Sie sind auf Seite 1von 17

Get Homework/Assignment Done

Homeworkping.com
Homework Help
https://www.homeworkping.com/

Research Paper help


https://www.homeworkping.com/

Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/

click here for freelancing tutoring sites


Anatomi rongga thoraks
Thoraxadalahbagianatasbatang tubuhyangterletakantaraleherdanabdomen.Cavitas
thoracisdibatasiolehdindingthorax,berisitimus,jantung

(cor),paru

(pulmo),bagian

distaltrakeadanbagianbesaresofagus.Dindingthoraxterdiridarikulit,fasia,saraf,

otot,

dan

(3)

tulang.

Kerangkadindingthorax
Sifatkhususvertebrathoraxmencakup:foveacostalispada corpus vertebrae untuk bersendi
dengantuberculumcostae,kecualipadadua
spinosusyangpanjang.

(3)

atautiga

kostaterkaudal,processus

Kerangkadindingt
horaxmembentuk
sangkardadaosteo
kartilagineusyang
melindungi
jantung,paruparu,
danbeberapaorganabdomen(misalnyahepar).Kerangkathorax

terdiridari:vertebrathoraxika

(12) dandiskusintervertebralis,costa(12pasang)dan cartilago costalis, sternum.

Costae

Costae adalah tulang pipih yang sempit dan lengkung, dan membatasi bagian terbesar
sangkar dada. Tujuh atau delapan kosta pertama disebut costae sejati (vertebrosternal)
karena menghubungkan vertebra dengan sternum melalui kartilago kostalisnya. Costae VIII
sampai costae X adalah costae tak sejati (vertebrokondral) karena kartilago kostalis tepat
diatasnya..
Costae XI dan XII adalah costae bebas atau costae melayang karena ujung kartilago
kostalis masing-masing costae berakhir dalam susunan otot abdomen dorsal. Cartilago
costalis memperpanjang costae kearah ventral dan turut menambah kelenturan dinding
thorax.Hal ini berguna untuk mencegah terjadinya fraktur pada sternum atau costae karena
benturan. Costae berikut cartilago costalis-nya terpisah dari satu yang lain oleh spatium
intercostale yang berisi muskulus interkostalis, arteria interkostalis, vena interkostalis,
dan nervus intercostalis.(3)
Bagian costae terlemah, terletak tepat ventral terhadap angulus costae.Fraktur
costaeumumnya terjadi secara langsung karena benturan, atau secara tidak langsung karena
cedera yang mememarkan. Rudapaksa langsung dapat menyebabkan fraktur di sembarang
tempat pada costae, dan ujung patahan dapat mencederai organ dalam (misalnya paru-paru
dan atau limpa).(3)

Sternum

Sternum adalah tulang pipih yang memanjang dan membatasi bagian ventral sangkar dada.
Sternum terdiri dari tiga bagian : manubrim sterni, korpus sterni, dan processus
xyphoideus.(3)
Manubrium sterni berbentuk sperti segitiga, terletak setinggi vertebra T-III dan
vertebra T-IV. Corpus sterni berbentuk panjang, sempit, dan lebih tipis dari
manubrium sterni. Bagian ini terletak setinggi vertebra (T-V) - (T-IX). Processus
xyphoideus, bagian sternum terkecil dan paling variabel, berupa tulang rawan pada orang
muda, tetapi pada usia lebih daripada 40 tahun sedikit banyak menulang.(3) Fraktur
sternum umum terjadi setelah kompresi traumatik pada dinding thorax (misalnya pada
kecelakaan lalu lintas, jika dada pengemudi terdorong pada batang kemudi). Umumnya
korpus sterni yang mengalami fraktur, dan biasanya bersifat
fraktur komunitiva artinya terpecah berkeping-keping. Pemasangan kantong udara dalam
kendaraan otomotif telah menurunkan frekuensi fraktur sternum dan wajah. Untuk
memasuki kavitas torasis pada bedah jantung dan pembuluh besar, sternum dibelah dalam
bidang median. Corpus sterni seringkali dimanfaatkan untuk biopsi sumsum tulang dengan
jarum karena lebarnya dan letakya yang superfisial.(3)

