Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
BAB II
ELEKTROKARDIOGRAM
A.
Pendahuluan
Elektrokardiogram (EKG) adalah rekaman listrik jantung yang diperoleh dengan
bantuan elektroda yang ditempel di permukaan tubuh seseorang. Elektrokardiografi
adalah ilmu yang mempelajari tentang EKG. Elektrokardiograf sendiri sebenarnya
adalah suatu alat yang sederhana, relatif murah, praktis dan dapat dibawa ke manamana, tetapi harus diingat bahwa walaupun alat ini sangat berguna, banyak pula
keterbatasannya. Dalam usaha menginterpretasikan gambaran elektrokardiogram
harus selalu diingat bahwa gambaran EKG normal belum tentu menunjukkan
jantung normal, sebaliknya gambaran EKG abnormal belum tentu menunjukkan
jantung yang tidak normal pula. Betapa banyak kita lihat penderita yang
menunjukkan stenosis bermakna di arteri koroner, ternyata mereka mempunyai EKG
normal. Sebaliknya, kitapun banyak melihat wanita-wanita muda yang EKG-nya
menunjukkan gambaran abnormal seperti gelombang T terbalik di sandapan
prekordial, ternyata mempunyai jantung yang normal, termasuk arteri koronernya.
Bagaimanapun, EKG hanya merupakan alat bantu diagnosis penyakit jantung.
Gambaran klinis penderita tetap merupakan pegangan yang penting dalam
diagnosis, apalagi penatalaksanan penyakit penderita. Suatu kesalahan yang besar
bilamana diagnosis dan penatalaksanaan penderita hanya semata-mata didasarkan
pada rekaman EKG.(Lily Ismudiantiati Rilantono, 1996)
Dalam bab ini akan dibahas mengenai: 1) Anatomi sistem konduksi, 2) Cara
membuat rekaman EKG, 3) EKG normal, 4) Hipertrofi atrium dan ventrikel, 5)
Gangguan konduksi intraventrikuler, 6) Iskemi dan infark miokard, 7) Bradikardi
(Gangguan nodus sinus dan Blok nodus AV), 8) Takikardi (Takikardi Supraventrikuler dan Takikardi Ventrikuler). (Lily Ismudiantiati Rilantono, 1996)
B.
mulai dari nodus AV, melewati central fibrous body sehingga mencapai tepi atas
septum interventrikuler. Dari sini berjalan pada sisi kiri pars membranosa. Berkas
cabang kanan (RBB - right bundle branch) biasanya merupakan terusan berkas
His. la berjalan sebagai struktur tunggal di lapisan subendokard di sisi kanan
sehingga mencapai dasar muskulus papilaris anterior. Dari sini ia terbagi menjadi
3, yakni cabang anterior, posterior dan lateral. Yang terakhir ini menuju dinding
lateral ventrikel kanan (RV) dan bagian bawah septum membentuk bangunan
seperti kipas yang akhirnya sebagai anyaman Purkinje. Cabang kiri (LBB = left
bundle branch)umumnya mempunyai variasi yang lebih banyak. Segera setelah
bercabang dari berkas His, ia terbagi 2 atau lebih, yang berjalan di subendokard
dan masing-masing membentuk bangunan seperti kipas. Biasanya terdapat
hubungan satu sama lain. Fasikulus anterior (superior) terdiri dari bangunan
panjang dan tipis berjalan menuju muskulus papilaris anterior. Sedang fasikulus
posterior (inferior) biasanya lebih pendek dan lebih lebar menuju ke septum bagian
posterior. Kadang-kadang ditemukan fasikulus septal. (Lily Ismudiantiati
Rilantono, 1996)
C.
Keterangan gambar:
Gelombang P
Depolarisasi Atrium
Kompleks QRS
Depolarisasi Ventrikal
Segmen ST
Gelombang T
Gelombang U
Repolarisasi Ventrikal
lebar (lama) gelombang, yang biasanya dinyatakan dengan detik atau mili detik dan
kedua adalah amplitudo (voltage) yang biasa dinyatakan dengan mm (standarisasi 1)
atau mV. Dalam memberikan uraian mengenai amplitudo atau defleksi, jangan lupa
menyatakan positif atau negatif. Positif bila defleksinya keatas, dan negatif bila
defleksinya ke bawah. (Lily Ismudiantiati Rilantono, 1996)
D.
