Sie sind auf Seite 1von 37

BAB I

PENDAHULUAN
Sirosis hepatis merupakan perjalanan patologi akhir berbagai macam penyakit
hati. Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826. Diambil
dari bahasa Yunani scirrhus atau kirrhos yang artinya warna oranye dan dipakai untuk
menunjukkan warna oranye atau kuning kecoklatan permukaan hati yang tampak saat
otopsi. Sirosis hepatis adalah keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatis yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur
hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Sirosis hepatis secara klinis dibagi menjadi
sirosis hepatis kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan
sirosis hepatis dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang khas.1,2,3
Penyakit hati menahun dan sirosis dapat menimbulkan sekitar 35.000 kematian
per tahun di Amerika Serikat. Sirosis merupakan penyebab kematian utama yang
kesembilan di AS, dan bertanggung jawab terhadap 1.2% seluruh kematian di AS.
Banyak pasien yang meninggal pada dekade keempat atau kelima. Setiap tahun ada
tambahan 2000 kematian yang disebabkan karena gagal hati fulminan (fulminant
hepatic failure).3,4,5 FHF dapat disebabkan hepatitis virus (virus hepatitis A dan B), obat
(asetaminofen), toksin (jamur Amanita phalloides atau jamur yellow death-cap),
hepatitis autoimun, penyakit Wilson, dan berbagai macam penyebab lain yang jarang
ditemukan.
Belum ada data resmi nasional tentang sirosis hati di Indonesia. Namun dari
beberapa laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, berdasarkan diagnosis
klinis saja dapat dilihat bahwa prevalensi sirosis hati yang dirawat di bangsal penyakit
dalam umumnya berkisar antara 3.6-8.4% di Jawa dan Sumatra, sedang di Sulawesi dan
Kalimantan di bawah 1%. Secara keseluruhan rata-rata prevalensi sirosis adalah 3.5%
seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam, atau rata-rata 47.4% dari
seluruh pasien penyakit hati yang dirawat.
Dengan data seperti ini, dapat disimpulkan bahwa sirosis hati merupakan penyakit
kronik progressif yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas jika tidak

ditindaklanjuti secara profesional. Tindakan yang tepat dapat dilakukan jika para
praktisi medis mengenal dengan baik faktor-faktor risiko, etiologi, patogenesis, serta
tanda dan gejala klinis dari sirosis hati. Oleh karena itu, kami mengambil kasus ini
sebagai bahan presentasi kasus dengan harapan kami dan teman sejawat mampu
membuat diagnosis klinik dan memberikan penatalaksanaan yang tepat berdasarkan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan untuk kasus ini.

BAB II
LAPORAN KASUS
I.

IDENTIFIKASI PASIEN
a. Nama
: Tn. Abu Aman
b. Umur
: 67 tahun
c. Jenis Kelamin
: Laki-laki
d. Agama
: Islam
e. Pekerjaan
: Petani
f. Alamat
: Gunung megang Muara Enim
g. No Registrasi
:
h. Tgl masuk RS
: 29 Desember 2014

II.

ANAMNESIS
(Dilakukan pada tanggal 05 Januari 2015, pukul 10.00 WIB)
a. Keluhan Utama
Perut semakin membesar dan terasa penuh sejak 3 hari SMRS.
b. Keluhan Tambahan
Kaki semakin membengkak sejak 3 hari SMRS.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
3 minggu SMRS pasien mengeluh kaki terasa bengkak. Nyeri perut (-),
nyeri ulu hati (-), nafsu makan seperti biasa, nyeri dada (-), badan berwarna
kuning (-). Demam (-), sesak nafas (-), mudah merasa lelah (-), sembab pada
kelopak mata di pagi hari (-), sembab seluruh tubuh (-). BAK frekuensi 4-5x
sehari, warna putih kekuningan, darah (-). BAB tidak ada keluhan, darah (-).
Pasien berobat ke Mantri di dekat rumahnya dan diberi obat yang pasien lupa
namanya tapi tidak ada perbaikan..
2 minggu SMRS pasien mengeluh perut membesar. Mual (+) muntah
(+) frekuensi 2-3 kali, sebanyak setengah gelas belimbing, isi apa yang
dimakan. Perut terasa penuh (+) nyeri perut (-), nyeri ulu hati (+), nafsu makan
menurun, nyeri dada (-), badan berwarna kuning (-), badan terasa lemas (+).
Demam (-), sesak nafas (-), mudah merasa lelah (+), kaki terasa semakin
bengkak (+). BAK dan BAB tidak ada keluhan, darah (-). Pasien tidak
berobat.
3 hari SMRS pasien mengeluh perut semakin membesar. Mual (+)
muntah (-), perut terasa penuh (+) nyeri perut (-), nyeri ulu hati (+), nafsu
makan menurun, nyeri dada (-), badan berwarna kuning (-), badan terasa
3

lemas (+). Demam (-), sesak nafas (-), mudah merasa lelah (+), kaki terasa
semakin bengkak (+), bengkak pada kemaluan (+). BAK frekuensi 2-3x
sehari, warna kuning terang, darah (-). BAB tidak ada keluhan, darah (-).
Pasien kemudian dibawa ke Puskesmas dan dirujuk ke RSUD dr. H. M.
Rabain.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat BAB hitam seperti kecap ada selama satu minggu pada tahun

2011, frekuensi 5x/minggu banyaknya setengah gelas belimbing.


Riwayat darah tinggi ada sejak 15 tahun yang lalu.
Riwayat kencing manis disangkal.
Riwayat sakit kuning ada, saat kelas 5 SD.
Riwayat minum alkohol ada sejak usia 25 tahun sampai 35 tahun frekuensi

3 kali seminggu.
Riwayat operasi batu, tahun 2012 batu di kandung kemih dan 2013 batu di
ginjal kiri
Riwayat transfusi darah disangkal.
Riwayat minum jamu-jamuan tradisional (-).
Riwayat merokok ada sejak usia 25-58 tahun sebanyak 2 bungkus/ hari
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga sakit kuning atau sakit yang sama dengan pasien
disangkal.
Riwayat hipertensi pada keluarga disangkal.
Riwayat kencing manis pada keluarga disangkal.
III. PEMERIKSAAN FISIK
(Dilakukan pada tanggal 05 Januari 2015, pukul 10.30 WIB)
a. Keadaan Umum
1. Keadaan umum : tampak sakit sedang
2. Kesadaran
: compos mentis
3. Tekanan darah : 120/70 mmHg
4. Nadi
: 81 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
5. Pernapasan
: 21 x/menit
6. Suhu tubuh
: 36,6 oC
7. Berat badan
: 90 kg
8. Tinggi badan : 165 cm
9. IMT
: 33
10. Status gizi
: Obese ( ascites + edema pretibial )

b. Keadaan Spesifik
1. Kepala
Normosefali, simetris, ekspresi tampak sakit sedang, warna rambut hitam,
alopesia (-).
2. Mata
Edema palpebra (-), konjungtiva palpebral pucat (+/+), sklera ikterik (+/+),
pupil isokhor.
3. Hidung
Tampak luar tidak ada kelainan, septum deviasi (-), cavum nasi lapang,
tidak keluar cairan, epistaksis (-).
4. Mulut
Sariawan (-), gusi berdarah (-), lidah pucat (-), lidah kotor (-), atrofi papil
(-), pembesaran tonsil (-).
5. Telinga
Tampak luar tidak ada kelainan, kedua meatus acusticus externus lapang,
tidak ada keluar cairan.
6. Leher
JVP (5+0) cmH2O, struma (-), isthmus (-), pembesaran KGB (-).
7. Thoraks
Paru
Inspeksi: spider naevi (-), ginekomastia (-), statis dan dinamis simetris

kiri sama dengan kanan.


Palpasi: nyeri tekan (-), stem fremitus kiri sama dengan kanan.
Perkusi: sonor di kedua lapang paru, batas paru-hepar ICS VI, batas

paru-lambung ICS VII.


Aukskultasi: vesikuler (+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat


Palpasi: ictus cordis tidak teraba
Perkusi: batas atas ICS II, batas kanan ICS IV linea sternalis dekstra,
batas pinggang jantung, ICS III midclavicularis sinistra, batas kiri ICS

V linea aksilaris anterior sinistra,


Aukskultasi: HR 81 x/menit, reguler, murmur (-), gallop (-)
8. Abdomen
Inspeksi: scar operasi (+), cembung, venektasi (+), massa (-)

Palpasi: tegang, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak bisa dinilai, lingkar

perut 120 cm.


