Sie sind auf Seite 1von 30

TUGAS AKHIR

TATA KELOLA PERUSAHAAN


ANALISA PENERAPAN PRINSIP CORPORATE GOVERNANCE
DAN PENERAPAN PRAKTEK CORPORATE SOCIAL
RESPONSIBILITY PADA PT EXPRESS TRANSINDO UTAMA

KELOMPOK 6

Abdillah Rafi

1006695601

Ahmad Syaifuddin

1006662704

Ade Bimi Malidianti

1006662673

Audi Muhammad Rafie

1006695835

Dimas Luhung Prakoso

1006695942

M. Bhayuta Yudhi Putera

1006712425

Nadya Restu Mayestika

1006696535

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia


2013

STATEMENT OF AUTHORSHIP
Saya/kami yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir
adalah murni hasil pekerjaan saya/kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang
saya/kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.
Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas pada
mata ajaran lain kecuali saya/kami menyatakan dengan jelas bahwa saya/kami menyatakan
menggunakannya.
Saya/kami memahami bahwa tugas yang saya/kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan
atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

Mata Ajaran

: Tata Kelola Perusahaan

Judul Makalah/Tugas : Analisa Penerapan Prinsip Corporate Governance dan Penerapan


Corporate Social Responsibility pada PT Express Transindo Utama
Tanggal

: 19 Juni 2013

Dosen

: Purwatiningsih Lisdiono S.E., Ak., MBA., DEA

No.

Nama

NPM

Abdillah Rafi

1006695601

Ahmad Syaifuddin

1006662704

Ade Bimi Malidianti

1006662673

Audi Muhammad Rafie

1006695835

Dimas Luhung Prakoso

1006695942

M. Bhayuta Yudhi P.

1006712425

Nadya Restu Mayestika

1006696535

Ttd

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perusahaan operator transportasi PT Express Transindo Utama Tbk. atau Express Group
merupakan perusahaan taxi pertama di Indonesia yang melakukan listing di bursa saham. PT
Express Transindo Utama Tbk. melepas saham ke publik sebanyak 1,05 miliar lembar atau
48,99% dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Pernyataan jadwal efektif jatuh pada 23
Oktober 2012, masa penawaran dilakukan pada 25, 29 dan 30 Oktober 2012, penjatahan
dilakukan pada 1 November 2012, sedangkan pencatatan saham pada di Bursa Efek
Indonesia pada 5 November 2012.
Sebagai perusahaan yang baru saja listing di bursa saham dan merupakan perusahaan taxi
pertama di Indonesia yang listing di bursa saham, menarik untuk ditelaah bagaimana
penerapan corporate governance di perusahaan Express Group ini.
Prinsip corporate governance perusahaan di Indonesia mengacu pada prinsip yang dibuat
oleh KNKG dan beberapa peraturan hukum yang lain. Prinsip yang menurut KNKG adalah
transparansi, akuntabilitas, Responsibilitas, Independensi, Kewajaran dan Kesetaraan.
Sedangkan berdasarkan hukum, untuk perusahaan terbuka yang listing dibursa efek harus
mengikuti peraturan yang diterbitkan oleh Bapepam LK dan untuk Bank harus sesuai dengan
Peraturan BI dan Basel III. Karena adanya peraturan hukum ini maka penerapan good
corporate governance harus di terapkan oleh perusahaan. Sebagai perusahaan yang listing di
bursa saham, Express Group harus mematuhi aturan good corporate governance yang sesuai
dengan peraturan Bapepam LK.
Meskipun di Indonesia telah ada aturan mengenai corporate governance, dalam
praktiknya, secara umum perusahaan di Indonesia masih lemah atau kurang optimal dalam
menjalankan good corporate governance. Ada empat kelemahan CG di Indonesia, hal
tersebut yaitu:

1. Commitment and enforcement


Indonesia telah mempunyai aturan tentang penerapan tatakelola perusahaan yang
baik, namun enforcement atau hukum untuk yang melanggar aturan tersebut masih
belum keras
2. Shareholder Right

Di Indonesia hak pemegang saham sudah ada dan diakui, namun ketika RUPS
pemegang saham tidak bisa mengajukan agenda untuk di bahas dalam RUPS
3. Disclosure and Transparancy
Pengungkapan perusahaan di Indonesia sudah cukup baik namun saat ini yang
diungkapkan masih sebatas hal-hal yang wajib saja, pengungkapan yang tidak wajib
dan bermanfaat untuk stakeholder masih belum diungkapkan secara baik
4. Company Oversight
Komisaris Independen sudah ada dalam struktur dewan komisaris, namun peran
komisaris independen masih belum terlalu berfungsi dengan baik.

Sebagai perusahaan taxi pertama di Indonesia yang melakukan listing dibusa saham
bagaimanakah penerapan corporate governance di Express Group, apakah penerapan
corporate governance Exspress group telah sesuai dengan prinsip KNKG, apakah kelemahan
yang dialami oleh perusahaan di Indonesia tersebut juga dialami oleh Express Group.
Berlatar belakang inilah kami ingin melakukan analisa penerapan CG dan CSR di Express
grup.

1.2 Perumusan Masalah


1.2.1 Apakah penerapan prinsip Corporate Governance Express Group secara keseluruhan
sudah mengikuti prinsip-prinsip Corporate Governance berdasarkan KNKG?
1.2.2 Bagaimanakah praktek pelaksanaan Corporate Social Responsibility di Express
Group?

