Sie sind auf Seite 1von 35

ASUHAN KEPERWATAN (ASKEP) TB PARU

Disusun Oleh Kelompok 1:


1.
2.
3.
4.
5.
6.

RINI EKOWATI
TAUFIK HIDAYAT
YETI SUSIANA
SUPRIYADI
USWATUN
ZUMAROH

STIKES NURUL JADID PAITON - PROBOLINGGO


JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2014/2015

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit pada sistem pernafasan merupakan masalah yang sudah umum terjadi di
masyarakat. Dan TB paru merupakan penyakit infeksi yang menyebabkan kematian dengan
urutan atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi, angka kejadian penyakit (morbiditas),
diagnosis dan terapi yang cukup lama. Penyakit ini biasanya banyak terjadi pada negara
berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah.
Di Indonesia TB paru merupakan penyebab kematian utama dan angka kesakitan
dengan urutan teratas setelah ISPA. Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India dan
China dalam jumlah penderita TB paru di dunia.
Micobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, menurut
WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta orang per tahun
(WHO, 1993). Di negara berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit
yang sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TB berada di
negara-negara berkembang. Dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia jumlah penderita
TB akan meningkat. Hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan
bahwa tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler
dan penyakit saluran pernapasan pada semua golongan usia dan nomor I dari golongan
infeksi. Antara tahun 1979-1982 telah dilakukan survey prevalensi di 15 propinsi dengan hasil
200-400 penderita tiap 100.000 penduduk.
Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TB dimana sekitar 1/3 penderita terdapat
disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah sakit/klinik pemerintah dan swasta,
praktek swasta dan sisanya belum terjangku unit pelayanan kesehatan. Sedangkan kematian
karena TB diperkirakan 175.000 per tahun.
Penyakit TB menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif, penderita TB
kebanyakan dari kelompok sosio ekonomi rendah. Dari 1995-1998, cakupan penderita TB
Paru dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy) atau
pengawasan langsung menelan obat jangka pendek/setiap hari baru mencapai 36% dengan
angka kesembuhan 87%. Sebelum strategi DOTS (1969-1994) cakupannya sebesar 56%
dengan angka kesembuhan yang dapat dicapai hanya 40-60%. Karena pengobatan yang tidak
teratur dan kombinasi obat yang tidak cukup di masa lalu kemungkinan telah timbul kekebalan
kuman TB terhadap OAT (obat anti tuberkulosis) secara meluas atau multi drug resistance
(MDR).

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana TB Paru pada klien dewasa bisa terjadi ?
2. Apa tanda dan gejala yang muncul (manifestasi klinis) dari TB Paru pada klien dewasa ?
3. Apa pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan TB Paru pada klien dewasa?
4. Bagaimana cara menangani gangguan pernapasan akibat penyakit TB Paru klien dewasa ?
5.

Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan TB Paru pada klien dewasa?

C. Tujuan
Tujuan Umum
Mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dewasa dengan gangguan TB Paru.
Tujuan Khusus
1.

Menjelaskan konsep dasar TB paru

2.

Menjelaskan asuhan keperawatan klien dewasa dengan TB paru, meliputi :


a) Pengkajian TB paru
b) Mengidentifikasi diagnosa keperawatan pada klien dewasa dengan TB paru
c) Melakukan perencanaan pada klien dewasa dengan TB paru
D. Manfaat
Manfaat yang ingin diperoleh dalam penyusunan makalah ini adalah:

1.

Mendapatkan pengetahuan tentang TB Paru

2.

Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada klien dewasa dengan TB


Paru

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Medis
1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan
a. Anatomi system pernafasan
Sistem pernafasan pada dasarnya dibentuk oleh jalan atau saluran nafas dan paruparu beserta pembungkusnya ( pleura) dan rongga dada yang melindunginya. Di dalam
rongga dada terdapat juga jantung di dalamnya. Rongga dada dipisahkan dengan rongga
perut oleh diafragma.
1) Hidung = Naso = Nasal
Hidung merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang( cavum nasi),
dipisahkan oleh sekat hidung ( septum nasi). Didalam terdapat bulu-bulu yang berguna
untuk menyaring udara, debu dan kotoran-kotoran yang masuk kedalam lubang hidung.
a) Bagian luar dinding terdiri dari kulit
b) Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan.
c) Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat yang dinamakan
karang hidung (konka nasalis), yang berjumlah 3 buah:
(1) konka nasalis inferior ( karang hidup bagian bawah)
(2) konka nasalis media(karang hidung bagian tengah)
(3) konka nasalis superior(karang hidung bagian atas).
Diantara konka-konka ini terdapat 3 buah lekukan meatus yaitu meatus superior
(lekukan bagian atas), meatus medialis(lekukan bagian tengah dan meatus
inferior (lekukan bagian bawah). Meatus-meatus inilah yang dilewati oleh udara
pernafasan, sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak,
lubang ini disebut koana.
Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, keatas rongga
hidung berhubungan dengan beberapa rongga yang disebut sinus paranasalis,
yaitu sinus maksilaris pada rongga rahang atas, sinus frontalis pada rongga
tulang dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji dan sinus etmodialis pada
rongga tulang tapis.
Pada sinus etmodialis, keluar ujung-ujung saraf penciuman yang menuju ke
konka nasalis. Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman, sel tersebut
terutama terdapat di bagianb atas. Pada hidung di bagian mukosa terdapat
serabut-serabut syaraf atau respektor dari saraf penciuman disebut nervus
olfaktorius.
Disebelah belakang konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari langit-langit
terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak dengan
rongga pendengaran tengah, saluran ini disebut tuba auditiva eustaki, yang
menghubungkan telinga tengah dengan faring dan laring. Hidung juga
berhubungan

dengan

Fungsi hidung, terdiri dari

saluran

air

mata

disebut

tuba

lakminaris.

(a)
(b)
(c)
(d)

bekerja sebagai saluran udara pernafasan


sebagai penyaring udara pernafasan yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung
dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa
membunuh kuman-kuman yang masuk, bersama-sama udara pernafasan

oleh leukosit yang terdapat dalam selaput lendir (mukosa) atau hidung
2) Tekak=Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan.
Terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah
depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain keatas
berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama
koana. Ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama
istmus fausium. Ke bawah terdapat dua lubang, ke depan lubang laring, ke belakang
lubang esofagus.
Dibawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga dibeberapa tempat terdapat
folikel getah bening. Perkumpulan getah bening ini dinamakan adenoid. Disebelahnya
terdapat 2 buah tonsilkiri dan kanan dari tekak. Di sebelah belakang terdapat
epiglotis( empang tenggorok) yang berfungsi menutup laring pada waktu menelan
makanan.
Rongga tekak dibagi dalam 3 bagian:
a) bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koana yang disebut
nasofaring.
b) Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus fausium disebut orofaring
c) Bagian bawah sekali dinamakan laringgofaring.
3)

Pangkal Tenggorokan(Laring)
Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak di
depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea
dibawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorok
yang disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu
kita menelan makanan menutupi laring.

a)
b)
c)
d)

Laring terdiri dari 5 tulang rawan antara lain:


Kartilago tiroid (1 buah) depan jakun sangat jelas terlihat pada pria.
Kartilago ariteanoid (2 buah) yang berbentuk beker
Kartilago krikoid (1 buah) yang berbentuk cincin
Kartilago epiglotis (1 buah).
Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian epiglotis yang
dilapisi oleh sel epiteliumnberlapis. Proses pembentukan suara merupakan hasil
kerjasama antara rongga mulut, rongga hidung, laring, lidah dan bibir. Perbedaan
suara seseorang tergsantung pada tebal dan panjangnya pita suara. Pita suara pria

jauh lebih tebal daripada pita suara wanita.


