Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Oleh :
Anisa Septa Rini, S.Ked
1018011112
Preceptor :
dr. Zam Zanariah, Sp.S, M.Kes
KATA PENGANTAR
Pertama saya ucapkan terima kasih kepada Allah SWT. karena atas rahmat-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Epilepsi
Kriptogenik tepat pada waktunya. Adapun tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah
sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Saraf RSUD Abdul Moeloek.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Zam Zanariah, Sp.S, M.Kes yang
telah meluangkan waktunya untuk saya dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Saya
menyadari banyak sekali kekurangan dalam laporan ini, oleh karena itu saran dan kritik
yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat
bukan hanya untuk saya, tetapi juga bagi siapa pun yang membacanya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf yang sering dijumpai, terdapat
pada semua bangsa, segala usia dimana laki-laki sedikit lebih banyak dari wanita.
Insiden tertinggi terdapat pada golongan usia dini yang akan menurun pada gabungan
usia dewasa muda sampai setengah tua, kemudian meningkat lagi pada usia lanjut.
Prevalensi epilepsi berkisar antara 0,5% - 2%. Di Indonesia penelitian
epidemiologi tentang epilepsi belum pernah di lakukan, namun bila dipakai angka
prevalensi yang dikemukakan, maka dapat diperkirakan bahwa bila penduduk Indonesia
saat ini sekitar 220juta akan ditemukan 1,1 sampai 4,4 juta penderita penyandang
epilepsi dan 40% masih dalam usia reproduksi.
Epilepsi berasal dari bahasa Yunani yang berarti serangan atau penyakit yang
timbul secara tiba-tiba.Epilepsi merupakan penyakit yang umum terjadi dan penting di
masyarakat.Permasalahan epilepsi tidak hanya dari segi medik tetapi juga sosial dan
ekonomi yang menimpa penderita maupun keluarganya.Dalam kehidupan sehari-hari,
epilepsy merupakan stigma bagi masyarakat. Mereka cenderung untuk menjauhi
penderita epilepsi.
Akibatnya banyak yang menderita epilepsi yang tak terdiagnosis dan mendapat
pengobatan yang tidak tepat sehingga menimbulkan dampak klinik dan psikososial yang
merugikan baik penderita maupun keluarganya.
BAB II
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama
: Ny. SF
Umur
: 27 tahun
Alamat
Agama
: Islam
Pekerjaan
: -
Status
: Belum menikah
Suku Bangsa
: Jawa
Tanggal Masuk
: 24 Juli 2015
Tanggal pemeriksaan
: 28 Juli 2015
Dirawat ke
: Pertama
: Alloanamnesis
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
Pasien datang ke Rumah Sakit Umum Abdoel Moeloek (RSUAM) dengan keluhan
kejang diseluruh tubuh sehari 3x sebelum masuk rumah sakit. Kejang diawali dari mata
pasien yang mengarah ke atas kemudian diikuti lengan dan tungkai pasien yang menjadi
kaku. Kejang berlangsung selama 10 menit. Ketika kejang, pasien tidak mengompol
ataupun mengeluarkan air liur. Setelah kejang, pasien sempat tidak sadarkan diri, namun
beberapa saat kemudian pasien sadar. Pasien juga tidak dapat berbicara dan melamun
setelah kejang.
4
Menurut keluarga pasien, ia sedang beraktivitas seperti biasa sebelum kejang terjadi.
Tiba-tiba, pasien merasa tubuhnya lemas, kemudian terjatuh. Pasien sadar dirinya
terjatuh. Menurut keluarga pasien, beberapa saat setelah terjatuh, pasien kejang. Kejang
berlangsung selama 10 menit. Pasien tidak sadar saat kejang terjadi. Pasien kemudian
dibawa ke RSUAM.Menurut keluarga pasien, keluhan kejang sudah dirasakan sejak
pasien berumur 14 tahun. Keluarga mengatakan pernah 3 tahun berobat ke spesialis
syaraf dan dianjurkan minum obat rutin. Obat yang diminum berupa kapsul berwara
merah dan hijau masing-masing diminum 3x sehari. Namun, dalam 4 tahun terakhir ini
pasien tidak minum obat lagi dikarenakan keluarga menganggap tidak ada perubahan,
setiap hari masih saja kejang, dan keluarga sudah merasa tidak mampu lagi untuk
membeli obat tersebut.