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan prinsip
corporate govenance dan penerapan corporate social responsibility di Express Group.
Penulisan makalah ini juga dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
melengkapi nilai tugas mata kuliah Tatakelola Perusahaan di Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.

1.4 Metodologi

Metode yang penulis gunakan adalah studi kepustakaan. Sumber-sumber informasi


didapat dari buku , laporan tahunan, sustainability report, dan website perusahaan Express
Group.

1.5 Sistematika Penulisan


Makalah diawali dengan Bab I, yaitu bab Pendahuluan yang memberikan gambaran
mengenai detail penulisan makalah. Dilanjutkan Bab II tentang landasan teori terkait prinsip
corporate governance berdasarkan KNKG dan teori corporate social responsibility.
Selanjutnya disampaikan Bab III mengenai pembahasan yang merupakan bagian utama dari
makalah ini. Penulis memaparkan hasil analisa pelaksanaan dari penerapan prinsip CG oleh
Express Group dan penilaian terhadap penerapannya dan Pelaksanaan CSR serta
klasifikasinya berdasarkan teori. Pada Bab IV penulis memberikan penutup yang berisi
kesimpulan dan saran.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Asas Corporate Govenance Berdasarkan KNKG


Berdasarkan Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia, Corporate Governance
memiliki 5 Asas, yang dimana setiap perusahaan harus memastikan bahwa prinsip GCG
diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan untuk mencapai
kesinambungan usaha perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan. Prinsip
GCG yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan
kesetaraan.

2.1.1 Transparansi (Transparency)

2.1.1.1 Prinsip Dasar


Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan
informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh
pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak
hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang

penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku
kepentingan lainnya.

2.1.1.2 Pedoman Pokok Pelaksanaan

1.1. Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat dan
dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan
haknya.
1.2. Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi, sasaran
usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi pengurus,
pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan anggota Dewan
Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya, sistem
manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan
GCG serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi
perusahaan.
1.3. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk
memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.
1.4. Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada
pemangku kepentingan.

2.1.2 Akuntabilitas (Accountability)

2.1.2.1 Prinsip Dasar


Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar.
Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan
perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja
yang berkesinambungan.

2.1.2.2 Pedoman Pokok Pelaksanaan


2.1. Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing organ
perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, nilai-nilai
perusahaan (corporate values), dan strategi perusahaan.

2.2. Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan
mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam
pelaksanaan GCG.
2.3. Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif dalam
pengelolaan perusahaan.
2.4. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang
konsisten dengan sasaran usaha perusahaan, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi
(reward and punishment system).
2.5. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan dan semua
karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code of conduct) yang
telah disepakati.

2.1.3 Responsibilitas (Responsibility)

2.1.3.1 Prinsip Dasar


Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung
jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha
dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.

2.1.3.2 Pedoman Pokok Pelaksanaan


3.1. Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan (by-laws).
3.2. Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli
terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan
membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.

2.1.4 Independensi (Independency)

2.1.4.1 Prinsip Dasar


Untuk melancarkan pelaksanaan prinsip GCG, perusahaan harus dikelola secara independen
sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat
diintervensi oleh pihak lain.

2.1.4.2 Pedoman Pokok Pelaksanaan

4.1. Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak
manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan
(conflict of interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan
dapat dilakukan secara obyektif.
4.2. Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai
dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan
atau melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain.

2.1.5 Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)

2.1.5.1 Prinsip Dasar


Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan
pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan prinsip kewajaran dan
kesetaraan.

2.1.5.2 Pedoman Pokok Pelaksanaan


5.1. Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk
memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta
membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup
kedudukan masing-masing.
5.2. Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku
kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan.
5.3. Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan,
berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama, ras,
golongan, gender, dan kondisi fisik.

2.2 Corporate Social Responsibility


Sejarah perkembangan akuntansi yang berkembang pesat setelah terjadi revolusi industri di
Inggris (1760-1860), menyebabkan pelaporan akuntansi lebih banyak digunakan sebagai alat
pertanggungjawaban kepada pemilik modal sehingga mengakibatkan orientasi perusahaan
lebih berpihak kepada pemilik modal. Berpihaknya perusahaan kepada pemilik modal
mengakibatkan perusahaan melakukan eksploitasi sumber-sumber alam dan masyarakat
sosial secara tidak terkendali sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan alam dan pada
akhirnya mengganggu kehidupan manusia. Para pemilik modal, yang hanya berorientasi pada

laba material, telah merusak keseimbangan kehidupan dengan cara menstimulasi


pengembangan potensi ekonomi yang dimiliki manusia secara berlebihan yang tidak memberi
kontribusi bagi peningkatan kemakmuran mereka tetapi justru menjadikan mereka
mengalami penurunan kondisi sosial [Galtung & Kada (1995) dan Rich (1996) dalam
Anggraini (2006)]

Banyak perusahaan swasta kini mengembangkan apa yang disebut Corporate Sosial
Responsibility (CSR). Penerapan CSR tidak lagi dianggap sebagai cost, melainkan investasi
perusahaan (Erni, 2007 dalam Sutopoyudo, 2009). Dalam konteks global, istilah corporate
social responsibility pertama kali dikemukakan tahun 1953 oleh Howard Botton dalam
bukunya yang berjudul The Social Responsibilities of A Businessman yang menjelaskan
tentang tanggung jawab apa yang dapat diharapkan dalam sebuah perusahaan (Garriga &
Mele, 2004 dalam Simon & Fredrik, 2009) dan mulai digunakan sejak tahun 1970-an. The
World Business Council for Sustainable Development (WBCSD), corporate social
responsibility merupakan komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan
ekonomi berkelanjutan, melalui kerja sama dengan para karyawan serta perwakilan mereka,
keluarga mereka, komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk meningkatkan
kualitas kehidupan dengan cara yang bermanfaat baik bagi bisnis sendiri maupun untuk
pembangunan.

