Sie sind auf Seite 1von 13

BAB III

ARFIMA-FIGARCH

3.1 Time Series Memori Jangka Panjang


Proses ARMA   sering dinyatakan sebagai proses memori jangka

pendek (short memory) karena fungsi autokorelasi antara   dan   turun

cepat secara eksponensial untuk k . Dalam kasus-kasus tertentu, dapat saja


terjadi fungsi autokorelasi turun lambat atau turun secara hiperbolik untuk lag
semakin besar yang menunjukkan bahwa pengamatan yang jauh terpisah masih
saling berhubungan. Kondisi ini dikatakan bahwa proses mempunyai memori
jangka panjang atau terdapat ketergantungan jangka panjang. Suatu proses
stasioner dengan fungsi autokorelasi () dikatakan proses memori jangka
panjang jika lim =1   tidak konvergen. (Hosking, 1981).

Cara yang biasa digunakan untuk membentuk model dari suatu data time
series memori jangka panjang adalah dengan menggunakan operator differensi
(1 ) untuk d bilangan real, misalkan, 0,5 <  < 0,5 , jadi suatu model time
series memori jangka panjang umumnya berbentuk
(1 )  = 

Dimana  adalah proses white noise dengan varians 2 .

20

(3.1)

21

3.2 Model ARFIMA


Pemodelan ARFIMA dilakukan pada data time series non stasioner
dimana fungsi autokorelasi turun lambat yang mendekati linear atau turun secara
hiperbolik. Penanganan data non stasioner ini dengan menggunakan model
ARFIMA tidak perlu dilakukan tahap diferencing atau penyelisihan seperti pada
data non stasioner dengan d bulat. Karena dengan transformasi (1-B)d pada model
ARFIMA dengan nilai d bernilai riil dapat menangani data non stasioner. Dengan
transformasi itu dapat menangkap memori jangka panjang atau ketergantungan
jangka panjang sehingga dapat menghilangkan ketidakstasioneran dan dapat
menghilangkan trend data.
Misalkan Zt adalah data dengan sifat memori jangka panjang maka
pemodelan

terbaik adalah proses Fractional Integrated ARMA yang juga

dinamakan proses ARFIMA yang pada awalnya dikembangkan oleh Granger,


(1980).
Model ARFIMA (p,d,q) diberikan oleh:
()(1 )  = ()

(3.2)

dimana
() = 1 "#  "$  $ "&  &
() = 1 + (#  + ($  $ + + (&  &

 )=1 merupakan kumpulan observasi dari proses yang diamati, dan
 )=1 merupakan deret kesalahan stasioner.

(3.3)
(3.4)

22

3.2.1. Fractional Differencing


Untuk suatu nilai riil d, operator diferensi fractional (1 )
didefinisikan sebagai berikut:
 = (1 ) = 1 +
,=1


(+,) ,

(),!

(3.5)

Bila persamaan tersebut dijabarkan maka diperoleh,


Untuk i=1, diperoleh

.(/0#)

Untuk i=2, diperoleh

.(/0$)

Untuk i=3, diperoleh

.(/01)

.(/)#!
.(/)$!
.(/)1!

(/)!

= (//#)!#! = 
(/0#)!

/(#/)

(/0$)!

/(#/)($/)

= (//#)!$! =
= (//#)!1! =

dan seterusnya. Sedemikian sehingga diperoleh,

= (1 B)
d

( d + i) i
B
1=1 ( d )i !
1
1
2
3
= 1 dB d (1 d ) B d (1 d )(2 d ) B K
2
6

= 1+

(3.6)

Ditunjukan oleh Granger dan Joyeux (1980) serta Hosking (1981) bahwa
jika, 0,5 <  < 0,5 , Zt adalah stasioner dan invertible dengan
.(#/$)

34 ( ) = 5.(#/)67

(3.7)

dan fak

() =

.(#/).(80)

.().(80#/)

,  = 1,2,

(3.8)

