Sie sind auf Seite 1von 14

Vegetative Tetap dan Akhir Hidup

Tiara Sari Irianti


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
Email : pen_143f@yahoo.co.id
Pendahuluan
Kondisi bangun namun tidak sadar yang berlangsung selama lebih dari beberapa hari dapat
disebut sebagai PVS. Tidak seperti kematian otak, PVS dapat secara hukum disebut
dengan kematian di berbagai sistem hukum. Di Amerika Serikat dan Inggris, pengadilan dapat
memberikan petisi sebelum pemutusan sistem penyokong kehidupan (life support) ketika
diketahui bahwa pengembalian fungsi kognitif pada kondisi vegetatif pasien dinilai tidak
memungkinkan.
Kondisi tidak jelas antara hidup dan mati ini telah memunculkan usulan bahwa pasien yang
berada dalam kondisi PVS seharusnya diizinkan untuk meninggal. Yang lainnya menyatakan
bahwa, jika proses penyembuhan masih memungkinkan, maka perawatan harus dilanjutkan.
Jumlah kasus pasien PVS yang sembuh kembali tergolong kecil sehingga menentukan antara
"mungkin atau tidak mungkin" pasien dapat disembuhkan kembali sulit ditentukan secara
hukum. Hal ini menjadi masalah secara hukum dan etika karena menyangkut kebebasan pasien,
kualitas hidup, penggunaan sumber daya, keinginan keluarga, dan tanggung jawab profesi
kedokteran.

Skenario B
Terri Schiavo (usia 41 tahun )meninggal dunia di Negara bagian Florida, 13 hari setelah
Mahkamah Agung Amerika member izin mencabut pipa makanan (feeding tube) yang selama ini
memungkinkan pasien dalam koma ini masih dapat hidup. Komanya mulai pada tahun 1990 saat
Terri jatuh di rumahnya dan ditemukan oleh suaminya, Michael Schiavo, dalam keadaan gagal

jantung. Setelah ambulans tim medis langsung di panggil, Terri dapat diresusitasi lagi tetapi
karena cukup lama ia tidak bernafas, ia mengalami kerusakan otak yang berat, akibat kekurangan
oksigen. Meurut kalangan medis, gagal jantung disebabkan oleh ketidak seimbangan unsure
potassium dalam tubuhnya. Oleh karena itu, dokter kemudian dituduh malapraktek dan harus
membayar ganti rugi cukup besar karena dinilai lalai dalam tidak menemukan kondisi yang
membahayakan ini pada pasiennya.
Setelah Terri Schiavo selama 8 tahun berada dalam keadaan koma, maka pada bulan Mei 1998
suaminya yang bernama Michael Schiavo mengajukan permohonan ke pengadilan agar pipa alat
bantu makanan pada istrinya bias dicabut agar istrinya dapat meninggal dengan tenang, namun
orang tua Terri Schiavo yaitu Robert dan Mary Schindler menyatakan keberatan dan menempuh
langkah hukum guna menentang niat menantu mereka tersebut. Dua kali pipa Terri dilepaskan
dengan izin pengadilan, tetapi sudah beberapa hari harus dipasang kembali atas perintah hakim
yang lebih tinggi. Ketika akhirnya hakim memutuskan bahwa pipa makanan boleh dilepaskan,
maka para pendukung keluarga Schindler melakukan upaya-upaya guna menggerakkan Senat
Amerika Serikat agar membuat undang-undang yang memerintahkan pengadilan federal untuk
meninjau kembali keputusan hakim tersebut. Undang-undang ini langsung didukung oleh Dewan
Perwakilan Amerika Serikat dan di tandatangani oleh Presiden George Walker Bush. Tetapi,
berdasarkan hukum di Amerika kekuasaan kehakiman adalah independen, yang pada akhirnya
ternyata hakim federal membenarkan keputusan hakim terdahulu.
Hipotesis
Beberapa negara menyetujui tindakan tersebut dan beberapa tidak.

