Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Amenore sekunder adalah berhenti haid setelah menarche atau pernah mengalami haid tetapi berhenti
berturut-turut selama 3 bulan.
Amenore sekunder
adalah
sebelumnya
pernah
mengalami haid teratur atau selama 12 bulan pada wanita yang mempunyai haid tidak teratur.
Amenore sekunder adalah berhenti haid selama 6 bulan atau lebih pada wanita yang sudah pernah
mengalami haid dan bukan pada wanita yang tidak hamil, menyusui atau menopause.
Insidensi
Angka kejadian amenore sekunder sekitar 1-3 persen pada wanita usia reproduksi.
Penyebab
Penyebab amenore sekunder banyak sekali, antara lain:
1.
2.
Obesitas.
3.
4.
5.
6.
Kehamilan.
7.
Menopause.
8.
Disfungsi tiroid.
9.
Tumor otak.
10.
11.
12.
13.
klorambusil,
siklofosfamid,
fenotiazin,
Kelainan pada rahim seperti mola hidatidosa dan sindrom Asherman (pembentukan jaringan
parut pada lapisan rahim akibat infeksi atau pembedahan).
15.
Gambar. Contoh
penyebab amenore sekunder
Gejala
Gejala amenore sekunder adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
Sakit kepala.
4.
Galaktore.
5.
6.
Vagina kering.
7.
Hirsutisme.
8.
dapat
ditimbulkan
tergantung
dari
penyebabnya.
Misalnya: penyebab dari amenore sekunder adalah kelainan pada rahim, maka kemungkinan dapat
menyebabkan kanker rahim.
Pemeriksaan dan
Tes
Pemeriksaan fisik, pemeriksaan panggul maupun tes kehamilan harus dilakukan untuk menjauhkan dari
diagnosa kehamilan. Tes darah yang dapat dilakukan untuk mengecek kadarhormon, antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
1.
Biopsi endometrium.
2.
Tes genetik.
3.
MRI.
4.
CT scan.
Penanganan
Penanganan amenore sekunder
Sebagai
contoh:
jika
tergantung
dari
adalah
penyebabnya.
hipotiroid (hypothyroidisme),
maka
Gangguan menstruasi atau haid merupakan keluhan yang banyak dijumpai di poloklinik endokrinologi
ginekologi. Untuk menentukan gangguan atau penyakit yang mendasari terjadinya gangguan haid, maka
harus memahami patofisiologi gangguan haid, sehingga dapat ditentukan diaganosa dan penanganan
yang rasional 1.
Menstruasi merupakan perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus wanita usia reproduksi
akibat terlepasnya jaringan endometrium. Hal ini merupakan gambaran kematangan seorang wanita dan
menandakan awal dan akhir fungsi ovarium. Menstruasi merupakan proses yang kompleks meliputi
proses biofisik dan biokimia dan interaksi beberapa hormon, faktorautocrine dan paracrine, fungsi sel
reseptor target pada uterus, ovarium, hipofisis, hipotalamus dan susunan sarap pusat. Gangguan pada
salah satu kompartemen siklus haid menyebabkan gangguan haid dan salah satu gangguan haid yang
banyak dijumpai adalah amenorea 1,2,3.
Defenisi secara umum amenorea merupakan keadaan tidak haid sedikitnya tiga bulan berturutturut pada seorang wanita usia reproduksi yang pernah mengalami haid sebelumnya atau seorang wanita
yang belum pernah haid pada usia 16 tahun. Amenorea secara umum dibedakan atas amenorea
fisiologik, seperti usia prapubertas, hamil, menyususi dan sesudah menopouse; dan amenorea patologik
yang terdiri atas amenorea primer dan sekunder1,2,3. Dalam referat ini akan dibahas mengenai amenorea
patologik.
