Sie sind auf Seite 1von 26

Get Homework/Assignment Done

Homeworkping.com
Homework Help
https://www.homeworkping.com/

Research Paper help


https://www.homeworkping.com/

Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/

click here for freelancing tutoring sites


I. IDENTITAS PASIEN
Nama Penderita
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Pekerjaan
Agama
No. Rekam Medis

: Tn. N
: 38 tahun
: Laki-laki
: DSN Wanarasa
: Buruh
: Islam
: 316024

Page 1 of 26

Tanggal Masuk
: 29Januari 2014
Tanggal Pemeriksaan : 30 Januari2014

II. ANAMNESA :
(Autoanamnesa dan Alloanamnesa dari istri pasien,30Januari2014, pukul 10.00 WIB
di ruang rawat isolasi dahlia)
Keluhan Utama

: Kaku badan

Keluhan Tambahan : Kejang, kesulitan membuka mulut, demam, sesak nafas


Riwayat Perjalanan Penyakit :
10 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS), pasien terkena gesekan batu
pada daerah jari kaki kanan no 3 saat os sedang berjalan dalam kondisi banjir. Luka
berukuran kurang lebih sekitar 1 cm, dan dalamnya kurang lebih sekitar 0,5 cm,
terlihat bengkak dan keluar sedikit nanah. Kemudian lukanya dibersihkan sendiri
oleh keluarga pasien dengan dibasuh dengan air bersih dan diberi jahe sebagai
penutup lukanya. Malamnya pasien mengalami demam yang tidak terlalu tinggi lalu
paginya dibawa ke mantri dan diberi obat-obatan berupa tablet minum namun pasien
dan keluarga tidak tahu apa nama obatnya, besoknya demam turun. Demam tidak
disertai batuk dan pilek, mual ataupun muntah.
1 hari SMRS pada saat bangun tidur tiba-tiba penderita mengalami kekakuan
pada daerah leher, punggung, dan perut yang keras seperti papan, serta kaku pada
daerah mulut sehingga pasien mengalami kesulitan untuk membuka mulut (hanya
bisa masuk 1 jari). Keluhan ini disertai kejang 3-4 kali/hariselama kurang lebih 5
menit ketika pasien mendengar suara gaduh. Kejang tidak disertai penurunan
kesadaran. Pasien mengalami sesak nafas yang dirasa sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit, serta sering mengeluarkan banyak keringat.Keluhan juga disertai
dengan penurunan nafsu makan. BAB dan BAK masih dalam batas normal.Lalu
pasien diputuskan untuk di bawa ke IGD RSUD Subang besok paginya.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Penyakit seperti ini diderita untuk pertama kalinya. Riwayat kejang
sebelumnya tidak ada.Riwayat minum obat tertentu sebelumnya tidak ada. Riwayat
demam disertai sakit kepala dan muntah sebelumnya tidak ada. Riwayat radang
Page 2 of 26

telinga dan gigi berlubang tidak ada. Riwayat tergigit binatang (anjing, kucing atau
kera) tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama.
Riwayat Imunisasi:
Riwayat imunisasi TT (Tetanus Toxoid) tidak ada.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum:
Kesan sakit
Kesadaran
GCS
Status Gizi

: Sakit sedang
: Compos mentis
: 15 (E=4, M=6, V=5)
: Cukup

Tanda Vital:
Tekanan darah
Heart Rate
Respirasi
Suhu

: 130/80 mmHg
: 100 kali/menit
: 28 kali/menit
: 37,5C

Status Generalis:
Kepala
: Normocephal, benjolan (-), rambut mudah dicabut (-)
Mata
: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Telinga: Tidak ada kelainan bentuk, sekret (-)
Hidung
: Pernapasan cuping hidung (-), sekret (-)
Tenggorok
: Faring hiperemis (-), tonsil = T1-T1
Mulut
: Sianosis (-), mukosa mulut basah, trismus (+) 1cm .
Gigi dan gusi : Tidak ada kelainan
Leher
: Pembesaran KGB (-), Opsitotonus (+)
Thorax
Paru-paru
Inspeksi
: Pergerakan dada simetris dalam kondisi statis dan dinamis,
Retraksi intercostal (+)

Page 3 of 26

Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Ekstremitas
Akral
Edema
Capilary refill

: Fremitus vokal dan taktil kanan = kiri


: Sonor di seluruh lapang paru.
:Vesikuler (+/+), Ronkhi basah halus (+/+), wheezing (-/-)
:Iktus cordis terlihat
:Iktus cordis teraba di ICS V Linea Midclavicula sinistra
:Batas kanan Linea parasternalis dextra ICS 4
Batas kiri Linea mid clavicula sinistra ICS 5
Batas pinggang jantung Linea parasternalissinistra ICS 3
:Bunyi jantung murni reguler, gallop (-), murmur (-)
: Datar
: Bising usus (+) normal
:Perut tegang seperti papan, opisototonus (+),
hepar dan lien tidak teraba membesar
: Terdengar timpani pada seluruh kuadran
: Hangat
: Tidak ada di keempat ekstremitas
: < 2 detik

Status Lokalis:
Tampak luka goresan (vulnus laseratum) disertai pus yang sudah tertutup
dengan kassa betadine di regio pedis dextra digiti III.
Status Psikiatrikus:
Sikap
: Kooperatif
Perhatian
: Ada
Status Neurologis:
KEPALA
Bentuk
: brachiocephali
Ukuran
: normal
Simetris
: simetris
Hematom
: (-)
Tumor
: (-)

Ekspresi muka
Kontak Psikik

: wajar
: Ada

Deformitas
: (-)
Fraktur
: (-)
Nyeri fraktur
: (-)
Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
Pulsasi
: (-)

LEHER
Page 4 of 26

Sikap
Torticolis
Kaku kuduk

: lurus
: (-)
: (+)

Deformitas
: (-)
Tumor
: (-)
Pembuluh darah : tidak ada pelebaran

SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius
Kanan
Penciuman
belum dapat dinilai
Anosmia
belum dapat dinilai
Hyposmia
belum dapat dinilai
Parosmia
belum dapat dinilai
N.Opticus
Visus
Campus visi