Perkusi: redup (+), undulasi (+)
Auskultasi: bising usus (+) normal
9. Genitalia: edema scrotum (+)
10. Ekstremitas: palmar eritem (-/-), edema pretibial (+/+), akral pucat (-)
IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium ( 29 Desember 2015 )
No Pemeriksaan
HEMATOLOGI
1 Hb
2 LED
3 Ht
4 Leukosit
5 Trombosit
6 Hitung jenis

Hasil

Nilai Normal

Interpretasi

5.1
20
18
7.100
126.000

14-18 g/dL
<10 mm/jam
40-50 vol%
5000-10000/mm3
150-400 103/L

Menurun
Meningkat
Menurun
Normal
Menurun

Basofil

0-1 %

Normal

Eosinofil

1-3 %

Menurun

Segmen

49

50-70 %

Normal

Limfosit

29

20-40 %

Normal

Monosit

22

2-8 %

Meningkat

V.

DIAGNOSIS
Ascites e.c Susp. Sirosis Hepatis Dekompensata

VI.

DIAGNOSIS BANDING
Ascites e.c Susp. Sirosis Hepatis Dekompensata
Ascites e.c Susp CHF

VII. TATALAKSANA
Nonfarmakologis
Edukasi
Tirah baring
Diet hati III
Diet rendah garam dan diet protein 1 gr/kgBB
Farmakologis
IVFD RL:D5% 1:1
Injeksi furosemide 2 x 1 ampul
6

Human albumin
Spironolakton tablet 3 x 100 mg
Sucralfate syrup 3 x 1 C
Curcuma tablet 2 x 1
Transfusi PRC

VIII. RENCANA PEMERIKSAAN


USG abdomen
EKG
Foto rontgen thorax PA
Pemeriksaan darah kimia klinik
Echocardiography
Biopsi hati
Benzidine test
Pemeriksaan faktor pembekuan darah (PT, aPTT)
IX.

PROGNOSIS
a. Ad vitam: dubia
b. Ad functionam: dubia ad malam

X.

FOLLOW UP
Tanggal
S

05 Januari 2015
Keluhan: Perut membesar (+), perut terasa penuh (+),
kaki bengkak mulai berkurang

O:
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Temperatur
Keadaan spesifik
Kepala

Compos mentis
120/70 mmHg
81 x/menit
20 x/ menit
36,6 oC

Konjungtiva palpebra pucat (-/-)


Sklera ikterik (-/-)

Leher

JVP (5+0) cm H2O


Pembesaran KGB (-)

Thorax:
Paru

Inspeksi: spider naevi (-), statis dan dinamis simetris


kiri sama dengan kanan

Palpasi: nyeri tekan (-), stem fremitus kiri sama


dengan kanan
Perkusi: Perkusi: sonor di kedua lapang paru, batas
paru-hepar ICS VI, batas paru-lambung ICS VII.
Auskultasi: vesikuler (+) normal, rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung

Abdomen

Genitalia
Ekstremitas
Laboratorium
Rontgen
A
P

Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat


Palpasi: ictus cordis tidak teraba
Perkusi: batas atas ICS II, batas kanan ICS IV linea
sternalis dekstra, batas pinggang jantung, ICS III
midclavicularis sinistra, batas kiri ICS V linea
aksilaris anterior sinistra.
Aukskultasi: HR 81 x/menit, reguler, murmur (-),
gallop (-)
Inspeksi: cembung, venektasi (+), massa (-),
ginekomastia (-)
Palpasi: tegang, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak bisa
dinilai, lingkar perut 94 cm.
Perkusi: timfani (+), undulasi (+)
Auskultasi: bising usus (+) normal
Edema scrotum (+)
Palmar eritem (-/-). edema pretibial (+/+), akral pucat
Kimia Klinik (Terlampir)
Terlampir
Ascites e.c Sirosis Hepatis + CHF
Non Farmakologis
Edukasi
Tirah baring
Diet hati III
Diet rendah garam dan diet protein 1
gr/kgBB
Farmakologis
IVFD RL:D5% 1:1
Injeksi furosemide 2 x I ampul
Human albumin
8

Tanggal
S

Spironolakton tablet 3 x 100 mg


Sucralfate syrup 3 x 1 C
Curcuma tablet 2 x 1
Transfusi PRC

06 Januari 2015
Keluhan: Perut membesar (+), perut terasa penuh (+),
kaki bengkak mulai berkurang

O:
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Temperatur
Keadaan spesifik
Kepala

Compos mentis
120/ 80 mmHg
87 x/menit
21 x/ menit
36,4 oC

Konjungtiva palpebra pucat (-/-)


Sklera ikterik (-/-)

Leher

JVP (5+0) cm H2O


Pembesaran KGB (-)

Thorax:
Paru

Inspeksi: spider naevi (-), statis dan dinamis simetris


kiri sama dengan kanan
Palpasi: nyeri tekan (-), stem fremitus kiri sama
dengan kanan
Perkusi: Perkusi: sonor di kedua lapang paru, batas
paru-hepar ICS VI, batas paru-lambung ICS VII.
Auskultasi: vesikuler (+) normal, rhonki (-/-),
wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat


Palpasi: ictus cordis tidak teraba
Perkusi: batas atas ICS II, batas kanan ICS IV linea
sternalis dekstra, batas pinggang jantung, ICS III
midclavicularis sinistra, batas kiri ICS V linea
aksilaris anterior sinistra.
9

Aukskultasi: HR 81 x/menit, reguler, murmur (-),


gallop (-)

Abdomen

Genitalia
Ekstremitas
USG
Echo
A
P

Inspeksi: cembung, venektasi (+), massa (-),


ginekomastia (-)
Palpasi: tegang, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak bisa
dinilai, lingkar perut 94 cm.
Perkusi: timfani (+), undulasi (+)
Auskultasi: bising usus (+) normal
Edema scrotum (+)
Palmar eritem (-/-). edema pretibial (+/+), akral pucat
Terlampir
Terlampir
Ascites e.c Sirosis Hepatis e.c Hepatitis B + CHF
Non Farmakologis
Edukasi
Tirah baring
Diet hati III
Diet rendah garam dan diet protein 1
gr/kgBB
Farmakologis
IVFD RL:D5% 1:1
Injeksi furosemide 2 x I ampul
Human albumin
Spironolakton tablet 3 x 100 mg
Sucralfate syrup 3 x 1 C
Curcuma tablet 2 x 1
Transfusi PRC
Rencana
Pemeriksaan Hb

10

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sirosis Hepatis
I. DEFINISI
Istilah Sirosis hepatis diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari
kata Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan
warna pada nodul-nodul yang terbentuk. Sirosis hepatis adalah suatu keadaan
disorganisasi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif
yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis. Secara lengkap Sirosis hepatis
adalah kemunduran fungsi liver yang permanen yang ditandai dengan perubahan
histopatologi, yaitu kerusakan pada sel-sel hati yang merangsang proses
peradangan dan perbaikan sel-Sel hati yang mati sehingga menyebabkan
terbentuknya jaringan parut. Sel-sel hati yang tidak mati beregenerasi untuk
menggantikan sel-sel yang telah mati. Akibatnya, terbentuk sekelompoksekelompok sel- sel hati baru (regenerative nodules) dalam jaringan parut.5
II.
EPIDEMIOLOGI
a. Distribusi dan Frekuensi
Case fatality rate (CSDR) sirosis hati yang terjadi laki-laki di
Amerika Seikat tahun 2001 sebesar 13,2 per 100.000 dan wanita sebesar
6,2

per

100.000

penduduk.