b. Sternum

Sternum adalah tulang pipih yang memanjang dan membatasi bagian ventral sangkar dada.
Sternum terdiri dari tiga bagian : manubrim sterni, korpus sterni, dan processus
xyphoideus.(3)
Manubrium sterni berbentuk sperti segitiga, terletak setinggi vertebra T-III dan
vertebra T-IV. Corpus sterni berbentuk panjang, sempit, dan lebih tipis dari
manubrium sterni. Bagian ini terletak setinggi vertebra (T-V) - (T-IX). Processus
xyphoideus, bagian sternum terkecil dan paling variabel, berupa tulang rawan pada orang
muda, tetapi pada usia lebih daripada 40 tahun sedikit banyak menulang.(3) Fraktur
sternum umum terjadi setelah kompresi traumatik pada dinding thorax (misalnya pada
kecelakaan lalu lintas, jika dada pengemudi terdorong pada batang kemudi). Umumnya
korpus sterni yang mengalami fraktur, dan biasanya bersifat
fraktur komunitiva artinya terpecah berkeping-keping. Pemasangan kantong udara dalam
kendaraan otomotif telah menurunkan frekuensi fraktur sternum dan wajah.Untuk
memasuki kavitas torasis pada bedah jantung dan pembuluh besar, sternum dibelah dalam
bidang median. Corpus sterni seringkali dimanfaatkan untuk biopsi sumsum tulang dengan

Appertura thoracis

Cavitas thoracis berhubungan dengan leher melalui apertura thoracis superior yang
berbentuk seperti ginjal. Apertura thoracis superior ini yang terletak miring, dilalui oleh
struktur yang memasuki atau meninggalkan cavitas thoracis, yakni tenggorok (trakea) ,
kerongkongan (esofagus), pembuluh dan saraf.
Cavitas torasis berhubungan dengan abdomen melalui apertura torasis inferior yangditutup
oleh diafragma. Struktrur-struktur yang berlalu ke dan dari kavitas torasis, dari dan ke
kavitas abdominis melewati diafragma (misalnya vena kava inferior) atau di belakangnya
(misalnya aorta).

Otot saraf dan vaskularisasi dinding thorax

Spatium intercostale yang khas berisi tiga lapis muskulus interkostalis.Lapis paling
superfisial dibentuk oleh muskulus intercostalis eksternus, lapis kedua oleh muskulus
intercostalis internus, dan lapis paling profunda oleh muskulus intercostalis intimus.
Setelah melewati foramen intervertebrale, kedua belas pasang nervi thoracici terpecah
manjadi rami anteriores dan rami posteriores. Rami anteriores nervi thoracici I-XI
membentuk nervi intercostales yang memasuki spatia intercostalia. Ramus anterior nervus
thoracicus XII yang terdapat kaudal dari costa XII, disebut nervi subcostalis. Rami
posteriores melintas ke arah dorsal, tepat lateral dari processus artikularis vertebra
untuk mempersarafi otot, tulang, sendi dan kulit dipunggung.(3)
Pasokan darah arterial untuk dinding thorax berasal dari : arteria subklavia melalui arteria
thoracica interna dan arteria intercostalis terkranial, arteria aksilaris, orta melalui arteria
intercostalis dan arteria subcostalis.(3)
Vena intercostalis mengiringi arteria intercostalis dan terletak paling dalam (terkranial)
dalam sulcus costa.Di masing-masing sisi terdapat 11 vena intercostalis posterior dan satu
vena subcostalis.Vena intercostalis posterior beranastomosis dengan vena intercostalis
anterior yang merupakan anak cabang vena thoracica interna. Vena intercostalis terbanyak
berakhir dalam vena azygos yang membawadarah ke venosa ke vena cava inferior.(3)

1. Trauma Thoraks
PENDAHULUAN
Traumathoraxadalahlukaataucederayangmengenaironggathoraxyang dapat menyebabkan
kerusakanpadadinding thoraxataupunisidaricavumthoraxyang disebabkan olehbendatajam
atau

benndatumpuldan

dapat

menyebabkankeadaangawat

thoraxakut.Traumathoraxataucederadadadapatmenyebabkankerusakandinding

dada,paru,

jantung,pembuluhdarahbesarserta organdisekitarnyatermasukviscera (berbagai organ dalam