Kiri
belum dapat dinilai
belum dapat dinilai
belum dapat dinilai
belum dapat dinilai

Kanan
Baik
V.O.D

Kanan
- Anopsia
(-)
- Hemianopsia
(-)
Fundus Oculi
- Papil edema tidak dilakukan
- Papil atrofi
tidak dilakukan
- Perdarahan retina
tidak dilakukan

Nn. Occulomotorius, Trochlearis dan Abducens


Kanan
Diplopia
(-)
Celah mata
(-)
Ptosis
(-)
Sikap bola mata
- Strabismus
(-)
- Exophtalmus
(-)
- Enophtalmus
(-)

Kiri
Baik
V.O.S

Kiri
(-)
(-)
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan

Kiri
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Page 5 of 26

- Deviation conjugae
Gerakan bola mata
Pupil
- Bentuknya
- Besarnya
- Isokori/anisokor
- Midriasis/miosis
- Refleks cahaya
- Langsung
- Konsensuil
- Akomodasi
- Argyl Robertson

(-)

(-)
baik ke segala arah

bulat
3 mm

bulat
3 mm
isokor

(-)

(-)

(+)
(+)
(+)
(-)

(+)
(+)
(+)
(-)

Kanan

Kiri

Nn.Trigeminus
Motorik
- Menggigit
- Trismus
- Refleks kornea
Sensorik
- Dahi
- Pipi
- Dagu

tidak ada kelainan


otot masseter kejang, trismus 1 jari
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan

N.Facialis
Kanan
Motorik
Mengerutkan dahi
tidak ada kelainan
Menutup mata
tidak ada kelainan
Menunjukkan gigi
tidak ada kelainan
Lipatan nasolabialis tidak ada kelainan
Bentuk Muka
- Istirahat
simetris
- Berbicara/bersiul
tidak ada kelainan
Sensorik
2/3 depan lidah
sulit dinilai
Otonom
- Salivasi
tidak ada kelainan

Kiri

Page 6 of 26

Lakrimasi
Chvosteks sign

N. Statoacusticus
N. Cochlearis
Suara bisikan
Detik arloji
Tes Weber
Tes Rinne
N. Vestibularis
Nistagmus
Vertigo

tidak ada kelainan


(-)

Kanan

Kiri
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
tidak dilakukan
tidak dilakukan

(-)
(-)

N. Glossopharingeus dan N. Vagus


Kanan
Arcus pharingeus
Uvula
Gangguan menelan
Suara serak/sengau
Denyut jantung
Refleks
- Muntah
- Batuk
- Okulokardiak
- Sinus karotikus
Sensorik
- 1/3 belakang lidah
N. Accessorius
Kanan
Mengangkat bahu
Memutar kepala
N. Hypoglossus
Mengulur lidah
Fasikulasi
Atrofi papil
Disartria

(-)

(-)
(-)

Kiri
sulit dinilai
sulit dinilai
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
sulit dinilai
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
sulit dinilai
Kiri
sulit dinilai
sulit dinilai

Kanan

Kiri
tidak ada kelainan

(-)
(-)

(-)
(-)
(+)
Page 7 of 26

MOTORIK
LENGAN
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Refleks fisiologis
- Biceps
- Triceps
- Radius
- Ulna
Refleks patologis
- Hoffman Ttromner
- Leri
- Meyer
TUNGKAI
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Klonus
- Paha
- Kaki
Refleks fisiologis
- K PR
- APR

Refleks patologis
- Babinsky
- Chaddock
- Oppenheim
- Gordon
- Schaeffer
- Rossolimo
- Mendel Bechterew
Refleks kulit perut

Kanan
Kurang
sulit dinilai
Meningkat

Kiri
Kurang
sulit dinilai
Meningkat

Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat

Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat

(-)
(-)
(-)

(-)
(-)
(-)

Kanan
Kurang
4+
Meningkat

Kiri
Kurang
4+
Meningkat

(-)
(-)

(-)
(-)

Meningkat
Meningkat

Meningkat
Meningkat

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Page 8 of 26

- Atas
- Tengah
- Bawah
Refleks cremaster
Trofik

tidak ada kelainan


tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan

SENSORIK
Tidak ada kelainan
GAMBAR

FUNGSI VEGETATIF
Miksi
Defekasi
Ereksi

: Tidak ada kelainan


: Tidak ada kelainan
: Tidak ada kelainan

KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis
: (-)
Lordosis
: (-)
Page 9 of 26

Gibbus
Deformitas
Tumor
Meningocele
Hematoma
Nyeri ketok

: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)

GEJALA RANGSANG MENINGEAL


Kaku kuduk
(+)
Kerniq
(-)
Lasseque
(-)
Brudzinsky
- Neck
(-)
- Cheek
(-)
- Symphisis
(-)
- Leg I
(-)
- Leg II
(-)
GAIT DAN KESEIMBANGAN
Gait
Keseimbangan dan Koordinasi
Ataxia
: belum dapat dinilai
Romberg
: belum dapat dinilai
Hemiplegic : belum dapat dinilai
Dysmetri
: belum dapat dinilai
Scissor
: belum dapat dinilai
- jari-jari
: belum dapat dinilai
Propulsion
: belum dapat dinilai
- jari hidung
: belum dapat dinilai
Histeric
: belum dapat dinilai
- tumit-tumit
: belum dapat dinilai
Limping
: belum dapat dinilai
Rebound phenomen : belum dapat dinilai
Steppage
: belum dapat dinilai
Dysdiadochokinesis : belum dapat dinilai
Astasia-Abasia: belum dapat dinilai
Trunk Ataxia
: belum dapat dinilai
Limb Ataxia
: belum dapat dinilai
GERAKAN ABNORMAL
FUNGSI LUHUR
Tremor
: (-)
Afasia motorik
: (-)
Chorea
: (-)
Afasia sensorik
: (-)
Athetosis
: (-)
Apraksia
: (-)
Ballismus
: (-)
Agrafia
: (-)
Dystoni
: (-)
Alexia
: (-)
Myocloni
: (-)
Afasia nominal
: (-)

