Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan
tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa. Terminologi
glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang
pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai
dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun lesi
utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan,
sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright
pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai
etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit
pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul
berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki
dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara
menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya
dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa
sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi.
Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10%
berakibat fatal
B. Tujuan
1.
Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini yaitu agar mahasiswa dapat mengetahui
tentang asuhan keperawatan glomerulonefritis akut.
2.
Tujuan Khusus:
C. Manfaat
1.
Bagi Penulis
Semoga dengan makalah ini diharapkan kami sebagai mahasiswa dapat meningkatkan
pengetahuan dan wawasan mengenai penyebab serta upaya pencegahan penyakit
glomerulonefritis agar terciptanya kesehatan masyarakat yang lebih baik.
2.
Bagi Pembaca
Diharapkan agar pembaca dapat mengetahui tentang glomerulonefritis lebih dalam sehingga
dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari penyakit glomerulonefritis.
3.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan diliputi oleh
simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan korteks dan medula
(juxtame-dullary) lebih besar dari yang terletak perifer. Percabangan kapiler berasal dari
arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan normal tidak nyata , dan
kemudian berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat masuk dan keluarnya kedua
arteriola itu disebut kutub vaskuler.
Di seberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus contortus proximalis.
Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang oleh jaringan yang
disebut mesangium, yang terdi ri atas matriks dan sel mesangial. Kapiler-kapiler dalam
keadaan normal tampak paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada kapiler terdapat sel
endotel, yang mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler terdapat sel
epitel viseral, yang terletak di atas membran basalis dengan tonjolan-tonjolan sitoplasma,
yang disebut sebagai pedunculae atau foot processes. Maka itu sel epitel viseral juga
dikenal sebagai podosit. Antara sel endotel dan podosit terdapat membrana basalis glomeruler
(GBM = glomerular basement membrane). Membrana basalis ini tidak mengelilingi seluruh
lumen kapiler. Dengan mikroskop elektron ternyata bahwa membrana basalis ini terdiri atas
tiga lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialah lamina rara interna, lamina densa dan lamina
rara externa. Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitel parietal yang gepeng,
yang terletak pada membrana basalis simpai Bowman.
Membrana basalis ini berlanjut dengan membrana basalis glomeruler pada kutub
vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler pada kutub tubuler . Dalam keadaan
patologik, sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi membentuk bulan sabit (
crescent). Bulan sabit bisa segmental atau sirkumferensial, dan bisa seluler, fibroseluler atau
fibrosa.
B.
Glumerulonefritis (juga disebut sindrom nefrotik) , mungkin akut, dimana pada kasusu
seseorang dapat meliputi seluruh fungsi ginjal atau kronis ditandai oleh penurunan fungsi
ginjal lambat , tersembunyi , dan progresif yang akhirnya menimbulkan penyakit ginjal tahap
akhir. Ini memerlukan waktu 30 tahun untuk merusak ginjal sampai tahap akhir.
Pada keadaan iini beberapa macam intervensi seperti dialisa atau pencangkokan ginjal
dibutuhkan untuk menopang kehidupan. ( Blaiir, 1990).
Glumerulonefritis adalah suatu sindrom yang ditandai oleh peradangan dari glomerulus
diikuti pembentukan beberapa antigen yang mungkin endogenus ( seperti sirkulasi
tiroglobulin) atau eksogenus ( agen infeksius atau proses penyakiy sistemik yang menyertai).
Hopes ( ginjal ) mengenali antigen sebagai benda asing dan mulai membentuk antibodi untuk
menyerangnya. Respons peradangan ini menimbulkan penyebaran perubahan patofisiologi,
termasuk menurunnya laju filtrasi glomerulus ( LFG), peningkatan permebilitas dari dinding
kapiler glomerulus terhadap protein plasma ( terutama albumin) dan SDM , dan retensi
abnormal natrium dan air yang menekan produksi renin dan aldosteron( Glassock, 1988).
Glumerulonefritis kerusakan funsi glomerulus mengakibatkan penurunan laju filtrasi
glomerulus. Ganguan ganguan pre-renal , seperti hemokonsntrasi atau penurunan tekanan
darah arteri perifer , tatu bendungan vena ginjal secara pasif menurunkan tekanan filtrasi,
sehingga terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus. ( Kapita Seelekta)
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan
tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa. Terminologi
glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang
pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri
atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus.
