Sie sind auf Seite 1von 16

BAB I

PENDAHULUAN
Kata asma berasal dari bahasa Yunani yang berarti terengah-engah atau sukar
bernafas. Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak
sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas
yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat
dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episode tersebut berhubungan
dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel
dengan atau tanpa pengobatan.1
Dalam ilmu kedokteran istilah asma meliputi 2 pengertian pertama, untuk merujuk
pada asma kardial yang sesak nafasnya berkaitan dengan kegagalan jantung yang
menyebabkan oedem paru. Kedua, asma bronkial yang sesak nafasnya diakibatkan oleh
penyempitan saluran nafas secara menyeluruh serta didasari oleh kepekaan yang
meningkat (hyperreactivity) dan tanggapan saluran pernafasan yang berlebihan
(hyperresponsiveness) terhadap berbagai macam rangsangan. Asma bronkial adalah salah
satu penyakit paru yang termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi dan imunologi.
Penderita asma di Amerika Serikat berkisar antara 6 sampai dengan 8 juta, suatu
keadaan klinik yang ditandai adanya kepekaan yang tinggi dari percabangan saluran
pernafasan terhadap berbagai rangsangan. Gambaran awal berupa sesak nafas (dyspneu)
dan nafas berbunyi (wheezing) adalah keluhan yang diakibatkan oleh penyempitan
saluran pernafasan, merupakan gambaran yang khas dari asma bronkial. Pada beberapa
penderita dapat terjadi adanya keluhan awal tersebut berupa batuk dengan atau tidak
adanya dahak yang kental. Keluhan-keluhan pada penderita asma adalah akibat obstruksi
spasme bronkus, edema dan peradangan dinding bronkus, serta sekresi yang berlebihan
dari kelenjar mukosa, yang menyebabkan inflasi yang berlebihan, pertukaran gas
menurun, dan meningkatkan kerja respirasi. Gejala awal tersebut dapat hilang dengan
sendirinya, atau dapat berlanjut dan menjadi berat walaupun sudah diberi pengobatan dan
mengakibatkan timbulnya tanda-tanda asfiksia. Sebagian besar serangan asma dapat pulih
kembali secara spontan baik dengan atau tanpa obat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI ASMA


Asma bronkial dapat terjadi pada semua umur namun sering dijumpai pada awal
kehidupan. Sekitar setengah dari seluruh kasus diawali sebelum berumur 10 tahun dan
sepertiga bagian lainnya terjadi sebelum umur 40 tahun. Pada usia anak-anak, terdapat
perbandingan 2:1 untuk laki-laki dibandingkan wanita, namun perbandingan ini menjadi
sama pada umur 30 tahun. Angka ini dapat berbeda antara satu kota dengan kota yang lain
dalam negara yang sama. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5 7 %.3,4
Atopi merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi perkembangan asma. Asma
alergi sering dihubungkan dengan riwayat penyakit alergi pribadi maupun keluarga
seperti rinitis, urtikaria, dan eksema. Keadaan ini dapat pula disertai dengan reaksi kulit
terhadap injeksi intradermal dari ekstrak antigen yang terdapat di udara, dan dapat pula
disertai dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan atau respon positif terhadap tes
provokasi yang melibatkan inhalasi antigen spesifik.4
Di Indonesia, asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian.
Hal tersebut tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) diberbagai
propinsi di Indonesia. SKRT 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10
penyebab kesakitan (morbiditi) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan empisema.
Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan empisema sebagai penyebab kematian
(mortaliti) ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6%. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh
Indonesia sebesar 13/1000 dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru
2/1000.1
II.2 PATOFISIOLOGI ASMA
Patofisiologi asma merupakan proses yang sangat kompleks, dan melibatkan beberapa
komponen yaitu

inflamasi saluran nafas, obstruksi aliran udara, dan hiperaktivitas

bronkus.4
II.2.1 Penyempitan Saluran Napas
Penyempitan saluran napas merupakan hal yang mendasari timbulnya gejala dan
perubahan fisiologis asma. Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya

