Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Disusun oleh :
Hapsoro Wibhisono, S. Ked.
1018011028
Preseptor:
dr. Tendry Septa, Sp. KJ (K)
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015
0
I.
PENDAHULUAN
III. ISI
1. DELIRIUM
Tanda utama dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, biasanya terlihat
bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara global. Kelainan mood,
persepsi, dan perilaku adlah gejala psikiatrik yang umum. Tremor, asteriksis,
nistagmus, inkoordinasi dan inkontinensia urine merupakan gejala neurologis
yang umum. Biasanya, delirium mempunyai onset yang mendadak (bebrapa jam
atau hari), perjalanan yang singkat dan berfluktuasi, dan perbaikan yang cepat
jika faktor penyebab diidentifikasi dan dihilangkan. Tetapi, masing-masing dari
ciri karakteristik tersebut dapat bervariasi pada pasien individual. Delirium
merupakan suatu sindrom, bukan suatu penyakit. Delirium diketahui mempunyai
banyak sebab, semuanya menyebabkan pola gejala yang sama yang berhubungan
dengan tingkat kesadaran pasien dan gangguan kognitif. Sebagian besar
penyebab delirium terletak di luar system saraf pusat contohnya pada gagal ginjal
atau hati.
Delirium tetap merupakn gangguan klinis yang kurang dikenali dan kurang
didiagnosis. Bagian dari masalah adalah bahwa sindrom disebut dengan berbagai
nama lain- sebagai contoh, keadaan konfusional akut, sindrom otak akut,
ensefalopati metabolis, psikosis toksis, dan gagal otak akut.
Kepentingan untuk mengenali delirium adalah (1) kebutuhan klinis untuk
mengidentifikasi dan mengobati penyebab dasar dan (2) kebutuhan untuk
mencegah perkembangan komplikasi yang berhubungan dengan delirium.
Komplikasi tersebut adalah cedera kecelakaan karena kesadaran pasien yang
berkabut atau gangguan koordinasi atau penggunaan pengekangan yang tidak di
perlukan. Kekacauan rutin bangsal adalah merupakan masalah yang terutama
mengganggu pada unit nonpsikiatrik, seperti pada unit perawatan intensif dan
bangsal medis dan bedah umum.
Epidemiologi
Delirium adalah gangguan yang umum. Usia lanjut adalah faktor risiko untuk
perkembangan delirium. Kira-kira 30 sampai 50 persen pasien rawat di rumah
sakit yang berusia lebih dari 65 tahun mempunyai suatu episode delirium. Faktor
predisposisi lainnya untuk perkembangan delirium adalah usia muda, cedera otak
yang telah ada sebelumnya, riwayat delirium, ketergantungan alkohol, diabetes,
kanker, gangguan sensoris dan malnutrisi. Adanya delirium merupakan tanda
prognostik yang buruk.
Penyebab
Penyebab utama dari delirium adalah penyakit sitem saraf pusat dan intoksikasi
maupun putus dari agen farmakologis atau toksik. Neurotransmitter utama yang
dihipotesiskan
berperan
pada
delirium
adalah
asetilkolin,
dan daerah
Penyebab Delirium:
a. Penyakit intrakranial
1. Epilepsi atau keadaan pasca kejang
2. Trauma otak (terutama gegar otak)
3. Infeksi (meningitis.ensetalitis)
4. Neoplasma
5. Gangguan vaskular
b. Penyebab ekstrakranial
1. Obat-obatan (di telan atau putus)
Obat
antikolinergik,
Antikonvulsan,
Obat
antihipertensi,
Obat
Diagnosis
Kriteria diagnostik untuk delirium karena kondisi medis umum:
Gangguan kesadaran
lingkungan)
dengan
kemampuan
untuk
memusatkan,
dengan
penurunan
kemampuan
untuk
memusatkan,
10
Gambaran Klinis
Gambaran kunci dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, keadaan
delirium mungkin didahului selama beberapa hari oleh perkembangan
kecemasan, mengantuk, insomnia, halusinasi transien, mimpi menakutkan di
malam hari, dan kegelisahan. Selain itu, pasien yang pernah mengalami episode
rekuren di bawah kondisi yang sama.
