Sie sind auf Seite 1von 22

BAB I

STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN :
Nama

: Ny. M

Jenis kelamin : perempuan


Umur

: 50 Th

Alamat

: Bojongsari

Pekerjaan

: IRT

Autoanamnesis :
Keluhan Utama :
Sakit pada kuduk
Riwayat Penyakit Sekarang :

Sakit pada kuduk sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, terjadi perlahanlahan. Awalnya sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien
mengeluhkan demam, terus-menerus, disertai sakit kepala yang dirasakan di
seluruh kepala.Keluhan dirasa disertai dengan adanya rasa sakit pada
punggung dan pinggang yang menjalar ke tungkai. Sejak 3 bulan sebelum
masuk rumah sakit pasien mengeluhkan batuk selama 2 bulan. Riwayat mual
dan muntah tidak ada. Riwayat kejang dan keringat malam tidak ada. Riwayat
penurunan kesadaran dan sesak tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien batuk berdahak 3 bulan yang lalu, batuk dirasakan selama 2 bulan,

kadang disertai demam


Riwayat penurunan berat badan tidak ada.
Pasien tidak pernah mengalami sakit gigi, infeksi telinga, hidung dan trauma
sebelumnya.

Riwayat penyakit keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami batuk-batuk lama ataupun yang
menderita penyakit seperti ini.

Riwayat pribadi dan sosial :

Kebiasaan mengkonsumsi obat-obat terlarang (-), mempunyai tatto (-), dan


seks bebas (-)

PEMERIKSAAN FISIK
I. Umum
Keadaan umum : sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Nadi/ irama
: 89x/menit, nadi teraba kuat, teratur
Pernafasan
: 18x/menit, torakoabdominal, teratur
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Suhu
: 38,5oC
Turgor kulit
: baik
II. Status internus
Kulit
: tidak ada kelainan
Kelenjar getah bening
Leher
: tidak teraba pembesaran KGB
Aksila
: tidak teraba pembesaran KGB
Inguinal : tidak teraba pembesaran KGB
Rambut
: hitam, tidak mudah dicabut
Mata
: konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Thorak
Paru
:
Inspeksi : simetris kiri dan kanan saat statis dan dinamis
Palpasi
: fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi
: sonor di semua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/Jantung
:
Inspeksi : ictus cordis tak terlihat
Palpasi
: ictus cordis teraba 1 jari lateral LMCS RIC VI
Perkusi
: batas jantung kiri : ictus, kanan : LSD, atas : RIC II
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : tidak tampak membuncit
Palpasi
: hepar dan lien tak teraba
Perkusi
: timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Korpus vertebrae
Inspeksi : deformitas (-)
Palpasi
: gibus (-)
Alat kelamin
: tidak diperiksa
III. Status Neurologikus
GCS E4 M6 V5
1. Tanda Rangsangan Selaput Otak

Kaku kuduk
: (+)

Brudzinsky I
: (-)
1

Brudzinsky II
: (-)
Tanda Kernig
: (-)
Tanda Laseque : (+)

2.

Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial

Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, reflek cahaya +/+

Muntah proyektil tidak ada

3.

Pemeriksaan nervus kranialis


N. I (Olfaktorius)
: sukar dinilai
N. II (Optikus)
: 3/60 ODS, tidak ada penyempitan lapang pandang
N. III (Okulomotorius), N. IV (Trochlearis), N. VI (Abdusen) :
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, reflek cahaya +/+
Dolls eyes movement bergerak
N. V (Trigeminus)
: Refleks kornea +/+
N. VII (Fasialis)
: raut wajah simetris
N. VIII (Vestibularis)
: Refleks oculoauditorik (+)
N. IX (Glossopharyngeus), N. X (Vagus): refleks muntah (+), arkus faring
simetris, uvula ditengah
N. XI (Asesorius)
N. XII (Hipoglosus)

4.
5.

6.
7.

8.

