Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Homeworkping.com
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
: Tn. N
: 38 tahun
: Laki-laki
: DSN Wanarasa
: Buruh
: Islam
: 316024
Page 1 of 26
Tanggal Masuk
: 29Januari 2014
Tanggal Pemeriksaan : 30 Januari2014
II. ANAMNESA :
(Autoanamnesa dan Alloanamnesa dari istri pasien,30Januari2014, pukul 10.00 WIB
di ruang rawat isolasi dahlia)
Keluhan Utama
: Kaku badan
telinga dan gigi berlubang tidak ada. Riwayat tergigit binatang (anjing, kucing atau
kera) tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama.
Riwayat Imunisasi:
Riwayat imunisasi TT (Tetanus Toxoid) tidak ada.
: Sakit sedang
: Compos mentis
: 15 (E=4, M=6, V=5)
: Cukup
Tanda Vital:
Tekanan darah
Heart Rate
Respirasi
Suhu
: 130/80 mmHg
: 100 kali/menit
: 28 kali/menit
: 37,5C
Status Generalis:
Kepala
: Normocephal, benjolan (-), rambut mudah dicabut (-)
Mata
: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Telinga: Tidak ada kelainan bentuk, sekret (-)
Hidung
: Pernapasan cuping hidung (-), sekret (-)
Tenggorok
: Faring hiperemis (-), tonsil = T1-T1
Mulut
: Sianosis (-), mukosa mulut basah, trismus (+) 1cm .
Gigi dan gusi : Tidak ada kelainan
Leher
: Pembesaran KGB (-), Opsitotonus (+)
Thorax
Paru-paru
Inspeksi
: Pergerakan dada simetris dalam kondisi statis dan dinamis,
Retraksi intercostal (+)
Page 3 of 26
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Ekstremitas
Akral
Edema
Capilary refill
Status Lokalis:
Tampak luka goresan (vulnus laseratum) disertai pus yang sudah tertutup
dengan kassa betadine di regio pedis dextra digiti III.
Status Psikiatrikus:
Sikap
: Kooperatif
Perhatian
: Ada
Status Neurologis:
KEPALA
Bentuk
: brachiocephali
Ukuran
: normal
Simetris
: simetris
Hematom
: (-)
Tumor
: (-)
Ekspresi muka
Kontak Psikik
: wajar
: Ada
Deformitas
: (-)
Fraktur
: (-)
Nyeri fraktur
: (-)
Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
Pulsasi
: (-)
LEHER
Page 4 of 26
Sikap
Torticolis
Kaku kuduk
: lurus
: (-)
: (+)
Deformitas
: (-)
Tumor
: (-)
Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius
Kanan
Penciuman
belum dapat dinilai
Anosmia
belum dapat dinilai
Hyposmia
belum dapat dinilai
Parosmia
belum dapat dinilai
N.Opticus
Visus
Campus visi
Kiri
belum dapat dinilai
belum dapat dinilai
belum dapat dinilai
belum dapat dinilai
Kanan
Baik
V.O.D
Kanan
- Anopsia
(-)
- Hemianopsia
(-)
Fundus Oculi
- Papil edema tidak dilakukan
- Papil atrofi
tidak dilakukan
- Perdarahan retina
tidak dilakukan
Kiri
Baik
V.O.S
Kiri
(-)
(-)
tidak dilakukan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Kiri
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Page 5 of 26
- Deviation conjugae
Gerakan bola mata
Pupil
- Bentuknya
- Besarnya
- Isokori/anisokor
- Midriasis/miosis
- Refleks cahaya
- Langsung
- Konsensuil
- Akomodasi
- Argyl Robertson
(-)
(-)
baik ke segala arah
bulat
3 mm
bulat
3 mm
isokor
(-)
(-)
(+)
(+)
(+)
(-)
(+)
(+)
(+)
(-)
Kanan
Kiri
Nn.Trigeminus
Motorik
- Menggigit
- Trismus
- Refleks kornea
Sensorik
- Dahi
- Pipi
- Dagu
N.Facialis
Kanan
Motorik
Mengerutkan dahi
tidak ada kelainan
Menutup mata
tidak ada kelainan
Menunjukkan gigi
tidak ada kelainan
Lipatan nasolabialis tidak ada kelainan
Bentuk Muka
- Istirahat
simetris
- Berbicara/bersiul
tidak ada kelainan
Sensorik
2/3 depan lidah
sulit dinilai
Otonom
- Salivasi
tidak ada kelainan
Kiri
Page 6 of 26
Lakrimasi
Chvosteks sign
N. Statoacusticus
N. Cochlearis
Suara bisikan
Detik arloji
Tes Weber
Tes Rinne
N. Vestibularis
Nistagmus
Vertigo
Kanan
Kiri
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Kiri
sulit dinilai
sulit dinilai