a. Kesadaran (Arousal)
Dua pola umum kelainan kesadaran telah ditemukan pada pasien dengan
delirium. Satu pola ditandai oleh hiperaktivitas yang berhubungan dengan
peningkatan kesiagaan. Pola lain ditandai oleh penurunan kesioagaan. Pasien
dengan delirium yang berhubungan dengan putus zat sering kali mempunyai
delirium yang hiperaktif, yang juga dapat disertai dengan tanda otonomik,
seperti kemerahan, kulit pucat, berkeringat, takikardia, pupil berdilatasi, mual
muntahdan hipertermia. Pasien dengan gejala hipoaktif kadang-kadang
diklasifikasikan sebagai depresi, katatonik, atau mengalami demensia. Pasien
dengan pola gejala campuran hipoaktivitas dan hiperaktivitas juga ditemukan
dalam klinis.
b. Orientasi
Terhadap waktu, tempat, dan orang harus diuji pada pasien dengan delirium.
Orientasi terhadap waktu seringkali hilang, bahkan pada kasus delirium yan
gringan. Orientasi terhadap tempat dan kemampuan untuk mengenali orang
laun mungkin juga terganggu pada kasus yang ebrat. Pasein delirium jarang
kehilangan orientasi terhadap dirinya sendiri.
c. Bahasa dan kognisi
Pasien dengan delirium sering kali mempunyai kelainan dalam bahasa.
Kelainan dapat berupa bicara yang ngelantur, tidak relevan, atau
membingungkan (inkoheren) dan gangguan untuk mengerti pembicaraan.
Fungsi kognitif lainnya yang mungkin terganggu pada pasien delirium adalah
fungsi ingatan dan kognitif umum. Kemampuan untuk menyusun,
11
12
13
Jika
kondisinya
dalah
toksisitas
yang menyebabkan
antikolinergik,
penggunaan
14
Pengobatan medikamentosa
Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan pengobatan
medikamentosa adalah psikosis dan insomnia. Obat yang terpilih dari psikosis
adalah haloperidol (Haldol), suatu obat antipsikotik golongan butyrophenone.
Tergantung pada usia, berat badan, dan kondisi fisik pasien, dosis awal dapat
terentang antara 2 sampai 10 mg IM, dapat diulang dalam satu jam jika pasien
tetap teragitasi. Segera setelah pasien tenang, medikasi oral dapat dimulai. Dua
dosis oral harian harus mencukupi, dengan dua pertiga dosis diberikan sebelum
tidur. Untuk mencapai efek terapeutik yang sama, dosis oral harus kira-kira 1,5
kali lebih tinggi dari dosis parenteral. Dosis harian efektif total dari haloperidol
mugnkin terentang dari 5 sampai 50 mg untuk sebagian besar pasien delirium.
Golongan phenothiazine harus dihindari pada pasien delirium, karena obat
tersebut disertai dengan aktivitas antikolinergik yang bermakna. Insomnia paling
baik diobati dengan golongan benzodiazepine dengan waktu paruh pendek atau
dengan hydroxyzine 25 sampai 100 mg. golongan benzodiazepine dengan waktu
paruh panjang dan barbiturate harus dihindari kecuali obat tersebut telah
digunakan sebagai bagian dari pengobatan untuk gangguan dasar.
2.
DEMENSIA
Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi
kognitif tanpa gangguan kesadaran. Fungsi kognitif yang dapat dipengaruhi pada
demensia adalah inteligensia umum, belajar, dan ingatan, bahasa, memecahkan
masalah, orientasi, persepsi, perhatian, dan konsentrasi, pertimbangan dan
kemampuan social. Kepribadian pasien juga terpengaruhi. Jika pasien memiliki
suatu gangguan kesadaran, maka pasien kemungkinan memenuhi kriteria
diagnostic untuk delirium. Butir klinis dari demensia adalah identifikasi sindrom
dan pemeriksaan klinis tentang penyebabnya. Gangguan mungkin progresif atau
statis, permanen atau reversible. Kemungkinan pemulihan demensia adalah
berhubungan dengan patologi dasar dan ketersediaan serta penerapan pengobatan
15
16
akhir
penyakit
alzheimer
didasarkan
pada
pemeriksaan
faktor
genetik
dianggap
berperan
sebagian
dalam
adalah
bercak-bercak
senilis,
kekusustan
neurofibriler
17
Kelainan neurotransmitter
Neurotransmitter yang paling berperan yang paling berperan dalam patologis
adalah asetilkolin dan norepinephrine, keduanya dihipotesiskan menjadi
hipoaktif pada penyakit Alzheimer. Ditemukan juga penurunan konsentrasi
asetilkolin dan kolin asetil transferase di dalam otak. Kolin asetiltransferase
adalah enzim kunci untuk sintesis asetilkolin, dan penurunan konsentrasi kolin
asetiltransferase menyatakan penurunan jumlah neuron kolinergik yang ada.