: sukar dinilai
: posisi lidah tidak ada deviasi

Koordinasi : tidak bisa dinilai


Motorik
Ekstremitas atas
D:5 S:5
Bawah
D:5S:5
Tonus
: eutonus
Tropi
: eutrofi
Sensorik
dengan rangsangan nyeri ringan, respon (+)
Refleks
RF:
Biseps
: ++/++
Triseps
: ++/++
KPR
: ++/++
APR
: ++/++
RP :
Babinsky
: +/+
Chaddok
: -/Oppenheim : -/Schaefer
: -/Gordon
: -/Hoffman trommer : -/Fungsi luhur : Baik

Pemeriksaan laboratorium

Darah :
Rutin

Kimia darah

: Hb
: 12,4 gr/dl
Leukosit
: 9.100/mm3
Trombosit
: 323.000/mm3
Hematokrit : 39,1 %
: Ureum
: 32.6 mg/dl
Kreatinin
: 0,87 mg/dl
Gula darah random : 170 mg/dl

Pemeriksaan penunjang

EKG
o Irama sinus
Rontgen Foto Thorak
o Kor Pulmonal Aktif millier
CT scan
o Tidak tampak tanda tanda perdarahan infark, maupun SOL

Diagnosis :
Diagnosis Klinis

: Meningitis subakut

Diagnosis Etiologi
: suspect infeksi bakteri mycobacterium tuberculosa
Diagnosis Sekunder : Tuberculosis
Diagnosis Banding
Meningitis viral
Prognosis :
Quo ad vitam
Quo ad sanationam
Quo ad fungsionam

: dubia ad bonam
: dubia ad malam
: dubia ad bonam

Terapi :
- Umum : IVFD Asering 20gtt
Pasang kateter urine, hitung balance cairan
- Khusus : Ceftriakson 2x2 gram IV
Dexametason 4x5 mg IV
Ranitidin 2x50 mg IV
Citicolin 2x500 mg IV
Tramadol 3x2 mg IV
Paracetamol 3x500 mg
Anjuran pemeriksaan
1. Lumbal Punksi
2. Pemeriksaan BTA sputum
3. Mantoux test
FOLLOW UP
3

26 Maret 2015 (rawatan hari ke-1)


S/
kuduk sakit
demam (+), sesak nafas (-)
O/
KU
Sedang

Kesadaran
CM

TD
150/90

Nd
90 x/ menit

Nf
20 x/menit

T
38,60C

Status Neurologis :
GCS

: E4 M6 V5

TRM
TIK
N.Cranial

: Kaku kuduk (+), Laseque (+)


: (-)
: Pupil isokhor, 3 mm/3 mm, RC +/+
Dolls Eye Movement bergerak
Parese N. VII sinistra tipe sentral
Reflek muntah (+)
: baik
: Diberi rangsangan nyeri ringan, respon (+)
: ++/++
: babinski positif bilateral

Motorik
Sensorik
RF
RP

31 Maret 2015
S/
kuduk sakit
demam (-), sesak nafas (-)
O/
KU
Sedang

Kesadaran
CM

TD
160/120

Nd
88 x/ menit

Nf
20 x/menit

T
360C

Status Neurologis :
GCS

: E4 M6 V5

TRM
TIK
N.Cranial

: Kaku kuduk (+), Laseque (-)


: (-)
: Pupil isokhor, 3 mm/3 mm, RC +/+
Dolls Eye Movement bergerak
Parese N. VII sinistra tipe sentral
Reflek muntah (+)
: baik
: Diberi rangsangan nyeri ringan, respon (+)
: ++/++
: -/-

Motorik
Sensorik
RF
RP

1 April 2015
S/
kuduk sakit hebat, mual, tidak bisa tidur
demam (+), sesak nafas (-)
O/

KU
Sedang

Kesadaran
CM

TD
150/100

Nd
88 x/ menit

Nf
16 x/menit

T
38.30C

Status Neurologis :
GCS

: E4 M6 V5

TRM
TIK
N.Cranial

: Kaku kuduk (+), Laseque (+)


: (-)
: Pupil isokhor, 3 mm/3 mm, RC +/+
Dolls Eye Movement bergerak
Parese N. VII sinistra tipe sentral
Reflek muntah (+)
: baik
: Diberi rangsangan nyeri ringan, respon (+)
: ++/++
: babinski positif bilateral

Motorik
Sensorik
RF
RP
Lampiran :