Istilah corporate responsibility semakin populer terutama setelah kehadiran buku Cannibals
With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998), karya John Elkington.
Dalam bukunya, ia mengembangkan tiga komponen penting sustainable development, yakni
economic growth, environmental protection, dan social equity, yang digagas The World
Commission on Environment and Development (WCED) dalam Brundtland Report (1987),
dimana mengemas corporate social responsibility ke dalam tiga fokus: 3P, singkatan dari
profit, planet dan people. 3P memiliki makna bahwa perusahaan yang baik tidak hanya
memburu keuntungan ekonomi belaka (profit), melainkan juga memiliki kepedulian terhadap
pelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people) (Edi, 2008).

Corporate Social Responsibility sering dianggap inti dari etika bisnis, yang berarti bahwa
perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban ekonomi dan legal (artinya kepada
pemegang saham atau shareholder) tetapi juga kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak
lain yang berkepentingan (stakeholder) yang jangkauannya melebihi kewajiban-kewajiban di

atas (ekonomi dan legal). Tanggung jawab sosial dari perusahaan merujuk pada semua
hubungan yang terjadi antara sebuah perusahaan dengan semua stakeholder (Nugroho, 2007
dalam Dahli dan Siregar, 2008). Stakeholder atau pemangku kepentingan dapat didefinisikan
sebagai orang atau kelompok berbeda yang memiliki kepentingan tertentu dalam segala aspek
kegiatan perusahaan. Ada dua tipe pemangku kepentingan yang menjadi perhatian
perusahaan, yakni primary stakeholder (atau contractual stakeholder) dan secondary
stakeholder (atau diffuse). Primary stakeholder merupakan pemangku kepentingan yang
memiliki hubungan secara langsung atau hubungan kontraktual dengan perusahaan.
Contohnya adalah karyawan dalam hubungannya dengan upah, lingkungan kerja, dana
pensiun, maupun urusannya dengan serikat pekerja. Selain itu, juga terdapat primary
stakeholder lainnya seperti pemegang saham, kreditur, pelanggan, dan pemasok. Secondary
stakeholders adalah pemangku kepentingan yang terpengaruh oleh kegiatan perusahaan
namun hanya memiliki hubungan kontraktual yang terbatas. Contohnya kompetitor,
organisasi lingkungan hidup, warga sekitar, pemerintah, serta masyarakat lain yang terkena
dampak dari keputusan perusahaan.

Kini perusahaan tidak lagi hanya mementingkan pemenuhan hak pemegang saham saja untuk
mendapatkan profit, tapi juga pemangku kepentingan lainnya karena berdasarkan hasil dari
survey yang dilakukan oleh McKinsey pada tahun 2009 mengenai CSR, mengindikasikan
bahwa program-progaram terkait lingkungan, sosial, dan tata kelola dapat menciptakan nilai
bagi pemegang saham melalui penciptaan kesejahteraan dan pelestarian lingkungan. Sen dan
Bhattacharya (2001) dalam Dewi (2007) menjelaskan bahwa terdapat enam hal pokok yang
termasuk dalam corporate social responsibility yaitu ;
1. Community support, yaitu dukungan pada program pendidikan, kesehatan,
kesenian, dan sebagainya.
2. Diversity, merupakan kebijakan perusahaan untuk tidak membedakan
konsumen dan calon pekerja dalam hal gender, fisik, atau ras tertentu.
3. Employee support, berupa perlindungan kepada tenaga kerja, insentif dan
penghargaan serta jaminan keselamatan kerja.
4. Environment, menciptakan lingkungan yang sehat dan aman, mengelola
limbah dengan baik, menciptakan produk-produk yang ramah lingkungan.
5. Non-US operations, perusahaan bertanggung jawab untuk memberikan hak yang sama
bagi masyarakat dunia untuk mendapat kesempatan bekerja, antara lain dengan
membuka pabrik di luar negeri (abroad operations).

6. Product. Perusahaan berkewajiban untuk membuat produk yang aman bagi kesehatan,
tidak menipu, melakukan riset dan pengembangan produk, dan menggunakan
kemasan yang bisa didaur ulang (recycled).

Haigh dan Jones (2006) mengungkapkan bahwa terdapat enam faktor yang mempengaruhi
praktik corporate social responsibility oleh perusahaan. Keenam faktor tersebut adalah
internal pressures on business managers, pressures from business competitors, investors and
consumers, and regulatory pressures coming from governments and non-governmental
organizations. Sedangkan pendukung CSR berargumen bahwa penggerak yang utama dari
tren CSR adalah hal-hal berikut:

globalisasi, ekspansi bisnis dan perekonomian di seluruh dunia

kekuatan yan lebih besar dari perusahaan global harus diisi dengan aktivitas yang
sebelumbya diserahkan kepada pemerintah

