Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Oleh:
PRIYAN PRATMANTO
G4D014047
2015
CRUSH INJURY PADA LOWER EXTREMITY
A Latar Belakang
Crush injury berasal dari bahasa Inggris Crush hancur dan Injuri luka ,
yang definisikan sebagai Luka yang hancur pada extremitas atau anggota badan lain
yang mengakibatkan terjadinya kerusakan yang serius, meliputi; kulit dan jaringan lunak
dibawa kulit, kerusakan pembuluh darah, persarafan, tendon, fascia , bone joint ( lokasi
penghubung anatara tulang ), kerusakan tulang serta komponen didalam tulang.
Menurut U.S Centers for Disease Control and Prevention (CDC) ( 2009) , lokasi
yang sering terjadi crush injury meliputi ; extremitas inferior 74%, extremitas superior
10%, serta organ lain 10%.
Penyebab
crush
injury
biasanya
tertimpa
object
berat/lebar,
motor
(kecelakaan lalu lintas) , kecelakaan industrial, atau sarana (angkut) jalan kereta api
yang menggulung di atas kaki, dan crush injury dari peralatan industri.
B Definisi
Crush
anggota badan lain yang mengakibatkan terjadinya kerusakan yang serius, meliputi;
kulit dan jaringan lunak dibawa kulit, kerusakan pembuluh darah, persarafan, tendon,
fascia , bone joint ( lokasi penghubung anatara tulang ),
kerusakan
tulang serta
komponen didalam tulang. Crush injury lebih sering mengenai anggota gerak dibanding
anggota tubuh yang lain.
C Patofisiologi
Pada crush injury kerusakan lapisan kulit dan subkutan dapat mempermudah
masuknya kuman melalui lokasi luka yang terbuka sehingga sangat penting pada ada
anamnesis dapat diketahui mengenai mekanisme trauma dan lokasi kejadian, agar dapat
mengetahui risiko terjadinya infeksi.
Kerusakan pembuluhh darah dapat disebabkan oleh kekuatan crush injury yang
mengakibatkan hilangnya suplai darah ke otot. Biasanya otot dapat bertahan selama 4
jam tanpa aliran darah ( warm ischemia time) masuk dalam sel otot, kemudian sel-sel
otot akan mati. Selanjutnya terjadi kebocoran membrane plasma sel otot serta kerusakan
pembuluh darah yang akan mengakibatkan cairan intravaskuler akan terakumulasi ke
jaringan yang cedera. Hal ini dapat dapat menyebabkan hipovelemia yang signifikan
sehingga mengakibatkan terjadi syok hipovolemik, serta kehilangan ion calcium (Ca+)
sehingga berpotensi menyebabkan terjadinya hipokalsemia.
Kerusakan saraf tibialis, dapat mengakibatkan hilangnya reflek neurologis yang
signfikan pada sebelah distal regio cruris, sebab cabang n.Tibialis dapat menginervasi
regio pedis.
Jika tulang patah maka periosteum dan pembuluhh darah pada kortek,
sum-
sum dan jaringan lunak sekitarnya mengalami gangguan / kerusakan. Perdarahan terjadi
dari ujung tulang yang rusak dan dari jaringan lunak (otot) yang ada disekitarnya.
Hematoma terbentuk pada kannal medullary antara ujung fraktur tulang dan bagian
bawah periosteum. Jaringan nekrotik ini menstimulasi respon inflamasi yang kuat yang
dicirikan oleh vasodilasi, eksudasi plasma dan lekosit , dan infiltrasi oleh sel darah putih
lainnya. Kerusakan pada periosteum dan sum-sum tulang dapat mengakibatkan
keluarnya sumsum tulang terutama pada tulang panjang, sumsum kuning yang keluar
akibat fraktur masuk ke dalam pembuluh darah dan mengikuti aliran darah sehingga
mengakibatkan terjadi emboli lemak ( Fat emboly ). Apabila emboli lemak ini sampai
pada pembuluh darah kecil, sempit, dimana diameter emboli lebih besar dari pada
diameter pembuluh darah maka akan terjadi hambatan aliran-aliran darah yang
mengakibatkan perubahan perfusi jaringan. Emboli lemak dapat berakibat fatal apabila
mengenai organ-organ vital seperti otak, jantung, dan paru-paru.
Kerusakan pada otot dan jaringan lunak juga dapat menimbulkan nyeri yang
hebat karena adanya spasme otot. Sedangkan kerusakan pada tulang itu sendiri
mengakibatkan terjadinya perubahan ketidakseimbangan dimana tulang dapat menekan
persyarafan pada daerah yang terkena fraktur sehingga dapat menimbulkan penurunan
fungsi syaraf, yang ditandai dengan kesemutan, rasa baal dan kelemahan. Selain itu
apabila perubahan susunan tulang dalam keadaan stabil atau benturan akan lebih mudah
terjadi proses penyembuhan fraktur dapat dikembalikan sesuai dengan anatominya.
