Sie sind auf Seite 1von 16

Pengertian

Amenore sekunder adalah berhenti haid setelah menarche atau pernah mengalami haid tetapi berhenti
berturut-turut selama 3 bulan.
Amenore sekunder

adalah

tidak haid selama 6

bulan pada wanita yang

sebelumnya

pernah

mengalami haid teratur atau selama 12 bulan pada wanita yang mempunyai haid tidak teratur.
Amenore sekunder adalah berhenti haid selama 6 bulan atau lebih pada wanita yang sudah pernah
mengalami haid dan bukan pada wanita yang tidak hamil, menyusui atau menopause.
Insidensi
Angka kejadian amenore sekunder sekitar 1-3 persen pada wanita usia reproduksi.
Penyebab
Penyebab amenore sekunder banyak sekali, antara lain:
1.

Sindrom ovarium polikistik.

2.

Obesitas.

3.

Penurunan berat badan yang drastis.

4.

Kecemasan dan stres emosional.

5.

Olahraga yang berlebihan.

6.

Kehamilan.

7.

Menopause.

8.

Disfungsi tiroid.

9.

Tumor otak.

10.

Kegagalan dilatasi dan kuretase.

11.

Pengurangan lemak tubuh 15-17 persen.

12.

Konsumsi hormon tambahan.

13.

Konsumsi obat-obatan (bisulfan,

klorambusil,

siklofosfamid,

fenotiazin,

pil kontrasepsi,hormon terapi).


14.

Kelainan pada rahim seperti mola hidatidosa dan sindrom Asherman (pembentukan jaringan
parut pada lapisan rahim akibat infeksi atau pembedahan).

15.

Kelainan endokrin (peningkatan aktivitas kelenjar adrenal yang menyebabkan sindromcushing).

Gambar. Contoh
penyebab amenore sekunder
Gejala
Gejala amenore sekunder adalah sebagai berikut:
1.

Pernah mengalami haid.

2.

Tidak mengalami haid selama 6 bulan atau lebih.

3.

Sakit kepala.

4.

Galaktore.

5.

Peningkatan atau penurunan berat badan.

6.

Vagina kering.

7.

Hirsutisme.

8.

Penglihatan kabur atau kehilangan penglihatan (disebabkan oleh tumor pituitari).


Prognosis
Prognosis tergantung pada penyebabnya.
Kemungkinan Komplikasi
Kemungkinan komplikasi yang

dapat

ditimbulkan

akibat amenore sekunder

tergantung

dari

penyebabnya.
Misalnya: penyebab dari amenore sekunder adalah kelainan pada rahim, maka kemungkinan dapat
menyebabkan kanker rahim.
Pemeriksaan dan

Tes

Pemeriksaan fisik, pemeriksaan panggul maupun tes kehamilan harus dilakukan untuk menjauhkan dari
diagnosa kehamilan. Tes darah yang dapat dilakukan untuk mengecek kadarhormon, antara lain:
1.

Follicle stimulating hormone (FSH).

2.

Luteinizing hormone (LH).

3.

Prolactin hormone (hormon prolaktin).

4.

Serum hormone (seperti kadar hormon testoteron).

5.

Thyroid stimulating hormone (TSH).


Tes lain yang dapat dilakukan, meliputi:

1.

Biopsi endometrium.

2.

Tes genetik.

3.

MRI.

4.

CT scan.
Penanganan
Penanganan amenore sekunder
Sebagai

contoh:

jika

tergantung

penyebab amenore sekunder

dari
adalah

penyebabnya.

hipotiroid (hypothyroidisme),

pengobatannya adalah suplemen tiroid.