Sandapan EKG
Aliran listrik jantung seperti yang diterangkan di atas mempunyai besaran dan
arah (vektor). Oleh karena tubuh merupakan konduktor listrik yang cukup baik,
maka rekaman yang dilakukan melalui elektroda yang diletakkan di permukaan
tubuh yang jauh letaknya dari jantung tetap dapat dilakukan. Oleh karena aliran
listrik jantung merupakan vektor, maka rekaman perlu dilakukan dari berbagai
sudut. Oleh karena itulah dibuat rekaman dari berbagai sandapan. Dikenal 12
sandapan EKG. Enam sandapan dinamakan sandapan ekstremitas yakni I, II, III,
aVR, aVL dan aVF. Sandapan-sandapan ini diperoleh dari rekaman dengan
elektroda yang diletakkan di ekstremitas. Keenam sandapan ekstremitas dibagi lagi
menjadi 2 subkelompok yakni sandapan ekstremitas bipolar (I, II, III) dan
sendapan ekstremitas unipolar (aVR, aVL dan aVF).
Enam sandapan lainnya adalah sandapan prekordial. Elektroda diletakkan di
berbagai posisidi dinding dada. (Lily Ismudiantiati Rilantono, 1996)
E.
melalui elektroda logam dengan kabel konektor ke mesin EKG. Kaki kanan hanya
berfungsi sebagai electrical ground. Sebenarnya rangsang listrik jantung diteruskan
oleh tubuh ke ekstremitas. Oleh karena itu elektroda yang diletakkan di pergelangan
tangan kanan sebenarnya merekam potensial listrik jantung di bahu kanan penderita,
demikian pula elektroda yang diletakkan di pergelangan tangan kiri. Meletakkan
elektroda di pergelangan tangan atau kaki semata-mata untuk kepraktisan.
Jelaslah, pada penderita dengan ekstremitas yang puntung, elektroda dapat
diletakkan pada bagian paling distal dari puntung ekstremitas.
Sandapan bipolar disebut demikian oleh karena sandapan ini hanya merekam
perbedaan tegangan dari 2 elektroda. Sandapan I merekam perbedaan tegangan
antara lengan kiri dan lengan kanan. Sandapan II merekam perbedaan tegangan
antara kaki kiri (LL - left leg) dengan lengan kanan (RA - right arm) dan sandapan
III merekam perbedaan tegangan antara kaki kiri (LL) dengan lengan kiri (LA - left
arm), Secara skematis, ketiga sandapan ini dapat digambarkan.sebagai segi>tiga
Einthoven.
RA
Lead 1
LA
I + III = LL RA=II
F.
Sandapan unipolar
Sadapan unipolar akan mengukur potensial listrik jantung dari satu tempat ke
tempat lain yang mempunyai potensial nol. Tempat terakhir ini adalah dengan
menghubungkan ketiga ekstremitas lain dengan terminal sentral. Sandapan aVR,
aVL dan aVF adalah sandapan unipolar yang dimaksud. Hubungan antara ketiga
sandapan tersebut adalah sebagai berikut:
aVR + aVL + aVF = 0
Hubungan antara keenam sandapan dapat digambarkan sebagai gambar III.3.4a.
yang merupakan gambar dengan 6 garis yang membentuk sudut yang sama, masingmasing 30 derajat (heksadesial). Berdasarkan bidang frontal ini, maka dengan
melihat rekaman EKG kita dapat membuat perhitungan berapa sumbu masingmasing gelombang (P dan QRS).Untuk menghitung sumbu gelombang QRS ada
beberapa cara yang sederhana. Cara pertama, lihatlah sandapan yang membuat sudut
tegak lurus pada sumbu heksadesial, misalnya sandapan I (0 derajat) dan aVF (90
derajat), atau II (60 derajat) dengan aVL (-30 derajat) atau III dengan aVR.Jumlahaljabarkan gelombang QRS pada masing-masing sandapan. Proyeksikan hasilnya
pada gambar III.3.4b. Contoh : bila jumlah aljabar kompleks QRS di sandapan I
sama dengan 5 mm, dan jumlah aljabar kompleks QRS di sandapan aVF sama
dengan 5 mm, maka sumbu QRS di bidang frontal sama dengan + 45 derajat.