Biasanya jika penanganan awal tidak dilakukan dengan baik, akan berkembang
timbul tanda-tanda dari crush syndrome yang mana akibat kerusakan sel-sel otot sebagai
akibat dari crush injury. Crush syndrome ditandai dengan adanya gangguan sistemik.
D Gejala dan Tanda
Gejala dan tanda jelas berbeda tergantung dari keparahan crush injury. Pada
trauma yang ringan dapat ditandai dengan adanya luka robek, nyeri terlokasir dan ringan.
Namun pada trauma crush injury yang berat dapat terlihat kerusakan hebat dibawa kulit
lokasi lesi, dan sering dijumpai kerusakan hebat terhadap kulit, jaringan lunak , fascia,
saraf, pembuluhh darah, tulang serta tendon dan organ lainnya. Beberapa tanda yang
mungkin dan sering timbul yaitu; klinis pada kulit mungkin hampir sama dengan trauma
bukan crush injury, bengkak daerah trauma, paralisis ( jika mengenai vertebra), parestesi,
nyeri, pulsasi ujung distal dari lokasi trauma mungkin ada atau tidak ada, mioglobinuri
yang mana warna urine menjadi merah gelap atau coklat.
E Etiologi
Penyebab utama dari crush injury adalah banyak faktor antara lain ; tertindih
oleh objek berat, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja pada Industri, kecelakaan kerja
lain yang menyebabkan luka hancur yang serius.
F Penatalaksanaan.
Pada crush injury , perlu adanya penanganan yang sergera , karena lebih dari 6-8
jam setelah kejadian, jika tidak dapat ditangani dengan baik akan menyebabkan kondisi
pasien semakin memburuk dan terjadi banyak komplikasi lain yang dapat memperberat
kondisi pasien dan penanganan selanjutnya menjadi semakain sulit.
Penanganan pada crush injury dapat dimulai dari tempat kejadian yaitu dengan
prinsip primary surface ( ABC) terutama mempertahankan atau mengurangi perdarahan
dengan cara bebat tekan sementara dilarikan ke rumah sakit.
Penanganan di rumah sakit harus di awali dengan prinsip ATLS. Pemberian
oksigen (O2) guna mencegah terjadinya hipoksia jaringan serta terutama organ-organ
vital. Kemudian dilanjutkan dengan terapi cairan, terapi cairan awal harus diarahkan
untuk mengoreksi takikardia atau hipotension dengan memperluas volume cairan tubuh
dengan cepat dengan menggunakan cairan NaCl ( isotonic) atau ringer laktat diguyur
dan kemudian dilanjutkan perlahan
Gonzalez, 2005; Gunal et Al., 2004; Malinoski et Al., 2004; Stewart, 2005).
Untuk mencegah gagal ginjal dengan hidrasi yang sesuai, anjuran terapi akhir
akhir ini berupa pemberian cairan Intravena dan manitol untuk mempertahankan diuresis
minimal 300- 400 mL/jam, dalam hal ini penting dipasang folley cateter guna
menghitung balance cairan masuk dan cairan keluar (Malinoski et Al., 2004). Volume
agresif ini dapat mencegah kematian yang cepat dan dikenal sebagai penolong kematian,
dimana dapat memperbaiki perfusi jaringan yang iskemik sebagai akibat crush injury.
Natrium bikarbonat berguna pada pasien dengan Crush Syndrome. Ini akan
mengembalikan asidosis yang sudah ada sebelumnya yang sering timbul dan juga
sebagai salah satu langkah pertama dalam mengobati hiperkalemia. Hal ini juga akan
meningkatkan pH urin, sehingga menurunkan jumlah mioglobin yang mengendap di
ginjal. Masukkan natrium bikarbonat intravena sampai pH urine mencapai 6,5 untuk
mencegah mioglobin dan endapan sama urat di ginjal. Disarankan bahwa 50-100 mEq
bikarbonat, tergantung pada tingkat keparahan.
Selain
natrium bikarbonat,
perawatan
lain
mungkin
diperlukan
untuk
diberikan:
1.
2.
3.
4.
5.
dan perdarahan pada pasien. Amputasi dirumah sakit harus dilakukan oleh dokter ahli
yang berkompeten berdasarkan keahlian.