Referensi
nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001219.htm diunduh 16 Mei 2010, 11:39 PM.
advancedfertility.com/amenor.htm diunduh 16 Mei 2010, 11:54 PM.
medicastore.com/penyakit/563/Amenore_tidak_menstruasi.html diunduh 16 Mei 2010, 11:58 PM.

maka

MENORHEA ( TIDAK DAPAT MENSTRUASI )

Gangguan menstruasi atau haid merupakan keluhan yang banyak dijumpai di poloklinik endokrinologi
ginekologi. Untuk menentukan gangguan atau penyakit yang mendasari terjadinya gangguan haid, maka
harus memahami patofisiologi gangguan haid, sehingga dapat ditentukan diaganosa dan penanganan
yang rasional 1.
Menstruasi merupakan perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus wanita usia reproduksi
akibat terlepasnya jaringan endometrium. Hal ini merupakan gambaran kematangan seorang wanita dan
menandakan awal dan akhir fungsi ovarium. Menstruasi merupakan proses yang kompleks meliputi
proses biofisik dan biokimia dan interaksi beberapa hormon, faktorautocrine dan paracrine, fungsi sel
reseptor target pada uterus, ovarium, hipofisis, hipotalamus dan susunan sarap pusat. Gangguan pada
salah satu kompartemen siklus haid menyebabkan gangguan haid dan salah satu gangguan haid yang
banyak dijumpai adalah amenorea 1,2,3.
Defenisi secara umum amenorea merupakan keadaan tidak haid sedikitnya tiga bulan berturutturut pada seorang wanita usia reproduksi yang pernah mengalami haid sebelumnya atau seorang wanita
yang belum pernah haid pada usia 16 tahun. Amenorea secara umum dibedakan atas amenorea
fisiologik, seperti usia prapubertas, hamil, menyususi dan sesudah menopouse; dan amenorea patologik
yang terdiri atas amenorea primer dan sekunder1,2,3. Dalam referat ini akan dibahas mengenai amenorea
patologik.

PEMBAHASAN
Pengaruh lingkungan luar berupa kegiatan fisik, psikis, cahaya dan bau-bauan melalui korteks
serebri akan merangsang hipotalamus menghasilkan beberapa hormon seperti FSH-RH yang
merangsang hipofisis mengeluarkan FSH, LH-RH merangsang pengeluaran hormon LH yang kemudian
merangsang pematangan sel telur di ovarium. Dibawah pengaruh estrogen dan progesteron yang
dihasilkan korpus luteum, maka apabila tidak terjadi pembuahan, korpus luteum akan mengalami
degenerasi dan kadar estrogen dan progesteron manurun, sehingga terjadi pelepasan endometrium yang
kemudian dikeluarkan melalui rongga rahim, endoserviks dan vagina. Proses ini diatur oleh suatu sistim
yang kompleks dan terintegrasi dengan baik antara faktor biofisik dan biokimia 1,2,3 .
Secara fisiologi ada empat kompartemen yang berperan dalam proses haid dan keempat
kompartemen inilah yang menjadi dasar untuk mengevaluasi terjadinya amenorea 1, yaitu :
I.

Kompartemen I : kelainan di saluran keluar kelamin sebagai target organ (uterus dan vagina).

II.

Kompatemen II : kelainan di ovarium

III.

Kompartemen III : kelainan di anterior hipofisis

IV.

Kompaetemen IV : kelainan karena faktor susunan sarap pusat (hipotalamus)


Etiologi amenorea adalah sangat kompleks, selain disebabkan kelainan endokrinologi bisa juga
disebabkan faktor psikis atau penyakit sistemik lain. Secara umum penyebeb amenorea dibagi dalam
sebelas bentuk2 :
No

Kelompok

Penyebab

Penyebab secara umum

Pubertas tarda
Insufisiensi kelenjar hipofisis
Penyakit Non endokrinologik
Penyakit kronik
Intoksikasi
Kurang gizi
Kerja berat

II

Penyebab di vagina

Tidak ada uterus (total/partial)

Atresia himen
III

Penyebab di uterus

Tidak ada uterus


Kelainan congenital
Uterus hipoplasi
Atresia serviks
Atresia cavum uteri
Kerusakan
endometrium
akibat
kuretase, infeksi dan obat-obatan