penyempitan saluran napas yaitu kontraksi otot polos saluran napas, edema pada saluran
napas, penebalan dinding saluran napas dan hipersekresi mukus. 2
Kontraksi otot polos saluran napas yang merupakan respon terhadap berbagai
mediator bronkokonstiktor dan neurotransmiter adalah mekanisme dominan terhadap
penyempitan saluran napas dan prosesnya dapat dikembalikan dengan bronkodilator.
Edema pada saluran napas disebabkan kerena adanya proses inflamasi. Hal ini penting
pada eksaserbasi akut. Penebalan saluran napas disebabkan karena perubahan struktural
atau disebut juga remodelling.2 Proses inflamasi kronik pada asma akan menimbulkan
kerusakan jaringan yang secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan (healing
process) yang menghasilkan perbaikan (repair) dan pergantian sel-sel yang mati atau
rusak dengan sel-sel yang baru. Proses penyembuhan tersebut melibatkan perbaikan
jaringan yang rusak dengan jenis sel parenkim yang sama dan pergantian jaringan yang
rusak dengan jaringan penyambung yang menghasilkan jaringan parut. Pada asma kedua
proses tersebut berkontribusi dalam proses penyembuhan dan inflamasi yang kemudian
akan menghasilkan perubahan struktur yang komplek yang dikenal dengan airway
remodelling.1
II.2.2 Hiperreaktivitas saluran napas
Penyempitan saluran respiratorik secara berlebihan merupakan patofisiologis yang secara
klinis paling relevan pada penyakit asma. Mekanisme yang bertanggungjawab terhadap
reaktivitas yang berlebihan atau hiperreaktivitas ini belum diketahui dengan pasti tetapi
mungkin berhubungan dengan perubahan otot polos saluran napas (hiperplasi dan
hipertrofi) yang terjadi secara sekunder yang menyebabkan perubahan kontraktilitas.
Selain itu, inflamasi dinding saluran respiratorik terutama daerah peribronkial dapat
memperberat penyempitan saluran respiratorik selama kontraksi otot polos.7,8
II.3 FAKTOR PENCETUS ASMA
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor penjamu (host factor) dan
faktor lingkungan. 1
a. Faktor host :

Genetik

Obesitas

Jenis Kelamin

b. Faktor Lingkungan :

Rangsangan alergen

Rangsangan bahan-bahan di tempat kerja

Infeksi

Merokok

Obat

Penyebab lain atau faktor lainnya

II.4 GAMBARAN KLINIS ASMA


Gejala klinis asma klasik terdiri dari trias sesak nafas, batuk, dan mengi. Gejala lainnya
dapat berupa rasa berat di dada, produksi sputum, penurunan toleransi kerja, nyeri
tenggorokan, dan pada asma alergik dapat disertai dengan pilek atau bersin. Gejala
tersebut dapat bervariasi menurut waktu dimana gejala tersebut timbul musiman atau
perenial, beratnya, intensitas, dan juga variasi diurnal. Timbulnya gejala juga sangat
dipengaruhi oleh adanya faktor pencetus seperti paparan terhadap alergen, udara dingin,
infeksi saluran nafas, obat-obatan, atau aktivitas fisik. Faktor sosial juga mempengaruhi
munculnya serangan pada pasien asma, seperti karakteristik rumah, merokok atau tidak,
karakteristik tempat bekerja atau sekolah, tingkat pendidikan penderita, atau pekerjaan.4
II.5 DIAGNOSIS ASMA1,2
Diagnosis asma ditegakkan bila dapat dibuktikan adanya obstruksi jalan nafas yang
reversibel. Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat penyakit/gejala :
- bersifat episodik, reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
- gejala berupa batuk, sesak nafas, rasa berat di dada, dan berdahak.
- gejala timbul/memburuk di malam hari.
- respons terhadap pemberian bronkodilator.
Selain itu melalui anamnesis dapat ditanyakan mengenai riwayat keluarga (atopi), riwayat
alergi/atopi, penyakit lain yang memberatkan, perkembangan penyakit dan pengobatan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda obstruksi saluran nafas dan
tanda yang khas adalah adanya mengi pada auskultasi. Namun pada sebagian penderita
dapat ditemukan suara nafas yang normal pada auskultasi walaupun pada pengukuran faal
paru telah terjadi penyempitan jalan nafas.