besar di dalam ronggadada)
Trauma toraks merupakan penyebab kematian yang bermakna. Sebagian besar pasien
trauma toraks meninggal saat datang di rumah sakit, disamping itu banyak kematian yang
dapat dicegah dengan upaya diagnosis dan tatalaksana yang akurat. Kurang dari 10 % kasus
trauma tumpul toraks sekitar 15-30% trauma tembus toraks memerlukan tindakan
torakotomi. Sebagian besar pasien trauma toraks dapat ditatalaksana dengan prosedur teknik
sesuai kompetensi yang dimiliki oleh dokter. Trauma toraks iatrogenik juga sering dijumpai
misalnya hemotoraks atau pneumotoraks dengan central line placement dan trauma esofagus
akibat endoskopi.
Hipoksia, Hiperkabia dan asidosis seringkali terjadi akibat trauma toraks. Hipoksia jaringan
terjadi akibat kegagalan distribusi oksigen menuju jaringan akibat hipovolemia (perdarahan),
ketidakseimbangan ventilasi perfusi pulmonal ( misalnya kontusio, hematoma dan kolaps
alveolar). Hiperkarbia seringkali terjadi akibat kegagalan ventilasi yang disebabkan oleh
perubahan pada tekanan intratorakal dan penurunan derajat kesadaran. Asidosis metabolik
juga dapat terjadi akibat hipoperfusi jaringan.
Penilaian dan tatalaksana awal pasien dengan trauma toraks terdiri dari primary survey,
resusitasi fungsi vital, secondarysurvey yang teliti dan penanganan definitif. Mengingat
hipoksia adalah manifestasi paling serius pada trauma toraks maka intervensi awal ditujukan
untuk mencegah atau memperbaiki hipoksia. Trauma yang dapat mengancam jiwa harus
segera ditangani secepat mungkin. Sebagian besar trauma toraks mengancam jiwa
ditatalaksana dengan mempertahankan kontrol saluran pernapasan atau memasang chest
tube. Secondary survey dilakukan berdasarkan anamnesis trauma dan kecurigaan tinggi akan
adanya trauma yang spesifik.

Dalam ATLS, cederathoraxdibagi menjadi2golongan

Segera
mengancam jiwa

a. Obstruksijalannapasakutolehsebabapapun,terutamapadaced
eralaringotrakea atau cedera berat tulangmuka dan jaringan
lunak.
b. Kegagalan ventilasi karena Tension pneumothorax,
pneumothorax terbuka, atauflailchest.

Potensial
mengancam jiwa

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Simple Pneumothorax
Hemothorax
Kontusio Paru
Trauma Tracheobronchial Tree
Trauma Tumpul Jantung
Ruptur Aorta Traumatik
Ruptur Diafragma Traumatik
Ruptur Esofagus

PRIMARY SURVEY(Trauma Mengancam Jiwa)


Primary survey pada pasien trauma toraks dimulai dari saluran pernafasan. Permasalahan
utama harus segera diatasi saat teridentifikasi
1. JALAN NAPAS (AIRWAY)
Adanya trauma mayor yang mengenai jalan nafas perlu segera dikenali saat
melakukan primary survey. Patensi jalan napas dan pertukaran udara sebaiknya
dinilai dengan mendengarkan pergerakan udara melalui hidung, mulut, lapang paru
dari pasien; melakukan inspeksi orofaring untuk menilai adanya obstruksi benda
asing mengamati adanya retraksi otot intercostalis dan supraclavicular.
Trauma laring dapat menyertai trauma toraks. Walaupun gambaran klinisnya
seringkali tidak jelas, obstruksi saluran napas akut akibat trauma laring ini dapat
menjadi trauma yang mengancam jiwa.
Trauma pada thoraks yang dapat dinilai dengan adanya defek yang dapat di
palpasi pada regio persendia sternoclavicular dengan dislokasi kaput klavikula ke
arah posterior, yang menyebabkan obstruksi saluran napas atas. Identifikasi trauma
ini dapat dilakukan melalui observasi akan adanya obstruksi saluran pernapasan atas

(stridor) atau perubahan bermakna kualitas suara (jika pasien mampu berbicara).
Penatalaksaan berupa redukksi tertutup trauma yang dapat dilakukan dengan
meluruskan bahu atau melakukan fiksasi klavikula dengan pointed clamp dan
reduksi fraktur secara manual. Setelah reduksi, keadaan stabil dapat tercapai bila
pasien berapa dalam posisi supinasi.
2. PERNAPASAN (BREATHING)
Dada dan leher pasien harus diperiksa secara menyeluruh untuk menilai
pernapasan dan vena leher. Pergerakan dan kualitas respirasi dinilai dengan
observasi, palpasi dan pendengaran.
Tanda trauma thoraks atau hipoksia yang penting tetapi seringkali tidak
terlewatkan ialah peningkatan kecepatan pernapasan dan perubahan pola pernapasan,
khusunya pernapasan yang semakin dangkal,
Sianosis adalah tanda lanjut hipoksia pada pasien trauma. Walaupun demikian,
tidak adanya sianosis tidak menunjukkan bahwa iksigenasi jaringan telah
berlangsung secara adekuat atau saluran napas yang adekuat. Trauma thoraks dapat
menyebabkan gangguan pernapasan dan harus dikenali dan ditangani saat primary
survey termasuk adanya tension pneumothoraks, open pneumothoraks (sycking
wound), flail chest, kontusio paru, dan hemothoraks masif.
(a)
Tension Pneumothorax
Tensionpneumothoraxterjadiketikaterdapatkebocoranudarayang
berasaldariparu-