Defenisi Hidup
Defenisi hidup adalah masih terus ada, bergerak, dan bekerja sebagaimana mestinya contohnya
manusia, binatang, tumbuhan, dsb. 1

Defenisi Keadaan Vegetatif Tetap


Kondisi vegetatif persisten (persistent vegetative state, PVS) adalah kelainan kesadaran di
mana pasien dengan kerusakan otak serius berada dalam kondisi sadar secara parsial namun
tidak menunjukan persepsi dan reaksi kognitif terhadap rangsangan yang ada di sekitarnya.
Vegetatif memiliki makna tidak aktif secara fisik. Pasien yang memperlihatkan kondisi vegetatif
selama lebih dari empat minggu dinyatakan persisten, dan setelah satu tahun dinyatakan
permanen.2

Eutanasia
Eutanasia adalah praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap
tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan
dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.3
Aturan hukum mengenai masalah ini berbeda-beda di tiap negara dan seringkali berubah seiring
dengan perubahan norma-normabudaya maupun ketersediaan perawatan atau tindakan medis. Di
beberapa negara, eutanasia dianggap legal, sedangkan di negara-negara lainnya dianggap
melanggar hukum. Oleh karena sensitifnya isu ini, pembatasan dan prosedur yang ketat selalu
diterapkan tanpa memandang status hukumnya.
Bila ditinjau dari cara pelaksanaannya, eutanasia dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu
eutanasia agresif, eutanasia non agresif, dan eutanasia pasif.3

Eutanasia agresif, disebut juga eutanasia aktif, adalah suatu tindakan secara sengaja yang
dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat atau mengakhiri

hidup seorang pasien. Eutanasia agresif dapat dilakukan dengan pemberian


suatu senyawa yang mematikan, baik secara oral maupun melalui suntikan. Salah satu contoh
senyawa mematikan tersebut adalah tablet sianida.

Eutanasia non agresif, kadang juga disebut eutanasia otomatis (autoeuthanasia)


digolongkan sebagai eutanasia negatif, yaitu kondisi dimana seorang pasien menolak secara
tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis meskipun mengetahui bahwa
penolakannya akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan tersebut diajukan
secara resmi dengan membuat sebuah "codicil" (pernyataan tertulis tangan). Eutanasia non
agresif pada dasarnya adalah suatu praktik eutanasia pasif atas permintaan pasien yang
bersangkutan.

Eutanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan eutanasia negatif yang tidak
menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan seorang
pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan memberhentikan pemberian bantuan medis yang
dapat memperpanjang hidup pasien secara sengaja. Beberapa contohnya adalah dengan tidak
memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan, tidak
memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat, meniadakan
tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun
pemberian obat penghilang rasa sakit sepertimorfin yang disadari justru akan mengakibatkan
kematian. Tindakan eutanasia pasif seringkali dilakukan secara terselubung oleh kebanyakan
rumah sakit.

Penyalahgunaan eutanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga medis maupun pihak keluarga yang
menghendaki kematian seseorang, misalnya akibat keputusasaan keluarga karena
ketidaksanggupan menanggung beban biaya pengobatan. Pada beberapa kasus keluarga pasien
yang tidak mungkin membayar biaya pengobatan, akan ada permintaan dari pihak rumah sakit
untuk membuat "pernyataan pulang paksa". Meskipun akhirnya meninggal, pasien diharapkan
meninggal secara alamiah sebagai upaya defensif medis.

Beberapa tujuan pokok dari dilakukannya eutanasia antara lain yaitu 1). Pembunuhan
berdasarkan belas kasihan (mercy killing); 2). Eutanasia hewan; dan 3). Eutanasia berdasarkan
bantuan dokter, ini adalah bentuk lain daripada eutanasia agresif secara sukarela.3