23

Misalkan k=1, maka diperoleh,

(1) =
=
=
=
=

(1 d )(1 + d )
(d )(1 + 1 d )
(1 d 1)!(1 + d 1)!
(d 1)!(2 d 1)!
(d )!(d )!
(d 1)!(1 d )!
( d )!(d )(d 1)!
(d 1)!(1 d )( d )!
d
.
(1 d )
Beberapa karakteristik deret fractionally integrated untuk berbagai nilai d

yaitu:
a. Jika d = 0, maka proses menunjukkan fungsi autokorelasi turun cepat secara
eksponensial dengan proses ARMA.
b. Jika d (0, 0.5), maka proses ARFIMA Zt merupakan proses stasioner dengan
fungsi autokorelasi dan fungsi autokorelasi parsial Zt semua positif yang
menunjukkan turun lambat atau turun secara hiperbolik menuju nol dengan lag
meningkat.
c. Jika d (-0.5, 0), maka proses ARFIMA Zt merupakan proses stasioner
dengan fungsi autokorelasi dan fungsi autokorelasi parsial Zt semuanya
negatif yang kelambatan monoton dan hiperbolik menuju nol dengan lag
meningkat.
d. Jika d (0.5, 1), maka proses ARFIMA Zt merupakan proses tidak stasioner.
(Atkink dan Cheng, 2002)

24

3.2.2. Identifikasi Model ARFIMA


Pengidentifikasian model ARFIMA pada tahap awal dengan menggunakan
plot data time series. Model-model time series dapat diidentifikasi melalui pola
dalam data, yaitu:
a. Plot data time series untuk melihat pola data
b. Plot fungsi autokorelasi dan plot fungsi autokorelasi parsial
c. Transformasi Box-Cox untuk data tidak stasioner dalam varians.
(Wei, 1990)
Pada data yang terindikasi adanya ketidakstasioneran dalam mean pada
ARIMA dilakukan dengan differensi sebanyak d kali dengan d bernilai bulat.
Sedangkan pada pemodelan ARFIMA dapat menangkap indikasi ketergantungan
jangka panjang dengan nilai d tertentu yang bernilai real.

3.2.3. Taksiran Parameter Model ARFIMA


Fungsi autokovarians dari model ARMA stasioner dengan mean ,
: = ;5( <)(= <)6

(3.9)

dan didefinisikan matriks kovarians dari distribusi bersama  = 5# , $ , , > 6 .


:A
?56 = @
:>/#

:>/#

D=

:A

(3.10)

Bentuk (3.10) disebut matriks Toeplitz, yang dinotasikan dengan


(:A , :# , , :>/8 ) dengan ~G> (<, )

(3.11).

25

Dengan kenormalan pada (3.11) diperoleh fungsi kepadatan peluangnya


yaitu,

f ( Z , ) =

1
1
exp( ( Z ) ' ( Z ))
2

(3.12)

dan dengan prosedur untuk menghitung autokovarian pada (3.10), maka loglikelihood dengan H =  < dapat ditulis sebgai berikut:
)

log KL, ", (, 2M N = 2 log(2O) 2 log|| 2 H1 H

(3.13)

jika = RS$ pada persamaan (3.10), maka diperoleh

)
1
1
1
log KL, ", (, 2M N = log(2O) logTR2M T H 2 H
2
2
2 RM
>

>

= $ log(2O) $ log S$ $ log|R| $U7 H W R /# H


V

(3.14)

diferensiasi log-likelihood pada persamaan (3.11) diperoleh


X(YZ[ \(,],^,UV7 ))
XUV7

>

$UV7

$(UV7 )7

H W R /# H

(3.15)

dengan menyamakan nol pada persamaan (3.15) diperoleh


_(log K(, ", (, 2M ))
=0
_2M

1
)
+
H W R /# H = 0
$
$
$
2S 2(S )

)
1
=

H W R /# H
2S$
2(S$ )$

)=

1 W /#
HR H
S$

2M = )1 H R1 H

(3.16)

26

3.2.4. Kriteria Pemilihan Model ARFIMA Terbaik


Untuk memilih model terbaik digunakan beberapa kriteria pemilihan
model, yaitu:
a. Akaikes Information Criterion
Untuk menilai suatu kualitas dari pemilihan model, Akaike pada tahun
1973 memperkenalkan kriteria informasi yang mempertimbangkan banyaknya
parameter. Kriteria tersebut dinamakan AIC (Akaikes Information Criterion).
Untuk menghitung nilai AIC digunakan:
`ab = c ln ef$ + 2g

(3.17)

dimana,
M : banyaknya parameter dalam model
n : banyaknya observasi
h 2 : estimasi dari Mean Squre Error


Dengan kriteria memilih nilai AIC yang paling kecil.


b. Schwartzs Bayesian Criterion
Pada tahun 1978, Schwartz mengusulkan pemilihan model dengan
Bayesian Criterion yang dinamakan SBC (Schwartzs Bayesian Criterion) yang
dirumuskan sebagai berikut:
ib = c ln ef$ + g ln c
dimana,
M : banyaknya parameter dalam model
n : banyaknya observasi
h 2 : estimasi dari Mean Squre Error


(3.18)

27

Dengan kriteria memilih nilai SBC yang paling kecil.


c. Mean Square Error (MSE)

MSE =

SSE
(n n p )

(3.19)

dimana,
n

SSE = e i

i =1

n : banyaknya observasi
np: banyaknya parameter yang diestimasi

Pada tugas akhir ini, kriteria yang digunakan untuk pemilihan model
terbaik adalah metode AIC.