Page 10 of 26

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Darah Periksa Lengkap& Kimia Klinik(29-01-2014 pukul 15:02:07)
Result
Unit
Normal limits
WBC
12.7
10^3/L
4.0 / 12.0
LYM
2.4
10^3/L
1.0 / 5.0
MON
1.1
10^3/L
0.1 / 1.0
GRA
9.2
10^3/L
2.0 / 8.0
LYM%
18.6
%
25.0 / 50.0
MON%
8.8
%
2.0 / 10.0
GRA%
72.6
%
50.0 / 80.0
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
RDW

4.26
13.5
38.1
89.4
31.7
35.4
11.0

10^6/L
g/dL
%
M^3
Pg
g/dL
%

4.00 / 6.20
11.0 / 17.0
35.0 / 55.0
80.0 / 100.0
26.0 / 34.0
31.0 / 35.5
10.0 / 16.0

PLT
MPV
PCT
PDW

357
7.4
0.264
15.1

10^3/L
M^3
%
%

150 / 400
7.0 / 11.0
0.200 / 0.500
10.0 / 18.0

Jenis Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Normal
Glukosa Darah Sewaktu
93
mg/dl
L:70-150 P:70-150
Ureum
46
mg/dl
L:10-50 P:10-50
Creatinin
0.9
mg/dl
L:0.6-1.4 P:0.6-1.2
V. RESUME
Seorang pasien laki-laki berusia 38 tahun dibawa ke IGD RSUD Subang
dengan keluhan kaku badan.
Dari anamnesis didapatkan bahwa kaku badan sejak 1 hari SMRS, kaku
badan terdapat pada leher, punggung dan perut keras seperti papan, serta mulut sukar
terbuka (hanya bisa masuk 1 jari). Terdapat kejang 3-4 kali/hari selama kurang lebih
5 menit ketika pasien mendengar suara gaduh, sesak nafas dan sering mengeluarkan
banyak keringat, disertai juga dengan penurunan nafsu makan. Sepuluh hari
SMRSpasien terkena gesekan batu pada daerah jari kaki kanan no 3 saat os sedang
berjalan dalam kondisi banjir. Luka berukuran kurang lebih sekitar 1 cm, dan
dalamnya kurang lebih sekitar 0,5 cm, bengkak dan keluar sedikit nanah. Luka hanya

Page 11 of 26

dibasuh dengan air bersih dan diberi jahe sebagai penutup lukanya. Malamnya pasien
demam yang tidak terlalu tinggi lalu paginya dibawa ke mantri diberi obat-obatan
tablet minum dan besok paginya demam turun. Tidak ada riwayat sakit telinga, sakit
gigi,tergigit binatang(anjing, kucing dan kera), serta riwayat kejang sebelumnya
tidak ada. Riwayat imunisasi TT (Tetanus Toxoid) tidak ada. Penyakit seperti ini
diderita pasien untuk pertama kalinya.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan bahwa pada status generalis kesadaran
compos mentis, GCS 15, TD 130/80 mmHg, N 100x/m, RR 28x/m, T 37,5 0C. Untuk
pemeriksaan paru terlihat adanya retraksi intercostal dan auskultasi didapatkan
ronkhi basah halus di kedua lapang paru. Penderita mengalami opistotonus pada
leher dan punggung dan perut keras seperti papan. Pada pemeriksaan neurologis
didapatkan kaku kuduk (+), untuk motorik didapatkan otot masseter kejang (trismus
1 jari),hipertonus dan refleks fisiologis meningkat pada ke empat ekstremitas. Untuk
status lokalis didapatkan luka goresan (vulnus laseratum) disertai pus yang sudah
tertutup dengan kassa betadine di regio pedis dextra digiti III.
Dari pemeriksaan penunjang laboratorium darah periksa lengkap didapatkan
leukositosis (12,7 N: 4.0 / 12.0), monositosis (1,1 N: 0.1 / 1.0), granulositosis
(9.2 N: 2.0 / 8.0), dan limfositosis (18.6 N: 25.0 / 50.0).
Philips score
Masa inkubasi
Lokasi infeksi
Imunisasi
Faktor yang memberatkan

: 9 hari
: ekstremitas distal
: tidak ada
: trauma atau penyakit ringan

=
=
=
=

3
2
10
2

TOTAL SCORE 17 Derajat Berat (>16) Perawatan khusus yang intensif


VI. DIAGNOSIS BANDING
-

VII. DIAGNOSA KERJA


- Tetanus derajat berat
- Abses pedis digiti III dextra
- Suspek Pneumonia aspirasi

VII. USULAN PEMERIKSAAN

Page 12 of 26

Pemeriksaan mikrobiologis kultur anaerob Clostridium Tetani


Rontgen thorax

VIII. PENATALAKSANAAN
- O2 nasal 2-3 liter/menit
- IVFD glukosa 5% + diazepam 25 mg (500 ml glukosa 5%) 1 kolf/8jam
- Inj. Metronidazole 3 x 500 mg i.v
- Inj. Ranitidine 2 x 1 (25 mg/mL) i.v
- Fenobarbital 3 x 75 mg IM
- ATS 20.000 IU selama 5 hari
- Paracetamol 3 x 500 mg
- Perawatan luka : luka dibersihkan dan debridement terhadap benda asing.