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Meningitis adalah inflamasi pada membran yang menutupi central nervous
system, yang biasanya dikenal dengan meningens (radang pada arachnoid dan
piamater). Meningitis dapat berkembang sebagai respon dari berbagai kasus, seperti
agen infeksi, trauma, kanker, atau penyalahgunaan obat. Agen infeksi dapat berupa
bakteri, virus, ricketsia, protozoa, dan jamur.
Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat otak dan tulang
belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran bahkan
kematian. Perjalanan penyakit meningitis dapat terjadi secara akut dan kronis

ANATOMI DAN FISIOLOGI


Otak dan sumsum otak belakang diselimuti meningen yang melindungi struktur saraf
yang halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan
serebrospinal.
Meningen terdiri dari tiga lapis, yaitu :
a. Piamater
Yang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak dan sumsum tulang
belakang dan sebagai akibat dari kontak yang sangat erat akan menyediakan
darah untuk struktur-struktur ini.
b. Arachnoid
Merupakan selaput halus yang memisahkan piameter dan duramater.
c. Duramater
Merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan ikat
tebal dan kuat.

ETIOLOGI
Kebanyakan kasus meningitis disebabkan oleh mikroorganisme, seperti virus,
bakteri, jamur, atau parasit yang menyebar dalam darah ke cairan otak.
Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas :
1. Bakteri:

2.

3.

Pneumococcus
Meningococcus
Haemophilus influenza
Staphylococcus
Escherichia coli
Salmonella
Mycobacterium tuberculosis
Virus :
Enterovirus
Jamur :
Cryptococcus neoformans
Coccidioides immitris

PATOFISIOLOGI
Agen penyebab

Invasi ke susunan saraf pusat melalui aliran darah

Bermigrasi ke lapisan subarachnoid

Respon inflamasi di piamater, arachnoid, cairan cerebrospinal, dan ventrikuler

Eksudat menyebar di seluruh saraf cranial dan saraf spinal

Kerusakan neurologist

Selain dari adanya invasi bakteri, virus, jamur maupun protozoa, port dentry
masuknya kuman juga bisa melalui trauma tajam, prosedur operasi, dan abses otak
yang pecah, penyebab lainnya adalah adanya rhinorhea, otorhea pada fraktur basis
cranii yang memungkinkan kontaknya cairan cerebrospinal dengan lingkungan luar.
MANIFESTASI KLINIK
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk
dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya
otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam
sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Pada keadaan
lebih lanjut dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang, hemiparesis, dan lain-lain.
Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si penderita serta
mikroorganisme penyebab. Gejala yang paling umum adalah demam yang tinggi,
sakit kepala, mual, muntah, dan kejang. Setelah itu biasanya penderita merasa sangat
lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta penglihatan menjadi
kurang jelas.
Gejala pada bayi yang terkena meningitis, biasanya menjadi sangat rewel
muncul bercak pada kulit tangisan lebih keras dan nadanya tinggi, demam ringan,
badan terasa kaku, dan terjadi gangguan kesadaran seperti tangannya membuat
gerakan tidak beraturan.
Gejala meningitis meliputi :

Gejala infeksi akut


Demam tinggi
Nafsu makan tidak ada
Lesu
Gejala kenaikan tekanan intracranial
Kesadaran menurun
Kejang
Gejala rangsangan meningeal
kaku kuduk
Kernig
Brudzinky I dan II positif

DIAGNOSIS
Diagnosis kerja ke arah meningitis dapat dipikirkan apabila menemukan gejala
dan tanda-tanda klinis meningitis. Gejala dan tanda dari infeksi akut, peningkatan
9

tekanan

intrakranial

dan

rangsang

meningeal

perlu

diperhatikan.