Dukungan tambahan untuk hipotesis deficit kolinergik berasal dari observasi
bahwa antagonis kolinergik seperti physostigmine dan arecholine telah
dilaporkan
meningkatkan
kemampuan
kognitif.
Penurunan
aktivitas
18
b. Demensia Vaskular
Penyebab utama demensia vaskular dianggap adalah penyakit vaskular
serebral yang multipel, yang menyebabkan pola gejala demensia. Gangguan
dulu disebut sebagai demensia multi infark. Demensia vascular paling sering
ditemui pada laki-laki, khususnya pada mereka dengan hipertensi yang telah
ada sebelunya atau faktor kardiovaskular lainnya. Gangguan terutama
mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dansedang, yang
mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebabr
pada daerah otak yang luas. Penyebab infark mungkin termasuk oklusi
pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat asal
yang jauh. Suatu pemeriksaan pasien dapat menemukan bruit karotis, kelainan
funduskopi atau pembesaran kamar jantung.
Penyakit Binswanger
Penyakit ini juga dikenal sebagai ensefalopati arteriosklerotik subkortikal.
Penyakit ini ditandai dengan adanya infark kecil pada substansia alba, jadi
menyerang daerah korikal. Walaupun penyakit ini sebelumnya dianggap
sebagai kondisi yang jarang, kemajuan teknik pencitraan telah menemukan
bahwa kondisi tersebut lebih sering terjadi.
c. Penyakit Pick
Penyakit ini ditandai dengan atrofi yang lebih banyak dalam daerah
frontotemporal. Daerah tersebut juga mengalami kehilangan neuronal, gliosis,
dan adanya badan pick neuronal, yang merupakan masa elemen sitoskletal.
Penyakit pick ini berjumlah kira-kira lima persen dari semua demensia yang
irreversible. Penyakit pick ini sulit dibedakan dengan demensia Alzheimer
walaupun stadium awal dari penyakit ini lebih sering ditandai oleh perubahan
kepribadian dan perilaku, dengan fungsi kognitif lain yang lebih bertahan.
19
d. Penyakit Creutzfeldt-Jakob
Penyakit ini adalah penyakit degeneratif otak yang jarang disebabkan oleh
agen yang progresif secara lambat, dan dapat ditransmisikan, paling mungkin
suatu prion yagn merupakan agen proteinaseus yang tidak mengandung RNA
dan DNA. Penyakit ini secara cepat dan progresif menyebabkan demensia
yang berat dan kematiandalam usia 6 sampai 12 tahun. Penyakit ini ditandai
oleh adanya pola elektroensefalogram (EEG) yang tidak bisa, yang terdiri dari
lonjakan gelombang lambat dengan tegangan tinggi.
e. Penyakit Huntington
Penyakit ini bisanya disertai dengan perkembangan demensia. Demensia yang
terlihat pada penyakit ini adalah tipe demensia subkortikal yang ditandai
dengan kelainan motoric yang lebih banyak dan kelainan bicara yagn lebih
sedikit dibandingkan tipe demensia kortikal. Demensia pada penyakit
huntinton ditandai oleh perlambatan psikomotor dan kesulitan melakukan
tugas yang kompleks, tetapi ingatan,bahasa, dan tilikan tetap relative utuh
pada stadium awal dan menegah penyakit. Tetapi saat penyakit berkembang
demensia menjadi lengkap, can ciri yang membedakan ini dengan demensia
tipe Alzheimer adalah tingginya insidensi depsresi dan psikosis, disamping
gangguan pergerakan kortikosteroid yang klasik.
f. Penyakit Parkinson
Seperti penyait Huntington, parkinsonisme adalah suatu penyakit ganglia
basalis yang sering disertai dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 2030% pasien dengan dengan penyakit perkinson menderita demensia.
Pergerakan yang lambat pada penyakit Parkinson adalah disertai dengan
berpikir yang lambat pada beberapa pasien yang terkena, hal ini disebut juga
bradyphenia.
