupan
nutrisi yang seimbang, yang dapat dilihat dari anamnesa bahwa pasien tidak suka
makan sayuran dan jarang sekali makan buah-buahan, pasien juga sering makan
lalapan dalam menu makannya. Zat besi (Fe) merupakan micronutrient yang
esensial dalam memproduksi hemoglobin yang berfungsi dalam mengangkut
oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, mengangkut electron dalam sel dan
dalam mensintesis enzim yang mengandung zat besi dibutuhkan untuk
menggunakan oksigen selama memproduksi energy seluler. Pada penderita
defisiensi zat besi akan menyebabkan gangguan proliferasi sel terutama pada
mukosa rongga mulut. Epitel basal tidak dapat bermitosis, papillary layer pun
menjadi tipis sehingga memudahkan terjadinya infeksi (Tegeman, 2010).
Defisiensi vitamin B yang paling dikenal adalah vitamin B12. Vitamin ini
ditemukan terutama di hati, telur, daging, dan susu. Kekurangan vitamin B21
biasanya terlihat pada anemia pernisiosa, yang terdapat kekurangan factor
intrinsic lambung yang dibutuhkan untuk penyerapan vitamin B12. Glossitis dan
stomatitis dapat disebabkan dari kekurangan vitamin B12. Ujung lidah memerah
pada tahap awal kekurangan dan pada akhirnya menyebar dengan fissuring yang
disebut dengan atropi papilla (Eschelemen, 2007). Fungsi vitamin B12 berperan
penting pada saat pembelahan sel yang berlangsung dengan cepat. Vitamin B12
juga memelihara lapisan yang mengelilingi dan melindungi syaraf dan mendorong

pertumbuhan normalnya. Selain itu juga berperan dalam aktivitas dan metabolism
sel-sel tulang. Vitamin B12 juga dibutuhkan untuk melepaskan asam folat,
sehingga dapat membantu pembentukan sel-sel darah merah. Kekurangan vitamin
B12 dapat menyebabkan kekurangan darah (anemia), yang sebenarnya disebabkan
oleh kekurangan asam folat. Tanpa vitamin B12, asam folat tidak dapat berperan
dalam pembentukan sel-sel darah merah. Gejala kekurangan lainnya adalah sel-sel
darah merah menjadi belum matang (immature) yang menunjukkan sintesis DNA
yang lambat (Muhilal, 2006).
Vitamin B12 dan asam folat merupakan kofaktor yang paling dibutuhkan
tubuh untuk maturasi seluruh sel dan sintesis DNA dimana defisiensi vitamin B12
mencegah pembelahan sel dalam sumsum tulang. Hal ini dapat mengakibatkan
terganggunya metabolisme sel epitel rongga mulut. Perubahan ini menghasilkan
abnormalitas struktur sel dan pola keratinisasi epitel oral yang merujuk pada
atropi epitel dan menurunnya ketebalan lapisan epitel (Pontes et. al., 2009).
Pada dorsum lidah juga didapatkan plak putih yang merupakan gejala
klinis infeksi candida. Diagnosis suspect oral candidiasis ditegakkan berdasarkan
anamnesa dan pemeriksaan klinis. Pada anamnesa didapatkan keluhan rasa tebal
pada dorsum lidah dan kondisi tersebut telah berlangsung selama 1 minggu yang
lalu. Pada pemeriksaan klinis terdapat plak putih pada dorsum lidah, tidak
berbatas jelas, dapat dikerok dan tidak sakit. Akan tetapi, pada pemeriksaan
penunjang dari hasil oral swab didapatkan bentukan spora +1 (positif satu) dan
bentukan hifa (negatif).
Beberapa penelitian telah menyebutkan bahwa infeksi candida diduga
sebagai faktor predisposisi sekunder dari atrophy glossitis, berdasarkan frekuensi
ditemukannya candida dalam specimen biopsy pada penderita atrophy glossitis.
Akan tetapi, pada kasus ini tampaknya faktor predisposisi terjadinya atrophy
glossitis bukan dikarenakan oleh adanya infeksi candida. Infeksi candida juga bisa
sebagai penyebab keradangan yang terjadi pada fissure tongue karena anatominya
yang berbentuk celah sehingga candida bisa masuk dan menginfeksi kedalam
fissure tongue karena kurang dijaga kebersihannya dan juga dipicu oleh defisiensi
nutrisi yang terjadi (Malcolm et. al.,1994).

Fissure tongue merupakan variasi normal yang merupakan anomaly


kongenital karena tidak sempurnanya pembentukan lidah. Fissure tongue
fisiologis memiliki kedalaman 1-3 mm. semakin dalam fissure pada lidah maka
semakin sulit pula untuk dibersihkan sehingga semakin potensial untuk terjadinya
infeksi ataupun terjebaknya debris yang menyebabkan keradangan di daerah
tersebut. Pada pasien fissure tongue yang perlu diperhatikan adalah peningkatan
upaya untuk memelihara kebersihan lidah sering dianjurkan kepada individu
dengan fissure tongue yang mengemukakan adanya keluhan rasa terbakar atau
gejala-gejala lainnya (Malcolm et. al., 1994).
3.2 Perawatan
Penatalaksanaan atrophy glossitis dan fissure tongue dilakukan dengan
mengeliminasi etiologinya yaitu defisiensi nutrisi dengan pemberian Becomzet
yang merupakan multivitamin yang terdiri dari vitamin C dosis tinggi, vitamin B
kompleks, vitamin E, asam folat, dan zinc. Vitamin C disini berfungsi dalam
pembentukan kolagen, proteoglikan dan bahan-bahan organic lain pada bagian
antar sel dan jaringan. Vitamin B kompleks berfungsi sebagai koenzim yang
penting dalam metabolism karbohidrat, protein dan lemak. Vitamin E berfungsi
sebagai antioksidan, asam folat berperan dalam penyerapan zat besi oleh tubuh
dan

sintesa

hemoglobin.