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam
penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh
suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan
adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan
penyakit dan prognosis.
C.
Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus respiratorius
bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A tipe
12,4,16,25,dan 29. Hubungan antara glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus
dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alas an timbulnya
glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina,diisolasinya kuman streptococcus beta
hemoliticus golongan A, dan meningkatnya titer anti- streptolisin pada serum penderita.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten selama
kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen
daripada yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya. Kemungkinan factor iklim, keadaan
gizi, keadaan umum dan factor alergi mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut setelah
infeksi kuman streptococcus.
Glomerulonefritis akut pasca streptococcus adalah suatu sindrom nefrotik akut yang ditandai
dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal. Gejala-gejala
ini timbul setelah infeksi kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A disaluran
pernafasan bagian atas atau pada kulit. Glomerulonefritis akut pasca streptococcus terutama
menyerang pada anak laki-laki dengan usia kurang dari 3 tahun.Sebagian besar pasien (95%)
akan sembuh, tetapi 5 % diantaranya dapat mengalami perjalanan penyakit yang memburuk
dengan cepat.
Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman streptococcus beta hemoliticus
golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit, sehingga pencegahan dan
pengobatan infeksi saluran pernafasan atas dan kulit dapat menurunkan kejadian penyakit ini.
Dengan perbaikan kesehatan masyarakat, maka kejadian penyakit ini dapat dikurangi.
Glomerulonefritis akut dapat juga disebabkan oleh sifilis, keracunan seperti keracunan timah
hitam tridion, penyakitb amiloid, trombosis vena renalis, purpura anafilaktoid dan lupus
eritematosus.
D.
Patogenesis
Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan
Proses auto imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan
antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrane basalis
ginjal.
E.
a.
1.
Klasifikasi
Congenital (herediter)
Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis progresif familial yang
seing disertai tuli syaraf dankelainan mata seperti lentikonus anterior. Diperkirakan sindrom
alport merupakan penyebab dari 3% anak dengan gagal ginjal kronik dan 2,3% dari semua
pasien yang mendapatkan cangkok ginjal. Dalam suatu penelitian terhadap anak dengan
hematuria yang dilakukan pemeriksaan biopsi ginjal, 11% diantaranya ternyata penderita
sindrom alport. Gejala klinis yang utama adalah hematuria, umumnya berupa hematuria
mikroskopik dengan eksasarbasi hematuria nyata timbul pada saat menderita infeksi saluran
nafas atas. Hilangnya pendengaran secara bilateral dari sensorineural, dan biasanya tidak
terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru tampak pada awal umur sepuluh tahunan.
2.
Sinroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir. Gejala proteinuria
massif, sembab dan hipoalbuminemia kadang kala baru terdeteksi beberapa minggu sampai
beberapa bulan kemudian. Proteinuria terdapat pada hamper semua bayi pada saat lahir, juga
sering dijumpai hematuria mikroskopis. Beberapa kelainan laboratories sindrom nefrotik
(hipoproteinemia, hiperlipidemia) tampak sesuai dengan sembab dan tidak berbeda dengan
sindrom nefrotik jenis lainnya.
b.
Glomerulonefritis Primer
1.
Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan gejala yang tidak
spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai glomerulonefitis progresif. 20-30%
pasien menunjukkan hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan
gejala glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan sisanya 4045% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang ditemukan 25-45%
mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas, sehingga penyakit tersebut dikira
glomerulonefritis akut pasca streptococcus atau nefropati IgA.
2.
Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau setelah pengobatan
dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa paling sering dijumpai pada hepatitis B dan
lupus eritematosus sistemik. Glomerulopati membranosa jarang dijumpai pada anak,
didapatkan insiden 2-6% pada anak dengan sindrom nefrotik. Umur rata-rata pasien pada
berbagai penelitian berkisar antara 10-12 tahun, meskipun pernah dilaporkan awitan pada
anak dengan umur kurang dari 1 tahun. Tidak ada perbedaan jenis kelamin. Proteinuria
didapatkan pada semua pasien dan sindrom nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95% anak
pada saat awitan, sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.
3.
Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis akut, sindroma
nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal kronik. Nefropati IgA juga sering dijumpai pada kasus
dengan gangguan hepar, saluran cerna atau kelainan sendi. Gejala nefropati IgA asimtomatis
dan terdiagnosis karena kebetulan ditemukan hematuria mikroskopik. Adanya episode
hematuria makroskopik biasanya didahului infeksi saluran nafas atas atau infeksi lain atau
non infeksi misalnya olahraga dan imunisasi.
c.
Glomerulonefritis sekunder
Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu glomerulonefritis pasca
streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah streptococcus beta hemolitikus grup
A yang nefritogenik terutama menyerang anak pada masa awal usia sekolah.
Glomerulonefritis pasca streptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata, kadangkadang disertai sembab mata atau sembab anasarka dan hipertensi.
F.
Manifestasi Klinis
1.
Hematuria
2.
3.
Oliguria
4.
5.
Hypertensi
6.
Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak jarang
anak datang dengan gejala berat. Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus mengakibatkan
hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria, seperti yang telah dikemukakan
sebelumnya. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi. Kadang-kadang
disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya edema
berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung.Edema yang terjadi berhubungan
dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air,
natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia.
Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Di pagi hari sering
terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian
anggota GFR biasanya menurun (meskipun aliran plasma ginja biasanya normal) akibatnya,
ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan
azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium.Dipagi
hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata
dibagian anggota bawah tubuh ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung
pada berat peradangan glomerulus, apakah disertai dengan payah jantung kongestif, dan
seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.
Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada akhir
minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka
tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan
penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada
hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain
yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi
dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.
Hipertensi
selalu
terjadi
meskipun
peningkatan
tekanan
darah
mungkin
hanya
sedang.Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat
vasospasme masih belum diketahui dengna jelas.
G.
Komplikasi
1.
Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia,
hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang lama jarang
terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di
perlukan.
2.
gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan
spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung
dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah,
melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan
terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang
menurun.
H.
1.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan urine : adanya proteinuria (+1 sampai +4), kelainan sedimen urine dengan
eritrosit disformik, leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+),
silinder lekosit (+) dan lain-lain. Analisa urine adanya strptococus
2.
Pemeriksaan darah :
kadar ureum dan kreatinin serum meningkat.
3.
4.
5.
6.
Pemeriksaan radiologi : foto thorak adanya gambaran edema paru atau payah jantung
7.
serum diuji terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan,
lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi sterptokokus.Titer ASTO meningkat pada
hanya 50% kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen
sterptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum
meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri.Kenaikan titer 2-3 kali berarti
adanya infeksi.
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3.kompleks imun
bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai diagnostik dan tidak
perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.
I.
Penatalaksanaan
Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu
untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya penyakit
tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang
mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan
pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak
dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang anak dapat
terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali.
Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis
selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg
BB/hari dibagi 3 dosis.
Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah
garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan
biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD
dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian cairan disesuaikan
dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi
dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk
menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala
serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07
mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya
reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat
parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah
dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan usus
(tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh
karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya
menolong juga.
Diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak
berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Repetto dkk, 1972).
Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.
J.
Asuhan Keperawatan
a.
Pengkajian Anamnesis
1.
Indentitas klien:
GNA adalah suatu reaksi imunologi yang sering ditemukan pada anak umur 3-7 tahun lebih
sering pada pria
2.
Riwayat penyakit
Sebelumnya :
Adanya riwayat infeksi streptokokus beta hemolitik dan riwayat lupus eritematosus atau
penyakit autoimun lain.
Sekarang :
Klien mengeluh kencing berwarna seperti cucian daging, bengkak sekitar mata dan seluruh
tubuh. Tidak nafsu makan, mual , muntah dan diare. Badan panas hanya sutu hari pertama
sakit.
3.
Perkembangan :
b.
Pemeriksaan Fisik
1.
Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan/malaise
2.
3.
Sirkulasi
Tanda: hipertensi, pucat,edema
Eliminasi
4.
Makanan/cairan
5.
Pernafasan
6.
Nyeri/kenyamanan
c.
a.
Pengkajian Perpola
Pola nutrisi dan metabolik:
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi kelebihan beban sirkulasi
karena adanya retensi natrium dan air, edema pada sekitar mata dan seluruh tubuh. Klien
mudah mengalami infeksi karena adanya depresi sistem imun. Adanya mual , muntah dan
anoreksia menyebabkan intake nutrisi yang tidak adekuat. BB meningkat karena adanya
edema. Perlukaan pada kulit dapat terjadi karena uremia.
b.