20
21
22
23
Keluhan dari pasien tentang gangguan intelektual dan menjadi pelupa harus
diperhatikan, perhatikan juga bukti pengelakan, penyangkalan, atau rasionalisasi
yang
24
2. Orientasi
Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, tempat,
dan waktu, orientasi dapat terganggu secara progresif, selama perjalanan
penyakit demensia.
3. Gangguan Bahasa
Proses demensia yang mengenai korteks, terutama demensia tipe
Alzheimer sdan demensia vaskular dapat mempengaruhi kemampuan
berbahasa pasien. Kesulitan berbahasa mungkin ditandai oleh cara berkata
yang samar, stereotipik, tidak tepat atau berputar-putar. Pasien juga
kesulitan untuk menyebutkan nama suatu benda.
4. Perubahan Kepribadian
Perubahan kepribadian ini merupakan hal yang paling mengganggu. Sifat
kepribadian sebelumnya mungkin diperkuat Selama perkembangan
demensia. Pssien dengan demenisa juga mungkin introvert dan tampaknya
kurang memperhatikan tentang efdek prilaku mereka terhadap orang lain.
Pasien demensia yang mempunyai waham paranoid biasanya bersikap
bermusuhan terhadap anggota keluarga dan orang lain. Pasein dengan
gangguan frontal dan temporal kemunginan mengalami perubahan
kepribadian yangjelas dan mudah marah yang meledak-ledak.
5. Psikosis
Diperkirakan 20-30% pasien demensia terutama pasien dengan demensia
tipe Alzheimer memiliki halusinasi, dan 30 sampai 40% memiliki waham,
terutama dengan sifat paranoid atau presekutorik yang itdak sistematik,
walaupunn waham yang kompleks menetap, tersistematik dengan baik
juga dilaporkan pada pasien demensia. Agresi fisik dan bentuk kekerasan
lainnya adalah seringpad pasien demensia yang juga mempunyai gejala
psikotik.
25
6. Gangguan lain
6.1.
Psikiatrik.
Disamping psikosis dan perubahan kepribadian, depresi, kecemasan adalh
gejala utama pada kira-kira 40 sampai 50% pasien demensia. Walaupun
sindrom gangguan depresif yang mungin hanya ditemukan pada 10
sampai 20 % psien demensia. Pasien dengan demensia juga menunjukkan
tertawa atau menangis yang patologis, yaitu emosi yang extreme tanpa
provokasi yang terlihat.
6.2.
Neurologis
Disamping afasia pada pasien demensia, apraksia dan agnosia sering juga
terjadi. Tanda neurologis lain adalah kejang dan presentasi neurologis
yang atipikal seperti sindrom lobus parietalis non dominan. Reflex
primitive seperti reflex menggenggam, moncong, mengisap, kaki tonik,
dan palmomental mungkin ditemukan pada pemeriksaan neurologis dan
ditemukan juga jerks mioklonis. Pasien dengan demensia vascular
mungkin mempunyai gejala tambahan seperti nyeri kepala, pusing,
pingsan, kelemahan, tanda neurologis fokal dan ganggua tidur yang
mungkin
menunjukkan
lokasi
penyakit
serebrovaskular.
Pasli
Reaksi katastropik
Pasein demensia juga menunjukkan penurunan kemampuan dalam
berprilaku abstrak, kesulitan dalam menbentuk konsep, mengambil
perbedaan dan persamaandari konsep tersebut. Sulit memecahkan masalah
dan alasan yang logis. Ditemukan juga control impulse yang buruk,
khususnya pada ademnsia yang mempenaruhi lobus frontalis.
6.4.
Syndrome Sundowner
Sindrom ini ditandai dengan mengantuk, konfusi, ataksia, dan terjatuh
secara tidak sengaja. Keadaan ini terjadi pada pasien lanjut usia dengan
yang mengalami sedasi berat da pada pasien demensia yang bereaksi
26
27
28
kepala, henti jantung dan hipoksia serebral atau ensefalopati mungkin terjadi
secara tiba-tiba. Walaupun gejala fase awal demensia adalah samar-samar, gejala
menjadi jelas saat demensia berkembang. Pasien demensia mungkin peka terhadap
penggunaan benzodiazepine atau alcohol yang dapat mencetuskan perilaku yang
teragitasi, agresif dan psikotik. Dengan pengobatan psikologis dan farmakologis
dan kemungkinan karena sifat otak yang dapat menyembuhkan diri sendiri, gejala
demensia dapat berkembang hanya lambat untuk suatu waktu atau bahkan mundur
sesaat.