Pada amputasi bawah lutut dapat dilakukan jika ada kerusakan yang sulit untuk
dipertahan lagi dan kerusakan fungsi komponen yang terdapat pada daerah bawah lutut
( under of knee) yang melibatkan kerusakan kulit , soft tissue, otot, vaskularisasi,
persarafan, tendon, fascia serta tulang. Sehingga amputasi pada daerah bawah lutut
dapat dilakukan dengan cara mempertahankan otot dan komponen lainnya serta kondilus
tulang paha, namun pada kasus crush injury ( Regio cruris)
yang kerusakannya
mencapai tulang patella, dapat dilakukan tindakan amputasi daerah diatas lutut
(Amputation above the knee).Pastikan tindakan ini membantu pasien untuk berlatih
seketika setelah amputasi, supaya dapat memperkuat: otot adductor sisa, mencegah
prosthesis gerakkan keluar ketika ia berjalan, dan otot extensors, sebab kedua fungsi otot
ini akan melebarkan pinggul pasien dan prosthesis, yang mana untuk membentuk
lututnya dan juga harus belajar untuk menyeimbangkan pinggulnya sebagai ganti otot
yang diamputasi. Tujuan operasi amputasi bawah lutut adalah untuk menghasilkan
sebuah alat gerak yang padat, berbentuk silindris, bebas dari jaringan parut yang sensitif
dengan tulang yang cukup baik ditutupi oleh otot dan jaringan subkutan yang sesuai
dengan panjangnya. Ujung puntung sebaiknya dilapisi oleh jaringan kulit, subkutan, fasia
dan otot yang sehat dan tidak melekat.
Dalam hal ini sangat penting pengetahuan yang lebih mengenai anatomi dan
fisiologi pada lokasi amputasi. Oleh karena itu tindakan ini harus dilakukan oleh ahli
orthopedic.
dibiarkan, misalnya pada crush injury, sepsis yang berat, dan adanya tumor ganas.
2 Limb saving (memanfaatkan kembali kegagalan fungsi ekstremitas secara
maksimal), seperti pada kelainan kongenital dan keganasan. Anggota gerak tidak
berfungsi sama sekali, sensibilitas anggota gerak hilang sama sekali, adanya
nyeri yang hebat, malformasi hebat atau ostemielitis yang disertai dengan
kerusakan tulang hebat. Serta kematian jaringan baik akibat diabetes melitus
(DM), penyakit vaskuler, setelah suatu trauma, dapat di indikasikan amputasi.
G Komplikasi
1. Hypotensi
2. Crush Syndrome
3. Renal failure
4. Compartmen Syndrome
5. Cardiac Arrest
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor register, tanggal
masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.
2. Keluhan Utama
Alasan yang menyebabkan lansia masuk ke rumah sakit. Biasanya karena adanya
gangguan pada sistem muskoloskletal.
3. Genogram
Mengkaji silsilah keluarga yang berkaitan dengan penyakit osteomyelitis.
4. Riwayat Kesehatan Sekarang
Sejak kapan timbul keluhan, apakan ada riwayat trauma. Hal-hal yang menimbulkan
gejala. Timbulnya gejala mendadak atau perlahan. Timbulnya untuk pertama kalinya
atau berulang. Perlu ditanyakan pula tentang ada-tidaknya gangguan pada sistem
lainnya. Kaji lansia untuk mengungkapkan alasan lansia memeriksakan diri atau
mengunjungi
fasilitas
kesehatan,
keluhan
utama
pasien
dan
gangguan
muskuloskeletal meliputi :
a) Nyeri : identifikasi lokasi nyeri. Nyeri biasanya berkaitan dengan pembuluh
darah, sendi, fasia atau periosteum. Tentukan kualitas nyeri apakah sakit yang
menusuk atau berdenyut. Nyeri berdenyut biasanya berkaitan dengan tulang dan
sakit berkaitan dengan otot, sedangkan nyeri yang menusuk berkaitan dengan
fraktur atau infeksi tulang. Identifikasi apakah nyeri timbul setelah diberi
aktivitas atau gerakan. Nyeri saat bergerak merupakan satu tanda masalah
persendian. Degenerasi panggul menimbulkan nyeri selama badan bertumpu
pada sendi tersebut. Degenerasi pada lutut menimbulkan nyeri selama dan setelah
berjalan. Nyeri pada osteoartritis makin meningkat pada suhu dingin. Tanyakan
kapan nyeri makin meningkat, apakah pagi atau malam hari. Inflamasi pada
bursa atau tendon makin meningkat pada malam hari. Tanyakan apakah nyeri
hilang saat istirahat. Apakah nyerinya dapat diatasi dengan obat tertentu.
b) Kekuatan sendi : tanyakan sendi mana yang mengalami kekakuan, lamanya
kekakuan tersebut, dan apakah selalu terjadi kekakuan. Beberapa kondisi seperti
spondilitis ankilosis terjadi remisi kekakuan beberapa kali sehari. Pada penyakit
degenarasi sendi sering terjadi kekakuan yang meningkat pada pagi hari setelah
bangun tidur (inaktivitas). Bagaimana dengan perubahan suhu dan aktivitas.