IV

Penyebab di ovarium

Tidak ada ovarium


Hipogenesis ovarium
Pengangkatan ovarium
Ovarium polikistik
Insufisiensi ovarium (penyinaran)
Folikel persisten
Tumor ovarium

Penyebab di hipofisis

Insufisiensi sekunder : tumor, trauma,


post partum (Sindrom Sheehan)

VI

Penyebab di ensefal

Insufisiensi sekunder : tumor , trauma,


kegemukan,
kekurusan
(anoreksia
nervosa)

VII

Penyebab di korteks

Trauma psikis

VIII

Penyebab di adrenal

Sindrom adrenogen akibat insufisiensi


suprarenal dan tumor

IX

Penyebab di kelenjar tiroid

Hipotiroid/hipertiroid

Penyebab di pancreas

Kekurangan insulin

XI

Obat-obatan

Steroid
seks
atau
meningkatkan kadar PRL

obat

yang

Pemeriksaan dan penanganan amenorea


a.

Anamnesis

Apabila dijumpai amenorea yang pertama adalah menyingkirkan kemungkinan adanya kehamilan.
Selanjutnya dilakukan anamnesis umur, usia menars, menstruasi terakhir, riwayat kelainan genetik dalam
keluarga, gangguan psikis atau stress emosional, aktifitas fisik berlebihan, menderita penyakit diabetes
mellitus, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi tiroid, diet, penambahan atau pengurangan berat badan,
penggunaan psikofarmaka, obat-obatan untuk menurunkan atau menaikkan berat badan dan obat-obatan
tradisional. Selain itu ditanyakan perubahan dan timbulnya tanda-tanda seks sekunder serta keluarnya air
susu ibu diluar masa purperium1,2,3,6.

b. Pemeriksaan fisik
Meliputi pemeriksaan berat badan, tinggi badan, status gizi, pertumbuhan payudara, tanda-tanda
seks sekunder seperti pertumbuhan rambut pubis dan ketiak, perut membesar, jerawat, ketombe,
pembesaran klitoris, deformitas toraks, bukti adanya penyakit SSP dan galaktorea (keluarnya air susu
diluar masa purperium) 1,2,3,6.

Pemeriksaan ginekologi
Pada pemeriksaan penderita amenorea sangat penting disingkirkan kemungkinan kehamilan.
Pemeriksaan meliputi pemeriksaan genitalia eksterna dan interna, termasuk tanda-tanda seks sekunder.
Langkah pertama untuk mencari penyebab amenorea, setelah kemungkinan kehamilan dapat
disingkirkan adalah melakukan pemeriksaaan hormon TSH, prolaktin, dan uji progesteron. Apabila
dijumpai galaktorea maka perlu dilakukan pemeriksaan hormon TSH, prolaktin dan rongent sella tursica.
Tujuan pemeriksaan uji progesteron adalah untuk mengetahui kadar estrogen endogen dan saluran
keluar alat reproduksi wanita. Bila kadar TSH meningkatkan maka segera dapat ditegakkan diagnosis
hipotiroidisme. Kadar TSH dan prolaktin yang normal disertai adanya perdarahan withdrawal mengarah
pada diagnosis tidak adanya ovulasi. Kadar prolaktin yang normal dapat menyingkirkan kemungkinan
adanya tumor hipofise1.
Langkah kedua bertujuan mencari penyebab perdarahan withdrawal negatif yaitu : dengan
pemberian estrogen konjugasi diikuti dengan uji progesteron. Bila tidak ada perdarahan withdrawal maka
diagnosis adanya defek pada kompartemen I (endometrium dan saluran keluar) dapat ditegakkan 2.
Langkah ketiga bertujuan mencari penyebab ketidakmampuan pasien memproduksi estrogen
yang memadai berasal dari defek pada kompartemen II (ovarium) atau kompartemen III dan IV (aksis
SSP-hipofise). Untuk memproduksi estrogen, diperlukan ovarium yang mengandung folikel normal dan
gonadotropin dalam jumlah yang memadai untuk merangsang folikel. Pengambilan darah untuk

menentukan kadar gonadotropin harus dilakukan 2 minggu setelah pemberian estrogen konjugat dan uji
progesteron. Kadar FSH dan LH rendah sampai normal dihubungkan dengan amenorea hipotalamik
sedangkan kadar FSH dan LH yang tinggi dihubungkan dengan kegagalan ovarium 1.
Kondisi Awal
Wanita dewasa normal