4) Batang Tenggorokan ( Trakea)

Merupakan lanjutan dari laring yang terbentuk oleh 16-20 cincin yang terdiri dari
tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda. Sebelah dalam diliputi oleh
selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia,hanya bergerak kearah luar.
Panjang trakea 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh
otot polos. Sel-sel bersilia gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang
masuk bersama-sama dengan udara pernafasan. Yang memisahkan trakea menjadi
bronkus kiri dan kanan disebut karina.
5) Cabang Tenggorokan ( Bronkus)
Bronkus terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri, bronkus lobaris kanan ( 3 lobus)
dan bronkus lobaris kiri ( 2 bronkus).bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus
segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental. Bronkus
segmentalisini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus subsegmental yang dikelilingi
oleh jaringan ikat yang memiliki: arteri, limfatik dan saraf.
a) Bronkiolus
Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus. Bronkiolus mengandung
kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak
terputus untuk melapisi bagian dalam jalan nafas.
b) Bronkiolus terminalis
Bronkiolus

membentuk

percabangan

menjadi

bronkiolus

terminalis(

yang

mempunyai kelenjar lendir dan silia)


c) Bronkiolus respiratori
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respirstori. Bronkiolus respiratori
dianggap sebagai saluran transisional antara lain jalan nafas konduksi dan jalan
udara pertukaran gas.
Duktus
alveolar

dan

sakus

alveolar

Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus


alveolar. Dan kemudian menjadi alvioli.
6)

Alveoli
Merupakan tempat pertukaran oksigen dan karbondioksida. Terdapat sekitar 300 juta
yang

jika

bersatu

membentuk

satu

lembar

akan

seluas

70

m2.

Terdiri atas 3 tipe:


Sel-sel

alveolar

tipe

sel

epitel

yang

membentuk

dinding

alveoli.

Sel-sel alveolar tipe II: sel yang aktif secara metabolik dan mensekresikan surfaktan
( suatu fosfolifid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak
kolaps)ahanan
Sel-sel alveolar tipe III: makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis dan bekerja
sebagai mekanisme pertahanan.
7) Paru paru
Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut. Terletak dalam rongga dada atau
toraks. Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan

beberapa pembuluh dareah besar. Setiap paru mempunyai apeks dan basis, paru
kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus dan fisura interlobaris. Paru kiri lebih
kecil dan terbagi menjadi 2 lobus. Lobus-lobus tersebut terbagi menjadi beberapa
segmen sesuai dengan segmen bronkusnya.
8)

pleura
Merupakan lapisan tipisyang mengandung kolagen dan jaringan elastis. Terbagi
menjadi 2:
Pleura
Pleura

perietalis
viseralis

yaitu
yaitu

yang
yang

melapisi

menyelubungi

rongga
setiap

dada.
paru-paru..

Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang berfungsi
untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernafsan. Juga untuk
mencegah pemisahan toraks dengan paru-paru. Tekanan dalam rongga pleura lebih
rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk mencegah kolap paru-paru.

b. Fisiologi Pernafasan
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan
tertidur sekalipun karma sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom.

1) Pengertian Respirasi
Repirasi luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam alveolus
dengan darah dalam kapiler dan merupakan pertukaran O2 dan CO2 antara darah
dan udara.
Respirasi

dalam

adalah

pernapasan

yang

terjadi

antara

darah

dalam kapiler dengan sel-sel tubuh dan merupakan pertukaran O2 dan CO2
dari aliran darah ke seluruh tubuh.
2) Jenis Respirasi
a) Pernapasan Dada
Merupakan

adalah

pernapasan

yang

melibatkan

otot

antartulang

rusuk.

Fase inspirasi. Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga
rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil
daripada tekanan diluar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk.
Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara
tulang rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga
rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada
menjadi lebih besar daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada
yang kaya karbon dioksida keluar.
b) Pernapasan perut
Merupakan pernapasan yang mekanismenya melibatkan aktifitas otot-otot
diafragma

yang

membatasi

rongga

perut

dan

rongga

dada.

Fase Inspirasi. Pada fase ini otot diafragma berkontraksi sehingga diafragma
mendatar, akibatnya rongga dada membesar dan tekanan menjadi kecil sehingga
udara luar masuk.
Fase Ekspirasi.
Fase ekspirasi merupakan fase berelaksasinya otot diafragma (kembali ke posisi
semula, mengembang) sehingga rongga dada mengecil dan tekanan menjadi lebih
besar, akibatnya udara keluar dari paru-paru.
3) Volume Udara Pernafasan
Dalam keadaan normal, volume udara paru-paru manusia mencapai 4500 cc. Udara
ini dikenal sebagai kapasitas total udara pernapasan manusia. Besarnya volume
udara pernapasan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
ukuran alat pernapasan, kemampuan dan kebiasaan bernapas, serta kondisi
kesehatan.
4) Pertukaran O2 Dan CO2 Dalam Pernafasan
Jumlah oksigen yang diambil melalui udara pernapasan tergantung pada kebutuhan
dan hal tersebut biasanya dipengaruhi oleh jenis pekerjaan, ukuran tubuh, serta
jumlah maupun jenis bahan makanan yang dimakan. Dalam keadaan biasa, manusia
membutuhkan sekitar 300 cc oksigen sehari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit.