PEMBAHASAN
Pengaruh lingkungan luar berupa kegiatan fisik, psikis, cahaya dan bau-bauan melalui korteks
serebri akan merangsang hipotalamus menghasilkan beberapa hormon seperti FSH-RH yang
merangsang hipofisis mengeluarkan FSH, LH-RH merangsang pengeluaran hormon LH yang kemudian
merangsang pematangan sel telur di ovarium. Dibawah pengaruh estrogen dan progesteron yang
dihasilkan korpus luteum, maka apabila tidak terjadi pembuahan, korpus luteum akan mengalami
degenerasi dan kadar estrogen dan progesteron manurun, sehingga terjadi pelepasan endometrium yang
kemudian dikeluarkan melalui rongga rahim, endoserviks dan vagina. Proses ini diatur oleh suatu sistim
yang kompleks dan terintegrasi dengan baik antara faktor biofisik dan biokimia 1,2,3 .
Secara fisiologi ada empat kompartemen yang berperan dalam proses haid dan keempat
kompartemen inilah yang menjadi dasar untuk mengevaluasi terjadinya amenorea 1, yaitu :
I.
Kompartemen I : kelainan di saluran keluar kelamin sebagai target organ (uterus dan vagina).
II.
III.
IV.
Kelompok
Penyebab
Pubertas tarda
Insufisiensi kelenjar hipofisis
Penyakit Non endokrinologik
Penyakit kronik
Intoksikasi
Kurang gizi
Kerja berat
II
Penyebab di vagina
Atresia himen
III
Penyebab di uterus
IV
Penyebab di ovarium
Penyebab di hipofisis
VI
Penyebab di ensefal
VII
Penyebab di korteks
Trauma psikis
VIII
Penyebab di adrenal
IX
Hipotiroid/hipertiroid
Penyebab di pancreas
Kekurangan insulin
XI
Obat-obatan
Steroid
seks
atau
meningkatkan kadar PRL
obat
yang
Anamnesis
Apabila dijumpai amenorea yang pertama adalah menyingkirkan kemungkinan adanya kehamilan.
Selanjutnya dilakukan anamnesis umur, usia menars, menstruasi terakhir, riwayat kelainan genetik dalam
keluarga, gangguan psikis atau stress emosional, aktifitas fisik berlebihan, menderita penyakit diabetes
mellitus, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi tiroid, diet, penambahan atau pengurangan berat badan,
penggunaan psikofarmaka, obat-obatan untuk menurunkan atau menaikkan berat badan dan obat-obatan
tradisional. Selain itu ditanyakan perubahan dan timbulnya tanda-tanda seks sekunder serta keluarnya air
susu ibu diluar masa purperium1,2,3,6.
b. Pemeriksaan fisik
Meliputi pemeriksaan berat badan, tinggi badan, status gizi, pertumbuhan payudara, tanda-tanda
seks sekunder seperti pertumbuhan rambut pubis dan ketiak, perut membesar, jerawat, ketombe,
pembesaran klitoris, deformitas toraks, bukti adanya penyakit SSP dan galaktorea (keluarnya air susu
diluar masa purperium) 1,2,3,6.
Pemeriksaan ginekologi
Pada pemeriksaan penderita amenorea sangat penting disingkirkan kemungkinan kehamilan.
Pemeriksaan meliputi pemeriksaan genitalia eksterna dan interna, termasuk tanda-tanda seks sekunder.
Langkah pertama untuk mencari penyebab amenorea, setelah kemungkinan kehamilan dapat
disingkirkan adalah melakukan pemeriksaaan hormon TSH, prolaktin, dan uji progesteron. Apabila
dijumpai galaktorea maka perlu dilakukan pemeriksaan hormon TSH, prolaktin dan rongent sella tursica.
Tujuan pemeriksaan uji progesteron adalah untuk mengetahui kadar estrogen endogen dan saluran
keluar alat reproduksi wanita. Bila kadar TSH meningkatkan maka segera dapat ditegakkan diagnosis
hipotiroidisme. Kadar TSH dan prolaktin yang normal disertai adanya perdarahan withdrawal mengarah
pada diagnosis tidak adanya ovulasi. Kadar prolaktin yang normal dapat menyingkirkan kemungkinan
adanya tumor hipofise1.