Eutanasia menurut hukum di Indonesia dan Amerika


Negara Amerika, Eutanasia agresif dinyatakan ilegal di banyak negara bagian di Amerika. Saat
ini satu-satunya negara bagian di Amerika yang hukumnya secara eksplisit mengizinkan pasien
terminal ( pasien yang tidak mungkin lagi disembuhkan) mengakhiri hidupnya adalah negara
bagian Oregon, yang pada tahun 1997 melegalisasikan kemungkinan dilakukannya eutanasia
dengan memberlakukan UU tentang kematian yang pantas (Oregon Death with Dignity Act).
Tetapi undang-undang ini hanya menyangkut bunuh diri berbantuan, bukan euthanasia. Syaratsyarat yang diwajibkan cukup ketat, dimana pasien terminal berusia 18 tahun ke atas boleh minta
bantuan untuk bunuh diri, jika mereka diperkirakan akan meninggal dalam enam bulan dan
keinginan ini harus diajukan sampai tiga kali pasien, dimana dua kali secara lisan (dengan
tenggang waktu 15 hari di antaranya) dan sekali secara tertulis (dihadiri dua saksi dimana salah
satu saksi tidak boleh memiliki hubungan keluarga dengan pasien). Dokter kedua harus
mengkonfirmasikan diagnosispenyakit dan prognosis serta memastikan bahwa pasien dalam
mengambil keputusan itu tidak berada dalam keadaan gangguan mental.Hukum juga mengatur
secara tegas bahwa keputusan pasien untuk mengakhiri hidupnya tersebut tidak boleh
berpengaruh terhadap asuransi yang dimilikinya baik asuransi kesehatan, jiwa maupun
kecelakaan ataupun juga simpanan hari tuanya.3,4
Belum jelas apakah undang-undang Oregon ini bisa dipertahankan di masa depan, sebab
dalam Senat AS pun ada usaha untuk meniadakan UU negara bagian ini. Mungkin saja nanti
nasibnya sama dengan UU Northern Territory di Australia. Bulan Februari lalu sebuah studi
terbit tentang pelaksanaan UU Oregon selama tahun 1999.

Sebuah lembaga jajak pendapat terkenal yaitu Poling Gallup (Gallup Poll) menunjukkan bahwa
60% orang Amerika mendukung dilakukannya euthanasia.
Negara Indonesia, berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu perbuatan
yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu
pada Pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa "Barang siapa
menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan
nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun". Juga demikian halnya
nampak pada pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP yang juga dapat dikatakan
memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eutanasia. Dengan demikian, secara formal hukum
yang berlaku di negara kita memang tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun.
Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal Moeloek dalam suatu
pernyataannya yang dimuat oleh majalah Tempo Selasa 5 Oktober 2004 menyatakan bahwa :
Eutanasia atau "pembunuhan tanpa penderitaan" hingga saat ini belum dapat diterima dalam nilai
dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. "Euthanasia hingga saat ini tidak
sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar hukum positif yang masih berlaku
yakni KUHP.3,4

Kode Etik Kedokteran Indonesia


Pola pikir manusia dari tahun ketahun terus berkembang. Hal ni terwujud dalam berbagai
kemajuan ilmu dan teknologi yang pada dasarnya bertujuan meningkatkan taraf dan kualitas
hidup manusia itu sendiri. Perkembangan ilmu dan teknologi mempengaruhi perkembangan ilmu
kedokteran dan profesi kedokteran. 4,5
Kata etik atau etika berasal dari dua kata bahasa Latin, yaitu kata mores dan ethos. Umumnya
berbagai rangkaian : mores of community (kesopanan masyarakat) dan ethos of the people (ahlak
manusia). Mengenai etik kedokteran ada dua hal yang harus diperhatikan , yaitu etik jabatan
kedokteran (medical ethics) dan etik asuhan kedokteran (ethics of the medical care).

Etik jabatan kedokteran menyangkut masalah yang berhubungan dengan sikap para dokter
terhadap sejawat, para pembantunya serta terhadap masyarakat dan pemerintah. Dalam hal ini
sebenarnya setiap profesi mempunyai etiknya masing-masing sehingga dikenal juga etik
kehakiman, etik kewartawanan dan sebagainya. Etik asuh kedokteran yang merupakan etik
kedokteran dalam kehidupan sehari-hari adalah peraturan tentang sikap dan tindakan seorang
dokter terhadap penderita yang mnjadi tanggung jawabnya.5

Kewajiban Umum
Pasal 1 : setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.
Pasal 7d : setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk
insani.