Kebutuhan tersebut berbanding lurus dengan volume udara inspirasi dan ekspirasi
biasa kecuali dalam keadaan tertentu saat konsentrasi oksigen udara berkurang.
Oksigen yang dibutuhkan berdifusi masuk ke darah dalam kapiler darah yang
menyelubungi alveolus. Selanjutnya, sebagian besar oksigen diikat oleh zat warna
darah atau pigmen darah (hemoglobin) untuk diangkut ke sel-sel jaringan tubuh.
5) Proses Kimiawi Respirasi Pada Manusia
a) Pembuangan CO2 dari paru-paru : H + HCO3 H2+CO3 H2 + CO2
b) Pengikatan oksigen oleh hemoglobin : Hb + O2 Hb O2
c) Pemisahan oksigen dari hemoglobin ke cairan sel : : Hb O2 Hb O2
d) Pengangkutan karbohidrat di dalam tubuh : : CO2 + H2O H2+CO2

2. Pengertian TB Paru
TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman menyerang Paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lain (Dep Kes, 2003). Kuman TB berbentuk batang mempunyai sifat
khusus yaitu tahan terhadap asam pewarnaan yang disebut pula Basil Tahan Asam (BTA).
3. Etiologi
Penyakit TB Paru disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Kuman ini
berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan,
Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan
sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan
lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa
tahun. Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet
yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam.
Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama
kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat
menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran
limfe, saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya. Daya
penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita
tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut
dianggap tidak menular.
Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis :
a. Herediter: resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan secara genetik.
b. Jenis kelamin: pada akhir masa kanak-kanak dan remaja, angka kematian dan
kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan.

c. Usia : pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi.


d. Pada masa puber dan remaja dimana masa pertumbuhan yang cepat,

kemungkinan

infeksi cukup tingggi karena diit yang tidak adekuat.


e. Keadaan stress: situasi yang penuh stress (injury atau penyakit, kurang
nutrisi, stress emosional, kelelahan yang kronik)
Meningkatnya sekresi steroid adrenal yang menekan reaksi inflamasi dan memudahkan
f.
g.
h.
i.

untuk penyebarluasan infeksi.


Anak yang mendapat terapi kortikosteroid kemungkinan terinfeksi lebih mudah.
Nutrisi ; status nutrisi kurang
Infeksi berulang : HIV, Measles, pertusis.
Tidak mematuhi aturan pengobatan.

4. Patofisiologi
Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak sengaja
keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar
matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuklei tadi menguap. Menguapnya droplet
bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkolosis yang
terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang
sehat, maka orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberkolosis. Penularan bakteri lewat
udara disebut dengan air-borne infection. Bakteri yang terisap akan melewati pertahanan
mukosilier saluran pernapasan dan masuk hingga alveoli. Pada titik lokasi di mana terjadi
implantasi bakteri, bakteri akan menggandakan diri (multiplying). Bakteri tuberkolosis dan
fokus ini disebut fokus primer atau lesi primer (fokus Ghon). Reaksi juga terjadi pada jaringan
limfe regional, yang bersama dengan fokus primer disebut sebagai kompleks primer. Dalam
waktu 3-6 minggu, inang yang baru terkena infeksi akan menjadi sensitif terhadap tes
tuberkulin atau tes Mantoux.
Berpangkal dari kompleks primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui
berbagai jalan, yaitu:
a. Percabangan bronchus
Dapat mengenai area paru atau melalui sputum menyebar ke laring (menyebabkan
ulserasi laring), maupun ke saluran pencernaan.
b. Sistem saluran limfe
Menyebabkan adanya regional limfadenopati atau akhirnya secara tak langsung
mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus limfatikus dan menimbulkan
tuberkulosis milier.
Aliran darah
Aliran vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapat membawa atau mengangkut
material yang mengandung bakteri tuberkulosis dan bakteri ini dapat mencapai berbagai
organ melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal, kelenjar adrenal, otak, dan meningen.
Rektifasi infeksi primer (infeksi pasca-primer)

Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang lebih jauh
dan bakteri tuberkulosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan menjadi dorman atau
tidur. Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat sakit lama/keras atau memakai obat
yang melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama, maka bakteri tuberkulosis yang dorman
dapat aktif kembali. Inilah yang disebut reaktifasi infeksi primer atau infeksi pasca-primer.
Infeksi ini dapat terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi. Selain itu, infeksi pascaprimer juga dapat diakibatkan oleh bakteri tuberkulosis yang baru masuk ke tubuh (infeksi
baru), bukan bakteri dorman yang aktif kembali. Biasanya organ paru tempat timbulnya
infeksi pasca-primer terutama berada di daerah apeks paru.
Infeksi Primer
Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum mempunyai
reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama
kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat
melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di
alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak
dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru,
saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini disebut
sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks
primer adalah 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan
reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung
kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada
umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB.
Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau
dormant

(tidur).

Kadang-kadang

daya

tahan

tubuh

tidak

mampu

mengehentikan

perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi
penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai
menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB)
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah
infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status
gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas
dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.
Perjalanan Alamiah TB yang Tidak Diobati
Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % dari penderita TB akan meninggal, 25 %
akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25 % sebagai kasus kronik yang
tetap menular (WHO 1996).
Pengaruh Infeksi HIV

Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular
Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang
bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah horang
terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB akan meningkat, dengan demikian
penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

5. Klasifikasi TB Paru
Menurut Dep.Kes (2003), klasifikasi TB Paru dibedakan atas :
a. Berdasarkan organ yang terinvasi
1) TB Paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura
(selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2,
yaitu :
a) TB Paru BTA Positif
Disebut TB Paru BTA (+) apabila sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen
dahak SPS (Sewaktu Pagi Sewaktu) hasilnya positif, atau 1 spesimen dahak
SPS positif disertai pemeriksaan radiologi paru menunjukan gambaran TB aktif.
b) TB Paru BTA Negatif
Apabila dalam 3 pemeriksaan spesimen dahak SPS BTA negatif dan
pemeriksaan radiologi dada menunjukan gambaran TB aktif. TB Paru dengan
BTA (-) dan gambaran radiologi positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan,
bila menunjukan keparahan yakni kerusakan luas dianggap berat.
2) TB ekstra paru yaitu tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru,misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe,
tulang persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing dan alat kelamin. TB ekstra
paru dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya yaitu :
a)
TB ekstra paru ringan yang menyerang kelenjar limfe, pleura, tulang (kecuali
b)

tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal


TB ekstra paru berat seperti meningitis, pericarditis, peritonitis, TB tulang
belakang, TB saluran kencing dan alat kelamin.

6.

Berdasarkan tipe penderita


Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe penderita :
a. Kasus baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kurang dari satu bulan.
b. Kambuh (relaps) adalah penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali berobat dengan hasil pemeriksaan BTA
positif.

c. Pindahan (transfer in) yaitu penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu
kabupaten lain kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut
harus membawa surat rujukan/pindah.
d. Kasus berobat setelah lalai (default/drop out) adalah penderita yang sudah berobat
paling kurang 1 bulan atau lebih dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang
kembali berobat.
7. Manifestasi Klinis
Diagnosa TB berdasarkan gejala/manifestasi klinis dibagi menjadi 3, diantaranya:
a. Gejala respiratorik, meliputi:
1) Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan
bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
2) Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa
garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah
sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat
ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
3) Sesak nafas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena
ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
4) Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini
timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
b. Gejala sistemik meliputi:
1) Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan
malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang
serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
2) Gejala sistemik lain :
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan
serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan,
akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang
dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
3) Gejala Tuberkulosis ekstra Paru

Tergantung pada organ yang terkena, misalnya : limfedanitis tuberkulosa.