Pengukuran faal paru dilakukan untuk menilai obstruksi jalan nafas, reversibiliti
kelainan faal paru, variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiper-responsif
jalan nafas. Pemeriksaan faal paru yang standar adalah pemeriksaan spirometri dan peak
expiratory flow meter (arus puncak ekspirasi). Pemeriksaan lain yang berperan untuk
diagnosis antara lain uji provokasi bronkus dan pengukuran status alergi. Uji provokasi
bronkus mempunyai sensitivitas yang tinggi tetapi spesifisitas rendah. Komponen alergi
pada asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE spesifik
serum, namun cara ini tidak terlalu bernilai dalam mendiagnosis asma, hanya membantu
dalam mengidentifikasi faktor pencetus.
II.6 KLASIFIKASI ASMA1,2
Tabel 1. Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis
(Sebelum Pengobatan)1
Derajat asma
Gejala
Gejala malam
I. Intermiten
Bulanan
Gejala < 1x/minggu
2x/bulan
Tanpa gejala diluar serangan
Serangan singkat
II. Persisten
Ringan
Mingguan
Gejala > 1x/minggu, tapi < > 2x/bulan
1x/hari
Serangan dapat mengganggu
aktivitas dan tidur
Membutuhkan bronkodilator
setiap hari
III. Persisten
Sedang
Harian
Gejala setiap hari
>1x/minggu
Serangan menggangu aktivitas

APE 80%
VEP1 80% nilai prediksi
APE 80% nilai terbaik
Variabilitas APE 20-30%

APE 60-80%
VEP1 60-80% nilai prediksi
APE 60-80% nilai terbaik

dan tidur
Membutuhkan

Faal paru
APE 80%
VEP1 80% nilai prediksi
APE 80% nilai terbaik
Variabilitas APE < 20%

Variabilitas APE > 30%


bronkodilator

setiap hari
IV. Persisten
Berat
Kontinyu
Gejala terus menerus
Sering kambuh
Aktivitas fisik terbatas

Sering

APE 60%
VEP1 60% nilai prediksi
APE 60% nilai terbaik
Variabilitas APE > 30%

Tabel 2. Klasifikasi Derajat Asma pada Penderita dalam Pengobatan 1


Tahapan pengobatan yang digunakan saat penilaian
Tahap 1
Tahap 2

Tahap 3

Gejala dan faal paru dalam pengobatan

Intermiten

Pesisten ringan

Persisten
sedang
Persisten
sedang

Tahap I: Intermiten
Gejala < 1x/mggu
Serangan singkat
Gejala malam < 2x/bln
Faal paru normal diluar serangan
Tahap II: Persisten Ringan
Gejala >1x/mggu, tapi <1x/hari
Gejala malam >2x/bln, tapi <1x/mggu
Faal paru normal diluar serangan
Tahap III: Persisten Sedang
Gejala setiap hari
Serangan mempengaruhi tidur dan aktivitas
Gejala malam >1x/mggu
60%<VEP1<80% nilai prediksi
60%<APE<80% nilai terbaik
Tahap III: Persisten Berat
Gejala terus menerus
Serangan sering
Gejala malam sering
VEP160% nilai prediksi, atau
APE60% nilai terbaik

Intermiten

Persisten ringan

Persisten ringan

Persisten sedang

Persisten berat

Persisten sedang

Persisten berat

Persisten berat

Persisten berat

Persisten berat

Persisten berat

II.7 PENATALAKSANAAN ASMA1-10


Menurut pedoman diagnosis dan penatalaksanaan asma di Indonesia yang dikeluarkan
oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia tahun 2004, ada 7 komponen program
penatalaksanaan asma dimana 6 di antaranya menyerupai komponen pengobatan yang
dianjurkan oleh GINA dan ditambah satu komponen yaitu pola hidup sehat.1
EDUKASI
Edukasi yang diberikan antara lain adalah pemahaman mengenai asma itu sendiri, tujuan
pengobatan asma, bagaimana mengidentifikasi dan mengontrol faktor pencetus, obat-obat
yang digunakan berikut efek samping obat, dan juga penanganan serangan asma di
rumah.
PENILAIAN DERAJAT BERATNYA ASMA
Penilaian klinis berkala antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh penderita sendiri
mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma.
A. Pemantauan tanda gejala asma.
B. Pemeriksaan faal paru
IDENTIFIKASI DAN PENGENDALIAN FAKTOR PENCETUS