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
sulit dinilai
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
sulit dinilai
Kiri
sulit dinilai
sulit dinilai
Kanan
Kiri
tidak ada kelainan
(-)
(-)
(-)
(-)
(+)
Page 7 of 26
MOTORIK
LENGAN
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Refleks fisiologis
- Biceps
- Triceps
- Radius
- Ulna
Refleks patologis
- Hoffman Ttromner
- Leri
- Meyer
TUNGKAI
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Klonus
- Paha
- Kaki
Refleks fisiologis
- K PR
- APR
Refleks patologis
- Babinsky
- Chaddock
- Oppenheim
- Gordon
- Schaeffer
- Rossolimo
- Mendel Bechterew
Refleks kulit perut
Kanan
Kurang
sulit dinilai
Meningkat
Kiri
Kurang
sulit dinilai
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Kanan
Kurang
4+
Meningkat
Kiri
Kurang
4+
Meningkat
(-)
(-)
(-)
(-)
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Meningkat
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Page 8 of 26
- Atas
- Tengah
- Bawah
Refleks cremaster
Trofik
SENSORIK
Tidak ada kelainan
GAMBAR
FUNGSI VEGETATIF
Miksi
Defekasi
Ereksi
KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis
: (-)
Lordosis
: (-)
Page 9 of 26
Gibbus
Deformitas
Tumor
Meningocele
Hematoma
Nyeri ketok
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
Page 10 of 26
4.26
13.5
38.1
89.4
31.7
35.4
11.0
10^6/L
g/dL
%
M^3
Pg
g/dL
%
4.00 / 6.20
11.0 / 17.0
35.0 / 55.0
80.0 / 100.0
26.0 / 34.0
31.0 / 35.5
10.0 / 16.0
PLT
MPV
PCT
PDW
357
7.4
0.264
15.1
10^3/L
M^3
%
%
150 / 400
7.0 / 11.0
0.200 / 0.500
10.0 / 18.0
Jenis Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Normal
Glukosa Darah Sewaktu
93
mg/dl
L:70-150 P:70-150
Ureum
46
mg/dl
L:10-50 P:10-50
Creatinin
0.9
mg/dl
L:0.6-1.4 P:0.6-1.2
V. RESUME
Seorang pasien laki-laki berusia 38 tahun dibawa ke IGD RSUD Subang
dengan keluhan kaku badan.
Dari anamnesis didapatkan bahwa kaku badan sejak 1 hari SMRS, kaku
badan terdapat pada leher, punggung dan perut keras seperti papan, serta mulut sukar
terbuka (hanya bisa masuk 1 jari). Terdapat kejang 3-4 kali/hari selama kurang lebih
5 menit ketika pasien mendengar suara gaduh, sesak nafas dan sering mengeluarkan
banyak keringat, disertai juga dengan penurunan nafsu makan. Sepuluh hari
SMRSpasien terkena gesekan batu pada daerah jari kaki kanan no 3 saat os sedang
berjalan dalam kondisi banjir. Luka berukuran kurang lebih sekitar 1 cm, dan
dalamnya kurang lebih sekitar 0,5 cm, bengkak dan keluar sedikit nanah. Luka hanya
Page 11 of 26
dibasuh dengan air bersih dan diberi jahe sebagai penutup lukanya. Malamnya pasien
demam yang tidak terlalu tinggi lalu paginya dibawa ke mantri diberi obat-obatan
tablet minum dan besok paginya demam turun. Tidak ada riwayat sakit telinga, sakit
gigi,tergigit binatang(anjing, kucing dan kera), serta riwayat kejang sebelumnya
tidak ada. Riwayat imunisasi TT (Tetanus Toxoid) tidak ada. Penyakit seperti ini
diderita pasien untuk pertama kalinya.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan bahwa pada status generalis kesadaran
compos mentis, GCS 15, TD 130/80 mmHg, N 100x/m, RR 28x/m, T 37,5 0C. Untuk
pemeriksaan paru terlihat adanya retraksi intercostal dan auskultasi didapatkan
ronkhi basah halus di kedua lapang paru. Penderita mengalami opistotonus pada
leher dan punggung dan perut keras seperti papan. Pada pemeriksaan neurologis
didapatkan kaku kuduk (+), untuk motorik didapatkan otot masseter kejang (trismus
1 jari),hipertonus dan refleks fisiologis meningkat pada ke empat ekstremitas. Untuk
status lokalis didapatkan luka goresan (vulnus laseratum) disertai pus yang sudah
tertutup dengan kassa betadine di regio pedis dextra digiti III.