Pada keadaan hipogonadotropik :

FSH serum
5 30 IU/L, dengan
kadar puncak saat
ovulasi mencapai 2X
kadar basal

LH serum
5 20 IU/L dengan
kadar puncak saat
ovulasi mencapai 3X
kadar basal

< 5 IU/L

< 5 IU/L

> 30 IU/L

> 40 IU/L

masa pubertas
disfungsi hipotalamus-hipofise
Pada keadaan hipergonadotropik :
masa postmenopause
oophorektomi dan kegagalan
ovarium

Wanita dengan amenorea sekunder


Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan ginekologi dan tidak ditemukan kelainan
organis, dilakukan uji progesteron (Uji P). Diberikan progesteron (medroksi progesteron asetat/MPA, atau
noretisteron atau hidrogesteron) dengan dosis 2 x 5 mg selama 7 hari. Uji P positif bila perdarahan terjadi
3 4 hari kemudian. Bila setelah 2 3 hari pemberian progesteron sudah terjadi perdarahan, maka
progesteron tidak dilanjutkan. Uji P positip berarti uterus dan endometrium normal, vagina dan himen
normal, ada ovarium dengan pertumbuhan folikel yang normal dan secara tidak langsung dapat diartikan
fungsi hipofisis dan fungsi hipotalamus normal. Amenorea pada wanita dengan uji P positip terjadi karena
disregulasi hipotalamus hipofisis, kemungkinan besar karena gangguan sisitim umpan balik poros
hipotalamus hipofisis. Bila kadar FSH dan prolaktin normal, tetapi LH tinggi kemungkinan wanita
tersebut menderita sindroma ovarium polikistik1,2,3.

Wanita dengan uji Progesteron negatif dilakukan uji estrogen +


progesteron dengan memberikan estogen (estrogen konjugasi atau
estrogen valerinat atau etinilestradiol) 1 x 1 tablet perhari selama 21
hari dan pemberian progesteron 5 10 mg perhari pada hari ke-12
21. Uji estrogen dan progesteron paling sederhana adalah dengan
pemberiaan pil KB. Uji estrogen + progesteron positip apabila 2 3
hari terjadi perdarahan. Apabila uji estrogen + progesteron positip
berarti wanita tersebut hipoestrogen pengobatan dilanjutkan dengan
pemberiaan estrogen selama 25 hari dan dari hari ke-19 25
diberikan progesterone 1,2,3,4,5.
Uji E + P positip artinya wanita tersebut hipoestrogen karena terganggunya
pembentukan

estrogen

di

folikel.

Untuk

mengetahui

penyebab

terganggunya

pembentukan estrogen di folikel dilakukan pemeriksaan hormon FSH, LH.dan


prolaktin. Apabila uji estrogen + progesteron negatip sebaiknya dilakukan pemeriksaan
lanjutan untuk mencari penyebab gangguan tersebut1,2,3,4,5.
Wanita dengan uji Progesteron positif yang belum menginginkan anak diberikan
progesteron dari hari ke-16 sampai hari ke-25 siklus haid, diberikan selama 3 siklus
berturut-turut. Setelah itu dilihat apakah siklus haid menjadi normal kembali, bila
kemudian terjadi lagi gangguan haid atau amenorea, maka perlu pemeriksaan lanjutan
untuk mencari penyebab amenorea tersebut. Wanita yang ingin punya anak tidak
dianjurkan pemberian progesteron, tetapi dianjurkan pemberiaan obat-obatan pemicu
ovulasi seperti klomifen sitrat, epimestrol ataupun gonadotropin1,2,3,4,5.