Untuk

mengkonfirmasi diagnosis meningitis dilakukan tes laboratorium berupa tes darah dan
cairan sumsum tulang belakang.
Cairan sumsum tulang belakang diambil dengan proses yang disebut pungsi
lumbal (lumbal puncture atau spinal tap). Sebuah jarum ditusukkan pada pertengahan
tulang belakang, pas di atas pinggul. Jarum menyedap contoh cairan sumsum tulang
belakang. Tekanan cairan sumsum tulang belakang juga dapat diukur. Bila tekanan
terlalu tinggi, sebagian cairan tersebut dapat disedot. Tes ini aman dan biasanya tidak
terlalu menyakitkan. Namun setelah pungsi lumbal beberapa orang mengalami sakit
kepala, yang dapat berlangsung beberapa hari.
KLASIFIKASI
MENINGITIS BAKTERI atau PURULENTA
Meningitis bakteri atau purulenta adalah radang selaput otak yang
menimbulkan proses eksudasi berupa pus yang disebabkan oleh kuman non spesifik
dan non virus.
Meningitis bakteri merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyerang
susunan saraf pusat, mempunyai risiko tinggi dalam menimbulkan kematian dan
kecacatan. Diagnosis yang cepat dan tepat merupakan tujuan dari penanganan
meningitis bakteri. Penyebab meningitis purulenta yang tersering adalah Haemophilus
influenza, Diplococcus pneumonia, Neisseria meningitides, Streptococcus B
haemolitikus, Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella sp.

ETIOLOGI
1.
2.
3.

Neonatus : Escherichia coli, Streptokokus, Listeria


Anak
: Haemophilus influenza, Neisseria meningitides (meningokokus),
Pneumokokus
Dewasa : Neisseria meningitides, Pneumokokus, Streptococcus,Staphylococcus

PATOGENESA
Bakteri mencapai selaput otak dan ruang subarachnoid melalui :
- Trauma terbuka kepala
- Operasi
- Fraktur basis kranium
- Langsung dari infeksi telinga, sinus paranasalis, tulang

10

- Hematogen: sepsis, radang paru, infeksi jantung, infeksi kulit, infeksi gigi dan mulut
Patogenesa dari meningitis dapat terjadi melalui beberapa fase :
1.
2.
3.
4.
5.

Penyebaran kuman ke tuan rumah


Pembentukan kolonisasi pada nasofaring
Invasi ke dalam traktus respiratorius
Penyebaran hematogen
Invasi ke susunan saraf pusat
Bila bakteri mencapai ruang subarachnoid akan terjadi proses inflamasi.

Neutrofil masuk ke dalam ruang subarachnoid menghasilkan eksudat yang purulen.


Dalam penilaian secara dasar tampak eksudat berwarna kuning keabu-abuan atau
kuning kehijauan. Eksudat paling banyak terdapat dalam sisterna pada daerah basal
otak dan seluruh permukaan dari hemisfer dalam mulkus Sylvii dan Rolandi.
Eksudat purulen terkumpul dalam sisterna ini dan meluas ke dalam sisterna basal dan
di atas permukan posterior dari medulla spinalis. Eksudat juga dapat meluas ke dalam
selubung arachnoid dari saraf cranial dan ruang perivaskuler dari korteks. Dalam
jumlah kecil eksudat dapat ditemukan dalam cairan ventrikel dan melekat pada
dinding ventrikel dan pleksus choroideus, sehingga cairan ventrikel tampak berawan
dan hal ini terjadi pada akhir minggu pertama.
GEJALA KLINIS
-

TRIAS MENINGITIS :
Demam
Sakit kepala
Tanda rangsang meningeal (+)

- Muntah, photophobia
- Kejang, defisit fokal neurologik (hemiparesis, paresis saraf cranial)
- Letargi, iritabilitas, gangguan intelektual, penurunan kesadaran
- Gambaran klinis yang khas

Rash ( petechia, purpura )


Eksantema

Artritis, artralgia

: -Meningococcus
: -Pneumococcus
-Haemophilus influenza
: -Meningococcus
-Haemophilus influenza

PEMERIKSAAN PENUNJANG

11

1.

Lumbal pungsi

-Pemeriksaan LCS (warna keruh, sel meningkat, dominan PMN, protein


meningkat)
-Pemulasan gram
-Kultur dan sensitivitas
2.

EEG

: perlambatan difus

3.

Darah

: Leukosit, Hitung jenis, Elektrolit

4.