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)


Di dalam pasal 344 KUHP dinyatakan: Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas
permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sunguh-sunguh, dihukum
penjara selama-lamanya dua belas tahun. Berdasarkan pasal ini, seorang dokter bias dituntut
oleh penegak hukum, apabila ia melakukan euthanasia, walaupun atas permintaan pasien dan
keluarga yang bersangkutan, karena perbuatan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum.5
ya saja isi pasal 344 KUHP itu masih mengandung masalah. Sebagai terlihat pada pasal itu,
bahwa permintaan menghilangkan nyawa itu harus disebut dengan nyata dan sungguh-sungguh.
Maka bagaimanakah pasien yang sakit jiwa, anak-anak, atau penderita yang sedang comma.
Mereka itu tidaklah mungkin membuat pernyataan secara tertulis sebagai tanda bukti sungguhsungguh. Sekiranya euthanasia dilakukan juga, mungkin saja dokter atau keluarga terlepas dari
tuntutan pasal 344 itu, tetapi ia tidak bisa melepaskan diri dari tuntutan pasal 388 yang berbunyi:

Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar mati,
dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun. Dokter melakukan tindakan
euthanasia (aktif khususnya), bisa diberhantikan dari jabatannya, karena melanggar etik
kedokteran.
Jadi sangat tegas, para dokter di Indonesia dilarang melakukan euthanasia. Di dalam kode etika
itu tersirat suatu pengertian, bahwa seorang dokter harus mengerahkan segala kepandaiannya dan
kemampuannya untuk meringankan penderitaan dan memelihara hidup manusia (pasien), tetapi
tidak untuk mengakhirinya.5

Menurut Pendapat Tokoh-Tokoh Filsafat


Dalam sejarah perkembangan filsafat sejak zaman pra-Yunani kuno hingga abad XX sekarang
ini, telah banyak aliran filsafat bermunculan. Setiap aliran filsafat memiliki kekhasan masingmasing sesuai dengan metode yang dijalankan dalam rangka memperoleh kebenaran.
Filsafat zaman modern berfokus pada manusia, bukan kosmos (seperti pada zaman kuno), atau
Tuhan (pada abad pertengahan). Dalam zaman modern ada periode yang disebut Renaissance
(kelahiran kembali). Kebudayaan klasik warisan Yunani-Romawi dicermati dan dihidupkan
kembali; seni dan filsafat mencari inspirasi dari sana.
Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau
ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri. Namun tentang
aspek mana yang berperan ada perbedaan pendapat. Aliran rasionalisme beranggapan bahwa
sumber pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti berasal dari rasio (akal). Aliran empirisme,
sebaliknya, meyakini pengalamanlah sumber pengetahuan itu, baik yang batin, maupun yang
inderawi. Lalu muncul aliran kritisisme, yang mencoba memadukan kedua pendapat berbeda itu.