Langkah kedua bertujuan mencari penyebab perdarahan withdrawal negatif yaitu : dengan
pemberian estrogen konjugasi diikuti dengan uji progesteron. Bila tidak ada perdarahan withdrawal maka
diagnosis adanya defek pada kompartemen I (endometrium dan saluran keluar) dapat ditegakkan 2.
Langkah ketiga bertujuan mencari penyebab ketidakmampuan pasien memproduksi estrogen
yang memadai berasal dari defek pada kompartemen II (ovarium) atau kompartemen III dan IV (aksis
SSP-hipofise). Untuk memproduksi estrogen, diperlukan ovarium yang mengandung folikel normal dan
gonadotropin dalam jumlah yang memadai untuk merangsang folikel. Pengambilan darah untuk
menentukan kadar gonadotropin harus dilakukan 2 minggu setelah pemberian estrogen konjugat dan uji
progesteron. Kadar FSH dan LH rendah sampai normal dihubungkan dengan amenorea hipotalamik
sedangkan kadar FSH dan LH yang tinggi dihubungkan dengan kegagalan ovarium 1.
Kondisi Awal
Wanita dewasa normal
FSH serum
5 30 IU/L, dengan
kadar puncak saat
ovulasi mencapai 2X
kadar basal
LH serum
5 20 IU/L dengan
kadar puncak saat
ovulasi mencapai 3X
kadar basal
< 5 IU/L
< 5 IU/L
> 30 IU/L
> 40 IU/L
masa pubertas
disfungsi hipotalamus-hipofise
Pada keadaan hipergonadotropik :
masa postmenopause
oophorektomi dan kegagalan
ovarium
estrogen
di
folikel.
Untuk
mengetahui
penyebab
terganggunya
Uji hMG
Dilakukan bila FSH dan LH sangat rendah, maka dilakukan uji hMG untuk memicu fungsi ovarium,
dimana ovarium yang normal akan memproduksi estrogen yang dapat diperiksa melalui urin atau darah.
Hasil uji hMG positif : amenorea terjadi karena kurangnya produksi gonadotropin di hipofisis atau
produksi LH-RH di hipotalamus atau gangguan sentral.
Hasil uji hMG negatif : ovarium tidak memiliki folikel atau memiliki folikel tetapi tidak sensitip terhadap
gonadotropin, seperti pada sindroma ovarium resisten 2,5.
Bila FSH, LH normal sampai rendah dan prolaktin tinggi, maka diagnosis adalah amenorea
hiperprolaktinemia dengan salah satu penyebab adalah tumor hipofisis (prolaktinoma). Pada amenorea
normoprolaktin kadar prolaktin, FSH dan LH normal, maka selanjutnya dilakukan uji stimulasi dengan
klomifen sitrat (uji klomifen) dengan memberikan 100 mg/ hari selama 5 10 hari. Uji klomifen positif bila
setelah hari ketujuh pemberiaan klomifen terjadi peningkatan kadar FSH,LH dan estradiol. Hal ini
menunjukkan fungsi hipofisis normal. Uji klomifen negatif selanjutnya dilakukan uji stimulasi dengan LHRH untuk mengetahui fungsi parsial adenohipofisis, apakah sel-sel yang memproduksi FSH dan LH
mampu mengeluarkan FSH dan LH bila diberikan LH-RH dari luar. Uji LH-RH dikatakan positif bila
dijumpai kadar FSH dan LH normal atau tinggi setelah pemberian LH-RH dari luar. Hal ini berarti
amenorea terjadi karena gangguan di hipotalamus, sedangkan apabila uji LH RH negatip berarti
gangguan terjadi di hipofisis.
Amenorea Primer
Definisi amenorea primer adalah seorang wanita yang belum pernah haid pada usia 14 tahun
dengan pertumbuhan seksual sekunder belum tampak atau telah mencapai usia 16 tahun dengan
pertumbuhan seksual sekunder yang sudah tampak.
Untuk mendiagnosis amenorea primer selain dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan ginekologis, maka sangat penting dilakukan pemeriksaan kariotip (sitogenetik).