Uji hMG
Dilakukan bila FSH dan LH sangat rendah, maka dilakukan uji hMG untuk memicu fungsi ovarium,
dimana ovarium yang normal akan memproduksi estrogen yang dapat diperiksa melalui urin atau darah.

Hasil uji hMG positif : amenorea terjadi karena kurangnya produksi gonadotropin di hipofisis atau
produksi LH-RH di hipotalamus atau gangguan sentral.
Hasil uji hMG negatif : ovarium tidak memiliki folikel atau memiliki folikel tetapi tidak sensitip terhadap
gonadotropin, seperti pada sindroma ovarium resisten 2,5.
Bila FSH, LH normal sampai rendah dan prolaktin tinggi, maka diagnosis adalah amenorea
hiperprolaktinemia dengan salah satu penyebab adalah tumor hipofisis (prolaktinoma). Pada amenorea
normoprolaktin kadar prolaktin, FSH dan LH normal, maka selanjutnya dilakukan uji stimulasi dengan
klomifen sitrat (uji klomifen) dengan memberikan 100 mg/ hari selama 5 10 hari. Uji klomifen positif bila
setelah hari ketujuh pemberiaan klomifen terjadi peningkatan kadar FSH,LH dan estradiol. Hal ini
menunjukkan fungsi hipofisis normal. Uji klomifen negatif selanjutnya dilakukan uji stimulasi dengan LHRH untuk mengetahui fungsi parsial adenohipofisis, apakah sel-sel yang memproduksi FSH dan LH
mampu mengeluarkan FSH dan LH bila diberikan LH-RH dari luar. Uji LH-RH dikatakan positif bila
dijumpai kadar FSH dan LH normal atau tinggi setelah pemberian LH-RH dari luar. Hal ini berarti
amenorea terjadi karena gangguan di hipotalamus, sedangkan apabila uji LH RH negatip berarti
gangguan terjadi di hipofisis.

Amenorea Primer
Definisi amenorea primer adalah seorang wanita yang belum pernah haid pada usia 14 tahun
dengan pertumbuhan seksual sekunder belum tampak atau telah mencapai usia 16 tahun dengan
pertumbuhan seksual sekunder yang sudah tampak.
Untuk mendiagnosis amenorea primer selain dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan ginekologis, maka sangat penting dilakukan pemeriksaan kariotip (sitogenetik).

Amenorea Sekunder
Definisi amenorea sekunder adalah seorang wanita usia reproduksi yang pernah mengalami haid
namun haid berhenti tiga bulan berturut-turut.
Pembagian berdasarkan penyebabnya sesuai dengan fisiologi haid, maka ada empat kompartemen
yang mengalami gangguan sehingga terjadi amenorea, yaitu :

I.

Kompartemen IV susunan saraf pusat


a. Amenorea hipotalamik4
Adalah suatu sindroma klinis yang ditandai dengan amenorea, hipoestrogenisme dan serum
gonadotropin normal atau rendah.. Kelainan ini ditandai dengan pola sekresi berdenyut GnRH endogen