Meningitsis tuberkulosa, dan pleuritis tuberkulosa.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan sputum (S-P-S)
Pemeriksaan sputum penting untuk dilakukan karena dengan pemeriksaan tersebut
akan ditemukan kuman BTA. Di samping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan
evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah
sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah
untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non produktif
Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum
air sebanyak + 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan
memberikan tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi larutan
garam hipertonik selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoieh dengan
cara bronkos kopi diambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL (bronchn
alveolar lavage). BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini
sering dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum
yang akan diperiksa hendaknya sesegar mungkin. Bila sputum sudah didapat. kuman BTA
pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman bant dapat dkcmukan bila bronkus yang
terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar, sehingga sputum yang mengandung kuman
BTA mudah ke luar.
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang
kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mil
sputum Hasil pemeriksaan BTA (basil tahan asam) (+) di bawah mikroskop memerlukan
kurang lebih 5000 kuman/ml sputum, sedangkan untuk mendapatkan kuman (+) pada
biakan yang merupakan diagnosis pasti, dibutuhkan sekitar 50 - 100 kuman/ml sputum.
Hasil kultur memerlukan waktu tidak kurang dan 6 - 8 minggu dengan angka sensitiviti 1830%.
Rekomendasi WHO skala IUATLD :
1)
2)
3)
4)
5)

Tidak ditemuukan BTA dalam 100 lapang pandangan :negative


Ditemukan 1-9 BTA : tulis jumlah kuman
Ditemukan 10-99 BTA : 1+
Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandangan : 2+
Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandangan : 3+

b. Pemeriksaan tuberculin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering digunakan
dalam "Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin
adalah lebih dari 90%.
Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin
positif 100%, umur 12 tahun 92%, 24 tahun 78%, 46 tahun 75%, dan umur 612 tahun
51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji
tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun
sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux
umumnya pada bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke
dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan dan diukur
diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi.
c. Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu lesi
sebelum ditemukan adanya gejala subjektif awal dan sebelum pemeriksaan fisik
menemukan kelainan pada paru. Bila pemeriksaan rontgen menemukan suatu kelainan,
tidak ada gambaran khusus mengenai TB paru awal kecuali di lobus bawah dan biasanya
berada di sekitar hilus. Karakteristik kelainan ini terlihat sebagai daerah bergaris-garis
opaque yang ukurannya bervariasi dengan batas lesi yang tidak jelas. Kriteria yang kabur
dan gambar yang kurang jelas ini sering diduga sebagai pneumonia atau suatu proses
edukatif, yang akan tampak lebih jelas dengan pemberian kontras.
Pemeriksaan

rontgen

thoraks

sangat

berguna

untuk

mengevaluasi

hasil

pengobatan dan ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel
terhadap obat antituberkulosis, apakah sama baiknya dengan respons dari klien.
Penyembuhan yang lengkap serinng kali terjadi di beberapa area dan ini adalah observasi
yang dapat terjadi pada penyembuhan yang lengkap. Hal ini tampak paling menyolok
pada klien dengan penyakit akut yang relatif di mana prosesnya dianggap berasal dari
tingkat eksudatif yang besar.
d. Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB
inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik ireguler, pita
parenkimal,

kalsifikasi

bronkhovaskuler,

nodul

dan

bronkhiektasis,

adenopati,

dan

perubahan

emifesema

kelengkungan

perisikatriksial.

beras

Sebagaimana

pemeriksaan Rontgen thoraks, penentuan bahwa kelainan inaktif tidak dapat hanya

berdasarkan pada temuan CT scan pada pemeriksaan tunggal, namun selalu


dihubungkan dengan kultur sputum yang negatif dan pemeriksaan secara serial setiap
saat. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya pembentukan
kavasitas dan lebih dapat diandalkan daripada pemeriksaan Rontgen thoraks biasa.
e. Radiologis TB Paru Milier
TB paru milier terbagi menjadi dua tipe, yaitu TB paru milier akut dan TB paru milier
subakut (kronis). Penyebaran milier terjadi setelah infeksi primer. TB milier akut diikuti oleh
invasi pembuluh darah secara masif/menyeluruh serta mengakibatkan penyakit akut yang
berat dan sering disertai akibat yang fatal sebelum penggunaan OAT. Hasil pemeriksaan
rontgen thoraks bergantung pada ukuran dan jumlah tuberkel milier. Nodul-nodul dapat
terlihat pada rontgen akibat tumpang tindih dengan lesi parenkim sehingga cukup terlihat
sebagai nodul-nodul kecil. Pada beberapa klien, didapat bentuk berupa granul-granul
halus atau nodul-nodul yang sangat kecil yang menyebar secara difus di kedua lapangan
paru. Pada saat lesi mulai bersih, terlihat gambaran nodul-nodul halus yang tak terhitung
banyaknya dan masing-masing berupa garis-garis tajam.
f.

Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis terbaik dari penyakit diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi melalui
isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies Mycobacterium antara yang satu dengan yang
lainnya harus dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai media,
perbedaan kepekaan terhadap OAT dan kemoterapeutik, perbedaan kepekaan tehadap
binatang percobaan, dan percobaan kepekaan kulit terhadap berbagai jenis antigen
Mycobacterium. Pemeriksaan darah yang dapat menunjang diagnosis TB paru walaupun
kurang sensitif adalah pemeriksaan laju endap darah (LED). Adanya peningkatan LED
biasanya disebabkan peningkatan imunoglobulin terutama IgG dan IgA.

9.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tuberkulosis antara lain :
a. Pencegahan Tuberkulosis Paru
1) Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan
penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin, klinis,
dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis foto thorax
diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG
vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan
kemoprofilaksis.

2) Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok populasi

tertentu misalnya: karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan, penghuni


rumah tahanan, dan siswa-siswi pesantren.
3) Vaksinasi BCG
4) Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan

tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.


Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu pada ibu
dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok
berikut: bayi di bawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena resiko
timbulnya TB milier dan meningitis TB, anak dan remaja di bawah 20 tahun dengan
hasil tes tuberkulin positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang menular,
individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif menjadi positif,
penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat imunosupresif jangka
panjang, penderita diabetes mellitus.
5) Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis kepada

masyarakat di tingkat Puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh petugas


pemerintah

maupun

petugas

LSM

(misalnya

Perkumpulan

Pemberantasan

Tuberkulosis Paru Indonsia PPTI).


b. Pengobatan Tuberkulosis Paru
Mekanisme kerja obat anti-tuberkulosis (OAT) :
1) Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat
2) Aktivitas sterilisasi, terhadap the pesisters (bakteri semidormant)
3) Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis
terhadap bakteri tahan asam.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu
1) Fase intensif (2-3 bulan) :
Tujuan tahapan awal adalah membunuh kuman yang aktif membelah
sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya dengan obat yang bersifat bakterisidal.
Selama fase intensif yang biasanya terdiri dari 4 obat, terjadi pengurangan jumlah
kuman disertai perbaikan klinis. Pasien yang infeksi menjadi noninfeksi dalam waktu
2 minggu. Sebagian besar pasien dengan sputum BTA positif akan menjadi negatif
dalam waktu 2 bulan. Menurut The Joint Tuberculosis Committee of the British
Thoracic Society, fase awal diberikan selama 2 bulan yaitu INH 5 mg/kgBB,
Rifampisin 10 mg/kgBB, Pirazinamid 35 mg/kgBB dan Etambutol 15 mg/kgBB.