paruatau

melaluidindingdadamasuk

kedalam

ronggapleuradan tidak dapat keluar lagi (onewayvalve).Akibatnya, tekanan


intrapleural

akan

meninggi,

paru-parumenjadi

kolaps,mediastinumterdorong
kesisiberlawanandanmenghambatpengembaliandarah
(venous return), serta akan

vena

ke

jantung

menekan paru kontralateral.Tekanan di

dalamronggapleuraakansemakintinggikarenapenderitamemaksakandiriinspi
rasi

kuatuntukmemperolehzatasam,tetapiketika

tidakdapatkeluar

(mekanisme

tekanansehinggamakin

ekspirasiudara

katup).Inspirasipaksaaniniakanmenambah
mendesakmediastinumkesisiyang

sehatdanmemperburukkeadaanumumkarenaparu

yang

sehattertekan.Karenapembuluhvenabesar,terutamav.cavainferiordanv.cava
superior,

terdorongatauterlipat,darahtidakdapatkembalike

jantung,halinilahyang menyebabkan kematian.

Penyebab

tersering

dari

tension

pneumothorax

adalah

komplikasipenggunaanventilatordenganventilasitekananpositif
padapenderita dengankerusakan atau traumapleura visceral. Tension
pneumothoraks

juga

dapat

terjadi

sebagaikomplikasidaripneumothoraxsederhanapasca trauma tumpul atau


tembus thoraks dimana parenkim paru gagal untuk mengembangatau pasca
penyimpangan pemasangan kateter subklavia atau jugularis interna. Defek
traumatik pada thoraks dapat juga memicu tension pneumothiraks jika tidak
ditutup dengan benar dan jika defek tersebut memicu terjadinya mekanisme
flap-valve. Tension pneumothoraks juga dapat terjadi akinat penyimpangan
letak pasca fraktur tulang belakang torakal.
Tension pneumothoraks merupakan kondisi klinis yang mencerminkan
kondisi udara dibawah tekanan dalam ruang pleura. Tatalaksana tidak boleh
ditunda karena menggangu konfirmasi radiologi selesai.
Tension

pneumothoraks

ditandaidengangejala

nyeridada,air

hunger,distresspernafasan,takikardi,hipotensi,deviasi trakea,hilangnyasuara
nafaspada

satusisi,

distensivena

leher

dan

sianosis

manifestasilanjut.Padapemeriksaanfisikdidapatkanperkusiyang
dan

sebagai
hipersonor

hilangnyasuaranafaspadahemithoraxyang

terkena.Padatensionpneumothoraxakibat
trauma,dapatterjadiemfisema.Karenatekanantinggidironggapleura,udara
ditekan

masukke

jaringanlunakmelaluilukadannaikkewajah.Leherdanwajahmembengkak
sepertipadaudemhebat.Padaperabaanterdapatkrepitasiyang
mungkinmeluaske jaringan subkutisthorax.
Tensionpneumothoraxmembutuhkan

dekompresisegeradan

penanggulanganawaldengancepatberupainsersijarumyang berukuran besar


padasela

igakeduagarismidclavicularpadahemithoraxyang

mengalamikelainan.Tindakanini
pneumothoraxmenjadi

akan

mengubah

pneumothoraxsederhana.

Terapi

selaludibutuhkandenganpemasangan
dadapadaselaigakelimadiantaragaris anterior dan midaxilaris.

tension
definitif
selang

(b)

Open Pneumothorax (Sucking Chest Wound)


Defek atau luka besar pada dinding dada yang terbuka dapat memicu open
pneumothoraks atau sucking chest wound. Tekanan dalam rongga pleura akan
menjadi sama dengan tekanan atmosfir. Jika defek pada dinding dada
mendekati 2/3 dari diameter trakea maka udara akan cenderung mengalir
melalui defek karena mempunyai tahanan yang kurang atau lebih kecil
dibandingkan trakea. Akibatnya ventilasi terganggu sehingga menyebabkan
hipoksia dan hiperkarbia.
Langkah awal adalah menutup luka dengan kasa steril (plastic wrap atau
petrolatum gauze) yang diplester hanya pada 3 sisinya saja. Dengan
penutupan seperti ini diharapkan akan terjadi efek flutter type valve.
Saat pasien ihalasi, penutupan ini akan menyumbat luka, mencegah udara
masuk dan saat ekspirasi, lubang terbuka dari penutup ini memungkinkan
udara keluar dari ruang pleuraBila semua sisi penutup direkatkan, maka
udara akan terakumulasi pada rongga thoraks dan memicu terjadinya tension
pneumothoraks, sehingga sebaiknya chest tube segera dipasang secepat
mungkin. Penutupan bedah definitif pada defek seringkali perlu segera