Regresi gejala tersebut jelas merupakan suaatu kemungkinan pada demensia yang
reversible jika pengobatan dimulai. Perjalanan demensia bervariasi dari kemajuan
yang tetap dampai bemburukan demensia yang bertambah sampai suatu demensia
yang stabil.
1. Faktor psikososial
Keparahan dan perjalanan semensia dapat dipengaruhi oleh factor psikososial.
Pasien yang mempunyai onset demensia yang cepet menggunakan lebih
sedikit pertahanan dibandingkan denga pasien yang mengalami onset bertahap
kecemasan dan depresi mungkin memperkuat dan memperburuk gejala,
pseudodemensia terjadi pada pasien depresi yang mengeluh gangguan daya
ingat, tetapi pada kenyataannya, menderita dari suatu gangguan depresif. Jika
depresi diobati, defek kognitif menghilang.
2. Demensia Tipe Alzheimer
Demensia ini dapat dimulai pada setiap usia. Kira-kira setengah dari pasien
dengan demensia tipe Alzheimer mengalami gejala pertamanya pada usia
kurang dari 65 dan 70 tahun. Perjalanan gangguan secara karakteristik adalah
penurunan bertahap selama 8 sampai 10 tahun, walaupun perjalanan dapat
jauh lebih cepat atau jauh lebih bertahap. Jika gejala demensia telah menjadi
berat kematian sering kali terjadi setelah periode waktu yang singkat.
29
3. Demensia Vaskular
Berbeda dengan onset demensia tipe Alzheimer, onset demensia vascular
kemungkinan mendadak. Juga berbeda denga demensia tipe Alzheimer
terdapat penahanan kepribadian yang lebih besar pada pasiendengan demensia
vascular. Perjalanan demensia vaskular sebelumnya telah digambarkan
sebagai bertahap dan setengah-setengah.
Pengobatan
Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan otak yang
disfungsional dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika pengobatan
dilakukan tepat pada waktunya. Pendekatan pengobatan umumpada pasien
demensia adalah untuk memberikan perawatan media suportif, bantuan emosional
untuk pasien dan keluarganya, dan pengobatan medika mentosa untuk gejala
spesifik.
1. Pengobatan Medikamentosa
Pengobatan yang tersedia saat ini untuk insomnia dan kecemasan, dokter
meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan, antidepresan
untuk depresi, dan antipsikotik untuk waham dan halusinasi. Tapi perlu
diperhatikan adanya efdek idiosinkrartik dari obat lanjut usia sperti
perangsangan yang paradoksal, konfusi, dan peningkatan sedasi. Obat dengan
aktivitas kolinergik tinggi dihindari. Benzodiazepine kerja singkat dalam dosis
kecil adalah medikasi ansiolitik dan sedative lebih disukai untuk pasien
demensia.
Tetrahydroaminoacridine telah dianjurkan oleh FDA sebagai suatu pengobatan
untuk penyakit Alzheimer. Obat ini merupakan inhibitor akitivitas
antikolinesterase dengan lama kerja yang agak panjang. Karena aktivitas
kolinimimetik dari obat, dapat terjadi peningktan kadar enzim hati.
30
2. Faktor psikodinamik
Pemburukan kemampuan mental mempunyai arti pskiologis yang bermakna
pada pasien dengan demensia. Pengalaman seseorang memiliki kontinuitas
selama perjalanan waktu adalah tergantung pada ingatan. Dari segi
psikodinamik, dapat tidak terdapat hal tertentu seperti suatu demensia yang
tidak dapat diobati.
3.
GANGGUAN AMNESTIK
Gangguan amnestik ditandai terutama oleh gejala tunggal suatu gangguan daya
ingat yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan.
Diagnosis dibuat apabila pasien mempunyai tanda lain dari gangguan kognitif.
Gangguan amnestik ini dibedakan dari gangguan dissosiatif.
Epidemiologi
Tidak ada data pasti mengenai gangguan amnestic ini, bebrapa penelitian
melaporkan adanya insidensi atau prevelensi gangguan ingatan pada penggunaan
alkohol dan cedera kepala.