IX. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : Dubia ad malam
- Quo ad functionam : Dubia ad malam
- Quo ad sanationam : Dubia ad malam

XI. ANALISIS KASUS


Pasien datang dengan keluhan kaku badan, keadaan ini mungkin disebabkan
oleh beberapa penyakit. Tetanus dapat dijadikan sebagai diagnosis kerja terlebih
dahulu sebelum melakukan pemeriksaan lanjutan dan pemeriksaan laboratorium,
mengingat berdasarkan anamnesis yang telah dilakukan sebelumnya pasien mengaku
sempat terkena gesekan batu pada daerah jari kaki kanan no 3 saat os sedang berjalan
dalam kondisi banjir. Luka berukuran kurang lebih sekitar 1 cm, dan dalamnya
kurang lebih sekitar 0,5 cm, bengkak dan keluar sedikit nanah (abses pedis digiti III
dextra),s hal ini yang mungkin merupakan focus infeksi bagi C. Tetani. C.tetani
merupakan suatu bakteri yang bersifat anaerob dimana bakteri ini termasuk gram
positif dan dapat menimbulkan gejala kaku badan yang terletak pada daerah leher,
punggung, perut, hingga berupa trismus atau sulit untuk membuka mulut seperti
yang terjadi pada pasien ini akibat toksin yang dikeluarkan oleh bakteri ini berupa
tetanospasmin dan tetanolisin.
Page 13 of 26

Bakteri ini dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka, seperti luka
robek, luka bakar,bahkan dapat melalui gigi yang berlubang ataupun infeksi telinga
seperti OMSK (Otitis Media Supuratif Kronik). Pada saat masuk ke dalam tubuh,dan
dalam keadaan anaerob maka bentuk spora akan bergerminasi membentuk bentuk
vegetative yang mensekresi toksin.Terdapat dua toksin yang disekresikan yaitu
tetanolisin dan tetanospasmin. Tetanolisin tidak berakibat langsung pada terjadinya
trismus ini melainkan menimbulkan kondisi yang optimal bagi pertumbuhan dari C.
Tetani. Tetanospasmin terdiri atas protein yang bersifat toksik terhadap sel saraf.
Toksin dari tempat luka menyebar ke motor endplate dan setelah masuk lewat
ganglioside dijalarkan secara intraaxonal ke dalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu
anterior medula spinalis. Cara kerja dari toksin tetanus ini sendiri adalah dengan cara
menghambat neurotransmitter inhibitorik (GABA dan Glisin) sehingga menyebabkan
dominannya neurotransmitter excitatorik yang menyebabkan gejala spasme pada otot
yang pada awalnya mengenai otot masseter sehingga pasien sulit untuk membuka
mulut dan juga dapat mengakibatkan kaku pada punggung maupun kaku pada otot
perut yang menyebabkan defans muscular positif pada saat pemeriksaan, keluhan ini
muncul saat toksin telah berada di kornu anterior medulla spinalis dan dapat pula
menimbulkan kejang. Apabila toksin mencapai korteks serebri (cereberal
ganglioside), maka pasien akan mulai mengalami kejang umum yang spontan.
Keluhan nyeri dan kesemutan kemungkinan disebabkan oleh karena adanya spasme
otot yang menekan saraf tertentu sehingga menimbulkan gejala tersebut.(3,4)
Diagnosis didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium. Pada saat dilakukan anamnesis telah didapatkan adanya trismus yang
merupakan gejala dari tetanus meskipun masih mungkin diakibatkan oleh penyakit
lain. Setelah dilakukan anamnesis pasien mengaku 10 hariSMRS, pernah terkena
gesekan batu pada daerah jari kaki kanan no 3 saat os sedang berjalan dalam kondisi
banjir. Luka berukuran kurang lebih sekitar 1 cm, dan dalamnya kurang lebih sekitar
0,5 cm, bengkak dan keluar sedikit nanah, dan sempat terjadi demam. Lalu 1 hari
SMRS pasien mengalami kejang yang bersifat tonik. Pada saat kejang pasien tidak
mengalami penurunan kesadaran. Riwayat kejang sebelumnya tidak ada. Selain itu
pasien juga mengeluh kaku pada leher, punggung dan juga perut. Perut keras seperti
papan (opisotonus), dan setelah dilakukan pemeriksaan defans muscular ditemukan
pada pasien serta kaku kuduk positif. Selain itu pasien ini tampak sesak dan pada
pemeriksaan paru terdapat retraksi intercostal disertai ronkhi basah halus
kemungkinan pada pasien ini sudah terjadi pneumonia aspirasi akibat rigiditas otot
yang dapat membuat batuk dan sulit menelan menyebabkan pasien mudah
Page 14 of 26

menghirup sekresi atau isi perut pasien dan dapat terjadi infeksi saluran pernafasan
bawah. Pasien juga mengeluarkan banyak keringan dan terjadi penurunan nafsu
makan. Pemeriksaan laboratorium telah dilakukan terlihat terjadi peningkatan
leukosit. Stadium tetanus dibagi berdasarkan :
Philips score
Masa inkubasi
: 9 hari
= 3
Lokasi infeksi
: ekstremitas distal
= 2
Imunisasi
: tidak ada
= 10
Faktor yang memberatkan
: trauma atau penyakit ringan
= 2
TOTAL SCORE 17 Derajat Berat (>16) Perawatan khusus yang intensif

1.
2.
3.
4.

Menurut berat ringannya tetanus dibagi atas:


Stadium 1
: umumnya trismus
Stadium 2
: opisthotonus
Stadium 3
: Kejang rangsang
Stadium 4
: kejang spontan (5)
Dari pembagian diatas, maka pada saat awal pasien datang, menurut philips score
pasien termasuk dalam kategori tetanus derajat berat, dan menurut berat ringannya
tetanus pasien ini termasuk tetanus stadium III (kejang rangsang) kejang yang hanya
timbul apabila terdapat rangsangan misalnya perubahan cahaya dari gelap ke terang.
Diagnosis banding dapat disingkirkan melalui anamnesis dan juga
berdasarkan pemeriksaan fisik. Meningitis bacterial dapat disingkirkan karena pada
saat kejang, kesadaran pasien tidak menurun dan tidak disertai adanya trismus
meskipun dapat disertai dengan kaku kuduk. Pada penyakit poliomyelitis didapatkan
adanya paralisis flaksid dengan tidak dijumpai adanya trismus. Pada penyakit rabies
biasanya didahului oleh gigitan binatang seperti anjing atau hewan lain, trismus
jarang ditemukan,kejang bersifat klonik.Keracunan strychnine pada keadaan ini
trismus jarang, gejala berupa kejang tonik umum.Tetani timbul karena
ketidakseimbangan elektrolit, yang khas bentuk spasme otot ialah karpopedal spasme
dan biasanya diikuti dengan laringospasme, jarang dijumpai trismus.Histeria keadaan
dimana pasien berpurapura sakit, biasanya untuk menarik perhatian dan untuk
bermalasmalasan ataupun untuk mendapatkan kompensasi gaji dan asuransi.(4,6)
Penatalaksanaan dilihat dari toksin yang telah beredar di sistem saraf terminal
tidak dapat dinetralisir dan biasanya bertahan selama 2-3 hari sehingga biasanya
tidak terdapat perubahan pada gaya jalan pasien. Penisilin diberikan untuk
Page 15 of 26