(c)

dilakukan
Flail Chest dan Kontusio Paru
Flail chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai
kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena
fraktur iga multipel pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis
fraktur. Adanya segmen flail chest menyebabkan gangguan pada pergerakan
dinding dada. Jika terjadi kerusakan parenkim paru

dibawahnya

sesuai

dengan kerusakan pada tulang, maka akan menyebabkan hipoksia yang


serius. Kesulitan utama adalah trauma parenkim paru yang mungkin
terjadi (contusio paru). Keterbatasan pergerakan dinding dada disertai nyeri
dan trauma paru yang mendasari merupakan penyebab penting hipoksia.
Flail chest mungkin tampak kurang jelas pada awalnya kerna adanya
splinting pada dinding thoraks. Pernapasan pasien berlangsung lemah dan
pergerakan thoraks tampak asimetris dan tidak terkoordinasi. Palpasi dari
gangguan pergerakan respirasi dan krepitasi tulang iga atau fraktur kartilago
dapat menyokong diagnosis. Pada pemeriksaan foto rontgen thoraks akan
dijumpai fraktur costae multiple tetapi dapat juga tidak dijumpai pemisahan
costochondral. Analisis gas darah arteri yang menunjukkan kegagalan

pernapasan dengan hipoksia juga akan membantu menegakkan diagnosis flail


chest.
Terapi awal yang diberikan termasuk pemberian ventilasi adekuat, oksigen
yang dilembabkan dan resusitasi cairan. Bila ada kerusakan parenkim paru,
maka akan sangat sensitif terhadap kekurangan ataupun kelebihan resusitasi
cairan. Pengukuran yang lebih spesifik harus dilakukan agar pemberian cairan
benar-benar optimal. Apabila tidak dijumpai hipotensi sistemik,pemberian
cairan kristaloid intravena harus diawasi decara ketat agar tidak terjadi
overhidrasi.
Terapi definitif ditujukan untuk mengembangkan paru-paru dan berupa
oksigenasi yang cukup serta pemberian cairan dan analgesia untuk
memperbaiki ventilasi. Pemberian analgesia dapat dilakukan dengan
menggunakan narkotika intravena atau berbagai metode anestesi lokal yang
tidak berpotensi memicu depresi pernapasan seperti pada pemberian narkotika
sistemik. Pemilihan anestesia lokal melipito blok saraf intermitten pada
intercostal, intrapleural, ekstrapleural, ekstrapleural dan anestesia epidural.
Tidak semua penderita membutuhkan penggunaan ventilator.Pencegahan
hipoksia merupakan hal penting pada penderita trauma, dan intubasi serta
ventilasi perlu diberikan untuk waktu singkat sampai diagnosis dan pola
trauma yang terjadi pada penderita tersebut ditemukan secara

lengkap.

Penilaian hati-hati terhadap frekuensi pernafasan, tekanan oksigen arterial


dan penilaian kinerja pernafasan akan memberikan suatu indikasi waktu
(d)

untuk melakukan intubasi dan ventilasi.


Hemothoraks Masif
Akumulasi darah dan cairan dalam hemithoraks dapat mengganggu upaya
pernapasan dengan menekan paru dan mencegah ventilasi yang adekuat.
Akumulasi akut darah secara dramatis dapat bermanifestasi sebagai hipotensi
dan syok.

3. CIRCULATION
Pada pemeriksaan denyut nadi pasien harus dinilai akan kualitas, kecepatan dan
regularitas. Pada pasien dengan hipovolemia, denyut nadi radialis dan dorsalis pedis
dapat tidak teraba akibat adanya depresi volume. Tekanan darah dan tekanan nadi
diukur dan sirkulasi perifer dinilai dengan mengamati dan melakukan palpasi kulit
unuk menilai warna dan suhu. Vena leher juga dinilai akan adanya distensi,