Amenorea Sekunder
Definisi amenorea sekunder adalah seorang wanita usia reproduksi yang pernah mengalami haid
namun haid berhenti tiga bulan berturut-turut.
Pembagian berdasarkan penyebabnya sesuai dengan fisiologi haid, maka ada empat kompartemen
yang mengalami gangguan sehingga terjadi amenorea, yaitu :
I.
yang abnormal oleh karena gangguan fungsional mekanisme saraf (sistim neurotransmiter pusat).
Neurotransmiter yang turut mempengaruhi sekresi GnRH adalah opioid endogen seperti beta endorphin.
Selama siklus menstruasi yang normal terbukti terjadi peningkatan kadar beta endorphin mencapai
maksimal pada saat pre ovulasi dan akan mengalami penurunan segera setelah terjadi ovulasi.
Peningkatan sekresi opioid diduga menyebabkan terjadi amenorea hipotalamik pada beberapa wanita,
karena blokade pada reseptor opiat terbukti meningkatkan frekuensi dan amplituda sekresi LH. Penelitian
dengan immortalized human GnRH-secreting neuron cell lines menunjukkan sel neuron yang mensekresi
GnRH memiliki reseptor opiat dan penelitian lain pada hewan coba menunjukkan bahwa blokade pada
reseptor tersebut dapat merangsang terjadinya amenorea. Timbulnya amenorea hipotalamik yang
ditandai dengan perubahan sekresi LH yang berfluktuasi tersebut menggambarkan hipersensitivitas
neuron yang mensekresi GnRH terhadap perubahan kadar opioid. Pada wanita dengan amenorea
hipotalamik, sekresi LH yang berfluktuasi tersebut tidak cukup untuk merangsang terjadinya ovulasi
maupun folikulogenesis.. Sekresi GnRH dipengaruhi juga oleh norepinephrine. Diduga opiat endogen
menekan rangsangan norepinephrine pada neuron hipotalamus untuk mensekresi GnRH.
Gaya hidup yang sering dihubungkan dengan terjadinya amenorea hipotalamik seperti olah raga, stres
dan penurunan berat badan terbukti merangsang perubahan kadar beta endorphin plasma yang akan
mempengaruhi neuron yang mensekresi GnRH pada hipotalamus. Di Amerika Serikat amenorea
hipotalamik ini diperkirakan 48% sebagai penyebab amenorea sekunder dan mempunyai makna klinis
yang penting karena hipoestrogenisme yang terjadi dihubungkan dengan penurunan densitas tulang atau
osteoporosis.
Penanganan amenorea hipotalamik tergantung dari faktor penyebab yang mendasarinya.
Penyebab organik diobati dengan mengkoreksi penyebabnya, sedangkan kelainan fungsional dapat
diobati dengan konseling, psikoterapi, misalnya dengan miminimalkan stresor lingkungan dan mengubah
gaya hidup serta penggunaan obat-obat psikofarmaka. Pemberian estrogen dan progesteron siklik dapat
diberikan agar wanita tersebut tetap berfungsi sebagai wanita.
b.
Anoreksia Nervosa
Suatu gangguan tingkah laku yang berat dimana terjadi perubahan endokrin sekunder sebagai
akibat gangguan psikologis dan gizi, ditandai oleh malnutrisi yang berat dan hipogonadotropisme.
Penanganan psikiatrik dengan psikoterapi dan obat-obatan antidepresan serta perawatan di rumah sakit.
c.
Kecurigaan adanya gangguan pada kompartemen III terlebih dahulu harus difokuskan pada adanya
tumor hipofise. Kecurigaan adanya tumor hipofise meningkat bila dalam pemeriksaan dijumpai tanda
klinis akromegali (karena sekresi hormon pertumbuhan yang berlebihan) dan penyakit Cushings (karena
sekresi ACTH yang berlebihan). Amenorea dan atau galaktorea dapat mengawali tanda klinis akromegali
dan penyakit Cushings. Sebagian besar penderita dengan adenoma hipofise mengalami penurunan
kadar gonadotropin karena tekanan tumor pada hipofise dan peningkatan sekresi prolaktin (akibat
ketidakmampuan dopamin mencapai hipofise anterior) 1,2,3.