Cara kedua adalah dengan melihat sandapan mana yang mempunyai jumlah
aljabar kompleks QRS sama dengan nol mm. Lalu dilihat kompleks QRS pada
sandapan yang tegak lurus pada sandapan di atas. Bila sandapan yang terakhir
mempunyai jumlah aljabar kompleks QRS lebih dari 0 (positif) maka sumbu
frontal kompleks QRS sama dengan arah elektroda positif sandapan terakhir.
Sebagai contoh, bila jumlah aljabar kompleks QRS di sandapan aVL sama dengan
nol, dan jumlah aljabar kompleks QRS di sandapan II sama dengan 5 mm, maka
sumbu QRS di bidang frontal sama dengan +60 derajat. Sebaliknya bila jumlah
aljabar kompleks QRS di II sama dengan -7 mm, maka sumbu kompleks QRS di
bidang frontal sama dengan -120 derajat. (Lily Ismudiantiati Rilantono, 1996)
Sandapan prekordial
Sandapan prekordial akan mencatat rangsang listrik jantung dengan bantuan
elektroda yang ditempatkan di beberapa tempat di dinding dada. Sandapan ini adalah
unipolar, artinya mengukur perbedaan potensial antara titik tersebut terhadap
potensial nol. Pada sandapan V1, elektroda diletakkan di ruang interkostal empat
garis parasternal kanan. Pada sandapan V2, elektroda diletakkan di ruang interkostal
empat, garis parasternal kiri, sedang pada sandapan V4, elektroda diletakkan di ruang
interkostal lima, garis midklavikuler kiri. Pada sandapan V3, elektroda
diletakkan antara V2 dan V4. Pada sandapan V5 dan V6, elektroda diletakkan
sejajar dengan elektroda V4. Untuk sandapan V5, elektroda diletakkan di garis
aksilaris anterior, sedang untuk sandapan V6 di garis aksilaris media. (Sutopo
H.
Widjaja 1990)
Pemantauan rekaman EKG
Pada keadaan tertentu seperti di unit-unit perawatan intensif, kadang-kadang
tidak perlu kita merekam dengan sandapan seperti disebutkan di atas (12 sandapan).
Pada keadaan seperti ini pemantauan EKG diperlukan untuk analisis denyut
perdenyut hanya dari satu alat pantau. Biasanya ada 3 elektroda. Satu ditempatkan di
V1, satu lagi di bahu kiri dan lainnya di bahu kanan. Rekaman di alat monitor
ini biasanya digunakan untuk pemantauan aritmia jantung, bukannya untuk
memantau depresi segmen ST.
I.
Nomenklatur
a. Gelombang P
Merupakan depolarisasi atrium. Oleh karena arah vektornya ke kiri bawah,
maka bila gelombang P normal (dari nodus SA) gambaran akan terlihat positif di
10
QS
11
d. Interval QRS
Interval yang diukur dari permulaan QRS sampai akhir QRS. Normal
kurang 0,10 detik. Bilamana penyebaran rangsang di ventrikel lambat maka
terjadi
e.
pemanjangan
interval
QRS
seperti
pada
gangguan
hantaran
f.
g.