Immanuel Kant

Gambar 1. Immanuel Kant


Immanuel Kant adalah seorang filsuf Jerman kelahiran Konigsberg, 22 April 1724 12 februari
1804 ( lihat gambar 1). Ia dikenal sebagai tokoh kritisisme. Filsafat kritis yang ditampilkannya
bertujuan untuk menjembatani pertentangan antara kaum Rasionalisme dengan kaum Empirisme.
Bagi Kant, baik Rasionalisme maupun Empirisme belum berhasil memberikan sebuah
pengetahuan yang pasti berlaku umum dan terbukti dengan jelas. Kedua aliran itu memiliki
kelemahan yang justru merupakan kebaikan bagi seterusnya masing-masing.6
Filsafat Kant merupakan titik tolak periode baru bagi filsafat Barat. Ia mengatasi dan
menyimpulkan aliran Rasionalisme dan Empirisme, yang dibantah oleh Copleston VI. Dari satu
pihak ia mempertahankan obyektifitas, universalitas, dan keniscayaan. Dalam filsafat Kant,
tekanan yang utama terletak pada kegiatan atau pengertian dan penilaian manusia. Bukan seperti
empirisme yang menekankan pada aspek psikologi, melainkan sebagai analisa kritis, pada
pemahaman Kant yang baru, dan sering disebut revolusi Kopernikus yang kedua.
Kant memandang rasionalisme dan empirisme senantiasa berat sebelah dalam menilai akal dan
pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Kant tidak menentang adanya akal murni, ia hanya
menunjukkan bahwa akal murni itu terbatas. Akal murni menghasilkan pengetahuan tanpa dasar
indrawi atau independen dari alat pancaindra.6
Kant dalam argumennya, bahwa akal dipandu oleh tiga ide transcendental, yaitu ide psikologis
yang disebut jiwa, ide dunia, dan ide tentang Tuhan. Ketiganya tersebut memiliki fungsi masingmasing, yaitu ide jiwa menyatakan dan mendasari segala gejala batiniah yang merupakan citacita yang menjamin kesatuan terakhir dalam bidang psikis, ide dunia menyatakan segala gejala

jasmaniah, ide Tuhan mendasari segala gejala, segala yang ada, baik batiniah maupun yang
lahiriah.
Kant mengarang macam-macam kritik mengenai akalbudi, kehendak, rasa, dan agama. Dalam
karyanya yang sering disebut metafisika. Menurutnya Metafisika merupakan uraian sistematis
mengenai keseluruhan pengertian filosofis yang dapat dicapai. Ia berpendapat bahwa pada
sekurang-kurangnya pada prinsipnya mungkin untuk memperkembangkan suatu metafisika
sistematis yang lengkap. Namun Kant mulai meragukan kemungkinan dan kompetensi metafisik,
sebab menurut dia metafisik tidak pernah menemukan metode ilmiah yang pasti untuk
memecahkan masalahnya, maka perlu diselidiki dahulu kemampuan dan batas-batas akal-budi.
Immannuel Kant membedakan akal (vertstand) dari rasio dan budi (vernuft). Tugas akal
merupakan yang mengatur data-data indrawi, yaitu dengan mengemukakan putusan-putusan.
Sebagaimana kita melihat sesuatu, maka sesuatu itu ditrasmisikan ke dalam akal, selanjutnya
akal mengesaninya. Hasil indra diolah sedemikian rupa oleh akal, selanjutnya bekerja dengan
daya fantasi umtuk menyusun kesan-kesan itu sehingga menjadi suatu gambar yang dikuasai
oleh bentuk ruang dan waktu.7
Pemikiran-pemikiran Kant yang terpenting diantaranya adalah tentang akal murni. Menurut
Kant dunia luar itu diketahui hanya dengan sensasi, dan jiwa, bukanlah sekedar tabula rasa.
Tetapi jiwa merupakan alat yang positif, memilih dan merekontruksi hasil sensasi yang masuk itu
dikerjakan oleh jiwa dengan menggunakan kategori, yaitu dengan mengklasifikasikan dan
memersepsikannya ke dalam idea. Melalui alat indara sensasi masuk ke otak, lalu objek itu
diperhatikan kemudian disadari. Sensasi-sensasi itu masuk ke otak melalui saluran-saluran
tertentu yaitu hukum-hukum, dan hukum-hukum tersebut tidak semua stimulus yang menerpa
alat indra dapat masuk ke otak. Penangkapan tersebut telah diatur oleh persepsi sesuai dengan
tujuan. Tujuan inilah yang dinamakan hukum-hukum.7,8
Demikian gagasan Immanuel Kant yang menjadi penggagas Kritisisme. Filsafat memulai
perjalanannya dengan menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan
manusia. Maka Kritisisme berbeda dengan corak filsafat modern sebelum sebelumnya yang
mempercayai kemampuan rasio secara mutlak.
Dengan Kritisisme yang diciptakan oleh Immanuel Kant, hubungan antara rasio dan pengalaman
menjadi harmonis, sehingga pengetahuan yang benar bukan hannya pada rasio, tetapi juga pada

hasil indrawi. Kant memastikan adanya pengetahuan yang benar-benar pasti, artinya menolak
aliran skeptisisme, yaitu aliran yang menyatakan tidak ada pengetahuan yang pasti.
Zaman pencerahan atau yang dikenal di Inggris dengan enlightenment. Terjadi pada abad ke 18
di

Jerman.