Di Amerika Serikat terjadi peningkatan

persentase kematian akibat sirosis hepatis sebesar 3,4 % dari. tahun 2006 ke
11

tahun 2007. Pada tahun 2001di Islandia insidensi sirosis hepatis 4 % dan
tahun 2002 sebesar 2,4%7 . Pada tahun 2002, PMR sirosis hepatis di dunia
yaitu 1,7% . Di Modolvo terjadi peningkatan, pada
sirosis

hati 89,2%

per

tahun 2002

CSDR

100.000 penduduk (CSDR 2002)8. Pada tahun

2004 sebesar 99,2% (CSDR 2004).8


Di Indonesia, kasus ini juga lebih banyak ditemukan pada laki-laki
dibandingkan kaum wanita. Dari data yang diperoleh dari beberapa rumah
sakit di kita-kota besar di Indonesia memperlihatkan bahwa penderita pria
lebih banyak dari wanita dengan perbandingan antara 1,5 sampai 2 : 1.7
Hasil penelitian Suyono dkk tahun 2006 di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta menunjukkan pasien sirosis hepatis laki-laki (71%) lebih banyak
dari wanita (29%) dengan kelompok umur 51-60 tahun merupakan kelompok
umur yang terbanyak . Ndraha melaporkan selama Januari Maret 2009 di
Rumah Sakit Koja Jakarta dari 38 penderita sirosis hati, 63,7% laki-laki
dan 36,7% wanita, terbanyak (55,3%) adalah kelompok umur 40-60 tahun.7
b. Faktor Risiko
Penyebab pasti dari sirosis hati sampai sekarang belum jelas, tetapi
sering disebutkan antara lain:3,7
1) Faktor Kekurangan Nutrisi
Menurut Spellberg, Shiff (1998) bahwa di

negara Asia

faktor

gangguan nutrisi memegang penting untuk timbulnya sirosis hepatis. Dari


hasil laporan

Hadi

di dalam simposium Patogenesis sirosis

hati di

Yogyakarta tanggal 22 Nopember 1975, ternyata dari hasil penelitian


makanan terdapat 81,4 % penderita kekurangan protein hewani , dan
ditemukan 85 % penderita sirosis hati yang berpenghasilan rendah,
yang digolongkan ini ialah: pegawai rendah, kuli-kuli, petani, buruh
kasar, mereka yang tidak bekerja, pensiunan pegawai rendah menengah.
2) Hepatitis Virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu
penyebab sirosis hepatis, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh
Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati
kronis, maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya
nekrosa sel hati sehingga terjadi sirosis.
12

Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak


mempunyai kecenderungan untuk lebih

menetap

dan memberi gejala

sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan


hepatitis virus A.
3) Zat Hepatotoksik
Beberapa obat-obatan

dan

bahan

kimia

dapat

menyebabkan

terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati
akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan
kronis akan berupa sirosis hepatis. Zat hepatotoksik yang sering disebutsebut ialah alkohol.
4) Wilsons Disease
Suatu penyakit yang jarang ditemukan , biasanya terdapat pada orangorang muda dengan ditandai sirosis hati, degenerasi basal ganglia
dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat
kehijauan disebut Kayser Fleischer
disebabkan
belum

defesiensi

diketahui

bawaan

dengan

Ring. Penyakit
dari seruloplasmin.

ini

diduga

Penyebabnya

pasti, mungkin ada hubungannya dengan

penimbunan Cu2+ dalam jaringan hati.


5) Hemokromatosis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan
timbulnya hemokromatosis, yaitu:
- Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
- Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai
pada penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi
dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hepatis.
6) Faktor Risiko Lain
- Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis
jantung. Perubahan fibrotik dalam

hati terjadi sekunder terhadap

reaksi dan nekrosis sentrilobuler


- Sebagai saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu
akan dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak
dijumpai pada kaum wanita.
- Penyebab sirosis hepatis yang tidak diketahui dan digolongkan dalam
sirosis kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris.

13

III.

ETIOLOGI
Penyebab dari sirosis hepatis sangat beraneka ragam, namun mayoritas

penderita sirosis awalnya merupakan penderita penyakit hati kronis yang


disebabkan oleh virus hepatitis atau penderita steatohepatitis yang berkaitan
dengan kebiasaan minum alkohol ataupun obesitas.9
Beberapa etiologi lain dari penyakit hati kronis diantaranya adalah
infestasi parasit

(schistosomiasis),

penyakit

autoimun

yang

menyerang

hepatosit atau epitel bilier, penyakit hati bawaan, penyakit metabolik seperti
Wilsons disease, kondisi inflamasi kronis (sarcoidosis), efek toksisitas obat
(methotrexate dan hipervitaminosis A), dan kelainan vaskular, baik yang
didapat ataupun bawaan.3 Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, virus
hepatitis B merupakan penyebab tersering dari sirosis hepatis yaitu sebesar
40-50% kasus, diikuti oleh virus hepatitis C dengan 30-40% kasus, sedangkan
10-20%

sisanya tidak diketahui penyebabnya dan termasuk kelompok virus

bukan B dan C. Sementara itu, alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia


mungkin kecil sekali frekuensinya karena belum ada penelitian yang mendata
kasus sirosis akibat alkohol.5
a. Alkohol
Alkohol adalah suatu penyebab yang paling umum dari sirosis, terutama
didunia barat. Perkembangan

sirosis

tergantung

pada

jumlah

dan

keteraturan dari konsumsi alkohol. Konsumsi alkohol pada tingkat-tingkat


yang tinggi dan kronis melukai sel-sel

hati.

Tiga

puluh

persen

dari

individu-individu yang meminum setiap harinya paling sedikit 8 sampai


16 ounces (1 ounce = 29,5 ml, 16 ounces = 472 ml) minuman keras (hard
liquor) atau atau yang sama dengannya untuk 15 tahun atau lebih akan
menyebabkan sirosis.9,10
b. Sirosis Kriptogenik
Cryptogenic cirrhosis

adalah sirosis hepatis

yang

penyebab-

penyebabnya belum diketahui. Sirosis kriptogenik diduga disebabkan oleh


NASH (nonalkoholic steatohepatitis) yang disebabkan oleh kegemukan,
diabetes tipe 2, dan resistensi insulin yang tetap bertahan lama.10
c. Hepatitis B dan Hepatitis C
14

Penyebab berikutnya terjadinya sirosis adalah hepatitis B dan C kronis.


Pada pasien- pasien yang terinfeksi dengan hepatitis A sembuh secara
penuh dalam waktu berminggu-minggu, tanpa mengembangkan infeksi
yang kronis.10
Sebaliknya, beberapa pasien-pasien yang terinfeksi dengan virus
hepatitis B dan kebanyakan pasien-pasien terinfeksi dengan virus hepatitis
C

akab berkembang menjadi hepatitis

yang

kronis,

yang

dapat

menyebabkan kerusakan hati yang progresif dan menjadi sirosis atau kanker
hati.10
d. Kelainan Genetik
Kelainan genetik berakibat pada akumulasi unsur-unsur toksik hati yang
dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan sirosis., termasuk akumulasi
besi yang abnormal (hemochromatosis) atau tembaga

(penyakit

Wilson).

Pada hemochromatosis, pasien-pasien mewarisi suatu kecenderungan untuk


menyerap suatu jumlah besi yang berlebihan dari makanan.9
Akumulasi besi pada organ-organ yang berbeda diseluruh tubuh
menyebabkan

sirosis,

arthritis, kerusakkan otot jantung yang dapat

menyebabkan gagal jantung, dan disfungsi (kelainan fungsi) pada testis yang
menyebabkan kehilangan rangsangan seksual.10
IV. PATOFISIOLOGI
Jaringan parut dalam hati yang bersirosis menghalangi aliran darah
melalui hati dan ke sel-sel hati. Sebagai suatu akibat dari rintangan pada
aliran darah melalui hati, darah tersumbat pada vena portal, dan tekanan
dalam vena portal meningkat, suatu kondisi yang disebut hipertensi portal.
Karena terdapat halangan pada aliran dan tekanan-tekanan tinggi dalam vena
portal, darah dalam vena portal menuju vena-vena lain untuk kembali ke
jantung, vena-vena dengan tekanan-tekanan yang lebih rendah yang membypass hati.1,5,10
Hipertensi portal merupakan gabungan antara penurunan aliran darah
porta dan peningkatan resistensi vena portal. Hipertensi portal dapat terjadi jika
tekanan dalam sistem vena porta meningkat di atas 10-12 mmHg. Nilai normal
tergantung dari cara pengukuran, terapi umumnya sekitar 7 mmHg. Peningkatan
15

tekanan vena porta biasanya disebabkan oleh adanya hambatan aliran vena
porta atau peningkatan aliran darah ke dalam vena splenikus. Obstruksi
aliran darah dalam sistem portal dapat terjadi oleh karena obstruksi vena porta
atau cabang-cabang selanjutnya (ekstra hepatik), peningkatan tahanan vaskuler
dalam hati yang terjadi dengan atau tanpa pengkerutan (intra hepatik) yang
dapat terjadi presinusoid, parasinusoid atau postsinusoid dan obstruksi aliran
keluar vena hepatik (supra hepatik).10,11
Penyebab lain sirosis adalah hubungan yang terganggu antara sel-sel
hati

dan saluran-saluran

melalui

empedu.