Interval QT
Interval ini diukur dari permulaan kompleks QRS sampai akhir gelombang
T. Interval QT terutama menunjukkan bahwa ventrikel yang baru saja
terstimulasi telah kembali ke keadaan semula (istirahat).Nilai normal interval
QT sangat dipengaruhi oleh laju jantung. Bila laju jantung meningkat, interval
QT akan memendek, sebaliknya bila laju jantung menurun, interval QT akan
memanjang. Oleh karena itu beberapa ahli melakukan koreksi terhadap laju
jantung. QT yang terkoreksi - QT x VRR
Secara umum bila laju jantung sama dengan atau kurang dari 80 kali per
menit, maka bila interval QT lebih dari separuh interval RR, dikatakan interval
QT memanjang. Beberapa keadaan dapat menyebabkan pemanjangan interval
12
EKG normal
Banyak variasi mengenai EKG normal. Faktor-faktor yang mempengaruhi
adalah habitus tubuh, sumbu listrik jantung, ukuran dada dan keadaan lain seperti
obesitas dan penyakit paru. Kriteria yang dipakai di bawah ini hanyalah sebagai
pegangan, namun diagnosis akhir apakah jantung normal atau abnormal harus dibuat
berdasarkan gambaran klinis secara keseluruhan. Sekali lagi, akan merupakan
kesalahan yang sangat besar bila diagnosis semata-mata hanya didasarkan atas
gambaran rekaman EKG.
a. Kriteria
Gelombang P. Positif (ke atas) di sandapan I, II, aVF dan V3-V6.Di
sandapan aVR gelombang P selalu negatif (terbalik). Sedang di sandapan II,
aVL, V1 dan V2 gelombang P sangat bervariasi. Kejadian ini disebabkan oleh
karena pada jantung normal, pusat pacu jantung berada di nodus SA (terletak di
atrium kanan, dekat muara vena kava superior). Impuls listrik jantung akan
menyebar ke atrium. Vektor gelombang P normal akan mengarah ke kiri bawah
depan dengan akibat bentuk gelombang P seperti di atas. Gelombang P dengan
sifat-sifat di atas, dengan laju antara 60 - 100 kali per menit dinamakan irama
sinus, oleh karena irama ini berasal dari nodus sinus. Pada keadaan normal
13
(tanpa gangguan konduksi di nodus AV) maka setiap gelombang P akan diikuti
gelombang QRS. Interval PR berkisar antara 0,11 sampai 0,20 detik. Irama
sinus sendiri dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan konduksi di nodus AV.
Gelombang Q. Gelombang Q kecil (kurang dari 0,045 detik, kurang dari
1/4 gelombang R) normal terlihat di I, V5 atau V6. Terjadinya gelombang Q ini
akibat aktifasi septal. Vektor awal kompleks QRS ke arah kanan atas dan
muka.Oleh karena itu gelombang Q kecil atau bahkan kadang-kadang tak terlihat
di sandapan II, aVF dan V3. Di sandapan III dan aVL terlihat kecil atau bahkan
kadang-kadang tak terlihat, dan kadang kadang terlihat cukup bermakna. Di
aVR, gelombang Q justru terlihat nyata, tetapi tidak punya arti apa-apa.
Gelombang R. Tergantung dari sumbu QRS. Biasanya sangat dominan di I
dan II, V5 dan V6.Di sandapan aVR, V1 dan V2 biasanya hanya kecil atau tidak
ada sama sekali.
Gelombang S. Tidak terlihat atau kurang dibanding gelombang R di
sandapan I atau II. Tetapi di sandapan III, aVF dan aVL biasanya lebih
menonjol atau justru tidak terlihat. Di sandapan aVR, V1 atau V2, gelombang S
terlihat lebih menonjol. Di V4 - V6 kurang dibanding dengan gelombang R.
Gelombang T. Positif di sandapan I, II, V3 - V6.Terbalik di aVR.
Disandapan III, aVF, aVL, V1 dan V2, gelombang T bervariasi.
Interval QT. Interval ini akan memendek bila laju jantung bertambah
cepat, sebaliknya akan memanjang bila laju jantung lambat (interval QT 0,41
detik pada laju jantung 50/menit, dan berubah menjadi 0,31 detik pada laju
jantung 100/menit).
Segmen ST. Biasanya isoelektris. Bervariasi sampai +1 mm di sandapan
ekstremitas dan sampai 2 mm (0,2 mV) di sandapan prekordial. (Lily
Ismudiantiati Rilantono, 1996)
14
BAB III
GAGAL JANTUNG
A.
