Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia adalah suatu program yang
dilaksanakan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit Indonesia (KARS), sebuah badan yang dibentuk oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia untuk menyusun standar akreditasi, melakukan proses akreditasi dan memberikan sertifikat akreditasi kepada rumah sakit rumah sakit yang telah memenuhi persyaratan standar akreditasi yang disusun oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit Indonesia (KARS). Akreditasi Rumah Sakit adalah suatu pengakuan yang diberikan pemerintah kepada Manajemen Rumah Sakit karena telah memenuhi standar yang telah ditetapkan. Tujuan dari akreditasi rumah sakit ini adalah meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, sehingga sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia yang semakin selektif dan berhak mendapatkan pelayanan yang bermutu. Dengan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan diharapkan dapat mengurangi minat masyarakat untuk berobat ke luar negeri. Sesuai dengan Undang-undang No. 44 Tahun 2009, pasal 40 ayat 1, menyatakan bahwa, dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali. Meskipun akreditasi rumahsakit telah berlangsung sejak tahun 1995 dengan berbasis pelayanan, namun berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta makin kritisnya masyarakat Indonesia dalam menilai mutu pelayanan kesehatan, maka dianggap perlu dilakukannya perubahan yang bermakna terhadap mutu rumah sakit di Indonesia. Perubahan tersebut tentunya harus diikuti dengan pembaharuan standar akreditasi rumah sakit yang lebih berkualitas dan menuju standar intenasional. Dalam hal ini Kementrian Kesehatan RI khususnya Direktorat Jendral Bina Upaya Kesehatan memilih dan menetapkan sistem akreditasi yang mengacu pada Joint Commission International (JCI). Standar akreditasi ini selain sebagian besar mengacu pada sistem JCI, juga dilengkapi dengan muatan lokal berupa program nasional yang berupa program Millenium Development Goals (MDGs) meliputi PONEK HIV dan TB DOTS dan standar-standar yang berlaku di Kementerian Kesehatan RI. Persiapan Akreditasi di Rumah Sakit dimulai dengan membentuk Pokja (Kelompok Kerja) untuk masing masing bidang pelayanan, misalnya : Pokja Yan Gawat Darurat, Pokja Yan Medis, Pokja Yan
Keperawatan , dsb. Pokja-pokja ini akan mempersiapkan berbagai standar
untuk diterapkan unit/bagiannya, mendorong penerapannya dan kemudian melakukan penilaian, yang disebut self assessment. Penilaian dilakukan dengan menggunakan instrumen dari KARS. Instrumen ini terdapat pada satu buku yang tersedia di KARS terjilid sekaligus untuk 16 pelayanan. Judul buku adalah Laporan Survei Akreditasi RS, utamanya berisi Pedoman Khusus/survei dari masing masing pelayanan, pedoman ini tidak lain adalah instrumen yang digunakan untuk menilai atau mengukur sejauh mana RS sudah menerapkan standar. Pedoman khusus ini untuk masing-masing pelayanan berisi tujuh standar, terdapat parameter yang msing masing jumlahnya berbeda beda, kemudian ada skor dan keterangan DO (Definisi Operasional) serta CP (Cara Pembuktian). Dianjurkan agar Pokja mempelajari instrumen ini dengan cermat dan mencoba melakukan penilaian masing masing pelayanannya. Komisi Akreditasi Rumah Sakit Indonesia (KARS) menganut sistem standar terbuka. Artinya persyaratan-persyaratan mutu rumah sakit dapat diketahui oleh semua orang dan dapat diterapkan oleh semua rumah sakit, akan tetapi hanya KARS yang dapat memberikan sertifikat akreditasi. Seluruh standar akreditasi rumah sakit terbagi atas 16 bidang pelayanan. Setiap bidang pelayanan masing masing terbagi lagi atas 7 standar sebagai berikut : Standar 1 : Falsafah dan Tujuan Standar 2 : Administrasi dan pengelolaan Standar 3 : Staf dan Pimpinan Standar 4 : Fasilitas dan Peralatan Standar 5 : Kebijakan dan Prosedur Standar 6 : Pengembangan Staf dan Program Pendidikan Standar 7 : Evaluasi dan pengendalian mutu Setiap standar diatas memuat parameter-parameter yang digunakan untuk menilai sebuah rumah sakit. Parameter-parameter ini mencantumkan standar mutu dan persyaratan untuk mencapai skor tertentu. Persyaratan dibagi dalam 6 tingkat yang diberi nilai dari 0 sampai 5 dengan 5 sebagai nilai tertinggi. Di bagian akhir dari parameter ada penjelasan mengenai dua hal :
DO : Definisi Operasional : istilah-istilah yang digunakan dalam parameter
ini CP : Cara Pembuktian : cara untuk membuktikan bahwa parameter ini telah dipenuhi dan merupakan bagian yang digunakan oleh surveyor untuk menilai sebuah rumah sakit. Bagian ini terdiri atas 3 bagian :
Dokumentasi adalah dokumen-dokumen yang disyaratkan oleh
standar akreditasi Observasi adalah hal-hal yang harus diamati oleh surveyor untuk membuktikan bahwa standar telah dicapai Wawancara adalah orang-orang dan/atau fungsi-fungsi organisasi yang harus diwawancarai atau topik-topik wawancaranya.
Manfaat yang diperoleh Rumah Sakit karena akreditasi adalah sebagai
berikut : 1. Peningkatan pelayanan (diukur dengan clinical indicator) 2. Peningkatan administrasi dan perencanaan 3. Peningkatan koordinasi asuhan pasien 4. Peningkatan koordinasi pelayanan 5. Peningkatan komunikasi antara staf 6. Peningkatan sistem dan prosedur 7. Lingkungan yang lebih aman 8. Minimalisasi resiko 9. Penggunaan sumber daya yang lebih efisien 10. Kerjasama yang lebih kuat dari semua bagian dari organisasi 11. Penurunan keluhan pasien dan staf 12. Meningkatkan kesadaran staf akan tanggungjawabnya 13. Peningkatan moril dan motivasi 14. Re energized organization 15. Kepuasan pemangku kepentingan (stakeholder). Penilaian hasil oleh surveyor kemudian diajukan ke Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS), dan keputusan Akreditasi adalah sebagai berikut : 1. Tidak Diakreditasi (Tidak Lulus) 2. Akreditasi Bersyarat : Nilai total > 65% - <75% Tidak ada nilai : <60% 1 tahun disurvey lagi/nilai lagi pelayanan yang nilainya dibawah 75% 3. Akreditasi Penuh : Nilai total >75% Tidak ada nilai : <60% 3 tahun masa berlaku
4. Akreditasi istimewa : 5 tahun masa berlaku, didapat setelah 3x