Pada sirosis, canaliculi adalah

abnormal dan hubungan antara sel-sel hati canaliculi hancur/rusak, tepat seperti
hubungan antara sel- sel hati dan darah dalam sinusoid-sinusoid. Sebagai
akibatnya,

hati

tidak

mampu menghilangkan unsur-unsur toksik secara

normal, dan berakumulasi dalam tubuh sehingga akan menyebabkan munculnya


tanda-tanda dan gejala klinis.1,3
V. KLASIFIKASI
Sesuai dengan consensus baveno IV, sirosis hepatis dapat diklasifikasikan
menjadi empat stadium klinis berdasarkan ada tidaknya varises, ascites, dan
perdarahan varises, yaitu:
a. Stadium I: tidak ada varises dan ascites.
b. Stadium II: varises tanpa ascites.
c. Stadium III: ascites dengan atau tanpa varises.
d. Stadium IV: perdarahan dengan atau tanpa scites.
Stadium I dan II, dikategorikan sebagai kelompok sirosis hepatis kompensata,
sedangkan stadium III dan IV, dikategorikan sebagai kelompok sirosis hepatis
dekompensata.9
Secara morfologi Sherrlock membagi Sirosis hepatis bedasarkan besar
kecilnya nodul, yaitu:
a. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)
b. Mikronoduler (reguler, monolobuler)
c. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.

16

Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit sirosis hepatis
atas:9
a. Sirosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau
sirosis toksik atau subcute yellow, atrophy cirrhosis yang terbentuk karena
banyak terjadi jaringan nekrose.
b. Nutrisional cirrhosis, atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler,
sirosis alkoholik, Laennecs cirrhosis atau

fatty cirrhosis. Sirosis terjadi

sebagai akibat kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.


c. Sirosis Post hepatic, sirosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita
hepatitis.
VI. MANIFESTASI KLINIS
a. Gejala
Gejala sirosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi samasama di liver yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang
nafsu

makan, mual-mual, badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri

lambung dan munculnya jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spider


angiomas).6,22 Pada sirosis terjadi kerusakan hati yang terus menerus dan
terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus.6,9
b. Tanda Klinis
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
1) Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis
Timbulnya ikterus (penguningan) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia
sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan

mata

terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat
menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya
pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit.9
2) Timbulnya Ascites dan edema pada penderita sirosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin,
air menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama
Ascites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus. Edema
umumnya

timbul

setelah

timbulnya

Ascites

sebagai

akibat

dari

hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.9

17

3) Hepatomegali
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah.
Hati membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan
menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.9
4) Hipertensi Portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal
yang memetap di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah
peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati.9
VII.PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
1) Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita
ada ikterus. Pada penderita dengan Ascites, maka ekskresi Na dalam urine
berkurang (urine kurang dari 4 meq/l)

menunjukkan kemungkinan telah

terjadi syndrome hepatorenal.9


2) Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan

ikterus,

ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh


darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen
yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau kehitaman.1
3) Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang
kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik
dan vitamin B12 atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah
mengalami perdarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik
anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni.3
4) Fungsi Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi
penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis
globulin menaik, sedangkan albumin menurun. Pada orang normal tiap
hari akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan sirosis hanya
dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari. 9 Kadar normal albumin dalam
darah 3,5-5,0 g/dL.38 Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing
diukur melalui proses yang disebut elektroforesis protein serum.

18

Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. 39 Selain itu,
kadar asam empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk
mendeteksi kelainan hati secara dini.10
b. Radiodiagnostik
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah: pemeriksaan
fototoraks, splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP).
1) Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di
hati, termasuk sirosis hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat
ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati
membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul. Pada fase lanjut terlihat
perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati yang
irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas
normal.10
2) Peritoneoskopi (Laparaskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hepatis
akan jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul
yang besar atau kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi
biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.1,14
3) Endoskopi
Pemeriksaan
endoskopi
dengan
menggunakan
esophagogastroduodenoscopy (EGD) untuk menegakkan diagnosa

dari

varises esophagus dan varises gaster sangat direkomendasikan ketika


diagnosis sirosis hepatis dibuat. Melalui pemeriksaan ini, dapat diketahui
tingkat keparahan atau grading dari varises yang terjadi serta ada
tidaknya red sign dari varises, selain itu dapat juga mendeteksi lokasi
perdarahan spesifik pada saluran cerna bagian atas. Di samping untuk
menegakkan diagnosis, EGD juga dapat digunakan sebagai manajemen
perdarahan varises akut yaitu dengan skleroterapi atau endoscopic variceal
ligation (EVL).8,16 Pada kasus ini, ditemukan adanya varises esophagus
dan

gastropati

hipertensi

porta

yang merupakan tanda-tanda dari

hipertensi porta.1,3,16
VIII.

DIAGNOSIS
19

Penegakan

diagnosis

sirosis

hepatis

didasarkan

pada

anamnesis,

pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang lainnya.3


a. Anamnesis
Pada tahap awal sirosis biasanya tidak menunjukan gejala yang khas.
Karena hal tersebut sebagian besar pasien datang dengan kondisi sirosis yang
sudah parah. Dari anamnesis ini perlu di gali keluhan atau gejala yang biasanya
muncul pada penderita sirosis hepatis seperti perasaan mudah lelah dan lemas,
selera makan berkurang, perut terasa kembung, mual, berat badan menurun,
testis mengecil, buah dada membesar serta hilangnya dorongan seksual.3,5
Selain itu jika sirosis hepatis sudah dalam kondisi lanjut akan muncul
komplikasi-komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal, meliputi hilangnya
rambut badan, gangguan tidur dan demam tak begitu tinggi. Beberapa pasien
ditemukan adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis,
ikterus dengan dengan urin berwarna seperti teh.3,9
b. Tanda dan Gejala Klinis
Pada pemeriksaan fisik penderita sirosis hepatis biasanya akan
ditemukan:1,3,9
- Spide-angioma, suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena kecil.
Biasa ditemukan di bahu, mekanismenya dikaitkan dengan peningkatan
-

kadar estrogen
Palmar eritema, warna merah pada thenardan hipothenar telapak tangan.
Ginekomastia, dikaitkan dengan peningkatan estrogen dalam darah.
Atrofi testis hipogonadisme
Hepatomegali, biasanya ditemukan pada sirosis hepatis dengan komplikasi

hepatoma
- Ascites, penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi
portal dan hipoalbuminemia.
- Caput medusa, muncul sebagai akibat dari hipertensi porta.
- Fetor hepatikum, bau napas akibat peningkatan dimetil sulfid.
- Ikterus, peningkatan bilirubinemia.
Selain itu Haryono Soebandiri membagi manifestasi klinis sirosis dalam
dua bagian, yaitu:13
- Hepatoseluler
o Sklera ikterik
o Spider nevi (teleangiektasis)
o Ginecomastia
20

o Atropi testis
o Palmar erithem
- Hipertensi portal
o Varices oesophagus
o Splenomegali
o Kolateral dinding perut
o Ascites
o Hemoroid (Hermawan, 2006)
Penegakkan diagnosis menurut kriteria Soebandiri yaitu jika terdapat 5
dari 7 tanda dan gejala berikut:13
- Spider naevi
- Eritema palmar
- Kolateral vein (venektasi)
- Ascites
- Splenomegali
- Inverted ratio albumin : globulin
- Hematemesis melena
c. Gambaran Laboratoris
Apabila dicurigai adanya sirosis hepatis, beberapa tes laboratorium perlu
dilakukan. Tes fungsi hati (LFT) meliputi aminotransaminase, alkali fosfatase,
gamma-GT, bilirubin, albumin, dan protombin time.3
- Aspartat aminotranferase (AST)/SGOT dan alanin aminotransferase
(ALT)/SGPT meningkat tapi tak begitu tinggi. SGOT biasanya lebih tinggi
-

daripada SGPT.
Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal.
Peningkatan gamma-GT
Bilirubin meningkat atau normal
Penurunan kadar albumin
Peningkatan kadar globulin
Waktu protrombin, menunjukan tingkat disfungsi sintesis hepar, pada sirosis

memanjang
- Kelainan hematologi anemia

IX. PENATALAKSANAAN
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa:1,3,9
a. Simptomatis
b. Supportif
21

1) Istirahat yang cukup


2) Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang; misalnya : cukup kalori,
protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
3) Pengobatan berdasarkan etiologi. Misalnya
infeksi

virus

dapat

dicoba

pada

sirosis

dengan interferon.