membunuh C. tetani, sementara metronidazole lebih efektif menurunkan morbiditas


dan mortalitas daripada penisilin.Sementara itu untuk mengatasi toksin yang beredar
dapat dinetralkan dengan pemberian serum antitetanus atau Human Imunoglobulin .
ATS diberikan dengan dosis 20.000 IU/ hari selama lima hari berturut turut. Pada
pemberian ATS harus diingat kemungkinan adanya reaksi alergi. Sehingga sebelum
pemberian sebaiknya dilakukan skin test terlebih dahulu. Pemberian Human
immunoglobulin cukup dengan dosis tunggal 3000 6000 unit; pemberian tidak
perlu diulang karena waktu paruh antibody ini 31/2 41/2 minggu.Untuk profilaksis
dapat diberikan 250 IU pada anak dengan umur 10 tahun atau lebih atau 500 IU jika
24 jam setelah kontaminasi kuman yang cukup banyak. Sementara pada kasus yang
diberikan kepada pasien adalah ATS selama 5 hari berturut turut.Untuk mengontol
rigiditas dan spasme yang terjadi pada pasien diberikan golongan Benzodiazepin
yang merupakan GABA agonis. Cara kerja obat ini dengan menghambat inhibitor
endogen pada GABA reseptor. Derivat benzodiazepine yang dianjurkan dan
digunakan pula pada kasus ini adalah diazepam/ (oxazepam atau
desmethyldiazepam). (4,7)Selain itu pemberian paracetamol pada pasien ini untuk
menurunkan demamnya dan sebagai analgetik juga, serta pemakaian ranitidine untuk
menurunkan sekresi asam lambung.

TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI DAN ETIOLOGI1,5
Tetanus berasal dari bahasa Yunani yaituTetanos dari Teinein yang berarti
kontraksi/regangan.Tetanus pertama kali di gambarkan/ungkapkan di Mesir lebih
dari 3000 tahun yang lalu .
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang
dihasilkan oleh bakteri batang gram positif anaerob (Clostridium tetani) yaitu
tetanospasmin yang ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat. Tetanus
biasanya terjadi akibat kontaminasi luka tetapi juga dapat terjadi menyertai otitis
media yang kronis, luka bakar, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, pembedahan
elektif, kehamilan atau aborsi, atau tempat injeksi yang terinfeksi pada pengguna
obat intravena yang ilegal.
I.

II.

EPIDEMIOLOGI4,11

Page 16 of 26

Tetanus terjadi secara sporadis dan bisa mengenai orang yang tidak imun,
memliki imunitas parsial maupun individu yang memiliki imunitas penuh dengan
dosis vaksin ulangan yang adekuat. Dari data WHO pada tahun 2002, jumlah
perkiraan kematian yang berhubungan dengan tetanus pada semua kelompok adalah
213.000 dimana 180.000 (85%) adalah tetanus neonatal.
Hingga tahun 2004 Dinas Kesehatan Jawa Barat tahun 2004 mencatat
kejadian tetanus di Jawa Barat dilaporkan sebanyak 68 kasus dengan angka kematian
mencapai 45%.
III.

PATOFISIOLOGI1,5,6,7
Clostridium. tetani, kuman bersifat anaerob, batang gram positif yang
berbentuk endospora. Kuman tersebar luas di lingkungan dalam kotoran hewan
seperti kuda, ayam,tikus, anjing, babi, kucing dan manusia. Spora Clostridium tetani
dapat masuk kedalam tubuh melalui infeksi luka,tusukan dari benda yang kotor,
infeksi post partum dan post abortus, suntikan intramuskuler yang tidak steril, fraktur
terbuka, sakit gigi, sakit telinga, ulkus dekubitus, tindik, tato. Terdapat 20% kasus
tanpa adanya riwayat luka.
Kuman pada suasana anaerob akan berubah menjadi endospora dan
menghasilkan toksin bila bakteri tersebut lisis. Toksin yang dihasilkan adalah
tetanospasmin dan tetanolisin, yang memiliki afinitas tinggi pada jaringan saraf.
Tetanospasmin yang dihasilkan dalam luka disebarkan keseluruh tubuh melalui
aliran darah. Diperkirakan dosis letal untuk manusia adalah 2,5 nanogram per
kgBBatau 175 nanogram untuk manusia dengan berat 70 kg. Semua toksin akan
diserap oleh ujung neuron saraf perifer motorik, sensorik dan otonom. Toksin
kemudian berjalan sepanjang saraf melalui intraaxonal berjalan retrograde menuju
sistem saraf pusat sepanjang jalur aksonal. Selanjutnya toksin akan berinternalisasi
dan naik sepanjang akson saraf perifer di dalam otot menuju sel-sel kornu anterior
segmen spinalis yang menginervasi otot yang terinfeksi. Toksin mempengaruhi
pelepasan substansi transmitter inhibisi Gama Amino Butiric Acid( GABA) dari
interneuron spinal inhibisi. Pada sistem motorik, inhibisi pada motor neuron alpha
dan gamma akan menyebabkan peningkatan tonus otot, hilangnya koordinasi, dan
kontraksi spontan simultan dari otot agonis dan antagonis. Hal ini dapat
menyebabkan disfagi, aspirasi pneumoni, laryngospasme, asfiksia, dan atau
frakturvertebra thorakal.
Pada sistem saraf otonom, hal ini akan mempengaruhi sistem simpatik dan
atau parasimpatik.Aktivitas berlebihan sistem simpatik akan menghasilkan
hipertensi, tachycardia, aritmia, keringat berlebihan, panas, peningkatan produksi
Page 17 of 26