Etiologi
Struktur anatomi yang terlibat dalam daya ingat dan perkembangan gangguan
amnestik adalah terutama struktur diensefalik, dan struktur lobus midtemporalis.
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa hemisfer kiri lebih kritikal
dibanding hemisfer kanan dalam perkembangan gangguan daya ingat. Gangguan
amnestik memiliki banyak penyebab. Berikut table penyebab gangguan
amnestik.
31
kemampuan
ketidakmampuan
untuk
untuk
mempelajari
mengingat
informasi
informasi
yang
telah
baru
atau
dipelajari
sebelumnya.
b. Gangguan daya ingat menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial
atau pekerjaan dan merupakan penurunan bermakna dari tingkat fungsi
sebelumnya
c. Gangguan daya ingat tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu
delirium atau suatu demensia
d. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan
laboratorium bahwa gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari kondisi
medis umum termasuk trauma fisik
32
Pusat gejala dari gangguan daya ingat yang diandai oleh gangguan pada
kemampuan untuk mempelajari informasi baru (amnesia anterograde) dan
ketidakmampuan untuk mengingat pengetahuan yang sebelumnya diingat
(amnesia retrograde) gejala harus menyebabkan masalah bermakna bagi pasien
dalam fungsi social dan pekerjaanya. Daya ingat jangka pendek dan daya ingat
baru saja biasanya terganggu. Daya ingat jauh untuk informasi atau yang dipelajari
secara mendalam adalah baik. Tetapi daya ingat untuk peristiwa yang kurang lama
adalah terganggu.
Onset gejala dapat mendadak seperti pada trauma, serangan serebrovaskuler dan
gangguan akibat zat kimia neurotoksik atau bertahap. Amnesia dapat terjadi
singkat atau lama. Berbagai gejala lain dapat menyertai gangguan amnestik. Tetapi
jika pasien mempunyai gangguan kognitif lainnya, diagnose demensia atau
delirium adalah lebih tepat dibandingkan diagnosis gangguan amnestik. Pasein
dengan gangguan amnestik mungkin apatik, tidak memiliki inisiatif, mengalami
episode agitasi tanda provokasi, atau tampak sangat bersahabat dan mudah setuju.
Pasien dengan gangguan amnestik mungkin juga tampak kebingungan dan
berusaha menutupi konfusinya dengan jawaban konfabulasi terhadap pertanyaan.
1. Penyakit Serebrovaskular
Penyakit serebrovaskular yang mempengaruhi hipokampus mengenai artrei
serebralis posterior dan basilaris beserta cabang-cabangnya. Infark adalah
jarang terbatas pada hipokampus. Infark sering kali mengenai lobus oksipitalis
dan parietalis. Jadi gejala penyerta yang sering dari penyakit serebrovaskuler
di daerah tersebut adalah tanda neurologis fokal yang mengenai modalitas
penglihatan atau sensorik. Penyakati serebrovaskular yang mengenai thalamus
medial secara bilateral, khususnya pada bagian anterior, sering disertai gejala
gangguan amnestik.
2. Sklerosis Multipel
33
34
35
36
Klasifikasi
Dua kategori utama kejang adalah parsial dan umum. Kejang parsial
melibatkan aktivitas epileptiformis didaerah otak setempat. Kejang umum
melibatkan keseluruhan otak.
a. Kejang umum
Kejang tonik klonik umum mempunyai gejala klasik hilangnya kesadaran,
gerakan tonik, klonik umum pada tungkai menggigit lidah dan peristiwa
inkontinensia. Masalah psikiatrik yang peling sering berhubungan dengan
kejang umum adalah membantu pasien menyesuaikan gangguan neurologis
kronis dan menilai efek kognitif atau perilaku dari obat antiepileptik.
Absence (Petit Mal)
Sifat epileptik dari episode mungkin berjalan tanpa diketahui karena
manifestasi motorik atau sensorik sangat ringan. Epilepsi ini bisa dimulai
pada masa anak antara usia 5 sampai 7 tahun dan menghilang pada masa
pubertas. Kehilangan kesadaran singkat selama psien tiba-tiba kehilangan
kontak dengan lingkungan, adalah karakteristik dari epilepsi petit mal
tetapi pasien tidak mengalami kehilangan kesadaran atau gerakan kejang
yang sesungguhnya epilepsi ini dapat terjadi pada masa dewasa namun
jarang, onsetnya ditandai dengan episode psikotik atau delirium yang tibatiba dan rekuren dan disertai pingsan.
b. Kejang parsial diklasifikasikan sebagai kejang sederhana atau kompleks
Gejala
38
Gejala praiktal
Peristiwa praiktal pada epilepsi parsial kompleksa adalah termasuk sensasi
otonomik, sensasi kognitif, keadaan afektif dan secara klasik automatisme.