tekanan dari aktivis sosial

peningkatan gerakan pelestarian lingkungan

peningkatan keinginan pasar modal untuk menghukum perusahaan yang tidak


memenuhi standar etika

Di beberapa negara, praktik CSR sudah bukan bersifat voluntarily melainkan diwajibkan.
Untuk Indonesia, terdapat tekanan dari pemerintah bagi beberapa perusahaan untuk peduli
terhadap pemangku kepentingan terkait dengan usaha yang dijalankan. Hal ini diatur dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UU PT), yang disahkan
pada 20 Juli 2007. Pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas menyatakan :
(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan (TJSL).
(2) TJSL merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan
sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan
kepatutan dan kewajaran.
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban dikenai sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dengan adanya ini, perusahaan khususnya perseroaan terbatas yang bergerak di bidang dan
atau berkaitan dengan sumber daya alam harus melaksanakan tanggung jawab sosialnya
kepada masyarakat. Sanksi pidana mengenai pelanggaran CSR pun terdapat didalam UndangUndang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) Pasal 41
ayat (1) yang menyatakan: Barangsiapa yang melawan hukum dengan sengaja melakukan
perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan hidup, diancam
dengan pidana penjara paling lama sepuluh 3 tahun dan denda paling banyak lima ratus juta
rupiah. Selanjutnya, Pasal 42 ayat (1) menyatakan: Barangsiapa yang karena kealpaannya
melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan
hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak
seratus juta rupiah (Sutopoyudo, 2009).

Archie Carroll membuat empat bagian taksonomi CSR. Sebuah perusahaan harus
menjalankan bisnisnya dengan memenuhi ekspektasi ekonomi, hukum, etika, dan
philanthropy.
Level I: Ekonomi tanggung jawab sosial yang pertama dan paling utama dari
perusahaan. Perusahaan harus dapat bertahan dengan memproduksi barang dan
jasa pada tingkat yang menguntungkan.
Level II: Hukum masyarakat berharap agar perusahaan mengoperasikan
bisnisnya sesuai dengan hukum yang berlaku.
Level III: Etika tanggung jawab ini di atas hukum dan disesuaikan dengan
norma serta adat istiadat yang ada dalam masyarakat. Hal ini diharapkan,
meskipun tidak dibutuhkan, oleh masyarakat meskipun tidak jelas, termasuk
juga environmental ethics.
Level IV: Philantropy perusahaan memberikan sumbangan secara sukarela
kepada masyarakat. Hal ini merupakan hal yang diskresioner, meskipun terus
permintaannya terus meningkat.

Dalam prinsip-prinsip OECD, pada prinsip keempat dibahas mengenai peran stakeholder
dalam tata kelola perusahaan dan haknya yang ditentukan serta dilindungi oleh undangundang atau perjanjian. Dalam enam sub-bab prinsipnya, OECD menjelaskan bahwa hak
stakeholder dilindungi dan harus mendapatkan akses informasi yang relevan, cukup, dan
andal, juga memiliki jalur komunikasi yang aman untuk pengaduan. Anggraini (2006)

menyatakan bahwa tuntutan terhadap perusahaan untuk memberikan informasi yang


transparan, organisasi yang akuntabel serta tata kelola perusahaan yang baik memaksa
perusahaan untuk memberikan informasi mengenai aktivitas sosialnya.

Terkait dengan corporate social responsibility, perusahaan dapat melakukan pengungkapan


tanggung jawab sosial perusahaan yang sering juga disebut sebagai social disclosure,
corporate social reporting, atau corporate social responsibility (Hackston dan Milne, 1996)
yang merupakan proses pengkomunikasin efek-efek sosial dan lingkungan atas tindakantindakan ekonomi perusahaan pada kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat dan pada
masyarakat secara keseluruhan (Gray et.al., 1987 dalam Waryanto, 2010). Faktor yang
mempengaruhi implementasi dan pengungkapan corporate social responsibility diantaranya
adalah political economy theory, legitimacy theory, dan stakeholder theory (Deegan 2002).
Sedangkan menurut Roberts (1992), bahwa political theory dan social contexts merupakan
faktor penting yang mempengaruhi keputusan untuk mengungkapkan informasi corporate
social responsibility. Dengan mengungkapan informasi-informasi mengenai operasi
perusahaan sehubungan dengan lingkungan diharapkan perusahaan bisa mendapatkan
kepercayaan dari masyarakat bahwa dalam melaksanakan aktivitasnya, perusahaan tidak
hanya berfokus pada keuntungan semata melainkan perusahaan juga memperhatikan dampak
yang ditimbulkan terhadap lingkungan. Hal tersebut juga memperluas tanggung jawab
organisasi (khususnya perusahaan), di luar peran tradisionalnya untuk menyediakan laporan
keuangan kepada pemilik modal, khususnya pemegang saham.

Keberlanjutan perusahaan hanya akan terjamin apabila perusahaan memperhatikan dimensi


sosial dan lingkungan hidup. Sudah menjadi fakta bagaimana resistensi masyarakat sekitar, di
berbagai tempat dan waktu muncul ke permukaan terhadap perusahaan yang dianggap tidak
memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi dan lingkungan hidupnya. Masyarakat sekarang
lebih pintar dalam memilih produk yang akan mereka konsumsi. Sekarang, masyarakat
cenderung untuk memilih produk yang diproduksi oleh perusahaan yang peduli terhadap lin
gkungan dan atau melaksanakan CSR. Survei yang dilakukan Booth-Harris Trust Monitor
pada tahun 2001 dalam Sutopoyudo (2009) menunjukkan bahwa mayoritas konsumen akan
meninggalkan suatu produk yang mempunyai citra buruk atau diberitakan negatif. Banyak
manfaat yang diperoleh perusahaan dengan pelaksanan corporate social responsibility, antara
lain produk semakin disukai oleh konsumen dan perusahaan diminati investor. Corporate
social responsibility dapat digunakan sebagai alat marketing baru bagi perusahaan bila itu

dilaksanakan

berkelanjutan.