2)

Fase lanjutan (4-7 bulan).


Selama fase lanjutan diperlukan lebih sedikit obat, tapi dalam waktu yang
lebih panjang. Penggunaan 4 obat selama fase awal dan 2 obat selama fase

lanjutan akan mengurangi resiko terjadinya resistensi selektif. Menurut The Joint
Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society fase lanjutan selama 4 bulan
dengan INH dan Rifampisin untuk tuberkulosis paru dan ekstra paru. Etambutol
dapat diberikan pada pasien dengan resistensi terhadap INH.
Pada pasien yang pernah diobati ada resiko terjadinya resistensi. Paduan
pengobatan ulang terdiri dari 5 obat untuk fase awal dan 3 obat untuk fase lanjutan.
Selama fase awal sekurang-kurangnya 2 di antara obat yang diberikan haruslah
yang masih efektif.
Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan.
Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah
Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI, 2004).
Untuk program nasional pemberantasan TB paru, WHO menganjurkan
panduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori didasarkan pada urutan
kebutuhan pengobatan dalam program. Untuk itu, penderita dibagi dalam empat
kategori sebagai berikut:
a) Kategori I (2HRZE/4H3R3)
Kategori I adalah kasus baru dengan sputum positif dan penderita
dengan keadaan yang berat seperti meningitis, TB milier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis massif atau bilateral, spondiolitis dengan gangguan neurologis, dan
penderita dengan sputum negatif tetapi kelainan parunya luas, TB usus, TB
saluran perkemihan, dan sebagainya. Selama 2 bulan minum obat INH,
rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan
selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu ( tahap
lanjutan ).
b) Kategori II ( HRZE/5H3R3E3 )
Kategori II adalah kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap positif
diberikan kepada :
(1) Penderita kambuh
(2) Penderita gagal terapi
(3) Penderita dengan pengobatan setelah lalai minun obat
c) Kategori III ( 2HRZ/4H3R3 )
Kategori III adalah kasus sputum negatif tetapi kelainan parunya tidak
luas dan kasus TB di luar paru selain yang disebut dalam kategori I.
d) Kategori IV
Kategori IV adalah tuberkulosis kronis. Prioritas pengobatan rendah
karena kemungkinan keberhasilan rendah sekali.
c. Obat-obatan anti tuberkulostatik

1) Isoniazid (INH) : merupakan obat yang cukup efektif dan berharga murah. Seperti
rifampisin, INH harus diikutsertakan dalam setiap regimen pengobatan, kecuali bila
ada kontra-indikasi. Efek samping yang sering terjadi adalah neropati perifer yang
biasanya terjadi bila ada faktor-faktor yang mempermudah seperti diabetes,
alkoholisme, gagal ginjal kronik dan malnutrisi dan HIV. Dalam keadaan ini perlu
diberikan peridoksin 10 mg/hari sebagai profilaksis sejak awal pengobatan. Efek
2)

samping lain seperti hepatitis dan psikosis sangat jarang terjadi.


Rifampisin : merupakan komponen kunci dalam setiap regimen pengobatan.
Sebagaimana halnya INH, rifampisin juga harus selalu diikutkan kecuali bila ada
kontra indikasi. Pada dua bulan pertama pengobatan dengan rifampisin, sering
terjadi gangguan sementara pada fungsi hati (peningkatan transaminase serum),
tetapi biasanya tidak memerlukan penghentian pengobatan. Kadang-kadang terjadi
gangguan fungsi hati yang serius yang mengharuskan penggantian obat terutama
pada pasien dengan riwayat penyakit hati. Rifampisin menginduksi enzim-enzim hati
sehingga mempercepat metabolisme obat lain seperti estrogen, kortikosteroid,
fenitoin, sulfonilurea, dan anti-koagulan. Penting : efektivitas kontrasepsi oral akan

berkurang sehingga perlu dipilih cara KB yang lain.


3) Pyrazinamid : bersifat bakterisid dan hanya aktif terhadap kuman intrasel yang aktif
memlah dan mycrobacterium tuberculosis. Efek terapinya nyata pada dua atau tiga
bulan pertama saja. Obat ini sangat bermanfaat untuk meningitis TB karena
penetrasinya ke dalam cairan otak. Tidak aktif terhadap Mycrobacterium bovis.
Toksifitas hati yang serius kadang-kadang terjadi.
4) Etambutol : digunakan dalam regimen pengobatan bila diduga ada resistensi. Jika
resiko resistensi rendah, obat ini dapat ditinggalkan. Untuk pengobatan yang tidak
diawasi, etambutol diberikan dengan dosis 25 mg/kg/hari pada fase awal dan 15
mg/kg/hari pada fase lanjutan (atau 15 mg/kg/hari selama pengobatan). Pada
pengobatan intermiten di bawah pengawasan, etambutol diberikan dalam dosis 30
mg/kg 3 kali seminggu atau 45 mg/kg 2 kali seminggu. Efek samping etambutol yang
sering terjadi adalah gangguan penglihatan dengan penurunan visual, buta warna
dan penyempitan lapangan pandang. Efek toksik ini lebih sering bila dosis
berlebihan atau bila ada gangguan fungsi ginjal. Gangguan awal penglihatan bersifat
subjektif; bila hal ini terjadi maka etambutol harus segera dihentikan. Bila segera
dihentikan, biasanya fungsi penglihatan akan pulih. Pasien yang tidak bisa mengerti
perubahan ini sebaiknya tidak diberi etambutol tetapi obat alternative lainnya.
Pemberian pada anak-anak harus dihindari sampai usia 6 tahun atau lebih, yaitu
disaat mereka bisa melaporkan gangguan penglihatan. Pemeriksaan fungsi mata
harus dilakukan sebelum pengobatan.