Radiologik : CT scan otak, cari fokus infeksi (rontgen kepala, rontgen dada)
Diagnosa pasti ditegakkan melalui pemeriksaan lumbal pungsi dan

terdapatnya organisme atau antigennya dalam cairan cerebrospinal. Pada pemeriksaan


cairan cerebrospinal didapatkan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Warna opalesen atau keruh dapat terjadi pada hari pertama atau kedua
Jumlah sel meningkat lebih dari 100 sel/ml
Jenis sel terutama PMN
Kadar gula darah turun antar 0-20 mg/ml
Kadar protein meningkat, tergantung lama sakit
Pada sediaan gram bakteri (+) hampir pada 80% kasus bila belum mendapat

7.
8.

pengobatan sebelumnya.
Kadar asam laktat dan pH meningkat
Pada sediaan dengan methylene blue (+)

PENATALAKSANAAN
Terapi bertujuan memberantas penyebab infeksi disertai perawatan intensif
suportif untuk membantu pasien melalui masa kritis. Sementara menunggu hasil
pemeriksaan terhadap kausa diberikan obat sebagai berikut:
1. Meningitis yang disebabkan pneumokok, meningokok.
Ampisilin 12-18 gram intravena dalam dosis terbagi per hari, selama minimal 10
hari atau hingga sembuh.
2. Meningitis yang disebabkan Haemophylus influenzae.
Kombinasi ampisilin dan kloramfenikol seperti di atas, kloramfenikol disuntikkan
intravena 30 menit setelah ampisilin. Lama pengobatan minimal 10 hari. Bila
pasien alergis terhadap penisilin, berikan kloramfenikol saja.
3. Meningitis yagn disebabkan enterobacteriaceae.

12

Sefotaksim 1-2 gram intravena tiap 8 jam. Bila resisten terhadap sefotaksim,
berikan: campuran trimetoprim 80 gram dan sulfametoksazol 400 mg per infuse 2
kali 1 ampul per hari, selama minimal 10 hari.
4. Meningitis yang disebabkan Staphylococcus aureus yang resisiten terhadap
penisilin.
Berikan sefotaksim atau seftriakson 6-12 gram intravena. Bila pasien alergi
terhadap penisilin: Vankomisin 2 gram intravena per hari dalam dosis terbagi.
5. Bila etiologi tidak diketahui.
Pada orang dewasa berikan ampisilin 12-18 gram intravena dalam dosis terbagi
dikombinasi dengan kloramfenikol

4 gram per hari intravena. Pada anak

ampisilin 400 mg/kgBB ditambah kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari intravena.


Pada neonatus ampisilin 100-200 mg/kgBB disertai gentamisin 5 mg/kgBB
perhari.
Bila setelah diberi terapi yang tepat selama 10 hari pasien masih demam, cari
sebabnya di antaranya:
1. Efusi subdural
2. Abses
3. Hidrosefalus
4. Empiema subdural
5. Trombosis
6. Sekresi hormone antidiuretik yang berkurang
7. Pada anak-anak: ventrikulitis
KOMPLIKASI
Komplikasi akut meningitis adalah kejang, pembentukan abses, hidrosefalus,
sekresi hormon antidiuretik yang tidak sesuai, dan syok septik.
Manifestasi berat syok septik dengan koagulasi intravaskular diseminata dan
perdarahan adrenal adalah komplikasi meningitis meningokokal (sindrom Waterhouse
Friderichsen). Komplikasi penyakit meningokokal lainnya adalah artritis, baik
artritis septik atau diperantarai kompleks imun.
MENINGITIS TUBERCULOSA

13

Untuk meningitis tuberkulosa sendiri masih banyak ditemukan di


Indonesia karena morbiditas tuberkulosis masih tinggi. Meningitis tuberkulosis terjadi
sebagai akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis primer, biasanya di paru.
Terjadinya meningitis tuberkulosa bukanlah karena terinfeksinya selaput otak
langsung oleh penyebaran hematogen, melainkan biasanya sekunder melalui
pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra
yang kemudian pecah kedalam rongga arakhnoid.
Pada pemeriksaan histologis, meningitis tuberkulosa ternyata merupakan
meningoensefalitis. Peradangan ditemukan sebagian besar pada dasar otak, terutama
pada batang otak tempat terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat yang serofibrinosa
dan gelatinosa dapat menimbulkan obstruksi pada sisterna basalis.
Meningitis tuberculosa adalah penyulit dari tuberkulosa yang mempunyai
morbiditas dan mortalitas yang tinggi, bila tidak diobati. Oleh karena itu penyakit ini
memerlukan diagnosa dini dan pemberian pengobatan yang cepat, tepat dan rasional.
Insidensi meningkat pada pasien dengan :
- resistensi obat
- program pemberantasan tidak adekuat
- infeksi HIV / AIDS
ETIOLOGI
Mycobacterium tuberculosis
PATOFISIOLOGI
BTA masuk tubuh