Penyebab lain amenorea hipofisis adalah adanya guma, tuberkuloma dan deposit lemak pada
hipofise, serta insufisiensi hipofise akibat iskemia dan infark karena perdarahan (sindroma Sheehan).
1. Uji dengan TRH : pemberian 100 500 ug TRH intravena tidak menunjukkan perubahan kadar
prolaktin maka kemungkinan suatu prolaktinoma.
2
Uji dengan simetidin : apabila pemberian 200 mg simetidin IV tidak menimbulkan peningkatan prolaktin.
Kadar Prolaktin
Prolaktinoma
Tanpa prolaktinoma
Uji TRH
Tidak meningkat
Uji Simetidin
Tidak meningkat
Meningkat
normal
Uji Domperidon
Tidak meningkat
di
atas
kadar
Amenorea hipergonadotrop
Bila hormon FSH dan LH tinggi, prolaktin normal maka penyebab amenorea adalah di ovarium oleh
karena insufisiensi ovarium, misalnya pada menopause prekok. Selanjutnya perlu dilakukan biopsi
ovarium melalui laparoskopi.
IV. Kompartemen I : Amenorea akibat gangguan di saluran keluar kelamin wanita atau uterus (amenorea
uteriner)1
Penyebab amenorea uteriner adalah aplasia uteri dan vagina, uterus hipoplasi, kelainan
congenital, atresia serviks, atresia cavum uteri, kerusakan endometrium akibat kuretase, infeksi dan obatobatan. Pada kasus atresia himen darah haid tidak dapat keluar, sehingga dapat terjadi pengumpulan
darah haid di vagina (hematokolpos) atau di uterus (hematometra) atau di tuba (hematosalping).
Asherman Syndrome
Sindroma yang terjadi karena destruksi endometrium serta tumbuhnya perlekatan pada dinding
kavum uteri sebagai akibat kerokan yang berlebihan, biasanya pada abortus atau postpartum. Penderita
biasanya menderita amenorea sekunder, selain dapat terjadi abortus, dismenorea, hipomenorea dan
infertilitas dan untuk diagnosis pasti dapat dipastikan dengan histerogram. Diagnosis dengan
histeroskopi lebih akurat dan dapat mendeteksi perlekatan minimal pada dinding kavum uteri yang tidak
terdeteksi dengan histerogram.
Penanganan sindroma asherman adalah melepaskan perlekatan dengan dilatasi serta kuretase
atau histeroskopi dengan menghilangkan perlekatan memberi hasil yang lebih baik dan untuk mencegah
perlekatan berulang dengan pemasangan IUD atau pediatric foley catether , serta pemberian antibiotika
spectrum luas dan estrogen selama dua bulan.
Feminisasi testikular
Suatu pseudohermafrodit pria dengan testis dan kariotipe XY. Ditandai amenorea primer, tidaka ada
uterus dan tidak adanya rambut pubis dan aksila.
KEPUSTAKAAN :
1.
Speroff L, Glass R H, Kase N G, 1993. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility,
th
5 edition, William & Wilkins, Philadelphia. 401 454.
2.
Baziad A, Surjana E J, 1993. Pemeriksaan dan Penanganan Amenorea, edisi pertama, KSERI,
Jakarta, 35 56.
3.
Rebar R W, Disorders of Menstruation, Ovulation, and Sexual Response, Principles and Practise
of Endocrinology and Metabolism, 2nd edition, J>B> Lippicott Company, Philadephia. 880 97.
4.
Perkins R B, Hall J E, Martin K A, 1999. Neuroendocrine Abnormalities in Hypothalamic
Amenorea, The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism, The Endocrine Society.
5.
Santiago L P, 1993. Primary Amenorea and Secondary Amenorea, Decision Making
Reproductive Endocrinolgy, 1st edition, Blackwell Scientific Publication Inc, 49 64.
6.
Scherzer W J, Clamrock H, 1996. Amenorea, Novaks Gynecology, 12
Baltimore, 809 831.
th