5) Streptomisin

saat

ini

semakin

jarang

digunakan,

kecuali

untuk

kasus

resistensi. Obat ini diberikan 15 mg/kg, maksimal 1 gram perhari. Untuk berat badan
kurang dari 50 kg atau usia lebih dari 40 tahun, diberikan 500-700 mg/hari. Untuk
pengobatan intermiten yang diawasi, streptomisin diberikan 1 g tiga kali seminggu
dan diturunkan menjadi 750 ng tiga kali seminggu bila berat badan kurang dari 50
kg. Untuk anak diberikan dosis 15-20 mg/kg/hari atau 15-20 mg/kg tiga kali
seminggu untuk pengobatan yang diawasi. Kadar obat dalam plasma harus diukur
terutama untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Efek samping akan
meningkat setelah dosis kumulatif 100 g, yang hanya boleh dilampaui dalam
keadaan yang sangat khusus. Obat-obat sekunder diberikan untuk TBC yang
disebabkan oleh kuman yang resisten atau bila obat primer menimbulkan efek
samping yang tidak bisa ditoleransi. Termasuk obat sekunder adalah kapreomisin,
sikloserin, makrolid generasi baru (azitromisin dan klaritromisin), 4-kuinolon
(siprofloksasin dan ofloksasin) dan protionamid.
Tabel Panduan Pemberian Obat Anti-Tuberkulosis
Rekomendasi Dosis
Obat anti-TB

(mg/kgBB)
Per minggu
Per hari
3x
2x
5
10
15

Aksi

Potensi

Isoniazid (INH)

Bakterisidal

Tinggi

Rifampisin (R)

Bakterisidal

Tinggi

10

10

10

Pirazinamid (Z)

Bakterisidal

Rendah

25

35

50

Streptomisin (S)

Bakterisidal

Rendah

15

15

15

Etambutol (E)

Bakteriostatik

Rendah

15

30

45

esensial

d. Komplikasi
Penyakit TB Paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi, diantaranya :
1) Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, faringitis.
2) Komplikasi lanjut :
a) Obstruksi jalan nafas, seperti SOPT ( Sindrom Obstruksi Pasca Tubercolosis)

b) Kerusakan parenkim berat, seperti SOPT atau fibrosis paru, Cor pulmonal,

amiloidosis, karsinoma paru, ARDS.


2.

WOC (Web of Caution)

Microbacterium
tuberkulos

Droplet
infection

Masuk lewat jalan nafas


Menempel pada paru

Keluar dari
tracheobionchial
bersama sekret

Sembuh tanpa
pengobatan

Hiperthermi
Komplek primer

Menyebar ke organ
lain (paru lain,saluran
pencernaan,tulang)
melalui media
(bronchogentinuitum,h
ematogen,limfogen)

Radang tahunan di
bronkus
Berkembang
mengahncurkan
jaringan ikat sekitar
Bagian tengah
nekrosis
Membentuk jaringan
keju

Dibersihkan
oleh makrofag

Menetap di jaringan paru


Terjadi proses
peradangan

Pengeluaran zat
pirogen

Tumbuh dan
berkembang di
sitoplasma makrofag

Mempengaruhi
hipothalamus

Sarang primer/efek
primer

Mempengaruhi sel
Limfangitis
lokal
Sembuh sendiri
tanpa pengobatan

Limfadinitis
regional
Sembuh dengan
bekas fibrosis

Pertahanan primer
tidak adekuat
Pembentukan
tuberkel
Pembentukan
sputum berlebihan
Ketidak efektifan
bersihan jalan nafas

Kerusakan membrane
alveolar
Menurunnya permukaan
efek paru
Alveolus

Sekret keluar saat


batuk

Alveolus mengalami
konsolidasi dan eksudasi

Batuk produktif (batuk


terus menurus

Gangguan pertukaran
gas

Droplet infection

Batuk berat

Terhirup orang
sehat
Resiko infeksi

Distensi abdomen
Mual, muntah
Intake nutrisi kurang
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1.

Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan Tuberkulosis paru ialah
sebagai berikut :
a. Riwayat Perjalanan Penyakit
Keluhan utama

: Batuk produkif dan non produktif

b. Riwayat Penyakit Sebelumnya:


1)
2)
3)
4)
5)
6)

Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.


Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
Pernah berobat tetapi tidak teratur.
Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.
Daya tahan tubuh yang menurun.
Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.

c. Riwayat Pengobatan Sebelumnya:


1)
2)
3)
4)

Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.


Jenis, warna, dosis obat yang diminum.
Berapa lama. pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya.
Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.

d. Riwayat Sosial Ekonomi:


1) Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, jumlah penghasilan.
2) Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikisi dengan bebas,

menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang marnpu, masalah berhubungan
dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang
banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan
putus harapan.
e. Faktor Pendukung:
1) Riwayat lingkungan.
2) Pola hidup.

Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan tidur, kebersihan diri.
3) Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit, pencegahan,

pengobatan dan perawatannya.


f. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif

: Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), sulit
tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.

Objektif

: Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut;


infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 410C) hilang
timbul.

g. Pola nutrisi
Subjektif

:Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.

Objektif

: Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.

h. Respirasi
Subjektif

: Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.

Objektif

: Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid


kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi
ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau
fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan

pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan


fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
i. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif

: Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Obiektif

: Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul
bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.

j. Integritas ego
Subjektif

: Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada


harapan.

Objektif

: Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.

k. Pemeriksaan Diagnostik:
1) Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir penyakit.
2) Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72 jam).
3) Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap dini tampak gambaran

bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas ; Pada kavitas bayangan, berupa
cincin ; Pada kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
4) Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB paru.
5) Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
6) Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan kapasitas vital menurun.

2.

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan TB Paru NANDA-I 2012-2014


a. Ketidakefektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkospasme
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru, hipertensi pulmonal,
penuruanan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dyspneu
d. Resiko infeksi berhubungan dengan oraganisme purulen
e. Defisiensi pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan
informasi kurang atau tidak akurat
Nursing Care Plan

Nursing Outcomes Classification


No

Nursing Interv

(NOC)

NANDA: Nursing Diagnosis


1.Ketidakefektif Bersihan Jalan Nafas

Setelah dilakukan tindakan keperawatan

Airway Suctioning

untuk

selama . x 24 jam klien akan:

Aktivitas keperawa

membersihkan sekresi atau obstruksi

- Respiratory status : Ventilation

dari

untuk

- Respiratory status : Airway patency

jalan

- Respiratory Status: Gas Exchange

Definisi

Ketidakmampuan

saluran

pernafasan

mempertahankan

kebersihan

1.

Pastikan k
suctioning

2.

nafas.

Auskultas

sesudah suct

Batasan Karakteristik :

Aspiration Prevention, yang dibuktikan

Tidak ada batuk

dengan indikator sebagai berikut:

Suara napas tambahan

(1-5 = tidak pernah, jarang, kadang-

Perubahan

kadang, sering, atau selalu)

frekuensi

3.

Informasik

tentang suctio
4.

Minta klie

suction dilaku

napas

Kriteria Hasil :

Perubahan irama napas

5.