Tersering melalui inhalasi


Jarang pada kulit, saluran cerna

Multiplikasi

Infeksi paru / focus infeksi lain

Penyebaran hematogen

Meningens

Membentuk tuberkel

BTA tidak aktif / dorman


Bila daya tahan tubuh menurun

14

Rupture tuberkel meningen

Pelepasan BTA ke ruang subarachnoid

MENINGITIS
Terjadi peningkatan inflamasi granulomatous di leptomeningen (piamater dan
arachnoid) dan korteks serebri di sekitarnya menyebabkan eksudat cenderung
terkumpul di daerah basal otak.
GEJALA KLINIS
Stadium I : Stadium awal
- Gejala prodromal non spesifik : apatis, iritabilitas, nyeri kepala, malaise,
demam, anoreksia
Stadium II : Intermediate
- Gejala menjadi lebih jelas
- Mengantuk, kejang,
- Defisit neurologik fokal : hemiparesis, paresis saraf kranial (terutama N.III
dan N. VII, gerakan involunter
- Hidrosefalus, papil edema
Stadium III : Advanced
- Penurunan kesadaran
- Disfungsi batang otak, dekortikasi, deserebrasi
DIAGNOSIS
1. Lumbal pungsi
LCS
:
-Warna jernih / xantokrom
-Sel meningkat
-Limfositer
-Protein meningkat
-Glukosa menurun
Periksa :
-Ziehl-Neelsen ( ZN )
-PCR ( Polymerase Chain Reaction )
2. Rontgen thorax
-TB apex paru
-TB milier
3. CT scan otak
- Penyengatan kontras ( enhancement ) di sisterna basalis
- Tuberkuloma
: massa nodular, massa ring-enhanced
- Komplikasi
: hidrosefalus
4. MRI

TERAPI
1. Rifampicin ( R )

15

2.
3.
4.
5.

Efek samping
: Hepatotoksik
INH ( H )
Efek samping
: Hepatotoksik, defisiensi vitamin B6
Pyrazinamid ( Z )
Efek samping
: Hepatotoksik
Streptomycin ( S )
Efek samping
: Gangguan pendengaran dan vestibuler
Ethambutol ( E )
Efek samping
: Neuritis optika
Nama Obat
INH

DOSIS
Dewasa : 10-15 mg/kgBB/hari

Anak : 20 mg/kgBB/hari

+ piridoksin 50 mg/hari
Streptomisin

20 mg/kgBB/hari i.m selama 3 bulan

Etambutol

25 mg/kgBB/hari p.o selama 2 bulam pertama


Dilanjutkan 15 mg/kgBB/hari

Rifampisin

Dewasa : 600 mg/hari

Anak 10-20 mh/kgBB/hari

Disamping itu, tuberkulostatik dapat diberikan rangkaian pengobatan dengan


deksametason untuk menghambat edema serebri dan timbulnya perlekatan-perlekatan
antara araknoid dan otak.

Steroid
Diberikan untuk:

Menghambat reaksi inflamasi

Mencegah komplikasi infeksi

Menurunkan edema serebri

Mencegah perlekatan

Mencegah arteritis/infark otak

Indikasi:

Kesadaran menurun
16

Defisit neurologist fokal

MENINGITIS VIRAL
Disebut juga dengan meningitis aseptic, terjadi sebagai akibat akhir / sequel
dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh virus seperti campak, mumps, herpes
simpleks dan herpes zooster. Pada meningitis virus ini tidak terbentuk eksudat dan
pada pemeriksaan cairan cerebrospinal tidak ditemukan adanya organisme. Inflamasi
terjadi pada korteks cerebri, white matter, dan lapisan menigens. Terjadinya kerusakan
jaringan otak tergantung dari jenis sel yang terkena. Pada herpes simpleks, virus ini
akan mengganggu metabolisme sel, sedangkan jenis virus lain bisa menyebabkan
gangguan produksi enzyme neurotransmitter, dimana hal ini akan berlanjut
terganggunya fungsi sel dan akhirnya terjadi kerusakan neurologis.
ETIOLOGI
- Sering : ENTEROVIRUS
Coxsackie dan Echovirus termasuk dalam family Enterovirus merupakan hampir 50%
penyebab dari meningitis virus (meningitis aseptic).
- Virus neurotropik
GAMBARAN KLINIS
- TRIAS MENINGITIS :
o Sakit kepala
o Demam
o Tanda rangsang meningeal (kaku kuduk, Kerniq, Brudzinski)
- Muntah, irritabilitas, malaise, photophobia, myalgia
DIAGNOSA
Pungsi lumbal
LCS : - Tekanan meningkat
- Sel meningkat (awal PMN limfositer)
- Warna jernih
- Peotein normal/ sedikit meningkat
- Glukosa normal
Periksa
:
-PCR ( Polymerase Chain Reaction ) : DNA / RNA virus
-Kultur virus
-Titer antibodi
TERAPI
17

Simptomatik

MENINGITIS JAMUR
Meningitis oleh karena jamur merupakan penyakit yang relatif jarang
ditemukan, namun dengan meningkatnya pasien dengan gangguan imunitas, angka
kejadian meningitis jamur semakin meningkat. Problem yang dihadapi oleh para
klinisi adalah ketepatan diagnosa dan terapi yang efektif. Sebagai contoh, jamur tidak
langsung dipikirkan sebagai penyebab gejala penyakit / infeksi dan jamur tidak sering
ditemukan dalam cairan cerebrospinal (CSS) pasien yang terinfeksi oleh karena jamur
hanya dapat ditemukan dalam beberapa hari sampai minggu pertumbuhannya.
ETIOLOGI
1.

Cryptococcus neoformans

Cryptococcus neoformans adalah jamur seperti ragi (yeast like fungus) yang ada
dimana-mana di seluruh dunia. Jamur ini menyebabkan penyakit jamur sistemik yang
disebut cryptococcis, dahulu dikenal dengan nama Torula hystolitica. Jamur ini paling
dikenal sebagai penyebab utama meningitis jamur dan merupakan penyebab
terbanyak morbiditas dan mortalitas pasien dengan gangguan imunitas. Cryptococcus
neoformans dapat ditemukan pada kotoran burung (terutama merpati), tanah, binatang
juga pada kelompok manusia (colonized human). Dengan adanya AIDS, insiden
Cryptococcal meningitis meningkat drastis. Di Amerika, meningitis ini termasuk lima
besar penyebab infeksi opportunistik pada pasien AIDS.
2. Coccidioides immitris
PATOGENESA
Ada tiga pola dasar infeksi jamur pada susunan saraf pusat yaitu, meningitis
kronis, vaskulitis, dan invasi parenkimal. Pada infeksi Cryptococcal jaringan
menunjukkan adanya meningitis kronis pada leptomeningen basal yang dapat
menebal dan mengeras oleh reaksi jaringan penyokong dan dapat mengobstruksi
aliran likuor dari foramen luschka dan magendi sehingga terjadi hydrocephalus. Pada
jaringan otak terdapat substansia gelatinosa pada ruang subarachnoid dan kista kecil
di dalam parenkim yang terletak terutama pada ganglia basalis pada distribusi arteri
lentikulostriata. Lesi parenkimal terdiri dari agregasi atau gliosis. Infiltrate meningen
terdiri dari sel-sel inflamasi dan fibroblast yang bercampur dengan Cryptococcus.
18