karbondioksida, kerusakan otot jantung dan ileus. Aktivitas parasimpatik berlebihan


akan menyebabkan salivasi, peningkatan sekresi bronkus, bradikardia dan atau henti
jantung.
GEJALA DAN TANDA2,3,9
Gejala klinis tetanus biasanya diawali dengan kekakuan atau kontraksi otot
yang terjadi 1-2 minggu setelah terinfeksi. Kekakuan otot akan bertambah secara
progresif dalam beberapa hari sehingga muncul spasme otot dan mencapai maksimal
pada minggu kedua. Secara umum terdapat beberapa gejala klinis yang khas pada
tetanus, yaitu sebagai berikut :
1. Kekakuan otot dan rigiditas
Kekakuan awalnya terjadi pada otot maseter, menyebabkan kesulitan
membuka mulut trismus atau lock jaw. Kekakuan biasanya terjadi pada otot
wajah, leher, faring dan juga seluruh otot ekstremitas dan batang tubuh.
Sehingga memberikan gambaran risus sardonicus, retraksi leher, disfagia,
keterbatasan dalam gerakan napas, perut papan dan opistotonus. Arus
disinhibisi tidak terkontrol dari saraf motorik eferen di medula dan batang
otak menyebabkan rigiditas muskuler dan spasme yang menyerupai kejang.
Tonus otot meningkat diselingi dengan spasme otot secara episodik.
2. Spasme otot
Spasme ditandai dengan kontraksi otot-otot yang bersifat tonik pada otot
yang telah mengalami kekakuan. Terjadi kontraksi yang simultan dan
berlebihan pada otot-otot agonis dan antagonisnya sehingga terjadi gerakan
seperti bangkitan tonik. Spasme dapat ditimbulkan dengan rangsang raba
juga oleh rangsang auditori, visual atau emosional. Frekuensi dan beratnya
spasme sangat bervariasi, biasanya spasme terjadi dalam beberapa detik,
secara tiba-tiba dan menimbulkan rasa nyeri yang hebat.
IV.

3. Gangguan saraf otonom


Gangguan otonom lebih menggambarkan beratnya tetanus yang terjadi dan
bukan merupakan komplikasi. Gangguan otonom melibatkan baik komponen
simpatis maupun parasimpatis. Pasien dapat mengalami takikardi,
hiperhidrosis, peningkatan tekanan darah, artimia, hipersalivasi serta
peningkatan refleks vagal yang berakibat buruk pada sistem kardiovaskuler.
Gejala dan gambaran EKG dapat menyerupai infark miokarditis dengan ST
elevasi. Penyembuhan biasanya terjadi akibat pertumbuhan kembali akson
terminal dan proses kerusakan toksin.
Page 18 of 26

Tetanus dapat muncul dalam beberapa tipe, yaitu sebagai berikut :


1. Tetanus Umum
Sedikitnya 80% kasus tetanus adalah tetanus umum. Pada orang dewasa,
ditandai dengan trismus karena spasme otot masseter, kaku kuduk, susah
mengunyah, kaku otot perut, spasme otot wajah (risus sardonikus), spasme otot
somatik menyeluruh ( opistotonus), spasme yang timbul ireguler dan intermiten serta
tak teramalkan dan berlangsung beberapa detik sampai menit. Spasme bisa timbul
spontan atau karena rangsangan internal dan/atau eksternal ( air dingin, suara
berisik, cahaya, gerakan pasien). Gangguan saraf otonom seperti perubahan tekanan
darah, takikardi, aritmia, berkeringat, hipertermi, cardiac arrest.
2. Tetanus Lokal.
Penderita tetanus lokal ditandai dengan spasme dan peningkatan tonus otot
yang dekat tempat luka tanpa ada gejala sistemik. Kontraksi ini akan berlangsung
selama beberapa minggu sebelum berangsur-angsur sembuh. Bisa juga tetanus lokal
mengawali terjadinya tetanus umum, tetapi biasanya lebih ringan dan tidak teralalu
fatal, mortalitasnya sekitar 1%.
3. Tetanus Sefalik
Tetanus ini tipe yang jarang, biasanya timbul dengan otitis media atau adanya
luka di kepala. Gangguan satu atau beberapa saraf kranial bisa terjadi, tetapi
umumnya terkena saraf kranial ke VII. Tetanus kepala mungkin bisa berkembang
menjadi tetanus umum atau tetap menjadi lokal.

Page 19 of 26

V.
DERAJAT TETANUS1
Beberapa klinikus membuat skoring untuk menegakan prognosa dan perawatan.
Antara lain Phillips score, kriteria Pattel Joag dan Abletts.
Philips Score
A. Masa inkubasi
a. < 48 jam
:
5
b. 2-5 hari
:
4
c. 6-10 hari
:
3
d. 11-14 hari
:
2
e. >14 hari
:
1
B. Lokasi infeksi
a. Internal/umbilikal
:
5
b. Kepala,leher,dinding tubuh :
4
c. Ekstremitas proksimal
:
3
d. Ekstremitas distal
:
2
e. Tidak diketahui
:
1
C. Imunisasi
a. Tidak
b. Mungkin ada /ibu dapat
c. > 10 tahun yang lalu
d. < 10 tahun yang lalu
e. Proteksi lengkap

:
:
:
:
:

10
8
4
2
0

D. Faktor yang memberatkan


a. Penyakit atau trauma yang membahayakan jiwa
b. Keadaan langsung yang tidak membahayakan jiwa
c. Keadaan yang tidak membahayakan jiwa
d. Trauma/penyakit ringan
e. ASA derajat 1
NILAI :
Ringan
Sedang
Berat

:
:
:

:
:
:
:
:

10
8
4
2
0

1-8 (sembuh sendiri)


9-16 (dengan pengobatan baku )
>16 (dirawat di ICU )