Riwayat Penyakit Dahulu
Keadaan umum
Kesadaran
GCS
Tekanan darah
Nadi
RR
Suhu
Gizi
: 16 x/menit
: 36,5 o C
: Cukup
Status Generalis
-
Kepala
Rambut
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
-
Leher
Pembesaran KGB
JVP
: 5+2 cm H2O
Trakhea
: di tengah
Toraks
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: redup
Auskultasi
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor / sonor
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
: datar, simetris
6
Palpasi
Perkusi
: timpani (+)
Auskultasi
Extremitas
Superior
Inferior
Status Neurologis
-
Saraf Cranialis
N.Olfactorius (N.I)
Daya penciuman hidung
: normosmia / normosmia
N.Opticus (N.II)
Tajam penglihatan
Lapang penglihatan
Tes warna
tidak dilakukan
Fundus oculi
tidak dilakukan
: (-/-)
- Endophtalmus
: (-/-)
- Exopthalmus
(-/-)
Pupil
-
Ukuran
: (3mm/3mm)
Bentuk
: (Bulat / Bulat)
Isokor/anisokor
: (isokor)
Posisi
: (Sentral / Sentral)
: (+/+)
7
: (+/+)
Medial
: normal / normal
Lateral
: normal / normal
Superior
: normal / normal
Inferior
: normal / normal
Obliqus superior
: normal / normal
Obliqus inferior
: normal / normal
: (+/+)
: (+/+)
N.Trigeminus (N.V)
Sensibilitas
-
Ramus oftalmikus
: (+/+)
Ramus maksilaris
: (+/+)
Ramus mandibularis
: (+/+)
Motorik
-
M. masseter
: (+/+)
M. temporalis
: (+/+)
M. pterygoideus
: (+/+)
Refleks
-
Refleks kornea
: (+/+)
Refleks bersin
: (+)
N.Fascialis (N.VII)
Inspeksi Wajah Sewaktu
- Diam
- Tertawa
: simetris
: simetris
8
- Meringis
: simetris
- Bersiul
: simetris
- Menutup mata
: simetris
- Menggembungkan pipi
Sensoris
- Pengecapan 2/3 depan lidah
: normal
N. Vestibulocochlearis/ N. Acusticus(N.VIII)
N.cochlearis
- Ketajaman pendengaran
- Tinitus
: tidak ada
N.vestibularis
- Test vertigo
: tidak dilakukan
- Nistagmus
: tidak dilakukan
: tidak ada
- Posisi uvula
: di tengah
- Palatum mole
: simetris
- Arcus palatoglossus
: simetris
- Arcus palatoparingeus
: simetris
- Refleks batuk
: (+)
- Refleks muntah
: (+)
- Peristaltik usus
: Normal
- Bradikardi
: (-)
9
- Takikardi
: (-)
N.Accesorius (N.XI)
- M.Trapezius
M.Sternocleidomastodeus
: normal
: normal
N.Hipoglossus (N.XII)
- Atropi
: (-)
- Fasikulasi
: (-)
- Deviasi
: (-)
: (-)
Kernig test
: (-/-)
Laseque test
: (-/-)
Brudzinsky I
: (-)
Brudzinsky II
: (-/-)
Sistem Motorik
Gerak
Kekuatan otot
Superior ka/ki
Inferior ka/ki
(aktif/aktif)
(aktif/aktif)
4/4
4/4
Tonus
(Normotonus/Normotonus)
Klonus
(-/-)
(-/-)
Atropi
(-/-)
(-/-)
Biceps ( + / + )
Pattela ( + / + )
Triceps ( + / + )
Achiles ( + / + )
Hoffman Trommer ( - / - )
Babinsky ( - / - )
Chaddock ( - / - )
Oppenheim ( - / - )
Schaefer ( - / - )
Gordon ( - / - )
Refleks fisiologis
Refleks patologis
(Normotonus /Normotonus)
Gonda ( - / - )
10
Sensibilitas
Eksteroseptif / rasa permukaan
-
Rasa raba
: (+/+)
Rasa nyeri
: (+/+)
: (+/+)
: (+/+)
Rasa sikap
: (+/+)
Rasa getar
: (+/+)
: (+/+)
Asteriognosis
: (-/-)
Grafognosis
Koordinasi
(-/-)
: normal
: normal
: normal
Defekasi
: normal
Salivasi
: normal
Fungsi Luhur
Fungsi bahasa
: kurang baik
Fungsi orientasi
Fungsi memori
: kurang baik
Fungsi emosi
: kurang baik
kurang baik
D. Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium (25 Juli 2015)
11
Hb
LED
Leukosit
Hitung jenis
Trombosit
Ureum
Creatinine
Natrium
Kalium
Calsium
12,8 g/dl
10 mm/jam
9.800/ul
0/0/0/80/11/7
214.000/ul
25 mg/dL
1,00 mg/dL
141 mmo/L
4,4 mmo/L
9,0 mg/dl
Clorida
8,6 mmo/L
E. Resume
Pasien datang ke Rumah Sakit Umum Abdoel Moeloek (RSUAM) dengan
keluhan kejang diseluruh tubuh 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Kejang diawali
dari mata pasien yang mengarah ke atas kemudian diikuti lengan dan tungkai pasien
yang menjadi kaku. Kejang berlangsung selama 10 menit. Ketika kejang, pasien tidak
mengompol ataupun mengeluarkan air liur. Setelah kejang, pasien sempat tidak
sadarkan diri, namun beberapa saat kemudian pasien sadar. Pasien juga tidak dapat
berbicara dan melamun. Keluhan kejang sudah dirasakan sejak pasien berumur 14
tahun. Awalnya pasien rutin minum obat namun, dalam 4 tahun terakhir ini pasien tidak
minum obat lagi dikarenakan keluarga menganggap tidak ada perubahan, setiap hari
masih saja kejang, dan keluarga sudah merasa tidak mampu lagi untuk membeli obat
tersebut.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran apatis, GCS E4M5V3 = 12. Tanda vital didapatkan tekanan darah 110/80
mmHg, nadi 88 x/menit, RR 16 x/menit, suhu 36,5 oC. Pada status generalis,
pemeriksaan neurologis, pemeriksaan rangsang meningeal, sistem motorik, reflek
fisiologis dan reflek patologi dalam batas normal. Pada pemeriksaan sensibilitas,
koordinasi, susunan saraf otonom, dan fungsi luhur juga tidak ditemukan adanya
kelainan.