Dari pemeriksaan penunjang laboratorium darah periksa lengkap didapatkan
leukositosis (12,7 N: 4.0 / 12.0), monositosis (1,1 N: 0.1 / 1.0), granulositosis
(9.2 N: 2.0 / 8.0), dan limfositosis (18.6 N: 25.0 / 50.0).
Philips score
Masa inkubasi
Lokasi infeksi
Imunisasi
Faktor yang memberatkan
: 9 hari
: ekstremitas distal
: tidak ada
: trauma atau penyakit ringan
=
=
=
=
3
2
10
2
Page 12 of 26
VIII. PENATALAKSANAAN
- O2 nasal 2-3 liter/menit
- IVFD glukosa 5% + diazepam 25 mg (500 ml glukosa 5%) 1 kolf/8jam
- Inj. Metronidazole 3 x 500 mg i.v
- Inj. Ranitidine 2 x 1 (25 mg/mL) i.v
- Fenobarbital 3 x 75 mg IM
- ATS 20.000 IU selama 5 hari
- Paracetamol 3 x 500 mg
- Perawatan luka : luka dibersihkan dan debridement terhadap benda asing.
IX. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : Dubia ad malam
- Quo ad functionam : Dubia ad malam
- Quo ad sanationam : Dubia ad malam
Bakteri ini dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka, seperti luka
robek, luka bakar,bahkan dapat melalui gigi yang berlubang ataupun infeksi telinga
seperti OMSK (Otitis Media Supuratif Kronik). Pada saat masuk ke dalam tubuh,dan
dalam keadaan anaerob maka bentuk spora akan bergerminasi membentuk bentuk
vegetative yang mensekresi toksin.Terdapat dua toksin yang disekresikan yaitu
tetanolisin dan tetanospasmin. Tetanolisin tidak berakibat langsung pada terjadinya
trismus ini melainkan menimbulkan kondisi yang optimal bagi pertumbuhan dari C.
Tetani. Tetanospasmin terdiri atas protein yang bersifat toksik terhadap sel saraf.
Toksin dari tempat luka menyebar ke motor endplate dan setelah masuk lewat
ganglioside dijalarkan secara intraaxonal ke dalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu
anterior medula spinalis. Cara kerja dari toksin tetanus ini sendiri adalah dengan cara
menghambat neurotransmitter inhibitorik (GABA dan Glisin) sehingga menyebabkan
dominannya neurotransmitter excitatorik yang menyebabkan gejala spasme pada otot
yang pada awalnya mengenai otot masseter sehingga pasien sulit untuk membuka
mulut dan juga dapat mengakibatkan kaku pada punggung maupun kaku pada otot
perut yang menyebabkan defans muscular positif pada saat pemeriksaan, keluhan ini
muncul saat toksin telah berada di kornu anterior medulla spinalis dan dapat pula
menimbulkan kejang. Apabila toksin mencapai korteks serebri (cereberal
ganglioside), maka pasien akan mulai mengalami kejang umum yang spontan.