Pendahuluan
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan
merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung.
Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7%
wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3
3,7 perseribu penderita pertahun. Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat
di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan
berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan
harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung.
Gagal jantung susah dikenali secara klinis, karena beragamnya keadaan klinis
serta tidak spesifik serta hanya sedikit tanda tanda klinis pada tahap awal
penyakit. Perkembangan terkini memungkinkan untuk mengenali gagal jantung
secara dini serta perkembangan pengobatan yang memeperbaiki gejala klinis,
kualitas hidup, penurunan angka perawatan, memperlambat progresifitas penyakit
dan meningkatkan kelangsungan hidup. (Aru W. Sudoyo, 2006)
15
B.
Derajat I
Derajat II
Derajat III
Derajat IV
Kelas I (A)
16
C.
Kelas II (B)
Kelas III (L)
Kelas IV (C)
Etiologi
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup
penting untung mengetahui penyebab dari gagal jantung, di negara berkembang
penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan
di negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung
katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi. Pada beberapa keadaan sangat sulit
untuk menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada keadaan yang
terjadi bersamaan pada penderita.
Penyakit jantung koroner pada Framingham Study dikatakan sebagai
penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor risiko
koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat
berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat badan serta
tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai
faktor risiko independen perkembangan gagal jantung.
Hipertensi telah dibuktikan dapat meningkatkan risiko terjadinya gagal
jantung pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung
melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi
ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan
meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk
terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi
yang
menunjukkan
hipertrofi
ventrikel
kiri
berhubungan
kuat
dengan
17
obstruksi
outflow
aorta
(kardiomiopati
hipertrofik
obstruktif).
Patofisiologi
Gagal jantung disebabkan oleh kondisi yang mengurangi efisiensi
miokardium, atau otot jantung, melalui kerusakan atau overloading. Dengan
demikian, dapat disebabkan oleh sebagai array beragam kondisi sebagai infark
miokard (di mana otot jantung kekurangan oksigen dan mati), hipertensi (yang
meningkatkan kekuatan kontraksi yang dibutuhkan untuk memompa darah) dan
amyloidosis (di mana protein disimpan dalam otot jantung, menyebabkan ia
menjadi kaku). Selama waktu ini peningkatan beban kerja akan menghasilkan
perubahan pada jantung sendiri:
18
menggeliat.
Sebuah volume berkurang stroke, sebagai hasil dari kegagalan sistol, diastol
atau keduanya. Peningkatan volume akhir sistolik biasanya disebabkan oleh
kontraktilitas berkurang. Penurunan hasil volume akhir diastolik dari
gangguan ventrikel mengisi - seperti yang terjadi ketika kepatuhan ventrikel
19
hipotalamus
20
transduksi sinyal yang diprakarsai oleh katekolamin dan angiotensin II, dan
juga oleh faktor pertumbuhan epidermal (EGF), yang target dari jalur sinyal
21
Dalam cardiomyopathy parah, efek dari curah jantung menurun dan perfusi
miskin menjadi lebih jelas, dan pasien akan terwujud dengan kaki dingin dan
berkeringat, sianosis, klaudikasio, kelemahan umum, pusing, dan sinkop.
The hipoksia yang dihasilkan disebabkan oleh edema paru menyebabkan
vasokonstriksi pada sirkulasi paru-paru, yang menyebabkan hipertensi paru.
Karena ventrikel kanan menghasilkan tekanan yang jauh lebih rendah
dibandingkan dengan ventrikel kiri (sekitar 20 mmHg versus sekitar 120 mmHg,
masing-masing, dalam individu yang sehat) tetapi tetap menghasilkan output
jantung persis sama dengan ventrikel kiri, ini berarti bahwa sedikit peningkatan
resistensi vaskuler paru menyebabkan kenaikan besar dalam jumlah pekerjaan
ventrikel kanan harus melakukan. Namun, mekanisme utama dengan yang gagal
jantung kiri menyebabkan gagal jantung sisi kanan-sisi sebenarnya tidak dipahami
dengan baik. Beberapa teori memanggil mekanisme yang dimediasi oleh aktivasi
neurohormonal. efek mekanis juga dapat berkontribusi. Sebagai distends ventrikel
kiri, septum busur intraventricular ke dalam ventrikel kanan, penurunan kapasitas
ventrikel kanan.