F. Diagnosis
Klinis
Topis
:12
Etiologi
: Epilepsi Kriptogenik
G. Diagnosis Banding
- Transient Ischemic Attack (TIA)
H. Penatalaksanaan
1. Umum
-
Pasang kateter
2. Diet
- Diet padat peroral
3. Medikamentosa
- IVFD RL gtt xv/mnt
- O2 3 L/menit
- Fenitoin 1 amp/8 jam
- Diazepam 10 mg diencerkan iv pelan jika kejang
4. Rehabilitasi
I. Prognosa
-
Quo ad vitam
= dubia ad bonam
Quo ad functionam
= dubia ad bonam
Quo ad sanationam
= dubia ad bonam
J.
Follow up
28/7/2015
29/7/2015
30/7/2015
S : Kejang ( + ) selama 10
S : Kejang ( + ) selama
menit
10 menit
O:
KU/KS : SS/CM
GCS : E4V5M3 = 12
O:
KU/KS : SS/CM
GCS : E4V5M3 = 12
O:
KU/KS : SS/CM
GCS : E4V5M3 = 12
13
pemeriksaan
Kekuatan otot
4
/4
4
4
dan
neurologis
kesan normal.
Kekuatan otot
4
/4
4
4
neurologis
A: Epilepsi Kriptogenik
A: Epilepsi Kriptogenik
P:
P:
1. Umum SDA
2. Medikamentosa SDA
P:
31/7/2015
1/8/2015
S : Kejang ( - ), demam
kesan
4
/4
4
4
A: Epilepsi Kriptogenik
1. Umum
ABC
Observasi klinik ( vital
sign)
Tirah baring
2. Medikamentosa
IVFD RL gtt xx/mnt
Diazepam 10 mg
diencerkan iv pelan jika
kejang.
Fenitoin 1 amp/8
jam
dan
1. Umum SDA
2. Medikamentosa SDA
Paracetamol 3x1
14
O:
KU/KS : SS/CM
GCS : E4V5M3 = 12
TD: 120/80 mmHg
N: 80x/mnt
RR: 16x/mnt
S: 37,3oC
Pemeriksaan
fisik
dan
O:
KU/KS : SS/CM
GCS : E4V5M3 = 12
TD: 110/70 mmHg
N: 88x/mnt
RR: 20x/mnt
S: 36,5oC
Pemeriksaan fisik
pemeriksaan
normal.
kesan normal.
Kekuatan otot
4
/4
4
4
dan
neurologis
Kekuatan otot
4
/4
4
4
A: Epilepsi Kriptogenik
A: Epilepsi Kriptogenik
P:
P:
1. Umum SDA
2. Medikamentosa SDA
1. Umum SDA
2. Medikamentosa SDA
Paracetamol
3x1
3. Rencana EEG
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
15
yang
berlebihan
dan
dapat
dideteksi
dari
gejala
klinis,
rekaman
elektroensefalografi (EEG), atau keduanya. Epilepsi adalah suatu kelainan di otak yang
ditandai adanya bangkitan epileptik yang berulang (lebih dari satu episode).3
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan International
Bureau for epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu kelainan
otak yang ditandai oleh adanya factor predisposisi yang dapat mencetuskan kejang
epileptik,perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi social
yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat kejang epileptik
sebelumnya.Sedangkan bangkitan epileptik didefinisikan sebagai tanda dan/atau gejala
yang timbul sepintas (transien) akibat aktivitas neuron yang berlebihan atau sinkron
yang terjadi di otak.4
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan
ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neuronneuronotak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.
Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi >30 menit atau kejang
berulang tanpa disertai pemulihan kesadaran diantara dua serangan kejang.(4)
EPIDEMIOLOGI
Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi.
Sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka epilepsy
lebih tinggi di negara berkembang.Insiden epilepsy di negara maju ditemukan sekitar
50/100.000.sementara di Negara berkembang mencapai 100/100.000.5
16
17
KLASIFIKASI
Epilepsi dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi bangkitan epilepsi dan
klasifikasi sindroma epilepsi. Klasifikasi sindroma epilepsi berdasarkan faktor-faktor
tipe bangkitan (umum atau terlokalisasi), etiologi (simtomatik atau idiopatik), usia dan
situasi yang berhubungan dengan bangkitan. Sedangkan klasifikasi epilepsi menurut
bangkitan epilepsi berdasarkan gambaran klinis dan elektroensefalogram.