Sebagian penderita dengan mudah mengenali fakor pencetus, akan tetapi sebagian lagi
tidak dapat menegtahui faktor pencetus asmanya.
MERENCANAKAN DAN MEMBERIKAN PENGOBATAN JANGKA PANJANG
Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan. Dalam
menetapkan atau merencanakan pengobatan jangka panjang untuk mencapai atau
mempertahankan keadaan asma yang terkontrol, terdapat tiga faktor yang perlu
dipertimbangkan:
1. Medikasi (obat-obatan)
2. Tahapan pengobatan
3. Penanganan asma mandiri (pelangi asma)
Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan nafas,
terdiri atas pengontrol dan pelega.
A. Pengontrol
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan
setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma
persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol adalah:
a. Glukokortikosteroid inhalasi
Adalah medikasi jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma.
Berbagai penelitian menunjukkan penggunaan steroid inhalasi menghasilkan
perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan nafas, mengurangi gejala,
mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualitas hidup. Efek
samping adalah efek samping lokal seperti kandidiasis orofaring, disfonia dan
batuk karena airitasi saluran nafas atas.
b. Glukokortikosteroid sistemik
Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Kemungkinan digunakan sebagai
pengontrol pada keadaan asma persisten berat, tetapi penggunaannya terbatas
mengingat risiko efek sistemik. Untuk jangka panjang, lebih efektif menggunakan
steroid inhalasi daripada steroid oral selang sehari. Jika steroid oral terpaksa harus
diberikan, maka dibutuhkan selama jangka waktu tertentu. Efek samping jangka
panjang adalah osteoporosis, hipertensi, diabetes, supresi aksis adrenal pituitari
hipotalamus, katarak, glaukoma, obesitas, penipisan kulit, striae, dan kelemahan
otot.
c. Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)

Mekanisme yang pasti belum sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui merupakan


antiinflamasi nonsteroid, menghambat pelepasan mediator dari sel mast melalui
reaksi yang diperantarai IgE yang bergantung pada dosis dan seleksi serta supresi
pada sel inflamasi tertentu (makrofag, eosinofil, monosit), selain juga
kemungkinan menghambat saluran kalsium pada sel target. Pemberiannya secara
inhalasi, digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Efek samping
umumnya minimal seperti batuk atau rasa tidak enak obat saat melakukan
inhalasi.
d. Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti
antiinflamasi.

Sebagai

bersama/kombinasi

dengan

pelega,
agonis

teofilin/aminofilin
2

kerja

singkat,

oral

diberikan

sebagai

alternatif

bronkodilator jika dibutuhkan. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat


digunakan sebagai obat pengontrol, dimana pemberian jangka panjang efektif
mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru. Preparat lepas lambat mempunyai
aksi/waktu kerja yang lama sehingga digunakan untuk mengontrol gejala asma
malam dikombinasi dengan antiinflamasi yang lazim. Efek samping berpotensi
terjadi pada dosis tinggi (10 mg/kgBB/hari atau lebih) dengan gejala
gastrointestinal seperti nausea, muntah adalah efek samping yang paling dulu dan
sering terjadi. Efek kardiopulmoner seperti takikardi, aritmia dan kadangkala
merangsang pusat nafas. Intoksikasi teofilin dapat menyebabkan kejang bahkan
kematian.
e. Agonis 2 kerja lama
Termasuk agonis 2 kerja lama inhalasi adalah salmoterol dan formoterol yang
mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Agonis 2 memiliki efek relaksasi otot
polos,

meningkatkan

pembersihan

mukosilier, menurunkan

permeabilitas

pembuluh darah dan memodulasi pelepasan mediator dari sel mast dan basofil.
Pada pemberian jangka lama mempunyai efek antiinflamasi, walau kecil dan
mempunyai efek protektif terhadap rangsang bronkokonstriktor. Pemberian
inhalasi agonis 2 kerja lama menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik
dibandingkan preparat oral. Karena pengobatan jangka panjang dengan agonis 2
kerja lama tidak mengubah inflamasi yang sudah ada, maka sebaiknya selalu
dikombinasi dengan glukokortikosteroid inhalasi, dimana penambahan agonis 2
kerja lama inhalasi akan memperbaiki gejala, menurunkan asma malam,
8

memperbaiki faal paru, menurunkan kebutuhan agonis 2 kerja singkat (pelega)