Page 20 of 26

Kriteria Pattel Joag


Grading
Kriteria 1
: rahang kaku, spasme terbatas, disfagia dan kekakuan otot tulang
belakang
Kriteria 2
: spasme saja tanpa melihat frekuensi dan derajatnya
Kriteria 3
: inkubasi antara 7 hari atau kurang
Kriteria 4
: waktu onset adalah 48 jam atau kurang
Kriteria 5
: kenaikan suhu rektal sampai 100oF atau aksila 99oF (37,6oC)
Dari kriteria di atas dibuat tingkatan derajat sebagai berikut :
Derajat 1
: kasus ringan minimal 1 kriteria K1 atau K2, mortalitas 0%
Derajat 2
: kasus sedang, minimal 2 kriteria (K1+K2) biasanya inkubasi lebih
dari 2 hari, onset lebih dari 2 hari, mortalitas 10%
Derajat 3
: kasus berat, adanya minimal 3 kriteria, biasanya inkubasi kurang
dari 7 hari, onset kurang dari 2 hari, mortalitas 32%
Derajat 4
: kasus sangat berat, minimal 4 kriteria, mortalitas 60%
Derajat 5
: bila terdapat 5 kriteria, termasuk tetanus neonatorum dan tetanus
puerpurium, mortalitas 84%
Klasifikasi Abletts
Grade I: trismus ringan sampai sedang, spastisitas umum, tidak ada gangguan
(ringan) pernafasan, tidak ada spasme, tidak ada/ sedikit ada disfagia.
Grade II: trismus sedang, rigiditas terlihat jelas, spasme ringan sampai sedang
(moderate) namun singkat, gangguan respirasi ringandengantakipneu.
Grade III :trismus berat, spastisitas menyeluruh, reflek spasme dan seringkali
(berat)
spasme spontan yang memanjang, gangguan napas dengan sesak dan
terengah- engah (apnoeic spells),disfagiaberat, bradikardia,
peningkatan aktivitas sarafotonom sedang.
Grade IV
: seperti grade III ditambah gangguan otonom hebat yang sering
(sangat berat) menyebabkan apa yang disebut sebagai badaiotonom.

Page 21 of 26

DIAGNOSIS5
Diagnosa tetanus ditegakkan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaanklinik.
- Dari anamnesa didapatkan adanya riwayat luka terbuka, gigi berlubang, otitis
media,dll.
- Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya trismus, kaku kuduk, perut papan,
opistotonus, hipertonus otot, peningkatan refleks tendon, kesadaran baik,
sedikit demam, tidak ada gangguan sensoris, spasme lokal atau umum.
- Untuk pemeriksaan klinik dapat dilakukan spatula test yang dapat digunakan
untuk mengetes tetanus . Caranya dengan menyentuh oropharynx dengan
sebuah spatula (spateltongue) yang biasanya menimbulkan suatu reflek
muntah ( gag reflex ). Tes ini positif bila penderita terjadi reflek masseter
dan menggigit spatel .Tes ini mempunyai sensitivitas 95% dan spesifisitas
100% dan tidak ada efek samping.
VI.

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak ada pemeriksaan penunjang yang benar- benar spesifik untuk
menegakkan tetanus. Penyakit ini cukup ditegakkan dari pemeriksaan klinis. Namun
untuk pemeriksaan rutin dapat dilakukan pemeriksaan darah rutin, elektrolit, ureum,
kreatinin, mioglobin urin, AGD, EKG serial, dan kultur untuk infeksi. Pemeriksaan
tersebut lebih berperan sebagai tambahan akibat adanya beberapa komplikasi yang
mungkin terjadi akibat gejala klinis utama pada pasien.
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Termasuk sejumlah keadaan yang dapat memicu satu atau lebih tanda klinik
dari tetanus dan kadang-kadang dikatakan pseudotetanus.
- Keracunan striknin, gejala awal tetanus dapat mirip dengan keracunan
striknin (trismus timbul belakangan, gejala dan tanda lain timbul lebih cepat
ada riwayat bunuh diri )
- Reaksi distonia dari phenothiazine ( trismus, tremor, etetosis torticalis).
- Abses alveolar
- Meningitis purulenta, ensefalitis ( LP , kesadaran menurun)
- Rabies ( tidak ada trismus )
- Hipokalsemia (tidak ada trismus )

Page 22 of 26

IX.

PENATALAKSANAAN1,3,8,10
Thwaites (2002) merangkum penatalaksanaan tetanus sebagai berikut ;
1. Eradikasi bakteri kausatif
2. Netralisasi antitioksin yang belum terikat.
3. Terapi suportif selama fase akut
4. Rehabilitasi
5. Imunisasi
Ad.1 Eradikasi bakteri kausatif
Penggunaan penisilin (10-12 juta unit IV yang diberikan setiap hari
selama 10 hari) telah direkomendasikan, tetapi metronidazol (500mg setiap 6
jam atau 1 gram setiap 12 jam selama 7-10 hari) dipilih oleh beberapa orang
ahli berdasar pada aktivitas antimikroba yang sangat baik dan ketiadaan
aktivitas antagonis GABA seperti yang terlihat pada penggunaan penisilin.
Manajemen luka juga merupakan hal yang amat penting dalam
penatalaksanaan pasien tetanus dengan luka. Rekomendasi manajemen luka
traumatik adalah sebagai berikut :
a. Semua luka harus dibersihkan dan debridement bila perlu
b. Dapatkan riwayat imunisasi tetanus pasien jika mungkin
c. Tetanus toksoid (TT) harus diberikan jika riwayat booster terakhir lebih
dari 10 tahun. Jika riwayat imunisasi tidak diketahui, TT tetap diberikan
d. Jika riwayat imunisasi terakhir lebih dari 10 tahun yang lalu, maka
Tetanus Imuno Globulin (TIG) harus diberikan. Keparahan luka bukan
faktor penentu pemberian TIG.
Ad.2 Netralisasi antitoksin
Tetanospasmin akan terikat secara ireversibel dengan jaringan, dan
hanya toksin yang tidak terikat sajalah yang dapat dinetralisasi. Pemberian
ATS 100.000 IU terbagi dalam dosis 40.000:40.000:20.000 atau 5 X 20.000
IU. Imunisasi pasif dengan Human Tetanus Immuno Globulin (HTIG) akan
meningkatkan angka keselamatan (survival rate). Cook et al menyarankan
HTIG 3000-6000 IU IM. Dosis tambahan tidak diperlukan karena waktu
paruh antitoksin ini panjang.