mengingat vena leher dapat tidak mengalami distensi pada pasien hipovolemia dan
temponade antung, tension pneumothoraks atau trauma diafragmatika.
Pengawasan jantung dan oksimeter nadi harus dilakukan pada pasien. Pasien yang
mengalami trauma thoraks terutama pada are sternum atau akibat trauma deselerasi
cepat sangat rentan mengalami trauma miokardium yang dapat memicu disaritmia.
Hipoksia dan asidosis akan meningkatkan kemungkinan ini. Disaritmia sebaiknya
ditatalaksana sesuai protokol yang berlaku. Pulseless electric activity (PEA) tampak
pada pemeriksaan EKG yang menunjukkan sebuah ritme saat pulsasi pasien tidak
teraba. PEA dapat dijumpai pada temponade jantung, tension pneumothoraks,
hipovolemia dan ruptur jantung.
Trauma thoraks utama yang dapat mempengaruhi sirkulasi, sebaiknya dikenali
dan ditatalaksana pada saat primary survey termasuk hemothoraks masif dan
temponade jantung.
a. Hemothoraks Masif
Hemothoraks masif terjadi akibat akumulasi cepat lebih dari 1500 ml darah
atau satu pertiga atau lebih dari volume darah pasien dalam rongga thoraks.
Biasanya terjadi akibat luka tembus yang merobek pembuluh darah sistemik
atau hilar. Hemothoraks masif juga dapat terjadi akibat trauma tumpul.
Perdarahan akan disertai hipoksia. Vena leher dijumpai datar akibat
hipovolemia berat atau akan mengalami distensi akibat adanya tension
pneumothoraks. Kadang-kadang efek mekanik darah intratorakal dapat
memicu pergerakan mediastinum yang cukup kuat untuk memicu distensi vena
leher. Hemothoraks masif dijumpai bila syok yang terjadi berhubungan dengan
hilangnya suara napas atau perkusi redup pada salah satu sisi hemothoraks
Hemothoraks masif ditatalaksana secara dini dengan restorasi volume darah
dan dekompresi kavitas thoraks. Jalur intravena dengan kaliber besar dan infus
kristaloid tetesan cepat disertai transfusi darah harus segera diberikan. Darah
dari chest tube sebaiknya dikumpulkan dalam satu wadah untuk autotransfusi.
Chest tube tunggal dipasang biasanya pada tingkat papila mammae, disebelah
anterior garis mid-aksilaris dan restorasi cepat volume terus berlangsung
seiring dengan dekompresi kavitas thoraks. Bila dicurigai hemothoraks masif
maka dilakukan persiapan untuk autotransfusi. Jika dievakuasi 1500 mL darah
maka sebaiknya dipersiapkan torakotomi dini.
Beberapa pasien yang memiliki output volume kurang dari 1500 mL tetapi
mengalami perdarahan terus menerus memerlukan torakotomi. Keputusan ini
didasarkan bukan kepada kecepatan perdarahan yang berlangsung (200

mL/jam selama 2-4 jam) tetapi juga pada status fisiologis pasien. Kebutuhan
persisten transfusi darah merupakan indikasi torakotomi. Selama resusitasi
pasien, volume darah yang awalnya di drainase dari tube dan kecepatan
perdarahan

yang

berkelanjutan

perlu

menjadi

pertimbangan

dalam

mempertimbangkan jumlah kebutuhan cairan pengganti. Warna darah


(menunjukkan sumber arteri atau vena) merupakan indikator lemah perlu
tidaknua tindakan torakotomi.
Luka tembus dinding anterior disebelah medialis garis yang melewati
papilla mammae dan luka posterior di sisi medial skapula harus diwaspadai
akan kemungkinan perlunya torakotomi karena kecenderungan kerusakan
pembuluh darah besar, struktur hilus dan jantung yang tinggi, serta terkait
potensi terjadinya temponade jantung.
b. Temponade Jantung
Temponade jantung biasanya terjadi akibat luka tembus. Trauma tumpul juga
dapat menyebabkan perikardium terisi darah yang berasal dari antung,
pembuluh darah besar maupun pembuluh darah perikardial. Sakus perikardium
manusia merupakan sebuah struktur yang fibrous; dengan sejumlah darah yang
relatif kecil diperlukan untuk restriksi aktivitas jantungdan mengganggu
pengisian jantung. Temponade jantung terjadi secara perlahab sehingga
memungkinkan evaluasi yang lebih teliti, tetapi temponade jantung juga dapat
terjadi dalam waktu singkat sehingga memerlukan diagnosis dan tatalaksana
yang cepat.
Diagnosis tamponade jantung tidak mudah. Diagnostik klasik adalah
adanya Trias Beck yang terdiri dari peningkatan tekanan vena, penurunan
tekanan arteri dan suara jantung menjauh. Penilaian suara jantung menjauh
sulit didapatkan bila ruang gawat darurat dalam keadaan berisik, distensi vena
leher tidak ditemukan bila keadaan penderita hipovolemia dan hipotensi sering
disebabkan oleh hipovolemia.
Tanda Kussmaul(peningkatantekananvena pada saatinspirasibiasa)adalah
kelainanparadoksaltekananvenayang sesungguhnyadanmenunjukkanadanya
tamponade jantung. PEA pada keadaantidakada hipovolemia dantension
pneumothorax harus dicurigai adanya tamponade jantung. Pemasangan
CVP dapatmembantudiagnosis, tetapitekananyang tinggidapatditemukan
pada