yang abnormal oleh karena gangguan fungsional mekanisme saraf (sistim neurotransmiter pusat).
Neurotransmiter yang turut mempengaruhi sekresi GnRH adalah opioid endogen seperti beta endorphin.
Selama siklus menstruasi yang normal terbukti terjadi peningkatan kadar beta endorphin mencapai
maksimal pada saat pre ovulasi dan akan mengalami penurunan segera setelah terjadi ovulasi.
Peningkatan sekresi opioid diduga menyebabkan terjadi amenorea hipotalamik pada beberapa wanita,
karena blokade pada reseptor opiat terbukti meningkatkan frekuensi dan amplituda sekresi LH. Penelitian
dengan immortalized human GnRH-secreting neuron cell lines menunjukkan sel neuron yang mensekresi
GnRH memiliki reseptor opiat dan penelitian lain pada hewan coba menunjukkan bahwa blokade pada
reseptor tersebut dapat merangsang terjadinya amenorea. Timbulnya amenorea hipotalamik yang
ditandai dengan perubahan sekresi LH yang berfluktuasi tersebut menggambarkan hipersensitivitas
neuron yang mensekresi GnRH terhadap perubahan kadar opioid. Pada wanita dengan amenorea
hipotalamik, sekresi LH yang berfluktuasi tersebut tidak cukup untuk merangsang terjadinya ovulasi
maupun folikulogenesis.. Sekresi GnRH dipengaruhi juga oleh norepinephrine. Diduga opiat endogen
menekan rangsangan norepinephrine pada neuron hipotalamus untuk mensekresi GnRH.
Gaya hidup yang sering dihubungkan dengan terjadinya amenorea hipotalamik seperti olah raga, stres
dan penurunan berat badan terbukti merangsang perubahan kadar beta endorphin plasma yang akan
mempengaruhi neuron yang mensekresi GnRH pada hipotalamus. Di Amerika Serikat amenorea
hipotalamik ini diperkirakan 48% sebagai penyebab amenorea sekunder dan mempunyai makna klinis
yang penting karena hipoestrogenisme yang terjadi dihubungkan dengan penurunan densitas tulang atau
osteoporosis.
Penanganan amenorea hipotalamik tergantung dari faktor penyebab yang mendasarinya.
Penyebab organik diobati dengan mengkoreksi penyebabnya, sedangkan kelainan fungsional dapat
diobati dengan konseling, psikoterapi, misalnya dengan miminimalkan stresor lingkungan dan mengubah
gaya hidup serta penggunaan obat-obat psikofarmaka. Pemberian estrogen dan progesteron siklik dapat
diberikan agar wanita tersebut tetap berfungsi sebagai wanita.

b.

Anoreksia Nervosa
Suatu gangguan tingkah laku yang berat dimana terjadi perubahan endokrin sekunder sebagai
akibat gangguan psikologis dan gizi, ditandai oleh malnutrisi yang berat dan hipogonadotropisme.
Penanganan psikiatrik dengan psikoterapi dan obat-obatan antidepresan serta perawatan di rumah sakit.

c.

Amenorea pada atlet


Amenorea terjadi oleh karena aktifitas fisik yang berat dan terjadi kehilangan berat badan.
Umumnya kelainan menstruasi ini akan hilang dengan mengurangi aktifitas fisik dan kembali keberat
badan alami.

II. Kompartemen III Hipofisis (Amenorea hipofisis)

Kecurigaan adanya gangguan pada kompartemen III terlebih dahulu harus difokuskan pada adanya
tumor hipofise. Kecurigaan adanya tumor hipofise meningkat bila dalam pemeriksaan dijumpai tanda
klinis akromegali (karena sekresi hormon pertumbuhan yang berlebihan) dan penyakit Cushings (karena
sekresi ACTH yang berlebihan). Amenorea dan atau galaktorea dapat mengawali tanda klinis akromegali
dan penyakit Cushings. Sebagian besar penderita dengan adenoma hipofise mengalami penurunan
kadar gonadotropin karena tekanan tumor pada hipofise dan peningkatan sekresi prolaktin (akibat
ketidakmampuan dopamin mencapai hipofise anterior) 1,2,3.
Penyebab lain amenorea hipofisis adalah adanya guma, tuberkuloma dan deposit lemak pada
hipofise, serta insufisiensi hipofise akibat iskemia dan infark karena perdarahan (sindroma Sheehan).

Adenoma Hipofise yang mensekresi Prolaktin


Merupakan adenoma hipofise yang paling seringditemukan. Hanya 1/3 wanita dengan kadar
prolaktin tingi akan mengalami galaktorea. Amenorea karena kadar prolaktin yang tinggi terjadi karena
hambatan sekresi pulsatil GnRH oleh prolaktin. Terapi yang diberikan adalah pengangkatan tumor atau
supresi sekresi prolaktin dengan pemberian dopamin agonis (bromokriptin). Bromokriptin akan berikatan
dengan reseptor dopamin dan akan bekerja menyerupai fungsi dopamin menghambat sekresi prolaktin.
Penanganan amenorea hupofisis dengan memberikan hormon yang kurang dan pemberian
steroid seks secara siklik.