Keluhan nyeri dan kesemutan kemungkinan disebabkan oleh karena adanya spasme
otot yang menekan saraf tertentu sehingga menimbulkan gejala tersebut.(3,4)
Diagnosis didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium. Pada saat dilakukan anamnesis telah didapatkan adanya trismus yang
merupakan gejala dari tetanus meskipun masih mungkin diakibatkan oleh penyakit
lain. Setelah dilakukan anamnesis pasien mengaku 10 hariSMRS, pernah terkena
gesekan batu pada daerah jari kaki kanan no 3 saat os sedang berjalan dalam kondisi
banjir. Luka berukuran kurang lebih sekitar 1 cm, dan dalamnya kurang lebih sekitar
0,5 cm, bengkak dan keluar sedikit nanah, dan sempat terjadi demam. Lalu 1 hari
SMRS pasien mengalami kejang yang bersifat tonik. Pada saat kejang pasien tidak
mengalami penurunan kesadaran. Riwayat kejang sebelumnya tidak ada. Selain itu
pasien juga mengeluh kaku pada leher, punggung dan juga perut. Perut keras seperti
papan (opisotonus), dan setelah dilakukan pemeriksaan defans muscular ditemukan
pada pasien serta kaku kuduk positif. Selain itu pasien ini tampak sesak dan pada
pemeriksaan paru terdapat retraksi intercostal disertai ronkhi basah halus
kemungkinan pada pasien ini sudah terjadi pneumonia aspirasi akibat rigiditas otot
yang dapat membuat batuk dan sulit menelan menyebabkan pasien mudah
Page 14 of 26
menghirup sekresi atau isi perut pasien dan dapat terjadi infeksi saluran pernafasan
bawah. Pasien juga mengeluarkan banyak keringan dan terjadi penurunan nafsu
makan. Pemeriksaan laboratorium telah dilakukan terlihat terjadi peningkatan
leukosit. Stadium tetanus dibagi berdasarkan :
Philips score
Masa inkubasi
: 9 hari
= 3
Lokasi infeksi
: ekstremitas distal
= 2
Imunisasi
: tidak ada
= 10
Faktor yang memberatkan
: trauma atau penyakit ringan
= 2
TOTAL SCORE 17 Derajat Berat (>16) Perawatan khusus yang intensif
1.
2.
3.
4.
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI DAN ETIOLOGI1,5
Tetanus berasal dari bahasa Yunani yaituTetanos dari Teinein yang berarti
kontraksi/regangan.Tetanus pertama kali di gambarkan/ungkapkan di Mesir lebih
dari 3000 tahun yang lalu .
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang
dihasilkan oleh bakteri batang gram positif anaerob (Clostridium tetani) yaitu
tetanospasmin yang ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat. Tetanus
biasanya terjadi akibat kontaminasi luka tetapi juga dapat terjadi menyertai otitis
media yang kronis, luka bakar, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, pembedahan
elektif, kehamilan atau aborsi, atau tempat injeksi yang terinfeksi pada pengguna
obat intravena yang ilegal.
I.
II.
EPIDEMIOLOGI4,11
Page 16 of 26
Tetanus terjadi secara sporadis dan bisa mengenai orang yang tidak imun,
memliki imunitas parsial maupun individu yang memiliki imunitas penuh dengan
dosis vaksin ulangan yang adekuat. Dari data WHO pada tahun 2002, jumlah
perkiraan kematian yang berhubungan dengan tetanus pada semua kelompok adalah
213.000 dimana 180.000 (85%) adalah tetanus neonatal.
Hingga tahun 2004 Dinas Kesehatan Jawa Barat tahun 2004 mencatat
kejadian tetanus di Jawa Barat dilaporkan sebanyak 68 kasus dengan angka kematian
mencapai 45%.
III.
PATOFISIOLOGI1,5,6,7
Clostridium. tetani, kuman bersifat anaerob, batang gram positif yang
berbentuk endospora. Kuman tersebar luas di lingkungan dalam kotoran hewan
seperti kuda, ayam,tikus, anjing, babi, kucing dan manusia. Spora Clostridium tetani
dapat masuk kedalam tubuh melalui infeksi luka,tusukan dari benda yang kotor,
infeksi post partum dan post abortus, suntikan intramuskuler yang tidak steril, fraktur
terbuka, sakit gigi, sakit telinga, ulkus dekubitus, tindik, tato. Terdapat 20% kasus
tanpa adanya riwayat luka.
Kuman pada suasana anaerob akan berubah menjadi endospora dan
menghasilkan toksin bila bakteri tersebut lisis. Toksin yang dihasilkan adalah
tetanospasmin dan tetanolisin, yang memiliki afinitas tinggi pada jaringan saraf.