Suhu dingin dan kurang aktivitas biasanya meningkatkan kekakuan sendi. Suhu
panas biasanya menurunkan spasme otot.
c) Bengkak : tanyakan berapa lama terjadi pembengkakan, apakah juga disertai
dengan nyeri, karena bengkak dan nyeri sering menyertai cedera pada otot.
Penyakit degenerasi sendi sering kali tidak timbul bengkak pada awal serangan,
tetapi muncul setelah beberapa minggu terjadi nyeri. Dengan istirahat dan
meninggikan bagian tubuh, ada yang dipasang gips. Identifikasi apakah ada
panas atau kemerahan karena tanda tersebut menunjukkan adanya inflamasi,
infeksi atau cedera.
d)
e) Perubahan sensori : tanyakan apakah ada penurunan rasa pada bagian tubuh
tertentu. Apakah menurunnya rasa atau sensasi tersebut berkaitan dengan nyeri.
Penekanan pada syaraf dan pembuluh darah akibat bengkak, tumor atau fraktur
dapat menyebabkan menurunnya sensasi.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat penyakit keluarga perlu diketahui untuk menentukan hubungan genetik yang
perlu diidentifikasi misalnya (penyakit diabetes melitus yang merupakan predisposisi
penyakit sendi degeneratif, TBC, artritis, riketsia, osteomielitis, dll)
6. Riwayat Lingkungan Hidup
Pengkajian terhadap lingkungan hidup lansia. Seperti lingkungan keluarga, tetangga,
dan lain-lain.
7. Riwayat Rekreasi
Pengkajian terhadap seberapa seringnya lansia melakukan rekreasi.
8. Sumber/Sistem Pendukung
Pengkajian terhadap siapa saja sistem pendukung pada lansia, seperti pasangan,
anak, teman, saudara, atau tetangga.
9. Deskripsi Hari Khusus
Pengkajian terhadap hari khusus yg di miliki oleh lansia.
10. Riwayat Kesehatan dahulu
Data ini meliputi kondisi kesehatan individu. Data tentang adanya efek langsung atau
tidak langsung terhadap muskuloskeletal, misalnya riwayat trauma atau kerusakan
tulang rawan, riwayat artritis dan osteomielitis.
11. Pemeriksaan Fisik (Tinjauan Sistem)
Pemeriksaan Fisik secara umum (keadaan umum, integument, kepala, mata, telinga,
hidung dan sinus, mulut dan tenggorokan, leher, payudara, pernafasan,
kardiovaskuler, gastrointestinal, perkemihan, muskuloskletal, sistem saraf pusat,
sistem endokrin, reproduksi) tidak mengalami gangguan sehingga tidak menjadi
pengkajian secara khusus. Namun biasanya pada sistem muskuloskeletal perlu dikaji
lebih mendalam.
Adapun hal-hal yang perlu dikaji pada skelet tubuh, yaitu :
1) Adanya deformitas dan ketidaksejajaran yang dapat disebabkan oleh penyakit
sendi
2) Pertumbuhan tulang abnormal. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya tumor
tulang.
3) Pemendekan ekstrimitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak sejajar secara
anatomis
4) Angulasi abnormal pada tulang panjang, gerakan pada titik bukan sendi, teraba
krepitus pada titik gerakan abnormal, menunjukkan adanya patah tulang.
ekstrimitas, pada lokasi yang sama, pada posisi yang sama dan otot dalam
keadaan istirahat.
0 (zero)
1 (trace)
2 (poor)
3 (fair)
4 (good)
5 (normal)
3.
C. Intervensi Keperawatan
No
1
Diagnosa
Keperawatan
Nyeri b/d
inflamasi dan
pembengkakan
Intervensi
1. Pantau tingkat
dan intensitas
nyeri
2. Lakukan
imobilisasi
dengan bidai
3. Tinggikan
ekstrimitas yang
nyeri
4. Ajarkan teknik
relaksasi (nafas
dalam)
5. Kolaborasi
pemberian
analgesik sesuai
program terapi
2
Gangguan
mobilitas fisik b/d
keterbatasan
rentang gerak
Tujuan :
Setelah dilakukan
perawatan, klien
dapat melakukan
mobilisasi dengan
atau tanpa bantuan
perawat
Rasional
1. Tingkat dan intensitas
nyeri merupakan data
dasar yang dibutuhkan
perawat sebagai pedoman
pengambilan intervensi,
sehingga setiap perubahan
harus terus dipantau.