Untuk

melaksanakan

CSR

berarti

perusahaan

akan

mengeluarkan sejumlah biaya. Biaya pada akhirnya akan menjadi beban yang mengurangi
pendapatan sehingga tingkat profit perusahaan akan turun. Akan tetapi dengan melaksanakan
CSR, citra perusahaan akan semakin baik sehingga loyalitas konsumen makin tinggi. Seiring
meningkatnya loyalitas konsumen dalam waktu yang lama, maka penjualan perusahaan akan
semakin membaik, dan pada akhirnya dengan pelaksanaan CSR, diharapkan tingkat
profitabilitas perusahaan juga meningkat (Satyo, 2005 dalam Sutopoyudo, 2009). Oleh
karena itu, CSR berperan penting dalam meningkatkan nilai perusahaan sebagai hasil dari
peningkatan penjualan perusahaan dengan cara melakukan berbagai aktivitas sosial di
lingkungan sekitarnya.

BAB III
PEMBAHASAN

Pelaksanaan Penerapan Prinsip GCG Express Group dan Praktik CSR di Express
Group

3.1. Pelaksanaan Penerapan Prinsip GCG Express Group


Secara umum, komitmen Express Group terhadap penerapan corporate governance yang baik
cukup kuat dan eksplisit, hal ditunjukkan melalui pernyataan visi dan misi perusahaan yang
sarat akan prioritas untuk melindungi kepentingan stakeholdersnya.
Visi :
To become a major Indonesia's land transportation company that gives maximum added
value to its stakeholders (government, shareholders, business partners, drivers, employees,
customers, and the surrounding society)
Misi :
To provide professional integrated land transportation based on company values and good
corporate governance that holds high business ethics and benefits the stakeholders.
Selanjutnya, akan dianalisis penerapan corporate governance Express Group menurut prinsip
Good Corporate Governance yang dirancang oleh KNKG.
1. Transparansi
Dalam situs webnya, Express Group menyediakan halaman khusus hubungan investor
(Investor Relation), dimana pengunjung dapat mengakses beragam info seperti harga
saham, laporan tahunan, laporan keuangan, serta prospectus. Hal ini dapat dilihat pada
Gambar 1.

Gambar 1 : Halaman Investor Relation

Dalam kolom Share Price, Express Group menyediakan informasi mengenai data
historis harga saham perusahaannya dalam dua tahun terakhir, terlihat pada Gambar 2.
Hal ini menunjukkan upaya transparansi yang baik, namun sayangnya ada beberapa data
bulanan yang tidak muncul informasinya.

Gambar 2 : Kolom Share Price

Dalam

kolom Prospectus,

Express

Group

mengungkapkan rencananya

untuk

mengembangkan bisnisnya sebagai solusi transportasi darat yang terintegrasi dan tidak
hanya beroperasi di jasa taksi saja, dapat dilihat di Gambar 3. Hal ini menunjukkan bahwa
Express Group memiliki upaya untuk memberikan informasi mengenai resiko bisnis.

Gambar 3 : Kolom Prospectus and Others

Dalam kolom laporan tahunan, Express Group menyediakan informasi annual report serta
sustainability report, dapat dilihat di Gambar 4. Hal ini menunjukkan bahwa Express
Group sudah selangkah lebih maju dalam penerapan corporate governance, mengingat
belum banyak perusahaan di Indonesia yang menerbitkan sustainability report.

Gambar 4: Kolom Annual Report

Mengenai laporan keuangan, Express Group mengumumkan laporan keuangan dua tahun
terakhir yang sudah diaudit, dilihat di Gambar 5. Hal ini juga menunjukkan upaya
transparansi yang tinggi, mengingat menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit
artinya menerbitkan evaluasi kinerja laporan keuangan oleh akuntan publik.

Gambar 5 : Kolom Financial Statement

2. Akuntabilitas
Prinsip akuntabilitas diterapkan oleh Express Group salah satunya lewat pengungkapan
informasi mengenai profil direktur dan dewan komisaris, sehingga pengunjung dapat
menilai kinerja dan mengetahu siapa yang bertanggung-jawab. Hal ini dapat dilihat di
Gambar 6 dan Gambar 7.

Gambar 6: Profil CEO dan COO Express Group

Gambar 7: Profil Dewan Komisaris Express Group

Selain itu, lewat kolom Success Story di halaman Customer Area, Express Group
mengungkapkan informasi mengenai kisah sukses mitra bisnis Express Group, terutama
supir taksi Express Group. Secara tidak langsung, Express Group ingin menunjukkan
bukti kinerjanya dalam memberdayakan karyawannya. Bahkan salah satu ceritanya
disajikan dengan bahasa Inggris seperti yang dapat dilihat di Gambar 8. Dalam cerita
tersebut, diungkapkan bahwa karyawan mendapat beberapa manfaat dari pekerjaannya di
Express Group seperti pelatihan mengemudi yang aman dan bahasa Inggris.