Sindroma Amenorea Galaktorea


Merupakan kumpulan gejala klinis berupa amenorea dengan atau tanpa galaktorea sebagai
akibat peningkatan kadar prolaktin. Prolaktin dihasilkan di anterior hipofisis dan pengeluaranya
dipengaruhi oleh prolactin inhibiting factor (PIF). Hiperprolaktinemia terajadi karena PIF tidak berfungsi
pada keadaan-keadaan sebagai berikut : sekresi PIF berkurang karena gangguan hipotalamus, obatobatan yang menghambat kerja PIF (fenotiazin, transquilizer atau psikofarmaka lain), estrogen,
domperidone, simetidin, kerusakan system vena portal hipofisis, prolaktinoma dan hipertiroid. Sebagai
akibat hiperprolaktinemia menyebabkan sekresi FSH dan LH berkurang, berkurangnya sensitivitas
ovarium terhadap FSH dan LH, memicu produksi air susu dan sintesis androgen di suprarenal serta
osteoporosis. Hiperprolaktinemia yang berkepanjangan akan menyebabkan atrofi sel-sel hipofisis
penghasil gonadotropin1,2,3.
Diagnosis sindroma amenorea galaktorea adalah berdasarkan timbulnya gejala klinis amenorea
dengan atau tanpa galaktorea, keluhan sakit kepala dan gangguan penglihatan. Pada pemeriksaan
laboratorium dijumpai serum prolaktin diatas normal( > 5 25 ng/ml), apabila serum prolaktin > 100 ng/ml
kemungkinan dijumpai prolaktinoma. Bila diduga prolaktinoma maka dapat dilakukan uji provokasi,
antara lain :

1. Uji dengan TRH : pemberian 100 500 ug TRH intravena tidak menunjukkan perubahan kadar
prolaktin maka kemungkinan suatu prolaktinoma.
2

Uji dengan simetidin : apabila pemberian 200 mg simetidin IV tidak menimbulkan peningkatan prolaktin.

Uji dengan domperidon : pemberian domperidon 10 mg iv tidak menyebabkan peningkatan prolaktin.


Jenis Pemeriksaan

Kadar Prolaktin

Prolaktinoma

Tanpa prolaktinoma

Uji TRH

Tidak meningkat

Meningkat 4-14 kali

Uji Simetidin

Tidak meningkat

Meningkat
normal

Uji Domperidon

Tidak meningkat

Meningkat 8-11 kali

di

atas

kadar

Pada prolaktinoma sebaiknya dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI.


Obat yang paling banyak digunakan pada sindroma amenorea galaktorea adalah bromokriptin
dengan dosis 1 x 2,5 mg pada kadar prolaktin 25 40 ng/ml atau 2 x 5 mg pada kadar prolaktin 50 ng/ml.
Pemberiaan bromokriptin harus dilakukan pengawasan yang baik sehingga kadar prolaktin serum tidak
berada dibawah nilai normal yang dapat mengganggu fungsi korpus luteum. Efek samping bromokriptin
yang sering timbul adalah mual, pusing dan hipotensi. Pada penderita hiperprolaktinemia tanpa
galaktorea maka pemberian bromokriptin tidak akan memberi efek apapun.

Amenorea hipogonadotrop dengan atau tanpa tumor hipofisis


Bila hormon FSH, LH dan prolaktin normal, penyebabnya adalah insufisiensi hipotalamus hipofisis yang
bisa disebabkan tumor hipofisis dan untuk membuktikannya perlu pemeriksaan radiologik.

Amenorea hipergonadotrop
Bila hormon FSH dan LH tinggi, prolaktin normal maka penyebab amenorea adalah di ovarium oleh
karena insufisiensi ovarium, misalnya pada menopause prekok. Selanjutnya perlu dilakukan biopsi
ovarium melalui laparoskopi.