Tetanospasmin yang dihasilkan dalam luka disebarkan keseluruh tubuh melalui
aliran darah. Diperkirakan dosis letal untuk manusia adalah 2,5 nanogram per
kgBBatau 175 nanogram untuk manusia dengan berat 70 kg. Semua toksin akan
diserap oleh ujung neuron saraf perifer motorik, sensorik dan otonom. Toksin
kemudian berjalan sepanjang saraf melalui intraaxonal berjalan retrograde menuju
sistem saraf pusat sepanjang jalur aksonal. Selanjutnya toksin akan berinternalisasi
dan naik sepanjang akson saraf perifer di dalam otot menuju sel-sel kornu anterior
segmen spinalis yang menginervasi otot yang terinfeksi. Toksin mempengaruhi
pelepasan substansi transmitter inhibisi Gama Amino Butiric Acid( GABA) dari
interneuron spinal inhibisi. Pada sistem motorik, inhibisi pada motor neuron alpha
dan gamma akan menyebabkan peningkatan tonus otot, hilangnya koordinasi, dan
kontraksi spontan simultan dari otot agonis dan antagonis. Hal ini dapat
menyebabkan disfagi, aspirasi pneumoni, laryngospasme, asfiksia, dan atau
frakturvertebra thorakal.
Pada sistem saraf otonom, hal ini akan mempengaruhi sistem simpatik dan
atau parasimpatik.Aktivitas berlebihan sistem simpatik akan menghasilkan
hipertensi, tachycardia, aritmia, keringat berlebihan, panas, peningkatan produksi
Page 17 of 26
Page 19 of 26
V.
DERAJAT TETANUS1
Beberapa klinikus membuat skoring untuk menegakan prognosa dan perawatan.
Antara lain Phillips score, kriteria Pattel Joag dan Abletts.
Philips Score
A. Masa inkubasi
a. < 48 jam
:
5
b. 2-5 hari
:
4
c. 6-10 hari
:
3
d. 11-14 hari
:
2
e. >14 hari
:
1
B. Lokasi infeksi
a. Internal/umbilikal
:
5
b. Kepala,leher,dinding tubuh :
4
c. Ekstremitas proksimal
:
3
d. Ekstremitas distal
:
2
e. Tidak diketahui
:
1
C. Imunisasi
a. Tidak
b. Mungkin ada /ibu dapat
c. > 10 tahun yang lalu
d. < 10 tahun yang lalu
e. Proteksi lengkap
:
:
:
:
:
10
8
4
2
0
:
:
:
:
:
:
:
:
10
8
4
2
0
Page 20 of 26
Page 21 of 26
DIAGNOSIS5
Diagnosa tetanus ditegakkan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaanklinik.
- Dari anamnesa didapatkan adanya riwayat luka terbuka, gigi berlubang, otitis
media,dll.
- Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya trismus, kaku kuduk, perut papan,
opistotonus, hipertonus otot, peningkatan refleks tendon, kesadaran baik,
sedikit demam, tidak ada gangguan sensoris, spasme lokal atau umum.
- Untuk pemeriksaan klinik dapat dilakukan spatula test yang dapat digunakan
untuk mengetes tetanus . Caranya dengan menyentuh oropharynx dengan
sebuah spatula (spateltongue) yang biasanya menimbulkan suatu reflek
muntah ( gag reflex ). Tes ini positif bila penderita terjadi reflek masseter
dan menggigit spatel .Tes ini mempunyai sensitivitas 95% dan spesifisitas
100% dan tidak ada efek samping.
VI.
Page 22 of 26
IX.
PENATALAKSANAAN1,3,8,10
Thwaites (2002) merangkum penatalaksanaan tetanus sebagai berikut ;
1. Eradikasi bakteri kausatif
2. Netralisasi antitioksin yang belum terikat.
3. Terapi suportif selama fase akut
4. Rehabilitasi
5. Imunisasi
Ad.1 Eradikasi bakteri kausatif
Penggunaan penisilin (10-12 juta unit IV yang diberikan setiap hari
selama 10 hari) telah direkomendasikan, tetapi metronidazol (500mg setiap 6
jam atau 1 gram setiap 12 jam selama 7-10 hari) dipilih oleh beberapa orang
ahli berdasar pada aktivitas antimikroba yang sangat baik dan ketiadaan
aktivitas antagonis GABA seperti yang terlihat pada penggunaan penisilin.