Gambar 8: Kolom Success Story

3. Responsibilitas
Prinsip ini mengandung makna bahwa perusahaan harus mematuhi peraturan perundangundangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan
sehingga dapat terpelihar kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat
pengakuan sebagai good corporate citizen.
Dalam pelaksanaan prinsip ini, Express Group melakukan hal-hal sebagai berikut :
a) Perusahaan memenuhi peraturan Perundang-undangan, Bapepam, dan peraturan
lainnya. Hal ini dibuktikan bahwa sampai saat ini, tidak terdapat perkara hokum, baik
administrative maupun arbitrase, yang dihadapi Express Group ataupun anggota
Dewan Komisaris dan Dewan Direksi. Hal ini menunjukkan Tata Kelola Perusahaan
yang baik mengingat saat ini cukup banyak kasus hukum yang menjerat para direktur
dan komisaris Perusahaan Terbuka.

b) Mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab


terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha
dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen. Hal
ini dibuktikan salah satunya dengan menerbitkan Sustainability Report dan
pelaksanaan Program Beasiswa Pendidikan untuk anak-anak dari karyawan. Seperti
yang dijelaskan sebelumnya, belum banyak perusahaan yang menerbitkan
Sustainability report

Gambar 9 : Annual Report, Bagian CSR

4. Independensi
Prinsip ini mengungkapkan bahwa perusahaan harus dikelola secara independen sehingga
masing masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi
oleh pihak lain.
Express Group menerapkan fungsi ini melalui pendapat independen yang diberikan
komisaris dan direksi dalam setiap pengambilan keputusan. Express Group memiliki dua
oramng komisaris independen yaitu SY Wenas dan Paul Capelle untuk menjaga
independensi Dewan Komisaris dalam proses pengawasan perusahaan. Dua orang
Komisaris Independen memperlihatkan secar jelas bahwa Express Group benar-benar
ingin sempurna dalam melaksanakan Prinsip GCG yang baik karena kebanyak
perusahaan hanya memberi jatah satu komisaris independen. Selain itu, Dewan Komisaris
juga mendapatkan saran dari konsultan independen jika diperlukan.

Gambar 10 : Komisaris Independen

5. Kewajaran dan Kesetaraan


Dalam prinsip ini dijelaskan bahwa perusahaan dalam melaksanakan kegiatannya,
perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan
pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.
Dalam realisasinya, Express Goup telah menlaksanakan prinsip tersebut melalui hal-hal
berikut
a) Memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk memberikan masukan
dan menyampaikan pendapat. Hal itu dilakukan dengan cara memberikan informasi
tentang keuangan perusahaan melalui websitenya yang dapat secara mudah kepada
seluruh investor, tanpa memperhatikan apakah investor tersebut mayoritas atau
minoritas (seperti yang ditunjukkan dalam gambar 1).
Selain itu kolom Customer Area (Gambar 1) dalam websitenya

menunjukkan

Express Group memperhatikan dan memberikan kesempatan bagi pemangku


kepentingan, dalam hal ini customer, untuk menyampaikan pendapat dan memberi
masukan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya berbagai kolom untuk mengungkapkan
pendapat dalam situs resmi webnya, yang diberi tajuk Customer Area. Salah satu
kolom dalam halaman ini berjudul What They Say, dimana konsumen dapat
menceritakan pengalamannya menggunakan jasa Express Group. Sejauh ini, sebagian

besar berisi apresiasi konsumen terhadap kinerja dan kejujuran supir taksi Express
Group, terutama terkait barang yang tertinggal. Hal ini dapat dilihat di Gambar 11.

Gambar 11: Halaman Customer Area, What They Say

Selain itu, disediakan pula halaman untuk memberikan pertanyaan atau keluhan
kepada Express Group melalui kolom Any Question or Input? yang dapat dilihat di
Gambar 12. Hal ini menunjukkan bahwa Express Group memiliki budaya demokrasi
dimana konsumen dapat ikut andil dalam memahami dan mengevaluasi kinerja
perusahaan.

Gambar 12: Kolom Pertanyaan dan Keluhan

b) Memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai
dengan manfaat dan kontribusi. Pada tahun 2012, Express Group membagikan
dividen sebesar Rp 21 Miliar atau 27% dari Laba Bersih Perseroan. Selain kepada
pemegang saham, Express Group juga memberikan imbalan kerja (Employee Benefit)
sebagai wujud perlakuan setara dan wajar sesuai kontribusi terhadap karyawan.

Gambar 13 : Annual Report, Bagian Imbalam Kerja

Selain memberikan imbalan kerja, Express Group juga memberikan kesempatan bagi
karyawannya untuk berkarya dan berkarir secara profesional tanpa membedakan suku,
agama, ras, dan antar golongan. Hal ini dicantumkan dalam websitenya dalam salah
satu kolom bagian karir. Hal ini mengindikasikan bahwa Express Group benar-benar
ingin memaksimalkan value dari stakeholder, dalam hal ini karyawan, sejalan dengan
tujuan GCG.

Gambar 14 : Our Sustainability Corporate Culture

c) Memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan. Hal ini dilakukan
dengan memberikan informasi melalui websitenya, yang bias diakses semua orang,
mengenai lowongan pekerjaan yang sedang dibutuhkan oleh Express Group. Selain
itu, pendaftarannya juga secara online melalui website. Hal ini untuk mencegah
adanya tindakan kecurangan dalam penerimaan karyawan. Bukti lain bahwa Express
Group berkomitmen terhdap pelaksanaan GCG.