dan menurunkan frekuensi serangan asma.
Agonis 2 kerja lama inhalasi dapat memberikan efek samping sistemik
(rangsangan kardiovaskuler, tremor otot rangka dan hipokalemia) yang lebih
sedikit atau jarang daripada pemberian oral.
f. Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.
Mekanisme kerjanya menghambat 5-lipoksigenase sehingga memblok sintesis
semua leukotrien (contohnya zileuton) atau memblok reseptor-reseptor leukotrien
sisteinil pada sel target (contohnya montelukas, pranlukas, zafirlukas). Mekanisme
kerja tersebut menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan
bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat
bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi.
B. Pelega
a. Agonis 2 kerja singkat
Mempunyai waktu mulai kerja singkat (onset) yang cepat. Formoterol mempunyai
onset cepat dan durasi yang lama. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral,
pemberian inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping
minimal/tidak ada. Mekanisme kerja sebagaimana agonis 2 yaitu relaksasi otot
polos saluran nafas, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan
permeabilitas pembuluh darah dan memodulasi pelepasan mediator dari sel mast
dan basofil. Efek sampingnya rangsangan kardiovaskular, tremor otot rangka dan
hipokalemia. Pemberian secara inhalasi jauh lebih sedikit menimbulkan efek
samping.
b. Metilsantin
Termasuk dalam bronkodilator walaupun efek bronkodilatasinya lebih lemah
dibandingkan agonis 2 kerja singkat. Teofilin kerja singkat tidak menambah efek
bronkodilatasi agonis 2 kerja singkat dosis adekuat, tetapi mempunyai manfaat
untuk respiratory drive, memperkuat fungsi otot pernafasan dan mempertahankan
respon terhadap agonis 2 kerja singkat diantara pemberian satu dengan
berikutnya.
c. Antikolinergik

Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek pelepasan


asetilkolin dari saraf kolinergik dari jalan nafas. Menimbulkan bronkodilatasi
dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat
refleks bronkokonstriksi yang disebabkan iritan.. Efek samping berupa rasa kering
di mulut dan rasa pahit.
d. Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat, bila tidak
tersedia agonis 2, atau tidak respon dengan agonis 2 kerja singkat.

C. Tahapan penanganan asma


Pengobatan jangka panjang berdasarkan derajat berat asma, agar dapat tercapai tujuan
pengobatan dengan menggunakan medikasi seminimal mungkin. Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia (PDPI) menyarankan stepdown therapy.
D. Pengobatan berdasarkan derajat berat asma
Tabel 3. Pengobatan Sesuai Berat Asma1
Semua tahapan : ditambahkan agonis 2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak > 3-4x/hari
Berat Asma

Medikasi Pengontrol
Harian

Alternatif/Pilihan Lain

Alternatif Lain

Asma
Intermiten

Tidak perlu

Asma Persisten
Ringan

Glukokortikosteroid
inhalasi (200-400ug
BD/hari atau equivalennya)

Teofilin lepas lambat

Kombinasi inhalasi
glukokortikosteroid (400800ug BD/hari atau
equivalennya) dan agonis 2
kerja lama

Kombinasi inhalasi
glukokortikosteroid (400800ug BD/hari atau
equivalennya) ditambah
teofilin lepas lambat, atau
Kombinasi inhalasi
glukokortikosteroid (400800ug BD/hari atau
equivalennya) ditambah
agonis 2 kerja lama oral,
atau
Glukokortikosteroid
inhalasi dosis tinggi
(>800ug BD atau
equivalennya) atau
Glukokortikosteroid
inhalasi (400-800ug BD

Asma Persisten
Sedang

Kromolin
Leukotrien modifiers
Ditambah agonis
2 kerja lama oral,
atau
Ditambahkan
teofilin lepas
lambat

10

atau equivalennya)
ditambah leukotriene
modifiers
Asma Persisten
Berat

Kombinasi inhalasi
glukokortikosteroid
(>800ug BD/hari atau
equivalennya) dan agonis 2
kerja lama, ditambah 1
dibawah ini:
- teofilin lepas lambat
- leukotriene modifiers
- glukokortikosteroid oral

Prednisolon/
metil
prednisolon oral selang sehari
10 mg ditambah agonis 2
kerja lama oral, ditambah
teofilin lepas lambat

Semua tahapan : bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3 bulan, kemudian
diturunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan kondisi asma tetap terkontrol

MENETAPKAN PENGOBATAN PADA SERANGAN AKUT


Kunci awal dalam penanganan serangan akut adalah penilaian berat serangan.
Tabel 4. Klasifikasi Berat Serangan Asma Akut1
Gejala dan
Tanda