Disfungsi sistolik
Gagal jantung yang disebabkan oleh disfungsi sistolik lebih mudah diakui.
Hal ini dapat simplistically digambarkan sebagai kegagalan fungsi pompa jantung.
Hal ini ditandai dengan fraksi ejeksi penurunan (kurang dari 45%). Kekuatan
kontraksi ventrikel yang dilemahkan dan tidak memadai untuk menciptakan
stroke volume yang memadai, sehingga curah jantung tidak memadai. Secara
umum, hal ini disebabkan oleh disfungsi atau kerusakan miosit jantung atau
komponen molekul mereka. Dalam penyakit bawaan seperti distrofi Duchenne
otot, struktur molekul miosit individu terpengaruh. Miosit dan komponennya
dapat rusak oleh peradangan (seperti dalam miokarditis) atau infiltrasi (seperti
dalam amyloidosis). Racun dan agen farmakologi (seperti etanol, kokain, dan
amfetamin) menyebabkan kerusakan intraseluler dan stres oksidatif. Mekanisme
yang paling umum dari kerusakan iskemia dan infark menyebabkan pembentukan
parut. Setelah infark miokard, miosit mati digantikan oleh jaringan parut,
deleteriously mempengaruhi fungsi miokardium. Pada echocardiogram, ini adalah
nyata oleh gerakan dinding abnormal atau tidak ada.
22
fisiologis
untuk
usaha,
demam,
atau
dehidrasi,
atau
dengan
23
24
Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah,
asites, hepatomegali, dan edema perifer.
Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk
sampai delirium.
Pada kasus akut, gejala yang khas ialah gejala edema paru yang meliputi :
dyspnea, orthopnea, tachypnea, batuk-batuk dengan sputum berbusa, kadangkadang hemoptisis, ditambah gejala low output seperti : takikardi, hipotensi dan
oliguri beserta gejala-gejala penyakit penyebab atau pencetus lainnya seperti
keluhan angina pectoris pada infark miokard akut. Apabila telah terjadi gangguan
fungsi ventrikel yang berat, maka dapat ditemukn pulsus alternan. Pada keadaan
yang sangat berat dapat terjadi syok kardiogenik. (Lily Ismudiantiati Rilantono,
1996)
F.
Diagnosis
Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan tanda
seperti sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP, hepatomegali,
edema tungkai. 8-10 Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk
mendiagnosis adanya gagal jantung antara lain foto thorax, EKG 12 lead,
ekokardiografi, pemeriksaan darah, pemeriksaan radionuklide, angiografi dan tes
fungsi paru.
Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran siluet
jantung (cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti vena pulmonalis
terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20
mmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisurahorizontal dan garis Kerley B
pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran
batwing pada lapangan paru yang menunjukkan adanya udema paru bermakna.
25
Dapat pula tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang
lebih banyak terkena adalah bagian kanan.
Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada hampir
seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat
dijumpai pada 10% kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara lain
gelombang Q, abnormalitas ST T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block
dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya menunjukkan
gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab dispneu
pada pasien sangat kecil kemungkinannya.
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan noninvasif yang sangat berguna pada
gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai
struktur dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah:
semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah bernafas yang berhubungan
dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta penderita
dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tak
terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi
sistolik, fungsi diastolik, mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui
risiko emboli.
Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai
penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta
komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan
mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional, karena itu
adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang berat. Pemeriksaan
serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan ginjal,
juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan serum
kreatinin setelah pemberian angiotensin converting enzyme inhibitor dan diuretik
dosis tinggi. Pada gagal jantung berat dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat
terjadi pada pemberian
diuretik
tanpa suplementasi
26
sebagai penanda biologis gagal jantung dengan kadar BNP plasma 100 pg/ml dan
plasma NT-pro BNP adalah 300 pg/ml.
Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventrikulografi dapat mengetahui
ejection fraction, laju pengisian sistolik, laju pengosongan diastolik, dan
abnormalitas dari pergerakan dinding. Angiografi dikerjakan pada nyeri dada
berulang akibat gagal jantung. Angiografi ventrikel kiri dapat mengetahui
gangguan fungsi yang global maupun segmental serta mengetahui tekanan
diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui tekanan sebelah
kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis) serta pulmonary
artery capillary wedge pressure.(Aru W. Sudoyo, 2006)
G.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan gagaljantung meliputi penalaksanaan
secara non farmakologis dan secara farmakologis, keduanya dibutuhkan karena
akan saling melengkapi untuk penatlaksaan paripurna penderita gagal jantung.
Penatalaksanaan gagal jantung baik itu akut dan kronik ditujukan untuk
memperbaiki gejala danprogosis, meskipun penatalaksanaan secara individual
tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi. Sehingga semakin cepat kita
mengetahui penyebab gagal jantung akan semakin baik prognosisnya.
Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dikerjakan antara lain adalah
dengan menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya, pengobatan serta
pertolongan yang dapat dilakukan sendiri. Perubahan gaya hidup seperti
pengaturan nutrisi dan penurunan berat badan pada penderita dengan kegemukan.
Pembatasan asupan garam, konsumsi alkohol, serta pembatasan asupan
cairanperlu dianjurkan pada penderita terutama pada kasus gagal jantung
kongestif berat. Penderita juga dianjurkan untuk berolahraga karena mempunyai
efek yang positif terhadap otot skeletal, fungsi otonom, endotel serta
neurohormonal dan juga terhadap sensitifitas terhadap insulin meskipun efek
terhadap kelengsungan hidup belum dapat dibuktikan. Gagal jantung kronis
mempermudah dan dapat dicetuskan oleh infeksi paru, sehingga vaksinasi
terhadap influenza dan pneumococal perlu dipertimbangkan. Profilaksis antibiotik
pada operasi dan prosedur gigi diperlukan terutama pada penderita dengan
penyakit katup primer maupun pengguna katup prostesis.
27
farmakologis.
Gagal
jantung
kronis
bisa
terkompensasi
ataupun
bisoprolol,
metoprolol),
digoxin,
spironolakton,
vasodilator
28
parenteral
seperti
morfin
atau
diamorfin
penting
dalam
29
30
terjadinya gagal jantung akut de novo atau dekompensasi. Yang tersering adalah
penyakit jantung koroner dan sindrom koroner akut. Bila penderita datang dengan
hipertensi emergensi pengobatan bertujuan untuk menurunkan preload dan
afterload. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat seperti lood
diuretik intravena, nitrat atau nitroprusside intravena maupun natagonis kalsium
intravena (nicardipine). Loop diuretik diberkan pada penderita dengan tanda
kelebihan cairan. Terapi nitrat untuk menurunkan preload dan afterload,
meningkatkan aliran darah koroner. Nicardipine diberikan pada penderita dengan
disfungsi diastolik dengan afterload tinggi. Penderita dengan gagal ginjal, diterapi
sesuai penyakit dasar. Aritmia jantung harus diterapi.
Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon intra aorta,
pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter defibrillator, ventricular
assist device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita gagal jantung
berat atau syok kardiogenik yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan,
disertai regurgitasi mitral atau ruptur septum interventrikel. Pemasangan pacu
jantung bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan mempertahankan
sinkronisasi atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita dengan
bradikardia yang simtomatik dan blok atrioventrikular derajat tinggi. Implantable
cardioverterdevice bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia
ventrikel. Vascular Assist Device merupakan pompa mekanis yang mengantikan
sebgaian fungsi ventrikel, indikasi pada penderita dengan syok kardiogenik yang
tidak respon terhadap terapi terutama inotropik. (Aru W. Sudoyo, 2006)
31