Gambar 15 : Info Career

3.2. Praktik CSR di Express Group


Menurut data yang diambil dari Sustainability Report dari Express Group pada tahun 2012,
Express Group menjalankan beberapa kegiatan sebagai bentuk tanggung jawab sosial
mereka. Hal tersebut diwujudkan melalui program sosial Express Care yang diantaranya :
1. Layanan antar-jemput gratis dengan Express Taksi bagi anak-anak penderita kanker di
Yayasan Kasih Anak Indonesia (YKAKI) dan Yayasan Kasih Anak Kanker Bali
(YKAKB)
2. Bantuan sembako untuk 10.000 nelayan di 22 desa pesisir Ujung Kulon di kecamatan
Sumur, Kabupaten Pandeglang, Banten, bersama dengan Indonesia Global Compact

Network (ICGN). Bantuan diberikan sebagai bentuk kepedulian karena para nelayan
tak bisa melaut akibat cuaca buruk
3. Bantuan donasi kepada Sekolah Darurat Kartini di Kampung Bandan, Jakarata Utara,
bersama-sama dengan Rajawali Foundation. Bantuan donasi deberikan selanjutnya
dimanfaatkan untuk membiayai pelaksanaa ujian nasional sekolah tersebut.
4. Bantuan perjalanan siswa SMP Islam Tugasku ke Turki untuk mengikuti International
Children Folklore Festival, untuk mebawakan tarian Indonesia di festial tersebut
Selain program sosial Express Care, Express Group juga melakukan tanggung jawab sosial
mereka kepada penduduk sekitar dan para mitra (pengemudi taksi).
Untuk para penduduk sekitar, Express Group menyediakan pekerjaan lepas sebagai pencuci
taksi di tiap pool mereka. Selain itu Express Group juga tidak membuka jenis usaha di pool
mereka yang usahanya sudah dijalankan warga sekitar seperti warung makan, toko kelontong,
dll. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pengembangan UMKM di wilayah sekitar pool
dari Express Group. Selain itu keterlibatan masyarakat setempat sebagai pekerja juga
dilakukan Express Group melalui keberadaan perusahaan lokal dan nasional yang menjadi
pemasok barang maupun jasa. Hingga akhir tahun 2012 hanya ada 1 perusahaan internasional
yang menjadi pemasok kebutuhan perusahaan, sementara 299 lainnya adalah perusahaan
lokal dan nasional dengan nilai pembayaran kontrak pekerjaan sebesar Rp 886.294 miliar.

Sementara itu Express Group juga berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga para
mitra. Hal ini dilakukan melalui sejumlah program/kegiatan, diantaranya pemberian bantuan
biaya pendidikan bagi anak mitra yang berprestasi. Bantuan beasiswa diberikan untuk jenjang

sekolah dasar hingga perguruan tinggi, dan besaran bantuan beasiswa yang diberikan pada
tahun 2012 sebesar Rp 354,6 juta untuk 271 anak dari mitra.

Apabila kita lihat dari penjabaran diatas, dapat dikatakan bahwa Express Group telah
menjalankan beberapa kegiatan sebagai bentuk tanggung jawab sosial mereka dengan cukup
baik. Disini perusahaan telah dapat melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan yang sering juga disebut sebagai social disclosure, corporate social reporting, atau
corporate social responsibility yang terangkum di dalam Sustainability Report yang
Perusahaan buat pada tahun 2012 lalu.
Adapun bila praktek CSR Perusahaan ini kami klasifikasikan, maka dapat kami simpulkan
bahwa penerapan CSR mereka telah mengikuti taksonomi CSR yang dibuat oleh Archie
Carroll pada Level III, yang telah sesuai dengan Etika. Hal ini kami simpulkan karena
penerapan CSR yang telah dilakukan oleh Express Group telah mampu memberdayakan serta
meningkatkan kesejahteraan para stakeholdernya, utamanya dalam hal ini adalah masyarakat
sekitar beserta para mitra. Dan terbukti pada tahun 2008 lalu, Express Group ternyata telah
diakui secara internasional dimana United Nations Development Program (UNDP) mengakui
dan memberikan penghargaan atas skema kemitraan yang baik dan saling menguntungkan
yang telah diterapkan Perusahaan bagi mitra (pengemudi) sebagai sebuah panutan (role
model) bagi program-program PBB dalam mengentaskan kemiskinan.