Gejala iktal
Perilaku yang tidak terinhibisi, terdisorganisasi dan singkat menandai
serangan iktal. Gejala kognitif termasuk amnesia untuk waktu selama kejang
dan suatu periode delirium yang menghilang setelah kejang. Pasein dengsn
epilepsi parsial kompleks, suatu fokus kejang dapat ditemukan pada
pemeriksaan EEG.
Gejala interiktal
Kelainan psikiatrik yang seling dilaporkan adalah gangguan kepribadian dan
biasanya kemungkinan terjadi pada pasien dengan epilepsi yang berasal dari
lobus temporalis. Ciri yang paling sering adalah perubahan perilaku seksual,
viskositas kepribadian, religiositas dan pengalaman emosi yang melambung.
Perubahan prilaku seksual dapat dimanifestasikan sebagai hiperseksualitas,
penyimpangan minat seksual. Hiposeksualitas. Gejala viskositas kepribadian
biasanya paling dapat diperhatikan pada percakapan pasien yang mungkin
lambat, serius, berat dan suka menonjolkan keilmuan, penuh dengan rincian
yang tidak penting dan seringkali berputar-putar. Religiositas mungkin jelas
dan dapat dimanifestasikan bukan hanya dengan meningkatnya peran serta
pada aktivitas yang sangat religious tetapi juga oleh permasalah moral dan
etik yang tidak umum, keasyikan dengan benar dan salah, dan meningkatnya
minat pada permasalahan global dan filosofi. Ciri hiperreligius kadang dapat
tampak seperti gejala prodromal skizofrenia.
Gejala psikotik. Keadaan psikotik interiktal adalah lebih sering dari psikosis
iktal. Episode interpsikotik interpsikotik yang mirip skizofrenia dapat terjadi
pada pasien dengan epilepsi khususnya yang berasal dari lobus temporalis.
Onset gejala psikotik pada epilepsi adalah bervariasi. Biasanya gejala psikotik
39
tampak apda pasien yang telah menderita epilepsi untuk jangka wwaktu yang
lama, dan onset gejala psikotik didahului oleh perkembangan perkembangan
perubahan kepribadian yang berhubungan dengan aktivitas otak epileptik.
Gejala psikosis yang paling karakteristik adalah halusinasi, dan waham
paranoid. Gejala gangguan pikiran pada pasien epilepsy psikotik paling
mering
merupakan
gejala
yang
melibatkan
konseptualisasi
dan
sirkumstansialitas. Pada pasien ini juga muncul gejala kekerasan dan gejala
gangguan mood.
Diagnosis
Diagnosis epilepsi yang tepat dapat sulit khususnya jika gejala iktal dan
interiktal dari epilepsi merupakan manifestasi berat dari gejala psikiatrik tanpa
adanya perubahan yang bermakna pada kesadaran dan kemampuan kognitif.
Diagnosis banding lain yang dipertimbangkan adalah kejang semu, dimana
pasien mempunyai suatu kontrol kesadaran atas gejala kejang yang mirip.
Pada pasien yang sebelumnya mendapatkan suatu diagnosis epilepsi,
timbulnya gejala psikiatrik harus dianggap sebagai kemungkinan mewakili
suatu evolusi dalam gejala epileptiknya. Jika gejala psikotik tampak pada
seorang pasien yang pernah mempunyai epilepsi klinisi mencurigai
kemungkinan tersebut, yaitu onset psikosis yang tiba-tiba pada orang yang
sebelumhya dianggap sehat secara psikologis, onset delirium yang tiba-tiba
tanpa penyebab yang diketahui, riwayat episode yang serupa dengan onset
yang mendadak dan pemulihan spontan, dan riwayat terjatuh atau pingsan
sebelumnya yang tidak dapat dijelaskan.