2. Imobilisasi dapat
membantu meringankan
tugas tulang dalam
mempertahankan postur
tubuh sehingga tidak
terjadi kekakuan daerah
sekitar yang
menyebabkan nyeri.
3. Peninggian ekstrimitas
dapat membantu
meningkatkan aliran balik
vena yang menyebaban
pembengkakan berkurang
sehingga penekanan
daerah cedera menurun.
4. Teknik relaksasi (nafas
dalam ) dapat membantu
menurunkan tingkat
ketegangan sehingga
diharapkan tekanan otototot sekitar daerah cedera
menurun
5. Analgesik berfungsi untuk
melakukan hambatan
pada sensor nyeri
sehingga sensasi nyeri
pada klien berkurang.
1. Lakukan
1. Imobilisasi dapat
imobilisasi
mengurangi pergerakan
dengan bidai
daerah cedera sehingga
pada daerah
tidak terjadi kerusakan
yang mengalami
yang berlanjut, hal ini
kerusakan.
juga dapat membantu
menopang berat tubuh.
Kriteria hasil :
- Klien dapat
melakukan ROM
aktif
- Klien dapat
berpindah dengan
bantuan alat
2. Ajarkan
penggunaan alat
bantu berpindah
3. Jelaskan pada
pasien tetntang
pentingnya
pembatasan
aktivitas
4. Latihan ROM
aktif dan
perpindahan
maksimal 2 kali
dalam sehari
5. Anjurkan
partisipasi
partisipasi aktif
sesuai
kemampuan
dalam kegiatan
sehari-hari
3
Risiko Infeksi
berhubungan
dengan prosedur
pemasangan alat
invasif.
Setelah dilakukan
perawatan, tidak
terjadi perluasan
infeksi pada klien
Kriteria hasil :
- Tidak ada tandatanda infeksi
- WBC Normal
1. Pertahankan
tirah baring
dalam posisi
yang di
programkan
2. Tinggikan
ekstremitas
yang sakit,
instruksikan
klien / bantu
dalam latihan
rentang gerak
pada
ekstremitas
2. Dapat meringankan
masalah gangguan
mobilitas fisik yang
dialami klien
3.
4.
5.
6.
7.
3. Dapat meringankan
masalah gangguan
mobilitas yang dialami
klien
4. Agar klien tidak banyak
melakukan gerakan yang
dapat membahayakan
5. Mengurangi terjadinya
penyimpangan
penyimpangan yang dapat
terjadi
6. Mengurangi gangguan
mobilitas fisik
7. Kolaborasi interprofesional
membantu proses
perawatan klien lebih
efektif
DAFTAR PUSTAKA
Clifton Rd. (2009). Crush Injury and Crush Syndrome. USA: Centers for Disease
Control
and
Prevention;
http://www.bt.cdc.gov/masscasualties/blastinjuryfacts.asp
Darren J. Malinoski, MD, Matthew S. Slater, MDc, Richard J. Mullins, MD Crush
injury and rhabdomyolysisDepartment of Surgery, Oregon Health & Science
University D.J. Malinoski et al / Crit Care Clin 20 (2004) 171192.
http://www.thedenverclinic.com/services/mangled/extremity-trauma-home/35news/50-crush-injury-to-lower-legs.html
Doenges, Marilyn E, dkk,. 2001. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan. Jakarta : EGC
Edward J. Newton, MD. Acute Complications of Extremity Trauma Department of
Emergency Medicine, Keck School of Medicine, LACUSC Medical Center,
Building GNH 1011, 1200 North State Street, Los Angeles, CA 90033, USA.
http://www.thedenverclinic.com/services/mangled/extremity-trauma-home/35news/50-crush-injury-to-lower-legs.html
James
R.
Dickson
M.
D.,
FACEP,
http://www.bt.cdc.gov/masscasualties/blastinjuryfacts.asp
Crush
Injury
Mychael.B.
Straut.
(2003).
Lower
Leg
Amputation
http://search.mywebsearch.com/mywebsearch/redirect.jhtml?searchfor Leg+
Amputation+Surgery.
Vitriana. (2002). Bagian Ilmu Kedokteran Fisik Dan Rehabilitasi Fk-Unpad /
Rsup.Dr.Hasan Sadikin Fk-Ui / R supn Dr.Ciptomangunkusumo.