hati

Sekarang

akibat
telah

dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis


C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti
- Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3
x seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan
(1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan
untuk jangka waktu 24-48 minggu.
- Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang
lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang
dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu
dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.
- Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis
3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum
dan jaringan hati.
X. KOMPLIKASI
a. Edema dan Ascites
Ketika sirosis hati sudah berat, tanda-tanda dikirim ke ginjal-ginjal
untuk menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air
berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan-pergelangan kaki
dan kaki- kaki karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk.
Akumulasi cairan ini disebut edema atau pitting edema. Pitting edema
merujuk pada fakta bahwa menekan sebuah ujung jari dengan kuat pada suatu
pergelangan atau kaki dengan edema menyebabkan suatu lekukan pada kulit
yang berlangsung untuk beberapa waktu setelah pelepasan dari tekanan.
Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak garam dan air yang tertahan, cairan
juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan
organ-organ perut. Akumulasi cairan ini (disebut ascites) menyebabkan
pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang
meningkat.10
22

b. Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP)


Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk
bakteri-bakteri berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu
jumlah yang sangat kecil cairan yang mampu melawan infeksi dengan baik,
dan bakteri-bakteri yang masuk ke perut (biasanya dari usus) dibunuh atau
menemukan jalan mereka kedalam vena portal dan ke hati dimana mereka
dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul didalam perut tidak mampu
untuk melawan infeksi secara normal.9
Sebagai tambahan, lebih banyak bakteri-bakteri menemukan jalan
mereka dari usus kedalam ascites. Oleh karenanya, infeksi didalam perut
dan ascites, dirujuk sebagai spontaneous bacterial peritonitis atau SBP,
kemungkinan terjadi. SBP adalah suatu komplikasi yang mengancam
nyawa. Beberapa pasien-pasien dengan SBP tdak mempunyai gejala-gejala,
dimana yang lainnya mempunyai demam,

kedinginan, sakit perut dan

kelembutan perut, diare, dan memburuknya ascites.13


c. Varises Esofagus
Pada sirosis hepatis, jaringan parut menghalangi aliran darah yang
kembali ke jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena
portal (hipertensi portal). Ketika tekanan dalam vena portal menjadi cukup
tinggi, ia menyebabkan darah mengalir di sekitar hati melalui vena-vena
dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai jantung. Vena-vena
yang paling umum yang dilalui darah untuk membypass hati adalah vena-vena
yang melapisi bagian bawah dari kerongkongan (esophagus) dan bagian atas
dari lambung.1
Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan
peningkatan tekanan yang diakibatkannya, vena-vena pada

kerongkongan

yang lebih bawah dan lambung bagian atas mengembang dan mereka
dirujuk sebagai esophageal dan gastric varices; lebih tinggi tekanan portal,
lebih besar varices-varices dan lebih mungkin seorang pasien mendapat
perdarahan dari varices-varices kedalam kerongkongan (esophagus) atau
lambung.2

23

Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk


dimana saja didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini
adalah jarang. Untuk sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien
yang diopname karena perdarahan yang secara aktif dari varices-varices
kerongkongan

mempunyai

suatu

risiko

yang tinggi mengembangkan

spontaneous bacterial peritonitis.2


d. Ensefalopathy Hepatikum
Beberapa protein-protein
pencernaan

dalam

makanan

yang

terlepas

dari

dan penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara

normal hadir dalam usus. Ketika menggunakan protein untuk tujuantujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri membuat unsur-unsur yang mereka
lepaskan kedalam usus. Unsur-unsur ini kemudian dapat diserap kedalam
tubuh. Beberapa

dari

unsur-unsur

ini,

contohnya,

ammonia, dapat

mempunyai efek-efek beracun pada otak. Biasanya, unsur-unsur beracun


ini diangkut dari usus didalam vena portal ke hati dimana mereka dikeluarkan
dari darah dan di-detoksifikasi (dihilangkan racunnya).3
Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam
darah,

fungsi

dari otak terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic

encephalopathy. Tidur waktu siang hari daripada pada malam hari (kebalikkan
dari pola tidur yang normal) adalah diantara gejala-gejala paling dini dari
hepatic encephalopathy.4
Gejala-gejala lain termasuk sifat mudah marah, ketidakmampuan untuk
konsentrasi atau melakukan perhitungan- perhitungan, kehilangan memori,
kebingungan, atau tingkat-tingkat kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic
encephalopathy yang parah/berat menyebabkan koma dan kematian.
e. Hepatorenal Syndrome
Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan
hepatorenal syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius
dimana fungsi dari ginjal- ginjal berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi
dalam ginjal-ginjal, yaitu, tidak ada kerusakn fisik pada ginjal-ginjal. Sebagai
gantinya, fungsi yang berkurang disebabkan oleh

perubahan-perubahan

dalam cara darah mengalir melalui ginjal-ginjalnya.12


24

Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif


dari ginjal-ginjal untuk

membersihkan

unsur-unsur

dari

darah

dan

menghasilkan jumlah-jumlah urin yang memadai walaupun beberapa fungsifungsi

penting

lain

dari

ginjal-ginjal,

seperti

penahanan

garam,

dipelihara/dipertahankan.13
f.

Hepatopulmonary Syndrome
Beberapa
pasien-pasien
dapat mengembangkan
dapat

dengan

hepatopulmonary

sirosis
syndrome.

yang

berlanjut

Pasien-pasien

ini

mengalami kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang

dilepas pada sirosis yang telah berlanjut menyebabkan paru-paru berfungsi


secara abnormal. Persoalan dasar dalam paru adalah bahwa tidak cukup darah
mengalir melalui pembuluh-pembuluh darah kecil dalam paru-paru yang
berhubungan dengan alveoli (kantung-kantung udara) dari paru- paru. Darah
yang mengalir melalui paru-paru dilangsir sekitar alveoli dan tidak dapat
mengambil cukup oksigen dari udara didalam alveoli. Sebagai akibatnya
pasien mengalami sesak napas, terutama dengan pengerahan tenaga.10.11
g. Splenomegali
Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan
(filter) untuk mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel
darah putih, dan platelet- platelet (partikel-partikel kecil yang penting uktuk
pembekuan darah) yang lebih tua. Darah yang mengalir dari limpa bergabung
dengan darah dalam vena portal dari usus- usus. Ketika tekanan dalam vena
portal naik pada sirosis, ia bertambah menghalangi aliran darah dari limpa.
Darah tersendat dan berakumulasi dalam limpa, dan limpa membengkak
dalam ukurannya, suatu kondisi yang dirujuk sebagai splenomegaly.
Adakalanya, limpa begitu bengkaknya sehingga ia menyebabkan sakit perut.
Ketika limpa membesar, ia menyaring keluar lebih banyak dan lebih
banyak sel-sel darah dan platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka
dalam darah berkurang.3,5
Splenomegali adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
kondisi ini, dan itu behubungan dengan suatu jumlah sel darah merah yang
25

rendah (anemia), jumlah sel darah putih yang rendah (leucopenia), dan/atau
suatu

jumlah

platelet

menyebabkan kelemahan,

yang

rendah (thrombocytopenia). Anemia dapat

leucopenia dapat menjurus pada infeksi-infeksi,

dan thrombocytopenia dapat mengganggu pembekuan darah dan berakibat


pada perdarahan yang diperpanjang (lama).7
XI. PREVENTIF
a. Primer
Sirosis paling sering disebabkan oleh minuman keras (alkohol), hepatitis
B dan C. Cara untuk mencegah terjadinya sirosis dengan tidak konsumsi
alkohol, menghindari risiko infeksi hepatitis C dan B.40 Menghindari obatobatan yang diketahui berefek samping merusak hati. Vaksinasi merupakan
pencegahan efektif untuk mencegah hepatitis B.14

b. Sekunder
Penyebab primernya dihilangkan, maka dilakukan pengobatan hepatitis
dan pemberian

imunosupresif

pada

autoimun.