Mendemonstrasikan batuk efektif dan

nasal

Sianosis

suara nafas yang bersih, tidak ada

nasotrakeal

Kesulitan

sianosis

dan

mengeluarkan

berbicara/mengeluarkan suara

dyspneu

(mampu

sputum,

mampu

Penurunan bunyi napas

bernafas dengan mudah, tidak ada

Dispnea

Sputum dalam jumlah yang

pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten

(klien tidak merasa tercekik, irama

berlebihan

Batuk yang tidak efektif

Ortopnea

Gelisah

Mata terbuka lebar

nafas, frekuensi pernafasan dalam

6.
7.

abnormal)
Mampu
mengidentifikasikan
mencegah

factor

yang

dan

Faktor yang berhubungan:


Lingkungan

Perokok pasif

Mengisap asap

Merokok

Gunakan

Anjurkan p
napas

da

dikeluarkan d
8.

Monitor sta

9.

Ajarkan k

rentang normal, tidak ada suara nafas


-

untuk

melakukan tin

melakukan su
10.

Hentikan

oksigen apa

dapat

bradikardi, pe

menghambat jalan nafas

Airway Manageme

Aktivitas keperawa
1.

Buka jalan

chin lift atau j


2.

Obstruksi jalan napas

Spasme jalan napas

Mucus dalam jumlah yang


berlebihan

Eksudat dalam alveoli

Materi asing dalam jumlah

Posisikan

memaksimalk
3.

Identifikasi

pemasangan
4.

Pasang ma

5.

Lakukan fis

6.

Keluarkan

napas

suction

Adanya jalan napas buatan

Sekresi

yang

7.

tertahan/sisa

sekresi

Berikan O

Sekresi dalam bronki


Fisiologis

Auskultasi

suara tambah
8.

Lakukan su

9.

Berikan bro

10.

Berikan

Jalan napas alergik

Asma

Penyakit paru obstruksi kronis

Hyperplasia dinding bronchial

12.

Infeksi

13.

basah NaCl L
11.

Atur

in

mengoptimal

Monitor res

Disfungsi neuromuskular

2. Gangguan pertukaran gas

Setelah dilakukan tindakan keperawatan

Airway Manageme

Definisi : Kelebihan atau deficit pada

selama . x 24 jam klien akan:

Aktivitas keperawa

oksigenasi dan atau eliminasi karbon

- Respiratory status : Gas exchange

dioksida pada membran alveolar

- Respiratory status : Ventilation

kapiler

- Vital sign status

1.

chinlift atau ja
2.

Batasan karakteristik :
PH darah arteri abnormal

PH arteri abnormal

- Mendemonstrasikan peingkatan ventilasi

Pernafasn abnormal (miss,

dan oksigenasi yang adekuat


- Memelihara kebersihan paru paru dan

Warna kulit abnormal (miss.


Pucat kehitaman)

Posisikan p

memaksimalk

kecepatan, irama,kedalaman)

Buka jalan

Kriteria Hasil :

bebas dari tanda tanda distress

3.

Identifikasi

pemasangan
4.

Pasang ma

5.

Lakukan fis

6.

Keluarkan

pernafasan
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan

suction
7.

Auskultasis

Konvusi

suara nafas yang bersih, tidak ada

Sianosis(pada neonatus saja)

sianosis dan dyspnea ( mampu

Penurunan karbon dioksida

mengeluarkan sputum , mampu

Diaforesis

bernafas dengan mudah, tidak ada

Dispneu

Sakit kepala saat bangun

Hkiperkapnea

Hipoksemia

Hipoksia

Irritabilitas

Nafas Cuping hidung

Gelisah

Somnolen

tambahan, re

Takikardia

dan intercost

Gangguan penglihatan

pussed lips)
- Tanda tanda vital dalam rentang normal

suara tambah
8.

Lakukan su

9.

Berikanbro

10.

Berikan pe

11.

Atur intake

mengoptimal
12.

Monitor res

Respiratory Monito
1.

Monitor rata

dan usaha re

2. Catat pergera

kesimetrisan

3. Monitor suara
4. Monitor pola

Faktor yang berhubungan :

Perubahan membrane
alveolar kapiler

Ventilasi -perfusi

takipena, kus

cheynostoke

5. Catat lokasi t

6. Monitor kelel

(Gerakan par

7. Auskultasi su
penuruanan

dan suara tam

8. Tentukan keb

mengauskult

pada jalan na

9. Auskultasi su

untuk menge

3. Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang


Dari Kebutuhan Tubuh
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup
untuk keperluan metabolisme tubuh.
Batasan karakteristik :

Kram abdomen

Nyeri abdomen

Menghindari makan

Berat badan 20% atau lebih di


bawah berat badan ideal

Kerapuhan kapiler

Diare

Kehilangan rambut berlebihan

Bising usung hiperaktif

Kurang makan

Kurang informasi

Kurang minat pada makanan

Penurunan berat badan


dengan asupan makanan adekuat

Kesalahan konsepsi

Kesalahan informasi

Membrane mukosa pucat

Ketidakmampuan memakan
makanan

Tonus otot menurun

Mengeluh gangguan sensasi


rasa

Setelah dilakukan tindakan keperawatan

Nutrition Managem

selama . x 24 jam klien akan:

Aktivitas keperawa

- Nutritional Status : food and Fluid Intake


- Weight : Body Mass, yang dibuktikan

1.

Kaji adany

2.

Kolaborasi

dengan indikator sebagai berikut:

menentukan

(1-5 = tidak pernah, jarang, kadangkadang, sering, atau selalu)

yang dibutuh
3.

Kriteria Hasil :
- Adanya peningkatan berat badan sesuai

intake Fe
4.

dengan tujuan
- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi
badan
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan

Anjurkan p

protein dan v
5.

Berikan su

6.

Yakinkan d

mengandung

nutrisi
- Tidak ada tanda tanda malnutrisi
- Tidak terjadi penurunan berat badan
yang berarti

Anjurkan p

mencegah ko
7.

Berikan ma

( sudah dikon
gizi)
8.

Ajarkan pa

catatan maka
9.

Monitor jum
kalori

10.

Berikan inf
nutrisi

11.

Kaji kemam

mendapatkan

Nutrition Monitorin

Aktivitas keperawa
1.

BB pasien

2.

Monitor ad
badan

3.

Monitor tip

yang biasa di
4.

Monitor int

selama maka

Mengeluh asupan makanan


kurang dari RDA (recommended
Cepat kenyang setelah makan

Sariawan rongga mulut

Steatore

Kelemahan otot pengunyah

Kelemahan otot untuk

Monitor lin

6.

Jadwalkan
tidak selama

daily allowance)

5.

7.

Monitor ku
pigmentasi

8.

Monitor tur

9.

Monitor ke

dan mudah p

menelan

10.

Monitor mu

11.

Monitor ka

Faktor yang berhubungan :

Hb, dan kada

Faktor biologis

12.

Monitor ma

Faktor ekonomi

13.

Monitor pe

Ketidakmampuan untuk

perkembanga

mengabsorpsi nutrisi

14.

Ketidakmampuan untuk

kekeringan ja

mencerna makanan

Monitor pu

Faktor psikologis

15.

Monitor ka

16.

Catat adan

hipertonik pa
17.