Manajemen luka juga merupakan hal yang amat penting dalam
penatalaksanaan pasien tetanus dengan luka. Rekomendasi manajemen luka
traumatik adalah sebagai berikut :
a. Semua luka harus dibersihkan dan debridement bila perlu
b. Dapatkan riwayat imunisasi tetanus pasien jika mungkin
c. Tetanus toksoid (TT) harus diberikan jika riwayat booster terakhir lebih
dari 10 tahun. Jika riwayat imunisasi tidak diketahui, TT tetap diberikan
d. Jika riwayat imunisasi terakhir lebih dari 10 tahun yang lalu, maka
Tetanus Imuno Globulin (TIG) harus diberikan. Keparahan luka bukan
faktor penentu pemberian TIG.
Ad.2 Netralisasi antitoksin
Tetanospasmin akan terikat secara ireversibel dengan jaringan, dan
hanya toksin yang tidak terikat sajalah yang dapat dinetralisasi. Pemberian
ATS 100.000 IU terbagi dalam dosis 40.000:40.000:20.000 atau 5 X 20.000
IU. Imunisasi pasif dengan Human Tetanus Immuno Globulin (HTIG) akan
meningkatkan angka keselamatan (survival rate). Cook et al menyarankan
HTIG 3000-6000 IU IM. Dosis tambahan tidak diperlukan karena waktu
paruh antitoksin ini panjang.
Page 23 of 26
Page 24 of 26
`Ad.5 Imunisasi .
Status Imunisasi
Vaksinasi
Status Imunisasi DPT primer Tidak perlu vaksinasi
dan pengulangan TT dalam 10
tahun terakhir
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Pemberian
HTIG diberikan 250IU dalam
1mL i.m pada deltoid atau
glutea
Jika lebih dari 24 jam terpapar
setelah luka atau ada resiko
kontaminasi berat atau pasca
luka bakar dosis rekomendasi
500IU
Dosis tunggal TT + HTIG
(lihat dosis di atas). TT dan
HTIG harus diberikan dengan
spuit yang berbeda pada lokasi
yang berbeda
Vaksin TT + HTIG diberikan
secara penuh (lihat dosis di
atas)
X.
PROGNOSIS
Dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat memperburuk keadaan, yaitu:
Masa inkubasi yang pendek (kurang dari 7 hari).
Neonatus dan usia tua (lebih dari 55 tahun).
Frekuensi spasme yang sering.
Kenaikan suhu tubuh yang tinggi.
Pengobatan terlambat.
Adanya penyulit spasme otot pernafasan dan obstruksi jalan nafas.
XI.
PENCEGAHAN
1) Imunisasi aktif toksoid tetanus, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari
vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus) yang diberikan pada usia 3,4 dan 5 bulan.
Booster diberikan 1 tahun kemudian selanjutnya tiap 2-3 tahun.
2) Bila mendapatkan luka, maka harus mendapatkan manajemen luka yang adekuat
beserta vaksinasi jika perlu.
Page 25 of 26
DAFTAR PUSTAKA
1. Udwadia, Farokh Erach. Tetanus. 1st Ed. Calcuta. Oxford University Press:
1994.
2. Alagappan K. Tetanus : an Overview. Hospital Physician. 2001. 23-6
3. Thwaites CL. Tetanus. Current Anaesthesia and Critical Care. 2005. 16:50-7
4. Thwaites CL, Farrar JJ. Preventing and Treating tetanus. The challenge
continues in the face of neglect and lack of research. Editorial. BMJ. 2003;
326: 117-8
5. Scheld, W Michael; Whitley, Richard J; Durack, David T. Infections of the
Central Nervous System. Raven Press ltd. New York. 1991
6. Adam RD, Victor M. Principles of Neurology. 7th Edition, McGraw-Hill
International Edition, Singapore, 2001.
7. Cook TM, Protheroe R.T, Handel J.M. Tetanus: a review of the literature.
BJA. 2001;87(3):477-87
8. Shakir, Raad; A; Newman, Peter K; Poser, Charles M. Tropical Neurology.
1st Ed. Saunders. USA. 1996
9. Thwaites C.L Tetanus. Practical Neurology. 2002;3: 130-7
10. El-Haddad B, Hanrahan J, Assi M Tetanus: The Forgotten Disease. Kansas
Journal of Medicine: 2007: 9-14
11. Widjaya RK. Perbandingan penggunaan HTIG500IU dengan ATS equine
10.000IU pada keluaran pasien tetanus. Tesis. Bandung: Universitas
Padjajaran; 2007
Page 26 of 26