Immanuel

Kant

mendefinisikan

zaman

itu

dengan

mengatakan

dengan aufklarung, manusia akan keluar dari keadaan tidak akil balig (dalam bahasa
Jerman: unmundigkeint), yang dengan ia sendiri bersalah. Sebabnya menusia bersalah karena
manusia tidak menggunakan kemungkinan yang ada padanya yaitu rasio. Dengan demikian
zaman pencerahan merupakan tahap baru dalam proses emansipasi manusia barat yang sudah
dimulai sejak Renaissance dan reformasi. Di Jerman, seorang filosof besar yang melebihi
zaman aufklarung telah lahir yaitu Immanuel Kant.7,8

Emmanuel Levinas

Gambar 2. Emmanuel Levinas


Emmanuel Lvinas lahir di Perancis 12 Januari 1906 meninggal 25 Desember 1995 pada umur
89 tahun yang terlihat pada gambar 2. Lahir di Kaunas (Kovno), Lithuania, pada tahun 1906.Ia
merupakan keturunan Yahudi. Pada tahun 1923, ia mendaftarkan diri untuk belajar di University
of Strasbourg di Perancis. Tahun 1930 ia memperoleh kewarganegaraan Perancis. Orang tuanya
mendidiknya dalam bahasa dan sastra Rusia ketimbang bahasa Lithuania, sehingga dia

mempelajari bahasa Rusia dan bahasa Ibrani. Dia juga belajar teologi Yahudi.Teori etikanya
diperoleh dari membaca karya-karya Dostoyevsky, Tolstoy, Pushkin, dan Gogol. Kemudian dia
pergi ke Perancis untuk belajar filsafat pada tahun 1023 di bawah
bimbingan Blondel dan Maurice Pradines. 9
Tahun 1928-1929 ia mengikuti kuliah Husserl di Freiburg dan juga membaca
karya Heidegger, Ada dan Waktu. Selain dipengaruhi Husserl dan Heidegger,
pengaruhDostoyevsky juga memperkuat pandangan etikanya. Selain itu, filsuf besar lain yang
mempengaruhinya adalah Immanuel Kant dan Bergson. Kemudian pada tahun 1930 ia mendapat
kewarganegaraan Perancis bersamaan dengan tesisnya doctorat de troisieme cycle.9
Levinas pernah menjadi anggota tentara Perancis pada masa Perang Dunia II dan sempat
ditangkap oleh NAZI. Karena ia seorang keturunan Yahudi, ia dimasukkan ke dalamkamp
konsentrasi. Pengalaman selama ia dipenjara dan melihat pembantaian orang-orang Yahudi
memengaruhi filsafat Levinas di kemudian hari. Setelah Perang Dunia IIusai, Levinas bekerja
sebagai dosen filsafat di beberapa universitas di Perancis dan menulis berbagai buku. Ia
meninggal dunia pada tanggal 25 Desember 1995. 9
Emmanuel Levinas adalah seorang filsuf Perancis kontemporer. Filsafat Levinas merupakan
perpaduan