Klasifikasi ILAE (1981) untuk tipe bangkitan epilepsi adalah :3
1. Bangkitan parsial/fokal
a. Bangkitan parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
1) Dengan gejala motorik
2) Dengan gejala sensorik
3) Dengan gejala otonomik
4) Dengan gejala psikik
b. Bangkitan parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
1) Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran
Bangkitan parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran
Dengan automatisme
2) Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan
Dengan gangguan kesadaran saja
Dengan automatisme
c. Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder (tonik-klonik, tonik atau
klonik)
1) Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan umum
2) Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan umum
3) Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan
berkembang menjadi bangkitan umum
2. Bangkitan Umum (Konvulsi atau Non-Konvulsi)
a. Bangkitan lena (absence)
Lena (absence), sering disebut petitmal.Serangan terjadi secara tiba-tiba,
tanpa di dahului aura.Kesadaran hilangselama beberapa detik, di tandai
dengan terhentinya percakapan untuk sesaat, pandangan kosong, atau mata
18
itu muncul gerakan kejang tonik-klonik (gerakan tonik yag disertai dengan
relaksaki). Pada saat serangan, penderita tidak sadar, bisa menggigit lidah
atau bibirnya sendiri, dan bisa sampai mengompol. Pasca serangan,
penderita akan sadar secara perlahan dan merasakan tubuhnya terasa lemas
dan biasanya akan tertidur setelahnya.
3. Bangkitan Epileptik yang Tidak Tergolongkan
Klasifikasi ILAE (1989) untuk tipe epilepsy dan sindrom epilepsi adalah :3
1. Fokal / Partial (localized related)
1.1. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
1.1.1. Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah sentrotemporal
(childhood epilepsy with centrotemporal spikes)
1.1.2. Epilepsy benigna dengan gelombang paroksismal pada daerah
oksipital
1.1.3. Epilepsi primer saat membaca (primary reading epilepsy)
1.2. Simtomatik
1.2.1. Epilepsi parsial kontinua yang kronik progresif pada anak anak
(Kojenikows Syndrome)
1.2.2. Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suatu rangsangan
(kurang tidur, alcohol, obat-obatan, hiperventilasi, refleks epilepsy,
stimulasi fungsi kortikal tinggi, membaca)
1.2.3. Epilepsi lobus temporal
1.2.4. Epilepsi lobus frontal
20
2. Epilepsi Umum
2.1. Idiopatik (sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan usia awitan)
2.1.1. Kejang neonatus familial benigna
2.1.2. Kejang neonatus benigna
2.1.3. Kejang epilepsi mioklonik pada remaja
2.1.4. Epilepsi lena pada anak
2.1.5. Epilepsi lena pada remaja
2.1.6. Epilepsi mioklonik pada remaja
2.1.7. Epilepsi dengan bangkitan umum tonik klonik pada saat terjaga
2.1.8. Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu di atas
2.1.9. Epilepsi tonik klonik yang dipresipitasi dengan aktivasi yang spesifik
2.2. Kriptogenik atau Simtomatik (berurutan sesuai dengan peningkatan usia)
2.2.1. Sindrom West (spasme infantiil dan spasme salam)
2.2.2. Sindrom Lencox Gastaut
2.2.3. Epilepsi Mioklonik astatic
21
3. Epilepsi dan Sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum
3.1. Bangkitan Umum dan fokal
3.1.1. Bangkitan neonatal
3.1.2. Epilepsi mioklonik berat pada bayi
3.1.3. Epilepsi dengan gelombang paku kontinyu selama tidur dalam
3.1.4. Epilepsi afasia yang didapat (Sindrom Landau Kleffner)
3.1.5. Epilepsi yang tidak termasuk dalam klasifikasi diatas
3.2. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
4. Sindrom Khusus
22
kejang
status
epileptikus
yang
timbul
hanya
sekali( isolated)
4.1.3. Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian metabolic akut,
atau toksis, alcohol, obat-obatan, eklamsia, hiperglikemi non ketotik
4.1.4. Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik (epilepsi reflektorik)
PATOFISIOLOGI
Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih dominan
dari pada proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen, di inhibisi,
pergeseran konsentrasi ion ekstraseluler, voltage-gated ion channel opening, dan
menguatnya sinkronisasi neuron sangat penting artinya dalam hal inisiasi dan
perambatan aktivitas serangan epileptik.Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi ion di
dalam ruang ekstraseluler dan intraseluler, dan oleh gerakan keluar-masuk ion-ion
menerobos membran neuron.
23
Lima buah elemen fisiologi sel dari neuronneuron tertentu pada korteks serebri
penting dalam mendatangkan kecurigaan terhadap adanya epilepsi:
1. Kemampuan neuron kortikal untuk bekerja pada frekuensi tinggi dalam
merespon depolarisasi diperpanjang akan menyebabkan eksitasi sinaps dan
inaktivasi konduksi Ca2+ secara perlahan.
24
25
Ketiga hal di atas memegang peranan penting terjadinya epilepsi sebagai hal dasar.
Hipotesis secara seluler dan molekuler yang banyak dianut sekarang adalah :
Membran neuron dalam keadaan normal mudah dilalui oleh ion kalium dan ion
klorida, tetapi sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan ion kalsium. Dengan demikian
konsentrasi yang tinggi ion kalium dalam sel ( intraseluler ), dan konsentrasi ion
natrium dan kalsium ekstraseluler tinggi. Sesuai dengan teori dari Dean (Sodium pump),
sel hidup mendorong ion natrium keluar sel, bila natrium ini memasuki sel, keadaan ini
sama halnya dengan ion kalsium. Bangkitan epilepsi karena transmisi impuls yang
berlebihan di dalam otak yang tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadi
sinkronisasi dari impuls.