Pengobatan

sirosis

biasanya tidak memuaskan. Tidak ada agent farmakologik yang dapat


menghentikan
Penderita

atau memperbaiki proses fibrosis.14


sirosis hati memerlukan istirahat

yang

cukup

dan

makanan yang adekuat dan seimbang. Protein diberikan dengan jumlah 11 g/kg berat badan. Lemak antara 30 %- 40%. Infeksi yang terjadi
memerlukan

pemberian

antibiotik

yang

sesuai. Ascites

dan edema

ditanggulangi dengan pembatasan jumlah cairan NaCl disertai pembatasan


aktivitas obstruksi.14
XII.PROGNOSIS
Penentuan prognosis penyakit sirosis hepatis menurut skoring Chlid Pugh,
yaitu:19
Penilaian
Total bilirubin (mg/dl)
Serum albumin (g/dl)
Prothrombin Time (PT)
Ascites
Hepatic encephalopathy

1 point
<2
>3.5
<1.7
Tidak ada
Tidak ada

2 point
2-3
2.8-3.5
1.71-2.30
Ringan
Derajat I-II

3 point
>3
2.8
>2.30
Sedang-Berat
Derajat III-IV

26

Interpretasi skoring Child Pugh yaitu:


Kelas A: point 5-6, bertahan hidup 1 tahun (100%), bertahan hidup 2 tahun
(85%)
Kelas B: point 7-9, bertahan hidup 1 tahun (81%), bertahan hidup 2 tahun
(57%)
Kelas C: point 10-15, bertahan hidup 1 tahun (45%), bertahan hidup 2 tahun
(35%)

B. Congestive Heart Failure


Gagal jantung merupakan sindroma klinis kompleks yang disebabkan gangguan
struktur dan fungsi jantung sehingga mempengaruhi kemampuan jantung untuk
memompakan darah sesuai dengan kebutuhan tubuh. Kondisi ini ditandai dengan
gangguan hemodinamik berupa penurunan curah jantung dan peningkatan tekanan
pengisian ventrikel. Gagal jantung sekarang ini dibagi menjadi gagal jantung sistolik
adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung menurun
(LVEF < 50%) dan gagal jantung diastolik adalah penurunan distensibilitas ventrikel
kiri yang disebabkan oleh proses menua hipertensi, kardiomeopati hipertropik serta
restriktif (LVEF masih normal / sedikit menurun 50%). Gagal jantung merupakan
tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan penyebab peningkatan
morbiditas dan mortalitas pasien jantung. Kejadian gagal jantung akan semakin
meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan
berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan harapan
hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung.
Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) adalah kondisi
dimana fungsi jantung sebagai pompa untuk menghantarkan darah yang kaya oksigen
ke tubuh tidak cukup untuk memenuhi keperluan tubuh. Suatu definisi objektif yang
sederhana untuk menentukan batasan gagal jantung kronik hampir tidak mungkin dibuat
karena tidak terdapat nilai batas yang tegas mengenai disfungsi ventrikel. Sebenarnya
istilah gagal jantung menunjukkan berkurangnya kemampuan jantung untuk
mempertahankan beban kerjanya.
Penyebab tersering terjadinya gagal jantung adalah gangguan / kerusakan fungsi
miokard ventrikel kiri disamping adanya penyakit pada pericardium, miokardium,

27

endokardium ataupun pembuluh darah besar. Penurunan fungsi ventrikel kiri


mengakibatkan terjadinya penurunan curah jantung yang selanjutnya menyebabkan
teraktivasinya mekanisme kompensasi neurohormonal yang bertujuan mengembalikan
kinerja jantung dalam memenuhi kebutuhan jaringan. Aktivasi sistem simpatis
menimbulkan peningkatan denyut jantung dan vasokontriksi perifer sehingga curah
jantung dapat meningkat kembali. Aktivasi Renin-Angiotensin-Aldosterone System
(RAAS) menyebabkan vasokontriksi (angiotensin) dan peningkatan volume darah
melalui retensi air dan natrium (aldosteron). Mekanisme kompensasi yang terus
berlangsung ini akan menyebabkan stress pada miokardium sehingga menyebabkan
terjadinya remodeling yang progresif, dan pada akhirnya dengan mekanisme
kompensasipun jantung tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan jaringan (dekompensasi).
Sebagai kompensasi dari berkurangnya kekuatan pompa jantung, ventrikel akan
membesar untuk meningkatkan regangan dan kontraksi sehingga dapat memompa darah
lebih banyak. Akibatnya, otot jantung akan menebal untuk membantu meningkatkan
kekuatan pompa. Hal tersebut membutuhkan semakin banyak suplai darah dan arteri
koronaria yang menyebabkan jantung juga akan berdenyut lebih cepat untuk memompa
lebih sering lagi. Pada keadaan ini, kadar hormon yang menstimulasi jantung akan
meningkat. Manifestasi klinis yang timbul menunjukkan adanya tanda-tanda kegagalan
jantung kongestif yaitu dispneu dan fatigue yang dapat menghambat toleransi latihan
dan retensi cairan yang dapat menimbulkan kongesti paru dan edema perifer. Kedua
abnormalitas tersebut akan mengurangi kapasitas fungsional dan kualitas hidup.
New York Heart Association (NYHA) pertama kali membuat klasifikasi gagal
jantung yang berdasarkan pada derajat keterbatasan fungsional. Pembagian fungsional
NYHA sering digunakan untuk menentukan progresifitas gagal jantung. Sistem ini
membagi pasien atas 4 kelas fungsional yang bergantung pada gejala yang muncul,
yaitu asimptomatis (kelas I), gejala muncul pada aktifitas ringan (kelas II), gejala
muncul pada saat aktifitas berat (kelas III) dan gejala muncul pada saat istirahat (kelas
IV). Kelas fungsional pada penderita gagal jantung cenderung berubah-ubah. Bahkan
perubahan ini dapat terjadi walaupun tanpa perubahan pengobatan dan tanpa perubahan
pada fungsi ventrikel yang dapat diukur. ACC/AHA membagi klasifikasi untuk
perkembangan dan progresifitas gagal jantung atas 4 stadium yaitu stadium A adalah
28

beresiko tinggi untuk menjadi gagal jantung tanpa ditemukan adanya disfungsi jantung,
stadium B adalah adanya disfungsi jantung tanpa gejala, stadium C adalah adanya
disfungsi jantung dengan gejala, stadium D adalah adanya gejala yang berat dan
refrakter terhadap terapi maksimal. Pembagian ini mengutamakan pada keberadaan
faktor resiko dan abnormalitas struktural jantung, pengenalan progresifitasnya, dan
strategi pengobatan pada upaya preventif. Penderita gagal jantung akan mengalami
perjalanan penyakitnya dari stadium A ke D namun tidak dapat kembali lagi ke stadium
A, hal mana dapat terjadi bila menggunakan klasifikasi menurut NYHA.
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi,
foto toraks, ekokardiografi-doppler. Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk
diagnosis gagal jantung yaitu dengan terpenuhinya 2 kriteria mayor atau 1 kriteria
mayor dan 2 kriteria minor. Adapun kriteria Framingham sebagai berikut:
Kriteria Mayor :
O Paroksismal nocturnal dispnu
O Distensi vena leher
O Ronkhi paru
O Kardiomegali
O Edema paru akut
O Gallop S3
O Peninggian tekanan vena jugularis
O Refluks hepatojugular
Kriteria minor :
O Edema ekstremitas
O Batuk malam hari
O Dispnea deffort
O Hepatomegali
O Efusi pleura
O Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
O Takikardia (>120 x/menit)
Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7%
wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3 3,7
29

per 1000 penderita per tahun. Prevalensi gagal jantung adalah tergantung umur.
Menurut penelitian, gagal jantung jarang pada usia di bawah 45 tahun, tapi menanjak
tajam pada usia 75 84 tahun. Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4%-2% dan
meningkat pada usia yang lebih lanjut dengan rata-rata umur 74 tahun. Prognosis dari
gagal jantung akan jelek bila dasar atau penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Seperdua
dari pasien gagal jantung akan meninggal dunia dalam 4 tahun sejak diagnosis
ditegakkan dan pada keadaan gagal jantung berat lebih dari 50 % akan meninggal pada
tahun pertama.
Penyakit jantung koroner dan hipertensi merupakan penyebab tersering pada
masyarakat Barat, sementara penyakit katup jantung dan defisiensi nutrisi mungkin
lebih penting di negara berkembang. Di Amerika Serikat, diperkirakan 550.000 kasus
baru gagal jantung didiagnosis dan 300.000 kematian disebabkan oleh gagal jantung
setiap tahunnya manakala di Indonesia belum ada data yang pasti.20