Page 23 of 26

Ad.3 Terapi suportif selama fase akut


- Pasien direkomendasikan untuk menghindari rangsangan yang tidak
perlu untuk menghindari nyeri
- Terapi utama untuk kekakuan dan rigiditas otot adalah benzodiazepine
(untuk memperbesar GABA agonis dengan cara menghambat inhibitor
eksogen di reseptor GABA). Dosis yang dianjurkan adalah sebagai
berikut : spasme ringan (5-20mg per oral setiap 8jam), spasme sedang (510mg IV, tidak melebihi 80-120 mg dalam 24jam), spasme berat (50100mg dalam 500 ml dekstrose 5% dan diinfuskan dengan kecepatan 1015mg/jam diberikan dalam 24 jam). Pada sebuah studi yang dilakukan
oleh Okoromah dalam Cochrane Collaboration menyebutkan keunggulan
diazepam dalam mengurangi angka kematian dibanding fenobarbital dan
klorpromazin, dan kematian juga lebih rendah pada kelompok dengan
diazepam saja dibandingkan diazepam dan fenobarbital atau
klorpromazin.
- Baklofen intratekal dilaporkan dapat memiliki efek yang baik. Dosis
yang dianjurkan adalah 500-2000ug sehari.
- Magnesium sulfat dapat digunakan sebagai antispasme dengan dosis
70mg/kgBB dalam larutan dekstrose 5% 100 ml secara IV selama 30
menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 2 gram/jam (<60tahun) dan
1 gram/jam (>60tahun) dalam larutan dekstrose 5% 500mL, diberikan
selama 6 jam.
- Kontrol disfungsi otonom bisa menggunakan -adrenergic blocking
agents seperti propanolol (5-20 mg tiga kali sehari)
- Komplikasi respirasi juga perlu diperhatikan.Penggunaan ventilator
dan perawatan ICU sangat membantu menurunkan angka kematian.
Trakeostomi disarankan pada pasien dengan derajat Patel Joag 3 ke atas.

Page 24 of 26

`Ad.5 Imunisasi .
Status Imunisasi
Vaksinasi
Status Imunisasi DPT primer Tidak perlu vaksinasi
dan pengulangan TT dalam 10
tahun terakhir

Status imunisasi primer dan Dosis TT tunggal diberikan


dosis terakhir diberikan lebih 0.5mL s.c/i.m pada otot
dari 10 tahun
deltoid atau glutea

Tidak diimunisasi atau status Vaksin


Tetanus
Toksoid
imunisasi tidak diketahui pasti diberikan secara penuh (5
dosis) 0.5mL dengan interval
> 4 minggu

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Pemberian
HTIG diberikan 250IU dalam
1mL i.m pada deltoid atau
glutea
Jika lebih dari 24 jam terpapar
setelah luka atau ada resiko
kontaminasi berat atau pasca
luka bakar dosis rekomendasi
500IU
Dosis tunggal TT + HTIG
(lihat dosis di atas). TT dan
HTIG harus diberikan dengan
spuit yang berbeda pada lokasi
yang berbeda
Vaksin TT + HTIG diberikan
secara penuh (lihat dosis di
atas)

X.
PROGNOSIS
Dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat memperburuk keadaan, yaitu:
Masa inkubasi yang pendek (kurang dari 7 hari).
Neonatus dan usia tua (lebih dari 55 tahun).
Frekuensi spasme yang sering.
Kenaikan suhu tubuh yang tinggi.
Pengobatan terlambat.
Adanya penyulit spasme otot pernafasan dan obstruksi jalan nafas.

XI.
PENCEGAHAN
1) Imunisasi aktif toksoid tetanus, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari
vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus) yang diberikan pada usia 3,4 dan 5 bulan.
Booster diberikan 1 tahun kemudian selanjutnya tiap 2-3 tahun.
2) Bila mendapatkan luka, maka harus mendapatkan manajemen luka yang adekuat
beserta vaksinasi jika perlu.

Page 25 of 26

DAFTAR PUSTAKA
1. Udwadia, Farokh Erach. Tetanus. 1st Ed. Calcuta. Oxford University Press:
1994.
2. Alagappan K. Tetanus : an Overview. Hospital Physician. 2001. 23-6
3. Thwaites CL. Tetanus. Current Anaesthesia and Critical Care. 2005. 16:50-7
4. Thwaites CL, Farrar JJ. Preventing and Treating tetanus. The challenge
continues in the face of neglect and lack of research. Editorial. BMJ. 2003;
326: 117-8
5. Scheld, W Michael; Whitley, Richard J; Durack, David T. Infections of the
Central Nervous System. Raven Press ltd. New York. 1991
6. Adam RD, Victor M. Principles of Neurology. 7th Edition, McGraw-Hill
International Edition, Singapore, 2001.
7. Cook TM, Protheroe R.T, Handel J.M. Tetanus: a review of the literature.
BJA. 2001;87(3):477-87
8. Shakir, Raad; A; Newman, Peter K; Poser, Charles M. Tropical Neurology.
1st Ed. Saunders. USA. 1996
9. Thwaites C.L Tetanus. Practical Neurology. 2002;3: 130-7
10. El-Haddad B, Hanrahan J, Assi M Tetanus: The Forgotten Disease. Kansas
Journal of Medicine: 2007: 9-14
11. Widjaya RK. Perbandingan penggunaan HTIG500IU dengan ATS equine
10.000IU pada keluaran pasien tetanus. Tesis. Bandung: Universitas
Padjajaran; 2007

Page 26 of 26

Das könnte Ihnen auch gefallen