Bentuk granuloma tidak sering ditemukan, pada beberapa kasus terlihat reaksi
inflamasi kronis dan reaksi granulomatosa sama dengan yang terlihat pada
Mycobacterium tuberculosa dengan segala bentuk komplikasinya.
GEJALA KLINIS
Gejala klinis infeksi jamur pada susunan saraf pusat tidak spesifik seperti
akibat infeksi bakteri. Pasien paling sering mengalami gejala sindroma meningitis
atau sebagai meningitis yang tidak ada perbaikan atau semakin progresif selama
observasi (paling kurang empat minggu).
Manifestasi klinis lainnya dapat berupa kombinasi beberapa gejala seperti demam,
nyeri kepala, lethargi, confuse, mual, muntah, kaku kuduk atau defisit neurologis.
Sering kali hanya satu atau dua gejala utama yang dapat ditemukan pada gejala awal.
DIAGNOSA
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan tambahan
seperti laboratorium cairan cerebrospinal. Gambaran cairan cerebrospinal infeksi
Cryptococcus sama dengan meningitis tuberculosa. Diagnosa dapat dibuat dengan
menemukan Cryptococcus dalam cairan cerebrospinal dengan pewarnaan tinta India,
kultur dalam media sabouraud dan berdasarkan hasil inokulasi pada hewan percobaan.
Jamur ini juga dapat dikultur dari urine, darah, feses, sputum, dan sumsum tulang.
Pemeriksaan antigen Cryptococcus pada serum dan cairan cerebrospinal dapat
menegakkan diagnosa, dapat dikultur dari urine, darah, feses, sputum, dan sumsum
tulang.
Karakteristik LCS yang ditemukan pada meningitis jamur
10-500 sel/mm3 (dengan dominasi limfosit)
Peningkatan kadar protein
Penurunan kadar gula biasanya sekitar 15-35 mg
Kultur bakteri yang negatif membedakan dengan meningitis bakterial
TERAPI
Terapi dengan Amfoterisin B memperlihatkan hasil yang baik. Amfoterisin B
diberikan tiap hari intravena dengan dosis 0,5 mg/Kg, diberikan enam sampai sepuluh
minggu, tergantung dari perbaikan klinis dan kembalinya cairan cerebrospinal ke arah

19

normal. Amfoterisin B dapat diberikan dengan 5-flurocytosine 150 mg/Kg per hari
(dalam empat dosis). Kombinasi ini memberikan hasil yang baik.
PERBANDINGAN GAMBARAN LCS ANTARA MENINGITIS PURULENTA, TB,
VIRAL, DAN JAMUR
PURULENTA

TUBERKULOSA

VIRUS

JAMUR

Tekanan >180 mm H2O Bila didiamkan


terbentuk pelikula
Mikroskopis : kuman
TBC
Warna
Sel
Protein
Klorida
Glukosa

Pemeriksaan
Kultur bakteri negatif
mikroskopik
Biakan cairan otak
Pemeriksaan serologik
serum dan cairan otak
Keruh sampai purulen Jernih atau xantokrom Jernih
Jernih
Leukosit meningkat
Meningkat, <500/mm3, Meningkat antara 1095 % PMN
MN dominan
1000/mm3
Meningkat, >75 mg% meningkat
Normal / sedikit
meningkat
Menurun, <700 mg% menurun
Normal

10 -500 sel/mm3 dengan


dominasi limfosit
Meningkat

Menurun, <40 mg %, menurun


atau < 40 % gula darah

Menurun, sekitar 15-35


mg

Normal

20

DAFTAR PUSTAKA
1. Aminoff, MJ et al. 2005. Lange medical book : Clinical Neurology, Sixth
Edition, Mcgraw-Hill.
2. Ropper, AH., Brown, Robert H. 2005. Adams & Victors Principles of
Neurology, Eight Edition, McGraw-Hill.
3. Anonim.

2007.

Apa

Itu

Meningitis.

URL:

http://www.bluefame.com/lofiversion/indexphp/t47283.html
4. Ellenby, M., Tegtmeyer, K., Lai, S., and Braner, D. 2006. Lumbar
Puncture.The New England Journal of Medicine. 12 : 355 URL:
http://content.nejm.org/cgi/reprint/355/13/e12.pdf
5. Harsono.

2003.

Meningitis.

Kapita

Selekta

Neurologi.

URL:

http://www.uum.edu.my/medic/meningitis.htm
6. Japardi,I. 2002. Meningitis Meningococcus. USU digital library URL:
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi23.pdf
7. Quagliarello, VJ., Scheld W. 1997. Treatment of Bacterial Meningitis. The
New

England

Journal

of

Medicine.

336

708-16

URL:

http://content.nejm.org/cgi/reprint/336/10/708.pdf
8. Yayasan Spiritia. 2006. Meningitis Kriptokokus. Lembaran Informasi 503.
URL: http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=503

21

Das könnte Ihnen auch gefallen