BAB IV
ANALISA KASUS
30

Sirosis hepatis adalah suatu keadaan disorganisasi yang difuse dari struktur hati
yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan fibrosis. Penegakan
diagnosis sirosis hepatis dekompensata bila ada 5 dari 7 tanda berikut menurut
Soebandiri, yaitu spider naevi, eritema palmar, kolateral vein, ascites, splenomegali,
inverted ratio albumin : globulin, dan hematemesis melena.
Pasien sirosis hepatis sering mengeluhkan mudah lelah dan lemas, selera makan
berkurang, perut terasa kembung, mual, berat badan menurun, buah dada membesar,
hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Beberapa pasien
juga ditemukan adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, ikterus
dengan urin berwarna seperti teh.
3 minggu SMRS pasien mengeluh kaki terasa bengkak. Nyeri perut (-), nyeri
ulu hati (-), nafsu makan seperti biasa, nyeri dada (-), badan berwarna kuning (-).
Demam (-), sesak nafas (-), mudah merasa lelah (-), sembab pada kelopak mata di pagi
hari (-), sembab seluruh tubuh (-). BAK frekuensi 4-5x sehari, warna putih kekuningan,
darah (-). BAB tidak ada keluhan, darah (-). Pasien berobat ke Mantri tapi tidak ada
perubahan.
2 minggu SMRS pasien mengeluh perut membesar. Mual (+) muntah (+)
frekuensi 2-3 kali, sebanyak setengah gelas belimbing, isi apa yang dimakan. Perut
terasa penuh (+) nyeri perut (-), nyeri ulu hati (+), nafsu makan menurun, nyeri dada (-),
badan berwarna kuning (-), badan terasa lemas (+). Demam (-), sesak nafas (-), mudah
merasa lelah (+), kaki terasa semakin bengkak (+). BAK frekuensi 4x sehari, warna
putih kekuningan, darah (-). BAB tidak ada keluhan, darah (-). Pasien tidak berobat.
3 hari SMRS pasien mengeluh perut semakin membesar. Mual (+) muntah (-),
perut terasa penuh (+) nyeri perut (-), nyeri ulu hati (+), nafsu makan menurun, nyeri
dada (-), badan berwarna kuning (-), badan terasa lemas (+). Demam (-), sesak nafas (-),
mudah merasa lelah (+), kaki terasa semakin bengkak (+), bengkak pada kemaluan (+).
BAK frekuensi 2-3x sehari, warna kuning terang, darah (-). BAB tidak ada keluhan,
darah (-). Pasien kemudian dibawa ke Puskesmas dan dirujuk ke RSUD dr. H. M.
Rabain. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan sklera ikterik, venektasi pada abdomen
regio kanan bawah, juga didapatkan penonjolan umbilikus, pemeriksaan hepar dan lien

31

tidak bisa dinilai, undulasi (+), edema pretibial (+), edema skrotum (+) sedangkan
pemeriksaan lain dalam batas normal.
Berdasarkan keluhan pasien, dapat dipikirkan beberapa kemungkinan penyebab
perut membesar yaitu adanya udara, massa, atau cairan dalam abdomen. Pada
pembesaran abdomen karena udara, pembesaran terjadi secara akut. Sedangkan pada
pasien ini perut terasa semakin membesar sejak 2 minggu yang lalu, sehingga
kemungkinan perut membesar karena adanya udara bisa disingkirkan. Selain itu, perut
membesar karena adanya udara juga biasanya disertai dengan nyeri perut, sedangkan
pada pasien ini tidak ada nyeri perut. Sedangkan perut membesar karena adanya massa
umumnya terjadi secara perlahan. Pada pasien ini pembesaran perut sama kiri dan
kanan, sedangkan pada pembesaran karena adanya massa umumnya terjadi secara
perlahan dan tidak simetris. Umumnya pembesaran abdomen hanya pada sisi yang ada
massa saja, sehingga kemungkinan pembesaran abdomen karena adanya massa dapat
disingkirkan.
Perut membesar karena adanya cairan atau yang dikenal dengan ascites,
umumnya terjadi secara perlahan dan pembesaran umumnya simetris/sama kiri dan
kanan. Pembesaran abdomen karena adanya cairan bisa disebabkan oleh adanya
gangguan pada jantung, ginjal, hepar, atau adanya kelainan pada albumin yaitu kondisi
hipoalbumin. Ascites terjadi karena adanya perpindahan cairan dari intravaskuler ke
ekstravaskuler, hal ini terjadi karena adanya penurunan tekanan onkotik (yang diatur
oleh albumin) atau peningkatan tekanan hidrostatik (yang diatur oleh volume cairan
intravaskuler).
Gangguan pada jantung yang bisa menyebabkan edema dan ascites adalah CHF
(Congestive Heart Failure). Pada CHF terjadi peningkatan tekanan hidrostatik, sehingga
akan terjadi perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler (interstisial). Pada
CHF gejala yang ada umumnya bukan ascites, melainkan edema seperti pada pretibial
dan dorsum pedis. Juga adanya sesak disertai batuk karena adanya edema pulmonal.
Selain itu, pada pemeriksaan fisik pasien CHF seharusnya ada peningkatan tekanan
vena jugularis, pada pasien ini dijumpai JVP yang meningkat, yaitu (5+0) cmH 2O. Pada
pasien ini juga ditemui batas jantung kiri yang melebar, kemungkinan terjadi
kardiomegali.
32

Gangguan pada ginjal yang dapat menyebabkan ascites adalah sindrom nefrotik
dan gagal ginjal. Pasien dengan sindrom nefrotik biasanya datang dengan keluhan
bengkak pada seluruh tubuh juga termasuk sembap di kelopak mata, juga disertai
keluhan BAK. Sedangkan pada pasien ini tidak ada sehingga kemungkinan pembesaran
abdomen karena sindrom nefrotik bisa disingkirkan. Gangguan ginjal lain yang dapat
menyebabkan pembesaran abdomen adalah CKD/ gagal ginjal, karena pada pasien
dengan CKD terjadi gangguan fungsi ginjal dalam hal ini fungsi ekskresi. Sehingga
akan terjadi peningkatan tekanan hidrostatik intravaskular. Umumnya pada pasien
dengan gagal ginjal didapatkan anemis. Untuk menyingkirkan kemungkinan gagal
ginjal, perlu dilakukan pemeriksaan ureum kreatinin. Pada pasien ini ditemui hasil
ureum dan kreatinin sedikit meningkat. Dengan GFR = 72, sehingga CKD masih bisa
dipikirkan ditambah lagi pasien punya riwayat operasi batu ginjal kiri.
Kondisi lain yang bisa menyebabkan ascites adalah malnutrisi. Seseorang yang
malnutrisi sering mengalami kekurangan albumin. Hipoalbuminemia inilah yang
berperan dalam terjadinya asites pada orang yang malnutrisi. Keadaan malnutrisi
biasanya dapat dilihat dari perbandingan BB dan TB, pada pasien ini masih tergolong
normal sehingga malnutrisi dapat disingkirkan.
Gangguan pada hati juga bisa menyebabkan ascites, yaitu sirosis hepatis. Asites
pada sirosis hepatis terjadi tidak hanya melibatkan satu mekanisme namun terdapat
beberapa

mekanisme

seperti

hipertensi

porta,

hipoalbuminemia,

dan

hiperaldosteronemia. Gabungan dari ketiga hal tersebut dapat menyebabkan kebocoran


plasma ke rongga peritoneum. Pasien pernah mengeluh BAB hitam, juga adanya
venektasi pada pemeriksaan fisik regio abdomen mendukung diagnosis sirosis hepatis.
Adanya BAB hitam menandakan kemungkinan adanya varises esofagus, yang harus
dibuktikan dengan pemeriksaan endoskopi.
Selain itu, dari pemeriksaan fisik kepala dan leher pada pasien ini ditemukan
sklera ikterik yang menandakan adanya hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia sering
ditemukan pada seseorang dengan sirosis hepatis, namun hal ini juga perlu dibuktikan
dengan pemerikasaan kimia darah yaitu fungsi hati. Selanjutnya pada pemeriksaan fisik
ditemukan peningkatan vena jugular, sehingga kemungkinan pembesaran perut akibat
CHF masih bisa dipikirkan.
33

