Sie sind auf Seite 1von 5

TANTANGANPERIKANANBUDIDAYAUNTUK

KETAHANANPANGAN

Romi Novriadi adalah peneliti di Balai


Perikanan Budidaya Laut Batam,
konsentrasi di bidang analisa penyakit ikan
budidaya.

Ibtisam adalah apoteker dan konsultan


gizi di Batam

Hipotesa tentang produksi pangan secara global ditengah lonjakan populasi penduduk

dunia pernah diungkapkan oleh Thomas Robert Malthus di tahun 1798 melalui bukunya An
Essay on the Principle of Population. Hipotesa ini mengungkapkan bahwa laju pertambahan
pendudukduniaakanterusmeningkatsecaraeksponensial,sementaraproduksipanganhanya
akan bertambah berdasarkan deret hitung. Eksponensial menurut pemahaman Malthus
diartikan sebagai peningkatan berdasarkan kelipatan yakni; 1, 2, 4, 8, 16, 32, dan seterusnya.
Sementaraproduksipanganhanyaakanmeningkatberdasarkanderethitung1,2,3,4,5,6,dan
seterusnya.Skenarioiniberakibatkepadatimbulnyakekhawatiranbahwapadasatutitikakan
terjadiketidakseimbanganantarasupply(ketersediaan)pangandandemand(kebutuhan).

Produksi(Jutaton)

PerikananTangkap
Darat
Laut
Subtotal
PerikananBudidaya
Darat
Laut
Subtotal
Total
Konsumsimanusia

2004

8.6
83.8
92.4

25.2
16.7
41.9
134.3
104.4

2011

11.5
78.9
90.4

44.3
19.3
63.6
154.0
130.8

Tabel.Jumlahproduksisektorperikanandankonsumsiglobal(DataFAO,2012).

Pada tahun 2030, jumlah penduduk dunia diperkirakan akan mencapai 8,2 milyar.Jika

konsumsi ikan perkapita seperti dikutip dari data FAO (2014) menunjukkan angka 19 kg per
tahun,makapadatahun2030dibutuhkansuplaiikansebanyak156jutaton.Jikadibandingkan
denganjumlahtotalproduksitahun2011yangmampumenghasilkan154jutadan158jutaton
ditahun2012,ketersediaanikansepertinyaakandapatdipenuhi.Namun,realitayangterjadi
adalah berbagai kegiatan eksploitasi penangkapan ikan yang tidak bertanggungjawab dan
status overfishing di beberapa wilayah telah mengakibatkan jumlah tangkapan ikan menurun
secara signifikan. Kondisi ini semakin diperburuk dengan banyaknya jumlah hasil produksi
perikanan dunia, sebanyak 21,7 juta ton (FAO, 2014) digunakan sebagai bahan baku industri
danbukanuntukkonsumsimanusia.Berbagaifaktayangtersajidiatasmenjadikankitasetuju
padadatayangdirilisolehBankDuniabahwasecararealistisproduksiglobalperikananduniadi
tahun 2030 , baik yang berasal dari tangkap maupun perikanan budidaya, harus ditingkatkan
hinggahingga27jutatonuntukmemenuhikebutuhankonsumsiikandunia.

Dalam perspektif ekonomi, produk hasil perikanan tentu akan diberikan kepada pihak

yangmampumemberikannetincomeyanglebihtinggi.DataFAO(2014),menyebutkanbahwa
China, Norwegia dan Thailand sebagai negara dengan nilai ekspor produk perikanan terbesar
dengantingkatpertumbuhan815%.SementaraJepang,AmerikaSerikatdanbahkanChina
menjadi Negara dengan nilai impor produk perikanan terbesar dengan tingkat pertumbuhan
tahunan yang fantastis ditunjukkan oleh China hingga mencapai 13%. Hal ini menunjukkan
bahwa distribusi produk perikanan global tidak dapat diharapkan menjadi sebuah distribusi
yang ideal yang mampu memenuhi kebutuhan setiap individu. Bahkan, distribusi produk
perikanan saat ini lebih berbasiskan kepada kemampuan daya beli, tradisi dan kapasitas
produksisebuahnegara.Trendkonsumsiikansemakinmeningkatkarnaselainsebagaisumber
mikronutrien dan makronutrien, seperti vitamin dan mineral, konsumsi ikan juga dapat
berkontribusi penting pada ketersediaan asam lemak omega3, EPA dan DHA, yang memiliki
perananpentingpentingdalamoptimalisasiberbagaifungsitubuh,otakdanjaringansyaraf.

Besarnyadampakpositifyangdiperolehdarikonsumsiikansertalebihdari85%wilayah

zona tangkap secara global telah dieksploitasi melewati batas tolerasi, menjadikan sektor
perikanan budidaya sebagai sektor primer dalam memenuhi kebutuhan konsumsi ikan yang
cenderung terus meningkat. Namun, dalam konteks jangka panjang, pengembangan sektor
budidayajustrudihadapkanpadaduaisusentral,yaituisulingkungandankualitasprodukhasil
budidaya. Isu lingkungan menjadi perhatian utama oleh para aktivis dan hal ini telah
mendorong dilakukannya berbagai kajian seperti Life Cycle Analysis (LCA) dan Ecological
Footprint yang bertujuan untuk menilai sampai sejauh mana dampak lingkungan
mempengaruhi keberlanjutan produksi budidaya. Kritik lingkungan ini umumnya lebih
ditekankan kepada beberapa isu, diantaranya isu konversi lahan aktif ke industri budidaya,
eutrofikasi,introduksiikanyangbukanberasaldarilingkunganalami(alienspecies),perubahan
genetik dan penyebaran penyakit ke ikan nonbudidaya. Sementara untuk isu kualitas,
perbandingan kandungan gizi ikan hasil produksi budidaya dengan ikan tangkap menjadi
perhatianutama.