Ringan

Berat Serangan Akut


Sedang

Berat

Sesak nafas
Posisi
Cara berbicara
Kesadaran

Berjalan
Dapat tidur terlentang
Satu kalimat
Mungkin gelisah

Berbicara
Duduk
Beberapa kata
Gelisah

Istirahat
Duduk membungkuk
Kata demi kata
Gelisah

Frekuensi nafas
Nadi
Pulsus
paradoksus

< 20/menit
< 100
10 mmHg

20-30/menit
100-120

10-20 mmHg

> 30 menit
> 120
+
> 25 mmHg

Otot bantu
nafas dan
retraksi
suprasternal
Mengi

Akhir ekspirasi paksa

Akhir ekspirasi

APE
PaO2
PaCO2
SaO2

> 80%
> 80 mmHg
< 45 mmHg
> 95%

60-80%
80-60 mmHg
< 45 mmHg
91-95%

Inspirasi dan
ekspirasi
< 60%
< 60 mmHg
> 45 mmHg
< 90%

Keadaan
Mengancam
Jiwa

Mengantuk,
gelisah,
kesadaran
menurun
Bradikardia
kelelahan
otot
Torakoabdo
minal
paradoksal
Silent chest

11

Tabel 5. Rencana Pengobatan Serangan Asma Berdasarkan Berat Serangan dan Tempat
Pengobatan1
Serangan
Pengobatan
Ringan
Terbaik:
Aktivitas relatif normal
Inhalasi agonis 2
Berbicara satu kalimat dalam 1 Alternatif:
nafas
Kombinasi oral agonis 2 dan
Nadi < 100
teofilin
APE > 80%
Sedang
Terbaik:
Jalan jarak jauh timbulkan gelaja
Nebulasi agonis 2 @ 4 jam
Berbicara beberapa kata dalam 1
Alternatif:
nafas
- Agonis 2 subkutan
Nadi 100-120
- Aminofilin iv
APE 60-80%
- Adrenalim 1/1000 0,3 mL sc
Oksigen bila mungkin
Kortikosteroid sistemik

Tempat pengobatan
Di rumah

Berat
Terbaik:
Sesak saat istirahat
Nebulasi agonis 2 @ 4 jam
Berbicara kata perkata dalam 1 Alternatif:
nafas
- Agonis 2 sc/iv
Nadi > 120
- Adrenalim 1/1000 0,3 mL sc
APE < 60% atau 100 L/dtk
Aminofilin bolus dilanjutkan drip
Oksigen
Kortikosteroid iv

Darurat gawat/RS
Klinik

Mengancam jiwa
Kesadaran berubah /menurun
Gelisah
Sianosis
Gagal nafas

Darurat gawat/RS
ICU

Seperti serangan akut berat


Pertimbangkan intubasi dan
ventilasi mekanik

Di praktek dokter/ klinik/


puskesmas

Darurat gawat/RS
Klinik
Praktek dokter
Puskesmas

KONTROL SECARA TERATUR


Dua hal penting yang harus diperhatikan dokter dalam penatalaksanaan asma jangka
panjang adalah melakukan tindak lanjut/follow up teratur dan merujuk ke ahli paru pada
keadaan-keadaan tertentu.
POLA HIDUP SEHAT
Pola hidup sehat yang dianjurkan antara lain adalah meningkatkan kebugaran fisik
melalui olahraga,

penderita dianjurkan untuk berhenti atau tidak pernah merokok

karena rokok merupakan oksidan yang dapat menimbulkan inflamasi dan menyebabkan

12

ketidakseimbangan protease antiprotease serta penderita asma dianjurkan untuk tidak


bekerja di tempat kerja yang merupakan faktor pencetus asma.
BAB III
TINJAUAN KASUS