Catat jika l
scarlet

4. Resiko infeksi
Definisi

mengalami

peningkatan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan

Infection Control

selama . x 24 jam klien akan:

Aktivitas keperawa

risiko terserang organisme patogen

- Immune Status

Faktor Risiko :

- Infection Severity

Penyakit kronis

- Knowledge : Infection control

1.

Bersihkan
pasien lain

2.

Pertahanka

- DM

- Nutritional status

- Obesitas

- Tissue

Pengetahuan

yang

kurang

untuk menghindari pamajanan

Integrity:

Skin

&

Mucous

setelah

kadang, sering, atau selalu)

tidak adekuat

Kriteria Hasil :

Kerusakan
kulit

integritas

(pemasangan

kateter

Perubahan sekresi pH

Penurunan kerja siliaris

Pecah ketubah dini

Pecah ketubah lama

Merokok

Stasis cairan tubuh

Trauma jaringan (mis


trauma, destruksi jaringan)

Malnutrisi

Ketidakadekuatan
pertahanan tubuh

Penurunan Hb

Imunosupresi
(mis imunitas didapat tidak
adekuat, agens farmaseutikal
termasuk

imunosupresan,

steroid, antibodi monoklonal,


imunomodulator)

Leukopenia

Supresi
respons inflamasi

Vaksinasi tidak

Gunakan
cuci tangan

Klien bebas dari tanda dan gejala

infeksi
Mendeskripsikan proses penularan

6.
7.

penyakit, factor yang mempengaruhi


penularan

serta

penatalaksanaannya,
Menunjukkan kemampuan

untuk

mencegah timbulnya infeksi


Jumlah leukosit dalam batas normal
Menunjukkan perilaku hidup sehat

Cuci tang

sesudah tinda
Gunakan

sebagai alat p
8.

Pertahanka

selama pema
9.

Ganti letak

dan dressing
umum
10.

Gunakan
menurunkan

11.

Tingktkan i

12.

Berikan ter

Infection Protectio

Aktivitas keperawa
1.

Monitor ta
sistemik dan

2.

Monitor hit

3.

Monitor ke

4.

Batasi pen

5.

Saring pen
menular

6.

Partahanka

pasien yang b
7.

Pertahanka

8.

Berikan pe

adekuat

be

pasien
5.

intravena, prosedur invasif)

Instruksika

indikator sebagai berikut:

Pertahanan tubuh primer yang

4.

mencuci tan

(1-5 = tidak pernah, jarang, kadang-

Gangguan peristalsis

Batasi pen

membranes, yang dibuktikan dengan

patogen

3.

epidema
Pemajanan

terhadap patogen lingkungan

9.

Inspeksi k

terhadap kem

10.

Ispeksi kon

11.

Dorong ma

12.

Dorong ma

13.

Dorong isti

14.

Instruksika

antibiotik ses
15.

Ajarkan pa

dan gejala inf


meningkat

Wabah

5. Defisiensi Pengetahuan
Definisi :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan


selama . x 24 jam klien akan:

16.

Ajarkan ca

17.

Laporkan k

18.

Laporkan k

Teaching : Diseas

Aktivitas keperawa

Ketiadaan atau defisiensi informasi

- Kowledge : disease process

kognitif yang berkaitan dengan topik

- Kowledge : health behavior, yang

pengetahuan

dibuktikan dengan indikator sebagai berikut:

penyakit yang

tertentu.
Batasan karakteristik :

Perilaku hiperbola

Ketidakdaruratan mengikuti

(1-5 = tidak pernah, jarang, kadang-kadang,

Ketidakdaruratan melakukan
Perilaku tidak tepat (mis ;
histeria, bermusuhan, agitasi,
apatis)

Pengungkapan masalah

Jelaskan p

Kriteria Hasil :

dengan anato

- Pasien dan keluarga menyatakan

cara yang tep

pemahaman tentang penyakit,


pengobatan
- Pasien dan keluarga mampu

3.

dijelaskan secara benar


- Pasien dan keluarga mampu
menjelaskan kembali apa yang

Keterbatasan kognitif

dijelaskan perawat/tim kesehatan

Salah interpretasi informasi

lainnya

Kurang pajanan

Kurang minat dalam belajar

Kurang dapat mengingat

Tidak familiar dengan sumber

Gambarka

biasa muncul

cara yang tep


4.

melaksanakan prosedur yang

Faktor yang berhubungan :

informasi

Berikan pe

dan bagaima

kondisi, prognosis dan program

tes

2.

sering, atau selalu)

perintah

1.

Gambarka

cara yang tep


5.

Identifikasi
dengna cara

6.

Sediakan i

tentang kond
tepat
7.

Hindari har

8.

Sediakan b

tentang kema
yang tepat
9.

Diskusikan

yang mungkin

mencegah ko
akan datang

pengontrolan
10.

Diskusikan
penanganan

11.

Dukung pa

atau mendap
dengan cara

diindikasikan
12.

Eksplorasi

dukungan, de
13.

Rujuk pasi
di komunitas
tepat

14.

Instruksika

dan gejala un

pemberi pera

cara yang tep

3.

Implementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat
dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi / pelakasanaan ini dapat tepat waktu dan
efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawtan, memantau dan mencatat respon pasien
terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan seta mendokumentasikan pelaksanaan
perawatan.

4.

Evaluasi
Pada tahap ini yang perlu dievaluasi pada klien dengan TB Paru adalah, mengacu
pada tujuan yang hendak dicapai yakni apakah terdapat :
a. Keefektifan bersihan jalan napas.
b. Gangguan pertukaran gas teratasi
c. Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.
d. Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi.
e. Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan perubahan
perilaku untuk memperbaiki kesehatan.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
TB paru dapat terjadi dengan peristiwa sebagai berikut:
Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak sengaja
keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar
matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuklei tadi menguap. Menguapnya droplet
bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkolosis yang
terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang
sehat, maka orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberkolosis.
B. SARAN
1. Hendaknya mewaspadai terhadap droplet yang dikeluarkan oleh klien dengan TB paru
karena merupakan media penularan bakteri tuberculosis
2. Memeriksakan dengan segera apabila terjadi tanda-tanda dan gejala adanya TB paru.
3. Sebagai perawat hendaknya mampu memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
rencana keperawatan pada penderita TB Paru.

DAFTAR PUSTAKA
Nanda.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan nanda NIC NOC.Jilid
1. Jogjakarta; MedAction
Nanda.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan nanda NIC NOC.Jilid
2. Jogjakarta; MedAction\
.Nuzulul.2011.Asuhan

keperawatan

TB

Paru. http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-

35527-Kep%20Respirasi-Askep%20TB%20Paru.html diakses 6 Desember 2014


PoltekeskemenkesAceh.2012.Anatomi
Pernafasan

dan

Fisiologi

Sistem

.http://qurranong.wordpress.com/2013/03/27/anatomi-dan-fisiologi-sistem-

pernapasan/ diakses 6 Desember 2014

Das könnte Ihnen auch gefallen