Sedangkan

zinc

berfungsi

membantu

proses

pembentukan sel-sel darah merah. Terapi multivitamin tersebut bertujuan untuk


meningkatkan kebutuhan nutrisi jaringan pada mukosa rongga mulut khususnya
lidah dalam proses perbaikan dan proliferasi sel. Sedangkan inflamasi yang terjadi
pada lidah dapat diobati dengan obat kumur tantum verde yang mengandung
benzidamine HCL yang berperan sebagai anti inflamasi dan juga dapat
mengurangi keluhan rasa sakit pada lidah.
Penatalaksanaan oral candidiasis terdapat 3 strategi, yaitu : 1)koreksi
terhadap faktor predisposisi, 2) pemberian antijamur, dan 3) koreksi terhadap
defisiensi imun. Koreksi terhadap faktor predisposisi dapat dilakukan dengan
istirahat yang cukup, menghindari trauma, kelembapan, radiasi dan memperbaiki
nutrisi. Sedangkan obat antijamur yang diberikan yaitu fungatin oral suspense.

Fungatin merupakan antijamur golongan Nystatin yang bekerja dengan cara


berikatan dengan sterol terutama ergosterol pada dinding sel jamur, sehingga
meningkatkan permeabilitas membrane sel, maka cairan intertisial akan mudah
keluar yang mengakibatkan lisisnya sel jamur. Bentuk sediaan suspense sesuai
untuk penggunaan pada lidah karena dapat mengalir ke seluruh permukaan lidah
dan mudah meresap diantara papilla-papila lidah. Selain itu, fungatin juga
memiliki efek samping yang minimal bila tertelan, karena fungatin tidak
diabsorbsi oleh saluran cerna.
Menjaga kebersihan lidah sangatlah penting agar tidak menimbulkan
infeksi candida. Infeksi tersebut dapat dicegah dengan cara pembersihan lidah
secara mekanik dengan menggunakan tongue cleaner. Aplikasi tongue cleaner ini
dapat memudahkan obat antijamur dalam mengeliminasi candida. Sehingga
infeksi candida dapat berkurang.
Perawatan pada pasien berlangsung selama 7 hari. Pada saat control
pertama setelah dilakukan perawatan selama 7 hari, keluhan rasa sakit pada ujung
lidah sudah hilang dan pasien merasa nyaman saat makan makanan panas atau
pedas. Warna kemerahan pada lidah juga sudah tidak tampak dan berangsur
kembali seperti warna lidah bagian lain yang normal. Pasien juga merasa rasa
tebal pada lidah sudah berkurang. Obat digunakan sesuai anjuran, Becomzet dan
Tantum Verde telah habis namun Fungatin masih ada. Pasien juga rutin
membersihkan lidahnya menggunakan tongue cleaner. Perawatan selesai namun
tetap diberikan instruksi kepada pasien untuk menjaga kebersihan rongga mulut.
Makan-makanan yang bergizi dan seimbang serta memperbaiki pola makan yang
tidak benar.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pasien
mengalami atrophy glossitis dan fissure tongue oleh karena defisiensi nutrisi yang
ditarik dari hasil anamnesa dan pemeriksaan klinis. Berdasarkan hal tersebut,
terapi yang diberikan adalah pemberian Becomzet untuk mengeliminasi
etiologinya yaitu defisiensi nutrisi, obat kumur tantum verde sebagai anti
inflamasi dan dapat mengurangi rasa sakitnya, anti jamur Fungatin untuk
mengeliminasi infeksi Kandida, serta instruksi pada pasien untuk menjaga
kebersihan rongga mulut dan kesehatan tubuh secara keseluruhan.

DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto, C. Kasus Log Book Gigi dan Mulut. Fakultas Kedokteran Gigi UNS :
Surakarta; 2011; p.34-2
Eschelemen MM. Introductory Nutrition and Nutrition Therapy 3th ed. Raven
Publisher: Lippincott; 2007; p.212-13
Malcolm, A., et. al. 1994. Burket Ilmu Penyakit Mulut Diagnosa dan Terapi. Alih
Bahasa : drg. Sianita Kurniawan. Binarupa Aksara : Jakarta
Muhilal, Fasli J. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Widya Karya Pangan
dan Gizi VI. LIPI; 2006; p.62-9
Pontes, et. al. 2009. Oral Manifestations of Vitamin B12 Deficiency: A Case
Report. JCDA Vol. 72 No.7
Robert, P., Langlais, Craig S., Miller. 2000. Atlas Berwarna : Kelainan Rongga
Mulut yang Lazim. Hipokrates : Jakarta
Tegeman CA, Davis JR. Nutrition Care 3th ed. St. Louis; Saunders Elsevier;
2010;p.251-9

Das könnte Ihnen auch gefallen