berbagaikeadaanlain.

Pemeriksaan

USG(Echocardiography)

meruakanmetode

noninvasifyang

dapatmembantupenilaianperikardium,tetapibanyakpenelitian

yang

melaporkanangkanegatifyang tinggiyaitusekitar50%.Padapenderita trauma


tumpul dengan hemodinamik
USGabdomen,yang

abnormal boleh

dilakukan

pemeriksaan

sekaligusdapatmendeteksicairandikantung

perikard,

dengan syarat tidak menghambat resusitasi.


Evakuasicepatdarahdariperikardmerupakanindikasibilapenderitadengan
syokhemoragik,tidakmemberikanresponpadaresusitasicairandanmungkin
adatamponadejantung.

Tindakaninimenyelamatkannyawadantidakboleh

diperlambat untuk mengadakan pemeriksaan diagnostik tambahan.


Metode sederhana

untuk

mengeluarkan

cairan

dari

perikard adalah

dengan perikardiosintesis.Kecurigaan yangtinggi adanya tamponade jantung


pada
penderitayangtidakmemberikanresponterhadapusaharesusitasimerupakan
indikasi untuk melakukan tindakan perikardiosentesis melaluin metode
subxyphoid.Tindakanalternatiflain,adalahmelakukanoperasijendelaperikard
atau

torakotomi

dengan

ahlibedah.Proseduriniakan

lebih

perikardiotomi
baik

dilakukan

oleh

seorang

diruangoperasi

jika

kondisipenderita memungkinkan.
Walaupunkecurigaanbesarakanadanyatamponadejantung,pemberiancairan
infusawalmasihdapatmeningkatkantekananvenadanmeningkatkancardiac
output untuk sementara, sambil melakukan pesiapan untuk tindakan
perikardiosintesismelaluisubxyphoidpadatindakaninimenggunakanplasticsheatedneedleatauinsersidengantekhnikseldingermerupakancarapalingbaik,
tetapi dalam keadaan yang lebih gawat, prioritas adalah aspirasi darah dari
kantungperikard.Monitoringelektrokardiogragidapatmenunjukantertusuknya
miokard(peningkatanvoltasedarigelombangT,ketikajarumperikardiosentesis
menyentuh epikardium)atau terjadinyadisritmia.
SECONDARY SURVEY (Trauma Thoraks Berpotensi Mengancam Jiwa)
Secondary survey membutuhkan pemeriksaan fisik yang lebih dalam dan teliti. Foto thorax
tegak dibuat jika kondisi penderita memungkinkan, serta pemeriksaan analisis gas darah,

monitoring pulse oximeter dan elektrokardiogram. Pada foto thorax harus dinilai
pengembangan paru, adanya cairan, ada tidaknya pelebaran mediastinum, pergeseran dari
garis tengah atau hilangnya gambaran detail anataomis mediastinum. Pada fraktur iga
pertama atau fraktur iga multipeldan atau iga kedua hrus dicurigai bahwa trauma yang terjadi
pada thorax dan jaringan lunak di bawahnya sangat berat.
Sedikitnya ada delapan trauma yang mengancam jiwa meliputi:

Simple pneumothoraks
Hematothoraks
Kontusio paru
Trauma tracheobronchial tree
Trauma tumpul jantung
Ruptur aorta traumatik
Ruptur diafragma traumatik
Ruptur tumpul esofagus

Tidak seperti kondisi mengancam jiwa yang diidetifikasi saat primary survey, trauma yang
tercantum disini biasanya tidak tampak jelas saat dilakukan pemeriksaan fisik. Diagnosis
memerlukan kecurigaan tinggi dan studi tambahan yang tepat. Trauma ini seringkali
terlewatkan selama periode post traumatik awal; celakanya hal ini dapat menyebabkan
kematian pasien.

(1).