Pengobatan
40
41
4. Persepsi
Defek persepsi yang berat sering berhubungan dengan gangguan perilaku,
khususnya jika pasien perlu mengintegrasi persepsi taktil, auditoris, dan
visual.
5. Kesiagaan
Perubahan kesadaran merupakan gajala yang lambat dan sering dari
peningkatan tekanan intra kranial yang disebabkan oleh suatu tumor otak.
Pasien tidak dapat bergerak dan menjadi bisu, walaupun pasien itu sadar.
Kista koloid
Walaupun bukan tumor otak, dalam pembicaraan yang jelas, kista koloid yang
berlokasi di ventrikel ketiga dapat menimbulkan tekanan fisik pada struktur
diendsefalon, yang menyebabkan gejala mental tertentu seperti depresi,
labilitas emosi, gejala psikotik, dan perubahan kepribadian.
d. Trauma Kepala
Trauma kepala dapat menyebabkan berbagai gejala mental. Trauma kepala
dapat mengarahkan ke diagnosis demensia oleh trauma kepala atau gangguan
mental karena
42
difus. Proses yang timbul kemudian, seperti edema, dan perdarahan, dapat
menyebabkan kerusakan otak lebih lanjut.
Gejala
Dua petunjuk gejala utam yang berhubungan dengan trauma kepala adalah
gejala dari gangguan kognitif dan gejala dari sekuele prilaku. Setelah suatu
periode amnesia pasca traumatis, biasanya terjadiperiode pemulihan selama 6
sampai 12 bulan. Masalah kognitif yagn paling sering adalah menurunnya
kecepatan pemprosesan informasi, penurunan perhatian, meningkatnya
distraktibilitas, defisit dalam pemecahan masalah dan kemampuan terus
berusaha, dan masalah dengan daya ingat dan mempelajari informasi baru.
Pada perilaku, gejala yang utama adalah perubahan kepribadian, depresi,
meingkatnya impulsivitas, dan meningktanya agresi.
Pengobatan
Pengobatan gangguan kognitif dan perilaku pada pasien trauma kepala pada
dasarnya adalah sama dengan pendekatan pengobatan yang digunakan pada
pasien lain dengna gejala tersebut. Pasien trauma kepala mungkin rentan
terhadap efek samping yang berhubungan dengan obat psikotropik, sehingga
obat harus diberikan dalam dosis rendah. Antidepresan standar dapat
digunakan untuk mengobati depresi, baik antikonvulsan maupun antipsikotik
dapat digunakan untuk mengobati agresi dan impulsivitas.
e. Gangguan Demielinisasi
Gangguan demielinisasi yang utama adalah skelrosis multipel, gangguan
lainnya adalah sklerosis lateral amiotropik.
Skelrosis multipel
43
Neurosifilis
44
45
Disfungsi
kelenjar
metabolisme
paratiroid
kalsium,
sekresi
menghasilkan
hormon
regulasi
paratiroid
abnormal
yang
pada
berlebihan
46
j. Gangguan Nutrisional
47
Defisiensi Niasin
Gejala neuropsikiatrik yang mungkin timbul adalah apati, iritabilitas,
insomnia, depresi, dan delirium.
Defisiensi Tiamin
Gejala neuropsikiatrik yang timbul berupa apati, depresi, iritabilitas,
kegelisahan, dan konsentrasi yang buruk.
Defisiensi kobalamin
Perubahan mental yang dapat muncul berupa apati, depresi, iritablitas dan
kemurungan sering ditemukan.
48
IV.
KESIMPULAN
49
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Ajar Psikiatri, Edisi kedua. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta 2013.
2. Kaplan.H.I, Sadock. B.J, Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilak
Psikiatri Klinis, edisi ketujuh, jilid satu. Binarupa Aksara, Jakarta 1997.
3. Ingram.I.M, Timbury.G.C, Mowbray.R.M, Catatan Kuliah Psikiatri, Edisi
keenam, cetakan ke dua, Penerbit Buku kedokteran, Jakarta 1995.
4. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, jilid 1. Penerbit Media Aesculapsius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2001.
5. Diagnosis Gangguan Jiwa, rujukan ringkas dari PPDGJ-III, editor Dr, Rusdi
Maslim. 2003.
6. Maramis. W.F, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Cetakan ke VI, Airlangga
University Press, Surabaya 1992.
7. Kaplan. H. I, Sadock B.J. phsychiatry text book.
50