Sinkronisasi ini dapat terjadi pada sekelompok atau seluruh neuron di otak secara
serentak, secara teori sinkronisasi ini dapat terjadi.
1. Fungsi jaringan neuron penghambat ( neurotransmitter GABA dan Glisin )
kurang optimal hingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan.
2. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron eksitatorik ( Glutamat dan Aspartat )
berlebihan hingga terjadi pelepasan impuls epileptik berlebihan juga.
Fungsi neuron penghambat bisa kurang optimal antara lain bila konsentrasi
GABA (gamma aminobutyric acid ) tidak normal. Pada otak manusia yang menderita
epilepsi ternyata kandungan GABA rendah. Hambatan oleh GABA dalam bentuk
inhibisi potensial postsinaptik ( IPSPs = inhibitory post synaptic potentials) adalah lewat
26
reseptor GABA. Suatu hipotesis mengatakan bahwa aktifitas epileptic disebabkan oleh
hilang atau kurangnya inhibisi oleh GABA, zat yang merupakan neurotransmitter
inhibitorik utama pada otak. Ternyata pada GABA ini sama sekali tidak sesederhana
seperti yang disangka semula. Riset membuktikan bahwa perubahan pada salah satu
komponennya bias menghasilkan inhibisi tak lengkap yang akan menambah
rangsangan. Sinkronisasi dapat terjadi pada sekelompok kecil neuron saja, sekelompok
besar atau seluruh neuron otak secara serentak.Lokasi yang berbeda dari kelompok
neuron ini menimbulkan manifestasi yang berbeda dari serangan epileptik. Secara
teoritis ada 2 penyebabnya yaitu fungsi neuron penghambat kurang optimal ( GABA )
sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan, sementara itu fungsi
jaringan neuron eksitatorik ( Glutamat ) berlebihan. Berbagai macam penyakit dapat
menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan antara neuron inhibitor dan eksitator,
misalnya kelainan heriditer, kongenital, hipoksia, infeksi, tumor, vaskuler, obat atau
toksin. Kelainan tersebut dapat mengakibatkan rusaknya faktor inhibisi dan atau
meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah timbul epilepsi bila ada
rangsangan yang memadai. Daerah yang rentan terhadap kerusakan bila ada
abnormalitas otak antara lain di hipokampus. Oleh karena setiap serangan kejang selalu
menyebabkan kenaikan eksitabilitas neuron, maka serangan kejang cenderung berulang
dan selanjutnya menimbulkan kerusakan yang lebih luas.Pada pemeriksaan jaringan
otak penderita epilepsi yang mati selalu didapatkan kerusakan di daerah hipokampus.
Oleh karena itu tidak mengherankan bila lebih dari 50% epilepsi parsial, fokus asalnya
berada di lobus temporalis dimana terdapat hipokampus dan merupakan tempat asal
epilepsi dapatan. Pada bayi dan anak-anak, sel neuron masih imatur sehingga mudah
terkena efek traumatik, gangguan metabolik, gangguan sirkulasi, infeksi dan
sebagainya. Efek ini dapat berupa kemusnahan neuron-neuron serta sel-sel glia atau
kerusakan pada neuron atau glia, yang pada gilirannya dapat membuat neuron glia atau
lingkungan neuronal epileptogenik. Kerusakan otak akibat trauma, infeksi, gangguan
metabolisme dan sebagainya, semuanya dapat mengembangkan epilepsi. Akan tetapi
anak tanpa brain damage dapat juga menjadi epilepsi, dalam hal ini faktor genetik
dianggap penyebabnya, khususnya grand mal dan petit mal serta benigne
centrotemporal epilepsy. Walaupun demikian proses yang mendasari serangan epilepsi
idiopatik, melalui mekanisme yang sama.
27
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi
pada sinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai kegiatan listrik
yang disebabkan oleh adanya potensial membrane sel. Potensial membrane neuron
bergantung pada permeabilitas selektif membrane neuron, yakni membrane sel mudah
dilalui oleh ion K dari ruang ekstraseluler ke intraseluler dan kurang sekali oleh ion Ca,
Na dan Cl, sehingga di dalam sel terdapat kosentrasi tinggi ion K dan kosentrasi rendah
ion Ca, Na, dan Cl, sedangkan keadaan sebaliknya terdapat diruang ekstraseluler.
Perbedaan konsentrasi ion-ion inilah yang menimbulkan potensial membran.
Ujung terminal neuron-neuron berhubungan dengan dendrite-dendrit dan badanbadan neuron yang lain, membentuk sinaps dan merubah polarisasi membran neuron
berikutnya. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang
memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi yang
menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah
melepaskan listrik. Diantara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut
glutamate,aspartat dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal
ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis
lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang.Hal ini misalnya terjadi
dalam keadaan fisiologik apabila potensial aksi tiba di neuron.Dalam keadaan istirahat,
membrane neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan
polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membrane neuron dan seluruh
sel akan melepas muatan listrik.
Oleh berbagai factor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau
mengganggu fungsi membaran neuron sehingga membrane mudah dilampaui oleh ion
Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan
depolarisasi membrane dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali.
Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan
dasar suatu serangan epilepsy. Suatu sifat khas serangan epilepsy ialah bahwa beberapa
saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Di duga inhibisi ini adalah
pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic.Selain itu juga system-sistem inhibisi
pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus
berlepasmuatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu
serangan epilepsy terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang
penting untuk fungsi otak.
28
Kanal Klorida
Gen
Sindroma
SCN1A, SCN1B
SCN2A, GABRG2
KCNQ2, KCNQ3
seizures plus
Benign
familial
CACNA1A,
convulsions
Episodic ataxia tipe 2
CACNB4
ACNA1H
CLCN2
neonatal
CHRNB2, CHRNA4
Reseptor GABA
GABRA1, GABRD
epilepsy
Juvenile myoclonic epilepsy
29
Pada kanal ion yang normal terjadi keseimbangan antara masuknya ion natrium
(natrium influks) dan keluarnya ion kalium (kalium efluks) sehingga terjadi aktivitas
depolarisasi dan repolarisasi yang normal pada sel neuron. Jika terjadi mutasi pada
kanal Na seperti yang terdapat pada generalized epilepsy with febrile seizures plus,
maka terjadi natrium influks yang berlebihan sedangkan kalium efluks tetap seperti
semula sehingga terjadi depolarisasi dan repolarisasi yang berlangsung berkali-kali dan
cepat atau terjadi hipereksitasi pada neuron.
Hal yang sama terjadi pada benign familial neonatal convulsion dimana terdapat
mutasi kanal kalium sehingga terjadi efluks kalium yang berlebihan dan menyebabkan
hipereksitasi pada sel neuron.
antara lain kelainan pada ligand-gate (sub unit dari reseptor nikotinik) begitu juga
halnya dengan voltage-gate (kanal natrium dan kalium). Hal ini terbukti pada epilepsi
lobus frontalis yang ternyata ada hubungannya dengan terjadinya mutasi dari resepot
nikotinik subunit alfa.Berbicara mengenai kanal ion maka peran natrium, kalium dan
kalsium merupakan ion-ion yang berperan dalam sistem komunikasi neuron lewat
reseptor.Masuk dan keluarnya ion-ion ini menghasilkan bangkitan listrik yang
dibutuhkan dalam komunikasi sesama neuron.
Jika terjadi kerusakan atau kelainan pada kanal ion-ion tersebut maka bangkitan
listrik akan juga terganggu sebagaimana pada penderita epilepsi. Kanal ion ini berperan
dalam kerja reseptor neurotransmiter tertentu.Dalam hal epilepsi dikenal beberapa
neurotransmiter seperti gamma aminobutyric acid (GABA) yang dikenal sebagai
inhibitorik, glutamat (eksitatorik), serotonin (yang sampai sekarang masih tetap dalam
penelitian kaitan dengan epilepsi, asetilkholin yang di hipokampus dikenal sebagai yang
bertanggungjawab terhadap memori dan proses belajar.
GEJALA
31
Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya bertahan lebih
lama. Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar tidak akan mengingat
waktu serangan.
Gejalanya meliputi :
gerakan seperti mencucur atau mengunyah
melakukan gerakan yang sama berulang ulang atau memainkan pakaiannya
Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan berkeliling
dalam keadaan seperti sedang bingung
Gerakan menendang atau meninju yang berulang ulang
Berbicara tidak jelas seperti menggumam
32
DIAGNOSIS
Untuk dapat mendiagnosis seseorang menderita epilepsi dapat dilakukan melalui
anamnesis dan pemeriksaan klinis dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis.
Namun demikian, bila secara kebetulan melihat serangan yang sedang berlangsung
maka epilepsi (klinis) sudah dapat ditegakkan.8
1. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena
pemeriksa
hampir
tidak
pemah
menyaksikan
serangan
yang
dialami
penderita.Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah
serangan (meliputi gejala dan lamanya serangan) merupakan informasi yang sangat
berarti dan merupakan kunci diagnosis.Anamnesis juga memunculkan informasi tentang
trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan
metabolik, malformasi vaskuler dan obat-obatan tertentu.
Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:
- Pola / bentuk serangan
- Lama serangan
33
pupil, refleks cahaya negatif, mulut berbuih dan sianosis.Kejang berhenti secara
berangsur-angsur dan penderita dalam keadaan stupor sampai koma. Kira-kira 4-5 menit
kemudian penderita bangun, termenungdan kalau tak diganggu akan tidur beberapa jam.
Frekuensi bangkitan dapat setiap jam sampai setahun sekali.
Minor :
Epilepsi petit mal yang sering disebut pykno epilepsi ialah epilepsi umum yang
idiopatik. Meliputi kira-kira 3 -- 4% dari kasus epilepsi..
Bangkitan mioklonus.Bangkitan berupa gerakan involunter misalnya anggukan
kepala, fleksi lengan yang terjadi berulang-ulang.Bangkitan terjadi demikian cepatnya
sehingga sukar diketahui apakah ada kehilangan kesadaran atau tidak. Bangkitan ini
sangat peka terhadap rangsang sensorik.(9)
Bangkitan akinetik.Bangkitan berupa kehilangan kelola sikap tubuh karena
menurunnya tonus otot dengan tiba-tiba dan cepat sehingga penderita jatuh atau mencari
pegangan dan kemudian dapat berdiri kembali. Ketiga jenis bangkitan ini(petit mal,
mioklonus dan akinetik) dapat terjadi pada seorang penderita dan disebut trias LennoxGastaut.