III. Kompartemen II : Amenorea Ovarium1


Penyebab amenorea pada ovarium adalah tidak terbentuknya kedua ovarium atau hipogenesis
ovarium seperti pada sindroma Turner, pengangkatan kedua ovartium, ovarium polikistik, insufisiensi
ovarium karena radiasi, sindroma ovarium resisten gonadotropin, folikel persisten, tumor ovarium dan
beberapa gangguan ekstragonad yang mengganggu fungsi ovarium, seperti : gangguan fungsi tiroid,
diabetes mellitus, kekurusan (underweight), kegemukan (overweight), trauma psikogen. Penderita
amenorea ovarium umumnya infertile dengan gambaran seks sekunder kurang terbentuk.
Pengobatan untuk menekan sekresi FSH dapat diberikan estrogen dan progesteron atau
estrogen saja secara siklik, bisa juga dengan pemberian GnRH analog selama 6 bulan.

IV. Kompartemen I : Amenorea akibat gangguan di saluran keluar kelamin wanita atau uterus (amenorea
uteriner)1
Penyebab amenorea uteriner adalah aplasia uteri dan vagina, uterus hipoplasi, kelainan
congenital, atresia serviks, atresia cavum uteri, kerusakan endometrium akibat kuretase, infeksi dan obatobatan. Pada kasus atresia himen darah haid tidak dapat keluar, sehingga dapat terjadi pengumpulan
darah haid di vagina (hematokolpos) atau di uterus (hematometra) atau di tuba (hematosalping).

Asherman Syndrome
Sindroma yang terjadi karena destruksi endometrium serta tumbuhnya perlekatan pada dinding
kavum uteri sebagai akibat kerokan yang berlebihan, biasanya pada abortus atau postpartum. Penderita
biasanya menderita amenorea sekunder, selain dapat terjadi abortus, dismenorea, hipomenorea dan
infertilitas dan untuk diagnosis pasti dapat dipastikan dengan histerogram. Diagnosis dengan
histeroskopi lebih akurat dan dapat mendeteksi perlekatan minimal pada dinding kavum uteri yang tidak
terdeteksi dengan histerogram.
Penanganan sindroma asherman adalah melepaskan perlekatan dengan dilatasi serta kuretase
atau histeroskopi dengan menghilangkan perlekatan memberi hasil yang lebih baik dan untuk mencegah
perlekatan berulang dengan pemasangan IUD atau pediatric foley catether , serta pemberian antibiotika
spectrum luas dan estrogen selama dua bulan.

Mullerian anomali atau agenesis


Kelainan perkembangan tuba mulleri baik total atau sebagian. Keadaan ini perlu difikirkan pada penderita
amenorea tanpa riwayat perdarahan pervaginam.

Feminisasi testikular

Suatu pseudohermafrodit pria dengan testis dan kariotipe XY. Ditandai amenorea primer, tidaka ada
uterus dan tidak adanya rambut pubis dan aksila.

KEPUSTAKAAN :
1.
Speroff L, Glass R H, Kase N G, 1993. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility,
th
5 edition, William & Wilkins, Philadelphia. 401 454.
2.
Baziad A, Surjana E J, 1993. Pemeriksaan dan Penanganan Amenorea, edisi pertama, KSERI,
Jakarta, 35 56.
3.
Rebar R W, Disorders of Menstruation, Ovulation, and Sexual Response, Principles and Practise
of Endocrinology and Metabolism, 2nd edition, J>B> Lippicott Company, Philadephia. 880 97.

4.
Perkins R B, Hall J E, Martin K A, 1999. Neuroendocrine Abnormalities in Hypothalamic
Amenorea, The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism, The Endocrine Society.
5.
Santiago L P, 1993. Primary Amenorea and Secondary Amenorea, Decision Making
Reproductive Endocrinolgy, 1st edition, Blackwell Scientific Publication Inc, 49 64.
6.
Scherzer W J, Clamrock H, 1996. Amenorea, Novaks Gynecology, 12
Baltimore, 809 831.

th

edition, William & Wilkins,

Das könnte Ihnen auch gefallen