Pola eliminasi :
Eliminasi alvi tidak ada gangguan, eliminasi urin : gangguan pada glumerulus menyebakan
sisa-sisa metabolisme tidak dapat diekskresi dan terjadi penyerapan kembali air dan natrium
pada tubulus yang tidak mengalami gangguan yang menyebabkan oliguria sampai anuria,
proteinuri, hematuria.
c.
Pada Klien dengan kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus karena adanya
hiperkalemia. Dalam perawatan klien perlu istirahat karena adanya kelainan jantung dan dan
tekanan darah mutlak selama 2 minggu dan mobilisasi duduk dimulai bila tekanan ddarah
sudah normaal selama 1 minggu. Adanya edema paru maka pada inspeksi terlihat retraksi
dada, pengggunaan otot bantu napas, teraba , auskultasi terdengar rales dan krekels , pasien
mengeluh sesak, frekuensi napas. Kelebihan beban sirkulasi
dapat
menyebabkan
pemmbesaran jantung (Dispnea, ortopnea dan pasien terlihat lemah) , anemia dan hipertensi
yang juga disebabkan oleh spasme pembuluh darah. Hipertensi yang
menyebabkan gagal jantung.
menetap dapat
munculnya tiba-tiba orang tua tidak mengetahui penyebab dan penanganan penyakit ini.
d. Pola tidur dan istirahat :
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya uremia. keletihan,
kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus
e.
penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi. Hipertemi terjadi pada hari
pertama sakit dan ditemukan bila ada infeksi karena inumnitas yang menurun.
f.
Persepsi diri :
Klien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema dan perawatan yang
lama. Anak berharap dapat sembuh kembali seperti semula
g.
Hubungan peran :
Anak tidak dibesuk oleh teman temannya karena jauh dan lingkungan perawatann yang
baru serta kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.
h.
d.
Pemeriksaan Diagnostik
Hb menurun ( 8-11 )
Pemeriksaan darah
LED meningkat.
Kadar HB menurun.
Albumin serum menurun (++).
Ureum & kreatinin meningkat.
Titer anti streptolisin meningkat.
e.
Analisa Data
No DX
Etiologi
Problem
1
Proteinuria
Intoleransi aktivitas
Merusak glomerulus
Gangguan filtrasi
Edema
Potensial kelebihan, volume cairan berhubungan dengan retansi natrium dan air serta
disfungsi ginjal.
Potensial kelebihan, volume cairan berhubungan dengan retansi natrium dan air serta
disfungsi ginjal.
3
Infeksi/ Penyakit
(Streptococurs hemoliticus grup A)
Hipertensi
Potensial gangguan perfusi jaringa b.d hipertensi
Infeksi/ Penyakit
(Streptococurs hemoliticus grup A)
Fibrinogen dan plasma protein lain bermigrasi melalui dinding sel manifestasi klinis
Proteinuria
Odema
hemoliticus group A
Odema
f.
Diagnosa Keperawatan
g.
1.
Intervensi
Rasional
1. Pantau kekurangan protein yang berlebihan(proteinuri, albuminuria
7. Rencanakan cara progresif untuk kembali beraktifitas normal ; evaluasi tekanan darah dan
haluaran protein urin.
1.
2.
6.
7. Aktifitas yang bertahap menjaga kesembangan dan tidak mmemperparah proses penyakit
2. Potensial kelebihan volume cairan b.d. retensi air dan natrium serta disfungsi ginjal.
Tujuan : Klien tidak menunjukan kelebihan volume cairan
Rencana
Rasional
1. Pantau dan laporkan tanda dan gejala kelebihan cairan:
Ukur dan catat intak dan output setiap 4-8 jam
Catat jumlah dan karakteristik urine Ukur berat jenis urine tiap jam dan timbang BB tiap
hari
3. Berikan es batu untuk mengontrol rasa haus dan maasukan dalam perhitungan intak
4. Pantau elektrolit tubuh dan observasi adanya tanda kekurangan elektrolit tubuh
Hipokalemia : kram abd,letargi,aritmia
Hiperkalemia : kram otot, kelemahan
Hipokalsemia : peka rangsang pada neuromuskuler
Hiperfosfatemia: hiperefleksi,parestesia, kram otot, gatal, kejang
3. Potensial terjadi infeksi (ISK, lokal, sistemik) b.d. depresi sistem imun
Rencana
Rasional
1. Kaji efektifitas pemberian imunosupresan.
6. Pantau tanda dan gejala ISK dan lakukan tindakan pencegahan ISK.
1.