Simple pneumothoraks
The difference between Tension and Simple Pneumothorax is that in Tension
Pneumothorax the air is under tension (pressure) because the underlying cause is a
"ball and valve" defect in the pleura (i.e: air can get into the pleural space but cannot
leave). This is not the case in a Simple Pneumothorax as the nature of the defect in the
pleura is such that air can both enter and leave the pleural space. Thus the air is not
under pressure (tension) in a Simple Pneumothorax.
Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke dalam
tiga jenis, yaitu:
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax) Pada tipe ini, pleura
dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding dada), sehingga
tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura

awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena
diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum
mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan
di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan,
tekanan udara di rongga pleura tetap negatif.
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax), Yaitu pneumotoraks dimana
terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan
bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan
ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks
terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan
perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan (8). Pada saat
inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan menjadi
positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan normal,
tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang
terluka (sucking wound).
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax) Adalah pneumotoraks dengan
tekanan intrapleura yang positif dan makin lama makin bertambah besar
karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi
udara masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya
terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara
di dalam rongga pleura tidak dapat keluar. Akibatnya tekanan di dalam rongga
pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang
terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering
menimbulkan gagal napas
Setiap pneumothoraks sebaiknya ditatalaksana dengan pemasangan chest tube
yang dipasang pada ruang interkostalis keempat atau kelima, sedikit anterior
dari mid aksilaris. Observasi dan aspirasi dari pneumothoraks asimptomatis
mungkin tindakan yang tepat, tetapi pemilihan terapi sebaiknya ditentukan
oleh dokter yang berkompeten; bila tidak maka pemasangan chest tube
sebaiknya segera dilakukan. Setelah chest tube dipasang dan dihubungkan
dengan underwater seal apparatus dengan atau tanpa penghisap, pemeriksaan
ronsen toraks perlu dilakukan untuk memastikan pengembangan paru kembali.
Baik anestesia maupun ventilasi tekanan positif sebaiknya tidak diberikan
pada pasien yang menderita pneumothoraks traumatik atau mereka yang
berisiko untuk mengalami pneumothoraks intraoperatif yang tidak terduga,

sampai chest tube tersebut dipasang. Simple pneumothoraks dapat berubah


menjadi tension pneumothoraks yang mengancam jiwa bila tidak dikenali dan
ventilasi tekanan positif diaplikasi. Pasien dengan pneumothoraks harus
(2).

mendapat dekompresi thoraks sebelum dirujuk via ambulans.


Hemothoraks
Penyebab utama hemothoraks (<1500 mL darah) ialah laserasi paru atau laserasi
pembuluh darah interkostal atau arteri mammaria interna akibat adanya trauma
tembus maupun trauma tumpul.
Sesuai panduan, bila 1500 mL darah diperoleh segeramelalui chest tube, atau jika
drainase lebih dari 200 mL/am selama 2-4 jam atau jika transfusi darah diperlukan
maka operasi eksplorasi perlu dipertimbangkan.

(3).

Kontusio paru
Kontusio paru dapat terjadi tanpa fraktur tulang iga atau flail chest, khusunya pada
pasien muda tanpa adanya osifikasi tulang iga yang sempurna. Kontusio paru
merupakan trauma thoraks yang berpotensi menyebabkan kematian. Kegagalab
respiratory resultan mungkin tampak tidak elas dan cenderung terus terjadi.
Penatalaksanaan definitif dapat berubah seiring waktu sehingga diperlukan observasi
yang hati-hati dan evaluasi pasien secara berkesinambungan.
Pasien dengan hipoksia bermakna (PO2 < 65mmHg atau SaO2 <90%) pada udara
bebas mungkin memerlukan intubasi dan ventilasi pada satu jam pertama setelah
taruma. Kondisi medis yangmenyertai seperti penyakit paru kronis dan gagal ginjal
meningkatkan perlunya tindakan intubasi dini dan ventilasi mekanikal. Beberapa
pasien dengan kondisi yang stabil dapat ditatalaksana secara selektif tanpa intubasi
endotrakeal atau ventilasi mekanik.
Pengawasn pulse oximetry, analisis gas darah, observasi EKG dan ventilator
mekanik sangat diperlukan untuk tatalaksana yang optimal. Setiap pasien dengan

(4).
(5).
(6).
(7).
(8).

kondisi tersebut sebaiknya dirujuk.


Trauma Tracheobroncial tree
Trauma tumpul jantung
Ruptur aorta traumatik
Ruptur diafragma traumatik
Ruptur tumpul esofagus

Das könnte Ihnen auch gefallen