unik

antara

pendekatan fenomenologis. Dia

tradisi agama
terkenal

Yahudi,

sebagai

tradisi Filsafat

filsuf etika dengan

Barat,

dan

sebutan Etika Tak

Berhingga, bahkan disebut juga satu-satunya moralis dalam pemikiran pada tahun1981.
Dua karya besarnya berjudul Totalitas dan Tak Berhingga dan Lain dari pada Ada atau di
seberang Esensi.10
Pemikiran Levinas salah satunya ialah Fenomenologi yang dimaksud adalah yang tampak dalam
perjumpaan antara manusia yang nyata sekaligus membawa nilai-nilai yang tak kasat
mata. Pertemuan dengan manusia lain itu adalah pengalaman dasariah yang mampu
menyadarkan kita secara langsung bahwa manusia memiliki tanggung jawab dan totalitas atas
keselamatan orang lain itu. Langsung dalam arti bahwa tanggung jawab itu membebani kita
mendahului komunikasi eklplisit dengan orang lain itu. Pengalaman dasar itu bersifat etis. Dalam
pengalaman dasar itu - pengalaman tanggung jawab mutlak saya terhadap orang lain - Sinar

Kesucian dari "Yang Ilahi" ikut terlihat. Dari sinilah Emmanuel Levinas,
dalamanalisis eksitensial-fenomenologis merupakan titik tolak dasariah yang mana
pengalaman moral merupakan titik tolak segala kesadaran manusia. Sikap dan dimensi yang
kelihatan itu sekaligus merupakan kesadaran akan Tuhan yang mengikutinya. 10,11

Kesimpulan
Pada kasus ini kondisi vegetatif persisten (persistent vegetative state, PVS) adalah kelainan
kesadaran di mana pasien dengan kerusakan otak serius berada dalam kondisi sadar secara
parsial namun tidak menunjukan persepsi dan reaksi kognitif terhadap rangsangan yang ada di
sekitarnya.
Eutanasia adalah praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap
tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan
dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.
Aturan hukum mengenai masalah ini berbeda-beda di tiap negara dan seringkali berubah seiring
dengan perubahan norma-normabudaya maupun ketersediaan perawatan atau tindakan medis. Di
beberapa negara, eutanasia dianggap legal, sedangkan di negara-negara lainnya dianggap
melanggar hukum. di negara maju seperti Amerika Serikat, diakui pula adanya hak untuk mati
walaupun tidak mutlak. Dalam keadaan tertentu, Euthanasia diperbolehkan untuk dilakukan di
Amerika Serikat. Namun di Indonesia, masalah Euthanasia ini tetap dilarang. Oleh karenanya,
dikatakan bahwa masalah HAM bukanlah merupakan masalah yuridis semata-mata, tetapi juga
bersangkutan dengan masalah nilai-nilai etis & moral yang ada di suatu masyarakat tertentu.
Dari uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa euthanasia di Indonesia tetap dilarang.
Larangan ini terdapat dalam pasal 344 KUHP yang masih berlaku hingga saat ini. Akan tetapi
perumusannya dapat menimbulkan kesulitan bagi para penegak hukum untuk menerapkannya
atau mengadakan penuntutan berdasarkan ketentuan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.

3.
4.

Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
The Multi-Society Task Force on PVS . "Medical Aspects of the Persistent
Vegetative State Second of Two Parts". Jurnal Perubatan New England 330 (22): 1572
Karo, Andre.Euthanasia.Penerbit Erlangga.Jakarta;1987.
Ikatan Dokter Indonesia. Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman
Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia.Jakarta;2004.

5.

Soekidjo Notoatmodjo, 2010, Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.

6.

Broad, C. D. Kant: an Introduction. Cambridge University Press, 1978.

7.

Gardner, Sebastian. Kant and the Critique of Pure Reason. Routledge, 1999.

8.

Beiser, Frederick C. The Fate of Reason: German Philosophy from Kant to


Fichte. Harvard University Press, 1987.

9.

K. Bertens. 2006. Filsafat Barat Kontemporer Prancis. Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama. Hal. 309-328.

10.

Adriaan T. Peperzak. 1999. "Levinas, Emmanuel". In The Cambridge Dictionary


of Philosophy. Robert Audi, ed. 498. London: Cambridge University Press.

11.

John Letche., 50 Filsuf Kontemporer, Yogyakarta: Kanisius, 2001

Das könnte Ihnen auch gefallen