3.2.5. Peramalan Model ARFIMA


Seperti pada pembahsan sebelumnya, misalkan Z = ( Z1 , Z 2 ,..., ZT ) ' adalah
nilai-nilai pengamatan setelah estimasi. Diasumsikan Zt adalah stasioner dan
d > -1, maka prediksi linear terbaik dari ZT+h adalah

ZT + h = [r (T 1 + h)...r (h)]{[r (0),..., r (T 1)]}1 Z = q ' Z

(3.20)

yang terdiri dari kebalikan fungsi autokovarian dikalikan dengan data aslinya
yang diboboti oleh korelasinya. Mean Square Error peramalan adalah

MSE ( ZT + h ) = a2 [r (0) r ' q)] .

(3.21)

28

3.3. Model ARCH


Model Autoregressive Conditional Heteroskedastic (ARCH) pertama kali
diperkenalkan oleh Engle (1982) merupakan teknik pemodelan yang dilakukan
apabila terdapat heteroskedastisitas dalam varian residual, yaitu dengan
memodelkan mean dan varian secara simultan sebagai suatu deret waktu. Model
ARCH adalah suatu kasus residual model ARIMA Box-Jenkins yang sudah
memenuhi asumsi dasar white noise, tetapi dalam kuadrat residualnya
menunjukkan adanya perubahan varian.
Dalam suatu variabel random proses residual yang memiliki bentuk
at = t ht , dimana t adalah proses white noise dengan mean nol dan variansi 1,
maka mean  = 0, karena ;( ) = 0 dan varian bersyarat sama dengan  , yaitu

;($ ) = .

Bentuk umum model ARCH(p) adalah :


p

h t = + i a t i .
2

(3.22)

i =1

Dalam persamaan (3.22),

2
t 1

sampai

2
t p

mempunyai efek langsung

terhadap at2 sehingga varian bersyarat identik seperti proses AR orde p. Dengan
menggunakan operator lag atau backshift B pada waktu t, model ARCH(p) dapat
ditulis sebagai :
 = k0 + k()2
dimana,
k() = &lm# "l  l .

(3.23)

29

3.4. Model GARCH


Pengembangan model ARCH dinamakan Generalized Autoregressive
Conditional Heteroskedasticity (GARCH) yang diperkenalkan oleh Bollerslev
(1986). Model GARCH (p,q) dapat diekspresikan sebagai berikut:
p

= + i a t i +

dimana

i =1

j =1

t j

= 0, i 0, j 0 dan

(3.24)
max( p , q )

i =1

( i + i ) < 1. Dengan menggunakan

operator lag atau backshift B, model GARCH (p,q) dapat ditulis sebagai:
 = n + k()2 + o(),

(3.25)

dimana k() = lm# "l  l dan o() = lm# ol l .


&

Proses stasioner terpenuhi ketika (1) + (1) < 1 . Proses ini dapat ditulis
sebagai bentuk ARMA, sehingga bentuk (3.25) dapat ditulis sebagai:
[1 ( B ) ( B )]at2 = + [1 ( B )](at2 ht ) .

(3.26)

3.5. Model IGARCH


Jika polinomial [1 ( B ) ( B )] memliki akar-akar di luar lingkaran satuan ,
maka Engle dan Bolleslev (1986) mendefinisikan model IGARCH (p,q) sebagai
(1 B ) ( B )at2 = + [1 ( B )](at2 ht )
(1 B ) ( B )at2 = + [at2 ht ( B )at2 + ( B )ht ]
(1 B ) ( B )at2 = + [at2 (1 ( B )) ht (1 ( B))]
ht (1 ( B )) = + at2 (1 ( B )) (1 B ) ( B )at2
ht =

+ at2 [(1 ( B)) (1 B) ( B)]


(1 ( B ))

ht = (1 ( B )) 1 + {[1 ( B )(1 B ) ( B )](1 ( B ))1}at2

(3.27)

30

dimana ( B) = [1 ( B) ( B)](1 B)1 dan ini adalah orde {m-1}.