Pada pemeriksaan abdomen sulit dinilai adanya pembesaran spleen karena


Asicet yang massif. Pada sirosis hepatis biasanya dijumpai Spleen yang membesar
karena adanya kongesti kronis pada limpa yang dapat menyebabkan terjadinya
hipersplenism. Hipersplenism dapat menyebabkan pembersihan dalam jumlah yang
besar satu atau lebih elemen berbentuk darah, sehingga terjadi anemia, leucopenia, dan
trombositopenia. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan darah rutin seperti
hemoglobin, leukosit dan trombosit.
Pemeriksaan SGOT, SGPT, dan bilirubin dilakukan untuk menilai fungsi hati
pada pasien ini dan melihat adanya hepatitis kronis atau tidak, pemeriksaan ureum
kreatinin untuk menyingkirkan diagnosis gagal ginjal. Pemeriksaan protein untuk
melihat ada tidaknya hipoalbumin pada pasien ini. Urin rutin dilakukan untuk
menyingkirkan diagnosis sindrom nefrotik. Pemeriksaan darah samar untuk melihat
adanya kemungkinan pecahnya varises esofagus. Faal pembekuan darah untuk
mengetahui ada tidaknya komplikasi gangguan pembekuan darah pada pasien ini.
Fibroscan dan usg untuk menilai hepar. Sementara pemeriksaan Anti HBV, HBV DNA,
anti HCV, HCV DNA untuk mengetahui penyebab sirosis hepatis pada pasien ini.
Tatalaksana pada pasien ini terbagi menjadi non farmakologis yaitu diet hati III,
istirahat, edukasi, dan balans cairan negatif. Balans cairan negatif dimaksudkan untuk
mengurangi asupan agar ascites tidak bertambah. Tatalaksana farmakologis pada pasien
ini adalah IVFD D5 gtt X/menit, karena pada pasien dengan sirosis hepatis, fungsi hati
dalam metabolisme glukosa terganggu sehingga pasien perlu diberi IVFD D5. Juga
diberikan propanolol pada pasien ini, untuk menurunkan hipertensi porta. Pemberian
laktulosa syrup diberikan jika terjadi melena, untuk memastikan ada tidaknya darah
didalam feses maka diperlukan pemeriksaan feses rutin yaitu darah samar.
Spironolakton diberikan sebagai antagonis aldosteron untuk mengurangi edema maupun
ascites pada pasien ini, sehingga keluhan utama pasien yaitu perut membesar bisa
dikurangi.
Prognosis pasien belum bisa ditentukan karena belum diketahui nilai PT. Tetapi
dengan mengesampingkan pemeriksaan PT pada pasien ini, prognosis pasien ini yaitu
dubia ad malam. Penentuan prognosis tersebut berdasarkan skoring Child Pugh,
bilirubin total 0,3 mg/dl (1 poin), albumin 2,4 mg/dl (3 poin), PT belum dinilai (x poin),
34

ascites masif (3 poin), dan tidak ada hepatic encephalopathy (1 poin), maka total 8 poin
dengan interpretasi kelas B (poin 7-9) atau kelas C (poin 10-15). Pasien ini dapat
bertahan hidup 1 tahun (45-81%) dan bertahan hidup 2 tahun 35-57%).

DAFTAR PUSTAKA
1. Kusumobroto O Hernomo, Sirosis Hati, dalam buku ajar Ilmu Penyakit Hati, edisi
I, Jakarta, Jayabadi, 2007, hal 335-45.
2. Petrides AS, Stanley T, Matthews

DE

Vogt

C, Bush AJ, Lambeth H,

Insulin resistance in cirrhosis: prolonged reduction of hyperinsulinemia normalizes


insulin sensitivity Hepatology 1998; 28:141-9.
3. Nurdjanah S. Sirosis Hati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam , edisi IV jilid II,
Jakarta, Pusat penerbitan Departemen Ilmu penyakit dalam FK UI., 2006 hal 445-8.
4. Kakizaki S, Sohara N, Yamazaki Y, Horiguchi H, Kanda D, Kenji K
"Elevated plasma recistin concentration in patients with liver cirrhosis". Lancet 359
(9300): 467.

35

5. Pang S, Lee Y. "Role of Resistin in inflamation and Inflamation-Related Disease".


Obes. Res. 10 (11): 11979.
6. Alizadeh MHA, Fallahian Farrahnaz, Insulin Resistance in Chronic Hepatitis B and
C, Indian Journal of Gastroenterology 2006 Vol 25:286-288.
7. Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro, Poernomo
Boedi Setiawan, et al. Buku Ajar Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. 2007. Page 129-136.
8. Riley TR, Taheri M, Schreibman IR. Does weight history affect fibrosis in the
setting of chronic liver disease?. J Gastrointestin Liver Dis. 2009. 18(3):299-302.
9. Guadalupe Garcia-Tsao. Prevention and Management of Gastroesophageal Varices
and Variceal Hemorrhage in Cirrhosis. Am J Gastroenterol. 2007. 102:2086
2102.
10. Don C.

Rockey, Scott L.

Friedman.

2006. Hepatic Fibrosis and Cirrhosis.

http://www.eu.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/9781416032588/97814
16032588.pdf .Diakses pada tanggal 05 Januari 2015.
11. Knobler H, Zhornicky T , Tumor Necrosis Alfa induced insulin resistance
may mediate

the

hepatitis

virus,

Diabetes

association,

American

journal of gastroenterology, 2003; 98, 12: 2751-6.


12. Perin, PC, Casseder M, Bozzo C, Bruno A, Mechanism of insulin resistance
in human liver cirrhosis. Evidence of a combined receptor and post receptor defect,
J Clin Invest May 1985; 75: 1659-65.
13. Robert S. Rahimi, Don C. Rockey. Complications of Cirrhosis. Curr Opin
Gastroenterol. 2012. 28(3):223-229.
14. Compean D, Quintana JOJ, Liver Cirrhosis and diabetes : Risk factor,
pathofisiology clinical implication and management, World J Gastroenterol 2009,
21; 15: 280-8.
15. Sohara N, Takagi H , Kakizaki S, Sato K , Mori M. Elevated plasma adiponectin
concentrations in patients with liver cirrhosis correlate with plasma insulin levels.
Liver Int. 2005; 25:28-32.
16. Kakizaki S, Sohara N, Yamazaki Y, Horiguchi H, Kanda D, Kenji K
"Elevated plasma recistin concentration in patients with liver cirrhosis".
Journal of Gastroenterology and Hepatology 23 (2008) 73-77.
17. Compean Garcia Diego, Quintana JOJ, Garza MH,

Hepatogenous

Diabetes, Current views of an ancient problem, Annals of hepatology, 2009, 8; 1320.


36

18. Muzzi A, Leandro G, Rubbia-Brandt L, et al. Resistance is associated with liver


fibrosis in non-diabetic chronic hepatitis C patients. J hepatol 2005; 42:41-6.
19. Cholongitas, E; Papatheodoridis, GV; Vangeli, M; Terreni, N; Patch, D; Burroughs,
AK (Dec 2005). "Systematic review: The model for end-stage liver disease--should
it

replace

Child-Pugh's

classification

for

assessing

prognosis

in

cirrhosis?". Alimentary pharmacology & therapeutics 22 (11-12): 107989.


20. Panggabean, Marulam M. Gagal Jantung dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ,
edisi IV jilid III, Jakarta, Pusat penerbitan Departemen Ilmu penyakit dalam FK
UI., 2006 hal 1503-4.

37

Das könnte Ihnen auch gefallen