Imunosupresan berfunsi menekan sisteem imun bila pemberiannya tidak ekeftif maka
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Rasional
1. Pantau tanda dan gejala krisis hipertensi (Hipertensi, takikardi, bradikardi, kacau mental,
penurunan tingkat kesadaran, sakit kepala, tinitus, mual, muntuh, kejang dan disritmia).
2. Pantau tekanan darah tiap jam dan kolaborasi bila ada peningkatan TD sistole >160 dan
diastole > 90 mm Hg
3. Kaji keefektifan obat anti hipertensi
1.
2.
3.
Efektifitas obat anti hipertensi penting untuk menjaga adekuatnya perfusi jarringan.
4.
Posisi tidur yang rendah menjaga suplay darah yang cukup ke daerah cerebral
5.
Perubahan integritas kulit b.d. imobilisasi, uremia, kerapuhan kapiler dan edema.
Tujuan :
perawatan.
Rencana
Rasional
1.
2.
Jaga kulit tetap kering dan bersih. Bersihkan & keringkan daerah perineal setelah
defikasi
3.
Rawat kulit dengan menggunakan lotion untuk mencegah kekeringan untuk daerah
pruritus.
4.
Hindari penggunaan sabun yang keras dan kasar pada kulit klien
5.
6.
Anjurkan ambulasi semampu klien.Bantu klien untuk mengubah posisi setiap 2 jam
10.
4. Sabun yang keras dapat menimbulkan kekeringan kulit dan sabun yang kasar dapat
menggores kulit.
6. Ambulasi dan perubahan posisi meningkatkan sirkulasi dan mencegah penekanan pada satu
sisi.
PENUTUP
A. Kesimpulan
GNA adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu (infeksi
kuman streptococcus). GNA sering ditemukan pada anak usia 3-7 thn dan pada anak pria
lebih banyak. Penyakit sifilis,keracunan,penyakit amiloid,trombosis vena renalis,purpura
anafilaktoid, dan lupus eritematosus. Laju endap darah meninggi, HB menurun pada
pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan urin didapatkan jumlah urin mengurang, berat
jenis meninggi,hematuria makroskopik, albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+),silinder
leukosit,ureum dan kreatinin darah meningkat. Pada penyakit ini, klien harus istirahat selama
1-2 minggu, diberikan penicilli, pemberian makanan rendah protein dan bila anuria, maka
ureum harus dikeluarkan. Komplikasi yang ditimbulkan adalah oliguria,ensefalopati
hipertensi,gangguan sirkulasi serta anemia. Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan
permulaan penyakit adalh rasa lelah, anoreksia dan kadang demam,sakit kepala, mual,
muntah.
Gambaran
yang
paling
sering
ditemukan
adalah
:hematuria,
oliguria,edema,hipertensi.
Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk meminimalkan
kerusakan pada glomerulus, meminimalkan metabolisme pada ginjal, meningkatkan fungsi
ginjal.
Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan glomerulus.
Pemberian pinisilin untuk membrantas semua sisa infeksi,tirah baring selama stadium akut,
diet bebas bila terjadi edema atau gejala gagal jantung danantihipertensi kalau
perlu,sementara kortikosteroid tidak mempunyai efek pada glomerulofritis akut pasca infeksi
strepkokus.
Pronosis penyakit pada anak-anak baik sedangkan prognosisnya pada orang dewasa tidak
begitu baik.
B. Saran
1.
Bagi Penulis
Bagi Pembaca
Diharapkan agar pembaca dapat mengetahui tentang glomerulonefritis lebih dalam sehingga
dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari penyakit glomerulonefritis.
3.
Arfin, Behrama Kliegman, 2000. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EEC
Doengoes, Marilynn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.3. Jakarta : EEC
http://nersrezasyahbandi.blogspot.com/2013/04/askep-glomerulonefritis.html
http://sahrilramadhan.blogspot.com/2011/09/askep-glomerulonefritis.html
http://dwihardiyanti25.blogspot.com/2013/07/asuhan-keperawatan-glumerulonefritis.html