3.6. Model FIGARCH


Jika ditambahkan d berupa bilangan real pada operator diferensi pertama,
maka Bailei, Bollerslev dan Mikkelsen (1996) memperkenalkan Fractionally
Integrated

Generalized

Autoregressive

Conditional

Heteroskedasticity

(FIGARCH), dengan model, sebagai berikut:

(1 B) d ( B)at2 = + [1 ( B)](at2 ht )
(1 B) d ( B)at2 = + [at2 ht ( B)at2 + ( B )ht ]
(1 B) d ( B)at2 = + [at2 (1 ( B)) ht (1 ( B))]
ht (1 ( B)) = + at2 (1 ( B)) ( B)(1 B)d at2
ht =

(3.28)

+ at2 [(1 ( B)) ( B)(1 B)d ]


(1 ( B))

ht = (1 ( B)) 1 + {[1 ( B )(1 B) d ( B)](1 ( B )) 1}at2


dimana, 0<d<1, ( B) = [1 ( B) ( B)](1 B)1 dan ini adalah orde {p-1}.

3.6.1. Identifikasi dan Pengujian Model FIGARCH


Fungsi autokorelasi dan fungsi autokorelasi parsial yang berasal dari
residual model ARFIMA, perlu dilakukan pengujian untuk mendeteksi adanya
autokorelasi. Untuk mengujinya digunakan uji Ljung-Box Q.
Tahap pengujian tersebut adalah:
a. Perumusan Hipotesis

H 0 : 1 = 2 = 3 = K = k = 0
H1 : minimal ada satu i 0, i = 1, 2,K, k (terdapat proses FIGARCH)

31

b. Statistik uji
K

Qk = T (T + 2)
i =1

i2
(T K )

(2K p q )
(3.29)

c. Kriteria Pengujian
Tolak H0 jika Qk > 2 ;( K p q ) .

3.6.2. Taksiran Parameter Model FIGARCH


Pendekatan yang paling umum untuk menaksir model ARCH dengan
mengasumsikan adanya kenormalan dalam prosesnya. Dengan asumsi tersebut,
Maximum Likelihood Estimation (MLE) untuk parameter proses FIGARCH yang
didasarkan pada sample {a1 , a2 ,K, aT } diperoleh dengan memaksimumkan fungsi
berikut:
1
1 T
log Q( ; a1 , a2 ,..., aT ) = log(2 ) (log ht + at2 ht )
2
2 t =1

(3.30)

dimana = ( , d , 1 ,..., p , 1 ,..., q ) .


Model ARCH (1) ekivalen dengan model GARCH (p,q) dengan p = 1,
dan

q = 0 yang memiliki persamaan ht = 0 + 1at21 . Estimasi parameter 0

dan 2 dapat diperoleh dari derivative fungsi loglikelihood

log L
log L
dan
0
1

masing-masing yaitu,
1
at2
log L
1 T
1 T
= 0 + 1at21
=0
2
0
2 t =1
2 t =1 0 + 1at 1
1
at21at2
log L
1 T
T
1 T
= at21 0 + 1at21
=0
2 2
1
2 t 1
t =1
2 t =1 [ 0 + 1at 1 ]

(3.31)

32

Sedangkan model IGARCH (1,1) ekivalen dengan model FIGARCH


(p,d,q) dengan p = 1, d = 0 dan q = 1 yang memiliki persamaan
ht = 0 + 1at21 + 1ht 1 . Estimasi parameter 0 , 1 , dan 1 dapat diperoleh dari

turunan fungsi log-likelihood

log L log L
log L
,
dan
masing-masing, yaitu
0
1
1

1 T
1 1 1 T at2 (1 1 )
log L
=
=0

2 t =1 0 + 1at21 2 t =1 0 + 1at21
0
1
1 T a 2 a 2 (1 )
1 T 2
log L
T
2
1
= at 1 (1 1 ) 0 + 1at 1 t 1 t
=0
2
2
1
2 t =1
2
t =1 + a
t =1

1 t 1
0

(3.32)

at2
log L
1 T
1 1 T
=
=0
+
1
2 t =1 (1 1 ) 2 t =1 0 + 1at21
(Laurent dan Peter, 2002).

3.6.3. Peramalan Model FIGARCH


Untuk kasus GARCH (p,q), peramalan optimal h-tahap dari varian
p

t =1

t =1

bersyarat, yaitu ht + h|t diberikan oleh ht = + i at2+ h i|t + j ht + h i|t

(3.33).

Dengan cara yang sama, dapat diperoleh peramalan h langkah ke depan


varian bersyarat dari FIGARCH. (Laurent dan Peter, 2002)

Das könnte Ihnen auch gefallen