Spasme infantil. Jenis epilepsi ini juga dikenal sebagai salaam spasm atau
sindroma West. Timbul pada bayi 3 -- 6 bulan dan lebih sering pada anak laki-laki.
Penyebab yang pasti belum diketahui, namun selalu dihubungkan dengan kerusakan
otak yang luas seperti proses degeneratif, gangguan akibat trauma, infeksi dan gangguan
pertumbuhan. Bangkitan dapat berupa gerakan kepala kedepan atau keatas, lengan
ekstensi, tungkai tertarik ke atas, kadang-kadang disertai teriakan atau tangisan,miosis
atau midriasis pupil, sianosis dan berkeringat.
Bangkitan motorik.Fokus epileptogen terletak di korteks motorik.Bangkitan
kejang pada salah satu atau sebagian anggota badan tanpa disertai dengan hilang
kesadaran. Penderita seringkali dapat melihat sendiri gerakan otot yang misalnya
dimulai pada ujung jari tangan, kemudian ke otot lengan bawah dan akhirnya seluruh
lengan.Manifestasi klinik ini disebut Jacksonian marche Epilepsi parsial ( 20% dari
seluruh kasus epilepsi).9
35
Bangkitan sensorik
epileptogen pada koteks sensorik. Bangkitan somato sensorik dengan fokus terletak di
gyrus postcentralis memberi gejala kesemutan, nyeri pada salah satu bagian tubuh,
perasaan posisi abnormal atau perasaan kehilangan salah satu anggota badan.Aktivitas
listrik pada bangkitan ini dapat menyebar ke neuron sekitarnya dan dapat mencapai
korteks motorik sehingga terjadi kejang-kejang.Epilepsi lobus temporalis. Jarang
terlihat pada usia sebelum 10 tahun. Memperlihatkan gejala fokalitas yang khas sekali.
Manifestasi klinik fokalitas ini sangat kompleks karena fokus epileptogennya terletak di
lobus temporalis dan bagian otak ini meliputi kawasan pengecap, pendengar, penghidu
dan kawasan asosiatif antara ketiga indra tersebut dengan kawasan penglihatan.
Manifestasi yang kompleks ini bersifat psikomotorik, dan oleh karena itu epilepsi jenis
ini dulu disebut epilepsi psikomotor.
Bangkitan psikik berupa halusinasi dan bangkitan motorik lazimnya berupa
automatisme. Manifestasi klinik ialah sebagai berikut: Kesadaran hilang sejenak, dalam
keadaan hilang kesadaran ini penderita masuk ke alam pikiran antara sadar dan mimpi
(twilight state), dalam keadaan ini timbul gejala fokalisasi yang terdiri dari halusinasi
dan automatisme yang berlangsung beberapa detik sampai beberapa jam. Halusinasi dan
automatisme yang mungkin timbul : Halusinasi dengan automatisme pengecap,
halusinasi dengan automatisme membaca, halusinasi dengan automatisme penglihatan,
pendengaran atau perasaan aneh.
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
-Pada orang dewasa
Pemeriksaan umum dan neurologis dilakukan seperti biasa. Pada kulit dicari
adanya tanda neurofibromatosis berupa bercak-bercak coklat, bercak-bercak putih, dan
adenoma seboseum pada muka pada sklerosi tuberose.Hemangioma pada muka dapat
menjadi tanda adanya penyakit Sturge-Weber.Pada toksoplasmosis, fundus okuli
mungkin menunjukkan tanda-tanda korio renitis. Mencari kelainan bawaan, asimetri
pada kepala, muka, tubuh,ekstrimitas.
3. Pemeriksaan penunjang
36
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium Perlu diperiksa kadar glukosa, kalsium, magnesium,
natrium, bilirubin, ureum dalam darah yang memudahkan timbulnya kejang ialah
keadaan hipoglikemia, hypokalemia, hipomagnesia, hiponatremia, hypernatremia,
hiperbilirubinemia, dan uremia.Penting pula diperiksa pH darah karena alkalosis
mungkin disertai kejang. Pemeriksaan cairan otak dapat mengungkapkan adanya
radang pada otak atau selaputnya,toksoplasmosis susunan saraf sentral, leukemia
yang menyerang otak, metastasis tumor ganas, adanya perdarahan otak atau
perdarahan subaraknoid.10,11
b. Pemeriksaan radiologis
Arteriografi dan pneumoensefalografi dilakukan bila perlu. Elektroensefalografi
(EEG) merupakan pemeriksaan penunjang yang informatif yang dapat
memastikan diagnosis epilepsy.Gelombang yang ditemukan pada EEG berupa
gelombang
runcing,
gelombang
paku,
runcing
lambat,
paku
lambat.