III.1 IDENTITAS PENDERITA


Nama

: NKS

Umur

: 42 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Bangsa

: Indonesia

Suku

: Bali

Agama

: Hindu

Status Perkawinan

: Menikah

Pekerjaan

: Petani

Alamat

: Gumbrih

Tanggal Pemeriksaan

: 29 Mei 2012

III.2 KELUHAN UTAMA


Sesak napas
III.3 ANAMNESIS
Penderita datang ke UGD Puskesmas Pekutatan dengan keluhan sesak nafas. Sesak
dirasakan secara tiba-tiba saat penderita berbaring dan akan tidur, yaitu sekitar 1 jam
sebelum datang ke UGD. Sesak dirasakan seperti rasa penuh dan berat di bagian dada,
dan tidak berkurang dengan perubahan posisi. Selain itu penderita juga mengeluarkan
suara ngik-ngik pada saat mengalami serangan. Sesak membuat penderita susah untuk
berbicara dan hanya mampu mengucapkan beberapa kata dengan terputus-putus.
Penderita mengatakan sesak nafasnya jarang kambuh. Dalam sebulan biasanya penderita
mengalami sesak paling banyak sekali saja dan malah tidak pernah kambuh. Sesak napas
biasanya muncul pada malam hari, yaitu pada saat udara dirasakan dingin, yang diawali
dengan batuk disertai dahak berwarna putih. Sebelum serangan sesak, penderita tidak
melakukan aktivitas yang berat atau dalam keadaan emosional.

13

Panas tidak ada, mual muntah tidak ada, BAK, BAB dirasakan biasa, tidak ada
keluhan lainnya.

RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA


Penderita mulai merasakan sesak sejak ia kecil, tetapi tidak pernah sampai masuk rumah
sakit. Untuk mengurangi rasa sesaknya biasanya penderita membeli sendiri obat di toko
obat atau sembuh dengan sendirinya, namun serangan sesak yang sekarang dirasakan
lebih berat sehingga penderita langsung berobat ke puskesmas. Riwayat penyakit jantung,
hipertensi, kencing manis, dan ginjal disangkal penderita. Penderita mengatakan tidak
memiliki riwayat alergi terhadap makanan maupun debu.
RIWAYAT PENYAKIT DALAM KELUARGA
Penderita mengatakan bahwa ayahnya pernah dikatakan menderita asma, namun tidak
mengkonsumsi obat asma secara teratur karena asma ayahnya tidak pernah kambuh lagi.
Tidak ditemukan riwayat penyakit jantung, hipertensi, kencing manis, ginjal, dan alergi
pada anggota keluarga lainnya.
RIWAYAT PRIBADI DAN SOSIAL
Penderita adalah seorang petani, penderita tidak merokok dan tidak pernah
mengkonsumsi minuman beralkohol.
III.4 PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik
Status Present:
Kondisi umum

: sedang

Kesadaran

: compos mentis

GCS

: E4V5M6

Tekanan darah

: 130/80 mmHg

Nadi

: 112 x/mnt

Respirasi

: 36 x/mnt, expirasi memanjang

Suhu aksila

: 36,0 C

Berat badan

: 55 kg

Tinggi badan

: 152 cm

14

IMT

: 23,81 kg/m

Status General:
Mata

: anemia -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor, oedem


palpebra-/-

THT

Telinga: sekret -/-, kotoran telinga -/-

Hidung

Tenggorokan : tonsil T1/T1, pharing hiperemis -/-, lidah normal,

: sekret -/-, kongesti -/-

bibir normal
Leher

: JVP PR +0 cm H2O, pembesaran kelenjar -, kaku


kuduk -

Thorax

:
Cor
Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: ictus cordis tidak teraba

Perkusi

: batas kiri

: 3 jari lateral MCL (sinistra) ICS V

batas kanan : 1 jari lateral PSL (dextra) ICS V


batas atas
Auskultasi

: ICS II

: S1 S2 tunggal, regular, murmur (-)

Pulmo
Inspeksi

: gerak pernafasan simetris, statis dan dinamis

Palpasi

: vokal fremitus N/N

Perkusi

: sonor/sonor

Auskultasi

: vesikuler +/+, rhonki -/- wheezing +/+ pada seluruh


lapangan paru, expirasi memanjang

Abdomen
Inspeksi

: distensi (-), denyut epigastrium (-)

Auskultasi

: bising usus (+) normal

15

Palpasi

: hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan ()


ballottement -/-

Perkusi

: shifting dullness (-)


nyeri Ketok CVA( )

Ekstremitas

: akral hangat +/+, edema -/+/+

-/-

III.5 ASSESMENT
Serangan asma akut pada asma intermiten
III.6 PENATALAKSANAAN
- O2 4 lpm
- Nebulizer Ventolin
- Salbutamol 3x1
- Dexamethason 3x1
- Glyseril Guaicolate 3x1

16

Das könnte Ihnen auch gefallen