Oleh karena itu, dapat kami katakan bahwa Perusahaan telah menganggap bahwa CSR
memiliki peran penting dalam meningkatkan nilai perusahaan sebagai hasil dari peningkatan
penjualan perusahaan dengan cara melakukan berbagai aktivitas sosial di lingkungan
sekitarnya.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Secara umum, Express Group memiliki komitmen yang cukup kuat terhadap penerapan
good corporate governance, hal ditunjukkan melalui pernyataan visi dan misi perusahaan.
Dalam hal transparansi, Express Group telah menyediakan halaman khusus hubungan
investor (Investor Relation), dimana pengunjung dapat mengakses beragam info seperti harga
saham, laporan tahunan, laporan keuangan, serta prospectus. Namun sayangnya ada beberapa
data bulanan yang tidak muncul informasinya. Dalam hal akuntabilitas, prinsip akuntabilitas
telah diterapkan oleh Express Group salah satunya lewat pengungkapan informasi mengenai
profil direktur dan dewan komisaris. Selain itu, lewat kolom Success Story di halaman
Customer Area, Express Group mengungkapkan informasi mengenai kisah sukses mitra
bisnis Express Group, terutama supir taksi Express Group. Dalam hal Resposibilitas, Express
Group telah memenuhi peraturan Perundang-undangan, Bapepam, dan peraturan lainnya. Hal
ini dibuktikan bahwa sampai saat ini, tidak terdapat perkara hokum, baik administrative
maupun arbitrase, yang dihadapi Express Group ataupun anggota Dewan Komisaris dan
Dewan Direksi. Dalam hal independensi, Express Group telah menerapkan fungsi ini melalui
pendapat independen yang diberikan komisaris dan direksi dalam setiap pengambilan
keputusan. Express Group memiliki dua orang komisaris independen disaat kebanyakan
perusahaan lain. Dalam hal Kewajaran dan Kesetaraan, Express Goup telah melaksanakan
prinsip tersebut melalui pemberian kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk
memberikan masukan dan menyampaikan pendapat melalui website, memberikan perlakuan
yang setara dan wajar kepada pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi,
memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan.
Dalam praktik penerapan CSR di Express Group, Express Group telah menjalankan
beberapa kegiatan sebagai bentuk tanggung jawab sosial mereka, hal tersebut diwujudkan
melalui program sosial Express Care yang diantaranya Layanan antar-jemput gratis dengan
Express Taksi bagi anak-anak penderita kanker, Bantuan sembako untuk 10.000 nelayan,
Bantuan donasi kepada Sekolah Darurat Kartini di Kampung Bandan, Bantuan perjalanan
siswa SMP Islam Tugasku ke Turki. Selain program sosial Express Care, Express Group juga
melakukan tanggung jawab sosial mereka kepada penduduk sekitar dan para mitra

(pengemudi taksi). Untuk para penduduk sekitar, Express Group menyediakan pekerjaan
lepas sebagai pencuci taksi di tiap pool mereka, Selain itu keterlibatan masyarakat setempat
sebagai pekerja juga dilakukan Express Group melalui keberadaan perusahaan lokal dan
nasional yang menjadi pemasok barang maupun jasa, Sementara itu Express Group juga
berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga para mitra. Hal ini dilakukan melalui
sejumlah program/kegiatan, diantaranya pemberian bantuan biaya pendidikan bagi anak mitra
yang berprestasi.

4.2 Saran
Sebagai perusahaan yang baru saja listing di bursa saham dan merupakan perusahaan
taxi di Indonesia pertama yang listing di bursa saham, Express group telah menjalankan
corporate governance dengan baik. Prinsip-prinsip corporate governance seperti
transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, serta kewajaran dan kesetaraan
telah dilakukan dengan baik. Dan hal tersebut telah diungkapkan baik di laporan tahunan,
sustainable report, laporan prospektus, dan website perusahaan. Selain itu juga Visi dan
misi Express Group telah mencerminkan kepeduliannya pada stakeholder. Hal ini telah
sesuai dengan tujuan CG yaitu memberikan nilai tambah yang optimal kepada
stakeholder bukan hanya pada shareholder. Namun sayangnya, dalam hal pengungkapan
ada beberapa data bulanan mengenai pergerakan harga saham yang tidak muncul
informasinya. Melihat hal tersebut maka Express Group harus memperhatikan detaildetail dalam laporannya dan mempertahankan kinerjanya dalam menajalankan prinsipprinsip CG. Dalam hal corporate social responsibility, Express Group telah membuat
Sustainability Report, hal ini merupakan hal yang positif mengingat belum banyak PT
terbuka lain yang membuat sustainability report. Dalam programnya CSR Express group
cukup bervariasi, ada yang bersifat bantuan langsung ada juga sistem bantuan kemitraan.
Ada yang untuk masyarakat sekitar, karyawan dan keluarganya, dan suplier. Hal ini sudah
cukup bagus, Express Group harus bisa mempertahankan kinerja ini dalam programprogram CSR nya kedepan.

Daftar Pustaka
Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia, KNKG, tahun 2006
OECD. 2004. OECD Principles of Corporate Governance.
Anggraini, Fr. R. R. 2006. Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan.
Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang. 23-26 Agustus.
Dahli, L. dan Siregar, V. S. 2008. Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Kinerja
Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia pada
Tahun 2005 dan 2006). Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak.
Suharto, Edi. 2007. Corporate Social Responsibility: What is and Benefit for Corporate.
http://www.policy.hu/suharto. Diakses tanggal 16 Juni 2013.
_____________.
Tentang
Sustainability
Reporting.
http://lingkarlsm.com/2011/09/tentangsustainability-reporting/. (Diakses tanggal 16 Juni
2013).
Hartanti, Dwi. Perceptons on Corporate Social and Enviromental Reporting: A Study in
Capturing
Public
Confidence
http://staff.ui.ac.id/internal/060603525/publikasi/PerceptionsonCorporateSocial.pdf. (DIakses
tanggal 16 Juni 2013).
Kim, K.A., Nofsinger, J.R., & Mohr, D.J., 2009, Corporate Governance, 3rd Edition, Pearson
McKinsey Global Survey Results, 2008. Valuing corporate social responsibility. McKinsey
Quarterly.
Ratnasari, Yunita, Andri Prastiwi. Pengaruh Corporate Governance terhadap Luas
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di dalam Sustainability Report.
http://eprints.undip.ac.id/28629/2/yunita_c2c007141.pdf. (Diakses tanggal 16 Juni 2013).
Kusumadilaga, Rimba. PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN PROFITABILITAS SEBAGAI
VARIABEL
MODERATING.
http://eprints.undip.ac.id/22572/1/SKRIPSI_Rimba_Kusumadilaga.PDF. (diakses tanggal 16
Juni 2013)

Das könnte Ihnen auch gefallen