37
38
39
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup penderita
yang optimal. Ada beberapa cara untuk mencapai tujuan tersebut antara lain
menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek samping ataupun
dengan efek samping seminimal mungkin serta menurunkan angka kesakitan dan
kematian.10
Prinsip penanggulangan bangkitan epilepsi dengan terapi farmaka mendasar
pada beberapa faktor antara lain blok kanal natrium, kalsium, penggunaan potensi efek
inhibisi seperti GABA dan menginhibisi transmisi eksitatorik glutamat. Sekarang ini
dikenal dengan pemberian kelompok inhibitorik GABAergik. Beberapa obat antiepilepsi yang dikenal sampai sekarang ini antara lain karbamazepin (Tegretol), klobazam
(Frisium), klonazepam (Klonopin), felbamate (Felbatol), gabapentin (Neurontin),
lamotrigin (Lamiktal), levetirasetam (Keppra), oksarbazepin (Trileptal), fenobarbital
(Luminal), fenitoin (Dilantin), pregabalin (Lyrica), tiagabine (Gabitril), topiramat
40
(Topamax), asam valproat (Depakene, Convulex) (Brodie and Dichter, 1996). Protokol
penanggulangan terhadap status epilepsi dimulai dari terapi benzodiazepin yang
kemudian
menyusul
fenobarbital
atau
fenitoin.Fenitoin
bekerja
menginhibisi
termasuk
kelompok
antikonvulsan
terbaru
merupakan
antiepilepsi yang banyak digunakan walaupun cara kerjanya masih tetap dalam
penelitian lanjut. Levetirasetam adalah derivat dari pirrolidona sebagai obat antiepilepsi
berikatan dengan protein SVA2 di vesikel sinaptik yang mempunyai mekanisme
berbeda dengan obat antiepilepsi lainnya (ikatan dengan receptor NMDA dan AMPA
yakni glutamat dan GABA).Pada hewan percobaan ditemukan bahwa potensi
levetirasetam berkorelasi dengan perpaduan ikatan obat tersebut dengan SVA2 yang
menimbulkan efek sebagai antiepilepsi.Dari data penelitian ditemukan bahwa
levetiracetam dapat digunakan pada penderita epilepsi dengan berbagai penyakit saraf
sentral lainnya seperti pasien epilepsi dengan gangguan kognitif, karena ternyata
levetirasetam tidak berinteraksi dengan obat CNS lainnya.Salah satu andalan dari
levetirasetam yang berfungsi sebagai antikonvulsan adalah dengan ditemukannya ikatan
levetirasetam dengan protein SVA2.Dari beberapa penelitian membuktikan bahwa
vesikel protein SVA2 di sinaptik adalah satu-satunya protein yang mempunyai ikatan
dengan levetirasetam mendasar pada karakter serta pendistribusian molekul protein
sebagai antikonvulsan.Keadaan ini terbukti pada hewan percobaan bahwa pemberian
levetirasetam yang analog dengan protein SVA2 di vesikel berpotensi sebagai
antikonvulsan.
41
42
anak.
Penggunaan lebih dari satu OAE
Masih mendapat satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi
Mendapat terapi 10 tahun atau lebih
Kemungkinan untuk kambuh lebih kecil pada pasien yang telah bebas dari
bangkitan selama 3-5 tahun atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul
kembali maka gunakan dosis efektif terakhir (sebelum pengurangan dosis OAE)
kemudian di evaluasi kembali. Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu
tertentu, OAE dapat dihentikan tanpa kekambuhan. Penghentian sebaiknya
dilakukan secara bertahap setelah 2 tahun bebas dari bangkitan kejang. Ada 2
syarat yang penting diperhatikan ketika hendak menghentikan OAE yakni:
BAB III
PEMBAHASAN
46
Topis
:-
Etiologi
: Epilepsi Kriptogenik
Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya bangkitan epilepsi berulang (minimum
2 kali) tanpa provokasi, dengan atau tanpa adanya gambaran epileptiform pada EEG.
Secara sistematis, ururtan pemeriksaan untuk menuju ke diagnosis epilepsi adalah
sebagai berikut :
1. Langkah pertama : ditempuh melalui anamnesis (allo-anamnesis)
a. Gejala sebelum, selama, dan pasca bangkitan :
48
kemudian dosis rumatan 400-1600 mg/hari, waktu paruh dalam plasma 10-80 jam,
waktu tercapainya steady state 3-15 hari.
BAB IV
KESIMPULAN
Epilepsi didefenisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan epilepsi
berulang berselang lebih dari 24 jam yang timbul tanpa provokasi. Sedangkan yang
dimaksud dengan bangkitan epilepsi (epileptic seizure) adalah menifestasi klinik yang
disebabkan oleh aktivitas listrik otak yang abnormal dan berlebihan dari sekelompok
neuron. Manifestasi klinik ini terjadi secara tiba-tiba dan sementara berupa perubahan
49
DAFTAR PUSTAKA
Mardjono M, Sidharta P. 2009. Neurologi Klinis Dasar Edisi VI. Jakarta : Dian Rakyat.
Mani J, Barry E. 2006. Posttraumatic epilepsy: The Treatment of Epilepsy: Principles
and Practice. Hagerstown, MD: Lippincott Williams & Wilkins.
PERDOSSI. 2011. Pedoman Penatalaksanaan Kejang dan Epilepsi. Perhimpunan
Dokter Saraf.
50
51