Penyelesaian terhadap tantangan ataupun isu yang berkaitan erat dengan lingkungan
harus dilakukan secarakomprehensif dan tidakdapat dilakukan secaraparsial ataupun hanya
bersifat jangka pendek. Salah satu isu lingkungan, terkait dengan tingginya mortalitas akibat
eutrofikasi dapat diminimalisir dengan adanya pemahaman yang baik dan lengkap tentang
karakteristikair,stratifikasiair,densiti,perubahansuhudankecepatananginyangadadilokasi
budidaya. Hasil kajian yang efektif dapat menghasilkan sistem pengelolaan produksi yang
efektif melalui penentuan masa tebar, teknik pemberian pakan dan masa panen yang
disesuaikandengankarakteristiklingkunganbudidaya.Implementasisistemproduksiperikanan
budidaya ramah lingkungan melalui skema Integrated Multi Trophic Aquaculture System juga
dapat dilakukan untuk mereduksi dampak eutrofikasi. Melalui sistem ini, konsentrasi unsur
toksik,sepertinitrogen(ammoniadannitrit)sertaposforakibatpemberianpakanberlebihatau
feces ikan budidaya dapat diminimalisir oleh komoditas rumput laut dan kekerangan yang
dapat memanfaatkan kelebihan unsur nutrient ini sebagai unsur pendukung pertumbuhan.

Penerapan konsep ini juga dapat menjadikan lingkungan pesisir menjadi lebih produktif serta
menjadinilaitambahekonomitersendiribagiparapelakuusahabudidaya.

Upayaperlindunganmembutuhkandukungandansinergidariberbagaipihak.Berbagai

regulasiyangtelahdikeluarkanolehPemerintahtidakakanberjalanefektifbilatidakdidukung
oleh para pelaku usaha budidaya. Berbagai praktik illegal dengan memasukkan ikan alien
ataupun obatobatan yang belum teregistrasi harus dihilangkan. Penggunaan bahan
suplementasi ataupun kimia untuk pengobatan ikan harus dikonsultasikan dan dilakukan
dengan dosis yang tepat. Saat ini, akibat dari penggunaan antibiotika secara berlebihan dan
tidak bertanggungjawab menyebabkan resistensi pada beberapa bakteri. Timbulnya resistensi
menjadikan pengobatan tidak efektif dan bahkan akumulasi residu antibiotika yang ada di
dalamtubuhikanmenyebabkanpenolakandaribeberapanegaratujuanekspor.

Penggunaan benih hasil domestikasi dalam negeri juga dapat mengurangi resiko

penyebaran penyakit baik di lingkungan budidaya maupun di luar sistem budidaya. Faktor
pembatasjugadapatditerapkanpadafaktorpendukungproduksi,sepertihalnyakistaArtemia
atau berbagai zooplankton dan phytoplankton yang digunakan dan diintroduksikan dalam
sistembudidaya.Tidakjarangbahwazooplanktonyangkitaimporjustrumenjadivektorsebuah
penyakityangdapatmenjadiwabahdanmembahayakankeberlanjutansistemproduksi.Sangat
penting bagi para pelaku usaha budidaya untuk selalu menggunakan benih dari panti benih
yang bersertifikat, memiliki sistembiosekuriti yang baik dan berstatusbebas penyakit. Proses
karantinayangbaikketikaikantibadisistemproduksijugadapatmenjaditindakanyangefektif
untukmengurangikeberadaanpenyakit.

ApresiasiyangtinggipatutkitaberikankepadaDirektoratJenderalPerikananBudidaya

yang menggandeng WWF Indonesia untuk mewujudkan optimalisasi dan efektivitas


peningkatan produksi serta pengelolaan perikanan budidaya yang berkelanjutan dengan
berlandaskan pendekatan ekosistem dan Ekonomi Biru (Blue Economy). Salah satu fokus
kerjasamayangmenitikberatkanpadasinkronisasistandarCaraPembudidayaanIkanyangBaik

berdasarkan prinsipAquaculture Stewardship Council(ASC) dapat menjadi jawaban untuk


menjawab tantangan isu kualitas produksi hasil perikanan budidaya. Standarisasi ini akan
menjadikan produk perikanan budidaya nasional memenuhi standar kualitas yang
dipersyaratkan,memenuhiaspekketertelusuran(traceability)danpadaakhirnyaditerimaoleh
berbagainegaratujuanekspor.

BerdasarkanrankingEnvironmentalPerformanceIndex(EPI),Indonesiaberadadiposisi
112 dari 178 negara untuk tingkat penerapan dan jumlah regulasi yang berkaitan langsung
kepada sistem perlindungan kesehatan manusia dari dampak aktivitas lingkungan dan
perlindungan kepada ekosistem. Hal ini berarti bahwa performa kita, khususnya dalam aspek
lingkungan di bidang perikanan budidaya, masih terlalu lemah dan harus terus ditingkatkan.
Kita berharap bahwa dengan semakin gencarnya kerjasama di bidang perbaikan kualitas
lingkungan dan meningkatnya tingkat kesadaran para pelaku usaha budidaya terhadap aspek
lingkungan akan menjamin keberlanjutan produksi perikanan budidaya untuk memenuhi
kebutuhanpangandunia.

Das könnte Ihnen auch gefallen